Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk


melihat keberhasilan upaya kesehatan ibu.AKI adalah rasio kematian ibu selama
masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain
seperti kecelakaan atau terjatuh disetiap 100.000 kelahiran hidup. Hasil SUPAS
Tahun 2015 memperlihatkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan
target MDGs. Pada tahun 2015 AKI mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup
yang disebabkan karena perdarahan mencapai 38,24% (111,2 per 100.000
kelahiran hidup), preeklampsia berat 26,47% (76,97 per 100.000 kelahiran
hidup), akibat penyakit bawaan 19,41 (56,44 per 100.000 kelahiran hidup), dan
infeksi 5,88% (17,09 per 100.000 kelahiran hidup).1
Dari data-data tersebut di atas dapat dilihat adanya peningkatan jumlah
kematian ibu maupun pergeseran urutan penyebab kematian akibat preeklampsia
berat yaitu yang semula tahun 2012 berada diurutan ke-3 sebanyak 30,7 per
100.000 kelahiran hidup (10%) menjadi urutan ke-2 yaitu sebanyak 76,97 per
100.000 kelahiran hidup (26,47%). Preeklampsia berat dan komplikasinya
(eklampsia) juga menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu (Kemenkes
RI, 2019).Preeklampsia adalah tekanan darah sekurang kurangya 140/90 mmHg
pada dua kali pemeriksaan yang berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi setelah kehamian 20 minggu atau pada periode pasca salin dini
disertai dengan proteinuria. Proteinurin minimal positif 1 atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukan hasil > 300 mg per 24 jam.2
Di negara maju angka kejadian preeklampsia berat berkisar 6-7% dan
eklampsia 0,1-0,7%. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan
angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4 %, sedangkan angka
kejadian di Indonesia sekitar 3,4% - 8,5%.3 Angka kejadian preeklampsia di
Indonesia berkisar antara 3-10% dari seluruh kehamilan. Angka kejadian
preeklampsia/eklampsia di Kabupaten Cirebon tahun 2017 sebanyak
46%.4Prognosis bergantung kepada terjadinya eklampsiaa. Di negara-negara maju
kematian akibat preeklampsia sebesar ± 0,5%.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definsi Eklampsia


Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-
tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa
nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya.Kejang disini bersifat
grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.Istilah eklampsia
berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut
dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului tanda-tanda lain.5
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum),
berdasarkan saat timbulnya serangan.Eklampsia banyak terjadi pada trimester
terakhir dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang
jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75%
kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah
melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.5
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working
Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap
sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis
preeklampsia.Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria adalah adanya
protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau ≥
30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
saluran kencing.5,6

2.2. Etiologi dan Patofisiologi Eklampsia


Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan
masih belum diketahui dengan pasti.Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk
mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga
kini belum memuaskan sehinggan Zweifel menyebut preeklampsia dan eklampsia
sebagai “the disease of theory”. Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya
adalah:6,7
1. Genetik
Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperanan
dalam patogenesis preeklampsia dan eklampsia.Telah dilaporkan adanya
peningkatan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia pada wanita yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita preeklampsia preeklampsia dan
eklampsia.
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian
preeklampsia dan eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte Antigene
(HLA) pada penderita preeklampsia.Beberapa peneliti melaporkan hubungan
antara histokompatibilitas antigen HLADR4 dan proteinuri hipertensi.
Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki
resiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklampsia eklampsia dan intra
uterin growth restricted (IUGR) daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut.
Peneliti lain menyatakan kemungkinan preeklampsia eklampsia berhubungan
dengan gen resesif tunggal. Meningkatnya prevalensi preeklampsia
eklampsia pada anak perempuan yang lahir dari ibu yang menderita
preeklampsia eklampsia mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus
terhadap kejadian preeklampsia.Walaupun faktor genetik nampaknya
berperan pada preeklampsia eklampsia tetapi manifestasinya pada penyakit
ini secara jelas belum dapat diterangkan.
2. Iskemia Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan
miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan
elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta
mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada
akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada
deciduomyometrial junction.
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis
lebih dalam hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses
seperti tahap pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan
muskulo-elastis serta perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir dari
proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk
seperti kantong yang memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada
kehamilan.
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis
mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang
mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal
tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis
yang berada dalam miometrium tetapi mempunyai dinding muskulo-elastis
yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.

Gambar 1.Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normotensi (atas) dan


hipertensi (bawah).Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan
normotensi.
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau
bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran
darah ke plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada
plasenta.
Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki
resistensi vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke
arteri spiralis pada tahap kedua.Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di
daerah intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta.Hal
ini dapat menimbulkan iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat
terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi.
3. Prostasiklin-tromboksan
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel
yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis
oleh enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP
intraselular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator
dan anti agregasi trombosit.
Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam arakidonat
dengan bantuan enzim siklooksigenase.Tromboksan memiliki efek
vasikonstriktor dan agregasi trombosit prostasiklin dan tromboksan A2
mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah.
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,
plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi
prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan rasio
tromboksan A2 : prostasiklin.
Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan
menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat
pembentuknya prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai
kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia
berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi
hemostasis. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral pada
proses ini di mana hal ini sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara tromboksan dan prostasiklin.
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan
produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan
fibrinolisis yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyababkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga
akan terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
4. Imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis
sebagai patofisiologi dari preeklampsia.Pada penderita preeklampsia terjadi
penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang
normotensi yang dimulai sejak awal trimester II.Antibodi yang melawan sel
endotel ditemukan pada 50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada
kontrol hanya terdapat 15%.
Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri
spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang
dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan IL-1), enzim
proteolitik dan radikal bebas oleh desidua.
Sitokin TNF-α dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang berhubungan
dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF-α akan merubah sebagian
aliran elektron untuk melepaskan radikal bebasoksigen yang selanjutkan akan
membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan.

Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan


kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan
pembentukan lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih toksik
dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan produksi
nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi keseimbangan
prostasiklin dan tromboksan di mana terjadi peningkatan produksi
tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari endotel
vaskuler.6,7
Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag
lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia)
serta peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem dan proteinuria).5,6,7
Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditunjukan untuk
mencegah terjadinya overproduksi dan kerusakan yang disebabkan oleh
radikal bebas.Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten terhadap efek
buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E (α-tokoferol), vitamin C dan
β-caroten. Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk melawan perusakan sel
akibat pengaruh radikal bebas pada preeklampsia.6,7

2.3. Gejala Klinis Eklampsia


Pada awal terjadi kejang, biasanya diawali dengan memburuknya
preeklampsia seperti adanya gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium,
nyeri kepala, dan hiperrefleks.Apabila tidak segera ditangani, maka kejang dapat
terjadi dan berakibat fatal karena sangat membahayakan baik ibu maupun janin.
Konvulsi/kejang dalam eklampsia dibagi kedalam 4 tingkatan yaitu:4,5
1. Tingkat awal/aura: disebut juga dengan tingkat invasi. Keadaan ini
berlangsusng kurang lebih selama 30 detik dengan kondisi mata pasien
terbuka tanpa melihat. Kelopak mata nampak bergetar disertai dengan
tangan dan kepala diputar ke kanan maupun kiri.
2. Tingkat kejangan tonik (kontraksi): Berlangsung selama 30 detik dan
seluruh otot menjadi kaku. Wajah kaku disertai dengan tangan yang
mengepal dan kaki menghadap dalam. Pernafasan berhenti dan wajah
nampak biru (sianotik). Perhatikan bahwa lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejang klonik (konvulsi): berlangsung selama 1-2 menit dan
merupakan spasmus tonik. Semua otot ditubuh berkontraksi dan berulang-
ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah
dapat tergigit, Bola mata menonjol dan dapat mengeluarkan busa dari
dalam mulut, Wajah mnunjukkan kongesti dan sianosis. Pasien menjadi
tidak sadar. Pada akhirnya, pasien akan menarik nafas panjang dan
mendengkur.
4. Tingkat koma: Lama waktu keberlangsungan tidak menentu dan secara
perlahan-lahan pasien menjadi sadar tanpa ada ingatan sama sekali
mengenai kejang yang baru terjadi. Akan tetapi, dapat pula terjadi keadaan
dimana pasien tidak sempat sadar dan terjadi serangan kejang yang kedua
dan berulang. Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah serangan
berhenti hingga mencapai 50 kali per menit dan dapat menyebabkan
hiperkarbia hingga asidosis laktat. Pada kasus yang berat dapat terjadi
sianosis. Apabila terjadi demam, maka harus dicurigai adanya pendarahan
pada susunan saraf pusat.

Selama serangan kejang terjadi, harus diawasi terjadinya lidah tergigit,


luka, fraktur, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan perdarah otak yang
merupakan komplikasi. Kematian dapat terjadi pada eklampsia karna dapat
menyebabkan edema paru-paru, apoplexia dan asidosis, pneumonia aspirasi
(beberapa hari setelah kejang), kerusakan hati dan gangguan faal ginjal.5

2.4. Diagnosa Eklampsia


Diagnosis eklamsia dapat dipastikan dengan adanya hipertensi,
proteinuria, dan kejang.Hipertensi dianggap sebagai ciri khas untuk diagnosis
eklamsia. Hipertensi dapat menjadi berat (setidaknya 160 mm Hg sistolik dan /
atau setidaknya 110 mm Hg diastolik) di 20-54% dari kasus atau ringan (tekanan
darah sistolik antara 140 dan 160 mm Hg atau tekanan darah diastolik antara 90
dan 110 mm Hg) pada 30-60% dari kasus. Selain itu, hipertensi berat lebih sering
terjadi pada pasien yang mengalami eklamsia antepartum (58%) dan mereka yang
mengalami eklamsia pada 32 minggu kehamilan atau sebelumnya (71%).5
Diagnosis eklamsia biasanya dikaitkan dengan proteinuria (setidaknya +1
pada dipstick).Beberapa gejala klinis berpotensi membantu dalam penegakan
diagnosis eklamsia.Gejala-gejala ini dapat terjadi sebelum atau setelah onset
kejang, termasuk diantaranya sakit kepala oksipital atau frontal terus-menerus,
penglihatan kabur, fotofobia, nyeri epigastrium dan / atau kuadran kanan atas,
dan perubahan status mental. Pasien akan memiliki setidaknya satu dari gejala ini
pada 59-75% dari kasus. Sakit kepala dilaporkan oleh 50-75% pasien, sedangkan
perubahan visual dilaporkan 19-32% dari pasien.5

2.5. Penatalaksanaan Eklampsia


Penatalaksanaan eklampsia yang utama adalah terapi suportif untuk
stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation
(ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia,
mencegah trauma pada pasien ketika kejang, mengendalikan tekanan darah
khususnya pada saat krisis hipertensi, dan mencapai stabilisasi ibu seoptimal
mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada waktu yang tepat dan cara yang
tepat.8
Prinsip pengobatan:
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu dan janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan dan persalinan dengan trauma seminimal mungkin
pada ibu.

A. Obat-obatan anti kejang9


1. MgSO4

- Dosis magnesium sulfat yang dibutuhkan tergantung pada kondisi yang


ditanganinya
- suntik intravena
- Dosis 4-5 g,selama 10-15 menit.dilanjutkan dengan infus sebesar 1 g per
jam,atau suntik intramuskular dengan dosis 4-5 g,tiap 4 jam ( setidaknya 24 jam
setelah kejang terakhir ).Dosis tambahan : jika kejang kembali terjadi,dosis
tambahan 2-4 g dapat diberikan.dosis maksimal 30 – 40 g per hari
2. Diazepam
- Dosis awal: 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan
40 mg dalam 500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
- Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12
jam bebas kejang.
- Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan
ini hanya sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5
mg/kgbb/iv pelan.

B. Obat Anti Hipertensi9


1) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-
pelan selama 5menit sampai tekanan darah turun
2) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5
intamuskular setiap 2 jam
3) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
- Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.
- Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak
membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20
mg intravena.

2.6. Komplikasi Eklampsia


Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa eklampsia merupakan
suatu jenis keadaan fatal dan membahayakan sehingga komplikasi terberat
yang dapat terjadi adalah terjadinya kematian baik terhadap ibunya, bayi
maupun keduanya.Selain itu berbagai komplikasi juga sering ditemukan baik
perubahan-perubahan pada ibu maupun pada bayi tersebut.

2.6.1. Komplikasi Maternal8


A. Paru
Edema paru sering terjadi akibat adanya pneumonitis aspirasi akibat
inhalasi isi lambung yang terjadi apabila pasien memuntahkan isi
perutnya pada saat kejang, Selain itu, juga dapat disebabkan sebagai
akibat dari penanggulangan hipertensi berat dengan pemberian cairan
intravena yang berlebihan sehingga menyebabkan kegagalan fungsi
jantung.Edema paru merupakan suatu tanda prognostik yang buruk.
B. Otak
Kejang yang terjadi dapat menimbulkan terjadinya perdarahan otak
yang berakibat fatal.Komplikasi paling buruk adalah
kematian.Kematian yang disebabkan oleh perdarahan otak umumnya
bersifat mendadak. Selain itu, apabila perdarahan terjadi pada sublethal
maka pasien akan mengalami hemiplegia. Perdarahan otak cenderung
terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Komplikasi di
otak yang jarang terjadi lainnya adalah pecahnya aneurisma arteri atau
kelainan vasa otak (seperti : stroke) yang berujung pada perdarahan
otak. Koma atau penurunan kesadaran tidak jarang di temukan.Apabila
tekanan di dalam otak meningkat maka dapat terjadi suatu herniasi
batang otak yang dapat menyebabkan kematian.
C. Mata
Kebutaan dapat terjadi setelah atau bersamaan dengan kejang.
Penyebab kebutaan antara lain adalah ablasio retina yang ringan
sampai berat dan iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Pada
banyak kasus, penglihatan pasiien dapat kembali normal setelah 1
minggu terminasi kehamilan.
D. Psikosis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang jarang terjadi.Eklampsia
diikuti dengan keadaan psikosis dan mengamuk yang berlangsung
sampai 2 minggu.Apabila sebelum kehamilan pasien tidak memiliki
gangguan mental maka prognosis untuk kembali normal sangatlah
baik.

E. Hematologi
Plasma darah menjadi menurun dengan meningkatnya viskositas
darah.Terjadi hemokonsentrasi, gangguan pembekuan darah, DIC dan
sindroma HELLP.
F. Ginjal dan hepar
Filtrasi glomerullus menurun dan aliran plasma meningkat.Hal ini
dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Sedangkan pada hepar akan
terjadi nekrosis periportal dan gangguan sel hati.
G. Uterus
Solusio plasenta dapat terjadi karena adanya vasokonstriksi pembuluh
darah uteroplasental yang menyebabkan pembuluh darah tersebut
mudah lepas dan di antara plasenta dan dinding endometrium
menghasilkan darah.Apabila tidak segera ditangani maka dapat terjadi
perdarahan antepartum.
H. Kardiovaskuler
Komplikasi yang dapat terjadi adalah serangan jantung, spasme
vaskular menurun, tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks
kerja ventrikel kiri meningkat, tekanan vena sentral menurun dan
tekanan paru menurun.
I. Kematian
Kematian maternal akibat eklampsia dapat disebabkan oleh perdarahan
otak, kelainan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma HELLP.

2.6.2. Komplikasi Perinatal8


Karena pada saat kejang kontraksi uterus meningkat dan otot-otot
uterus terus meningkat maka akan terjadi vasospasme pada arterioli sehingga
aliran darah menuju retroplasenter semakin berkurang. Denyut Jantung Janin
(DJJ) kemudian akan meningkat seperti takikardia yang diikuti dengan
bradikardia. Beberapa komplikasi lainanya yang dapat terjadi pada perinatal
antara lain:

A. Dismaturitas
Bayi baru lahir dengan berat badan yang tidak sesuai dengan usia
kehamilan disebut dengan dismaturitas. Dikatakan seperti itu apabila
berat lahir perinatal dibawah presentil ke-10 menurut kurva
pertumbuhan intrauterin Lubhenco atau dibawah 2 SD. Ketika kejang
berlangsung, maka arteriol spiralis desidua menjadi spasme sehingga
aliran darah menuju ke plasenta menurun. Perubahan-perubahan
fisiolois yang seharusnya terjadi menjadi dipercepat sehingga
mesoderm menjadi jaringan fibrotik.Hal ini menyebabkan terjadi nya
gangguan fungsi plasenta yang dapat menyebabkan dismaturitas karena
pertumbuhnan janin terganggu.Pada hipertensi pendek, dismaturitas
terjadi akibat adanya kekurangan oksigen.Dismaturitas pada perinatal
dapat menyebabkan sindrom aspirasi mekonium yang disebabkan oleh
keadaan dimana perinatal dengan sangat berusaha untuk mengadakan
gaping.Hipoglikemia simptomatik dicurigai disebabkan oleh
persediaan glikogen yang sangat kurang, Asfiksia neonatorum adalah
suatu keadaan gawat janin akibat gagal bernafas secara spontan dan
teratur.Apabila berat dan berkelanjutan maka menjadi asidosis.
Derajat asfiksia:

a. Apgar skor 7-10 : vigorous baby, maka dalam hal ini bayi dianggap
sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Apgar skor 4-6 : asfiksia ringan – sedang.
Apgar skor 0-3 : asfiksia berat.

B. Prematuritas
Prematuritas sering terjadi karena adanya kenaikan tonus uterus dan
kepekaan terhadapat perangsangan.
C. Sindroma Distress Respirasi
Faktor yang berperan dalam eklampsia adalah adanya hipovolemik,
asfiksia dan aspirasi mekonium.
D. Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi yang baru lahir dapat merupakan penyakit
sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor
yang abnormal.
E. Hipermagnesemia
Kondisi ini terjadi apabila kadar magnesium serum dalam darah lebih
besar atau sama dengan 15 mEq/L. Hal sering ditemukan pada bayi
dengan ibu yang menderita eklampsia dan diobati dengan magnesium
sulfat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan adanya depresi susunan
saraf pusat dan paralisis otot-otot skeletal.
F. Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dengan ibu eklampsia maupun dengan sindroma
HELLP dapat ditemukan neutropenia yang sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas, namun perkiraan yang terjadi adalah adanya
kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati jalan plasenta lahir.
G. Kematian Perinatal
Kematian umumnya terjadi karena adanya asfiksia neonatorum berat,
trauma saat kejang intrapartum, dismaturitas yang berat.Beberapa
kasus ditemukan bayi yang meninggal di dalam kandungan ibunya
sendiri.
BAB III
LAPORAN KASUS

Nama : Ny. ND
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Alamat : Jl. Tanjung Selamat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Masuk Pkm : 23 Oktober 2020
Tanggal Pemeriksaan : 23Oktober 2020

ANAMNESIS (alloanamnesis)
Keluhan utama
Kejang-kejang

Riwayat penyakit sekarang


Pasien rujukan dari klinik bidan mandiri datang ke UGD dalam keadaan
gelisah, mengamuk dan meronta-ronta. Bidan mengatakan sebelumnya pasien
mengalami kejang-kejang selama di rumah 3 kali sekitar pukul 05.30
WIB.Selama di perjalanan menuju Puskesmas, bidan mengatakan pasien
mengalami kejang lagi sebanyak 1 kali dan mengeluarkan buih dari mulut.Pasien
mengalami kejang seluruh tubuh.Keluar lendir darah dan air-air disangkal. Di
RSUD pasien mengalami kejang lagi sebanyak 2 kali jam 08.30. Saat ini pasien
hamil anak pertama.HPHT tidak bisa ditanyakan. Tapi bidan dan keluarga
mengatakan hamil usia 38 minggu.

Riwayat Hamil Muda


Mual (+), muntah (-), perdarahan (-), keputihan (-)

Riwayat Hamil Tua


Mual (-), muntah (-), perdarahan (-), keputihan (-)
Riwayat Prenatal Care
Tidak teratur, bidan mengatakan ANC ke bidan hanya 1 kali.
USG 1 kali di Klinik Bidan
Riwayat Minum Obat
Konsumsi vitamin dari puskesmas
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi(+) kehamilan trimester ketiga, riwayat Hipertiroid(-),
asma(-), diabetes melitus(-), penyakit jantung(-), kelainan darah(-),
alergi(-), riwayat epilepsi sebelumnya(-), riwayat operasi sebelumnya(-).
Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi(-),asma(-), diabetes melitus(-), penyakit jantung(-), kelainan
darah dan alergi disangkal.
Riwayat menstruasi
Pasien pertama kali datang haid saat pasien berusia 13 tahun, siklus haid
teratur yaitu 28 hari, lama haid setiap bulannya 3-5 hari, ganti pembalut 2-
3 kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali. Tahun 2020
Riwayat obstetri
Hamil/ melahirkan/keguguran :1/0/0
Anak Pertama : kehamilan saat ini, HPHT tidak ingat.
Riwayat KB
Tidak ada
Riwayat sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Delirium (E2V3M4)
Vital sign :
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 114x/m
Pernapasan : 23 x/m
Suhu : 36,50C

Kepala : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik


Leher : pembesaran tiroid dan KGB (-), peningkatan JVP (-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur(-), gallop(-)
Paru : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik

Status obstetrikus
Muka : Kloasma gravidarum (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan, striae
gravidarum(+)
Palpasi :
LI : Teraba massa bulat, lunak, tidak terfiksir, kesan bokong.
LII : Teraba bagian keras memanjang di bagian kiri dan bagian
terkecil janin disebelah kanan, kesan punggung kiri
LIII : Teraba massa bulat, keras di bagian bawah, melenting, kesan
kepala
LIV : belum masuk PAP

TFU : 3 jari di bawah processus xyphoideus, 30 cm.


TBJ : 2635 gram
DJJ : 160 bpm
His : (-)

Pemeriksaan Genitalia Eksterna dan Vaginal Toucher


-->tidak bisa dilakukan pemeriksaan, pasien tidak stabil
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium (23 Oktober 2020)
Darah Rutin
HB : 10,6 gr%
RBC : 4,29 jt/mm
WBC : 21.160 rb/mm
HT : 29,8 %
PLT : 194.000 rb/mm
MCV : 69,5
MCH : 24,7
MCHC : 35,6
Gol darah : B+
CT : 5’
BT : 2’
Kimia Darah
GDS : 86 mg/dl
Ureum : 12 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Albumin : 3,1 g/dl
SGOT : 21 u/l
SGPT : reagen habis
Elektrolit
Na : 144 mmol
K : 4,3 mmol
Cl : 100 mmol
Ca : 1,09 mmol
Urinalisa
Warna : Kuning muda keruh
BJ : 1.025
pH : 6,0
Protein : +3
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Positif
Keton : Negatif
Reduksi : Negatif
Nitrit : Negatif
Sedimen
 Eritrosit : 0-1/LPB
 Leukosit : 2-3/LBP
 Epitel : Positif
 Bakteri : Negatif
 Cristal :Negatif
 Cylinder : Positif
 Sel Ginjal : Negatif
 Sel Ragi : Negatif
Imunoserologi
HBsAg : Non Reaktif
B20 Rapid : Non Reaktif
Sipilis Rapid : Negatif
Rapid SARS COV 2 : IgM: Non Reaktif, IgG: Non Reaktif

DIAGNOSIS
1. Antepartum eklamsia + G1P0A0 gravid 38 minggu + preskep + belum
inpartu
2. Anemia dalam kehamilan
3. Teenage pregnancy

TATALAKSANA
1. Injeksi Diazepam 1 Ampul IM
2. MgSO4 loading 5 gram dalam aquadest 100 cc di bolus 15 menit dilanjutkan
MgSO4 5 gram dalam RL 500 cc/6 jam sampai dengan 24 jam post partum.
3. Pasang Foley Catheter dan urin bag
4. Rencana SC emergency bila kondisi pasien stabil
5. Monitor TTV /10 menit, DJJ /30 menit, UO /4 jam
6. Sedia darah 1 unit PRC sesuai golongan darah dan crossmatch
7. Konsul TS anestesi untuk evaluasi dan tatalaksana perioperatif
8. Konsul TS pediatri untuk resusitasi neonatus

Follow Up Pasien

Tanggal/jam S.O.A.P Keterangan


24-10-2020 S: pasien mulai sadar, perdarahan P:
09.00 WIB pervaginal minimal - Diet cair via NGT 1800
O: KU tampak lemah, sadar kKal/24 jam
TD 140/84 mmHg - mobilisasi 1/2 duduk-duduk
Nadi 98 x/menit - IVF Lini 1: RL 500 mL +
RR 16 x/menit MgSo4 5 gram /6 jam s/d 24
Temp 36,7 0C jam post OP kemudian Aff
SaO2 95-98% Lini 2 : RL 500 mL 30 tpm
Mata: konjungtiva anemis - Terapi:
Thorax: minimal rhonki basah · Ceftriaxon 1 gram/IV/12 jam
kasar · Ketorolac 30 mg/IV/8 jam
Abdomen: soepel, TFU 2 jari setelah fentanyl selesai
dibawah umbilikus, kontraksi diberikan
baik · Ondansetron 4 mg/amp/
UO: ±900 cc/21 jam IV/12 jam
A: Post SC emergency a.i · Ranitidin amp/IV/12 jam
Antepartum eklampsia P1A0 - Monitor TTV /2 jam
BBLR - Tatalaksana lain sesuai TS
anestesi
- Rencana CT Scan kepala
25-10-2020 S: demam(-), sesak(-), nyeri P:
10.25 WIB perut(-), sakit kepala(-), - Diet rendah garam rendah
pandangan kabur(-), perdarahan lemak
pervaginam(-) - intake cairan oral 2 liter/hari
O: KU baik, sadar - Aff infus
TD 124/80 mmHg - Mobilisasi aktif
Nadi 86 x/menit - Terapi:
RR 20 x/menit · N-Acetylsitein tab/P.O/8 jam
Temp 36,5 0C · Asam Mefenamat 500
Mata: konjungtiva anemis(-/-) mg/tab/P.O/8 jam
Thorax: S1S2 reguler, murmur · SF 200 mg/tab/P.O/8 jam
(-), gallop (-), Suara nafas · Kalk 500 mg/tab/P.O/24 jam
vesikuler, rhonki(-/-), · Co-amoxiclav 625 mg/
wheezing(-/-) tab/P.O/24 jam
Abdomen: soepel, TFU 2 jari - Monitor TTV /4 jam
dibawah umbilikus, kontraksi - Cek darah rutin, SGOT,
baik SGPT, Ureum, Kreatinin jam
UO: ±370 cc/21 jam 18.00
A: Post SC emergency a.i - Pindah mawar bila acc
Antepartum eklampsia, P1A0, anestesi
Teenage pregnancy
26-10-2020 S: demam(-), sesak(-), nyeri ulu P:
08.45 WIB hati(-), sakit kepala(-), - Diet rendah garam rendah
pandangan kabur(-), perdarahan lemak
pervaginam minimal, BAK - IVF NaCl 0,9% 500 mL 20
spontan (+) tpm
O: KU baik, sadar - Transfusi 1 unit PRC
TD 120/80 mmHg (dihabiskan dalam 3-4 jam)
Nadi 92 x/menit - Terapi premed:
RR 20 x/menit · Paracetamol 1 gram/IV/ 15
Temp 36,4 0C menit sebelum transfusi
Mata: konjungtiva anemis (-/-) · Furosemid 20 mg/IV/ setelah
Thorax: S1S2 reguler, transfusi
murmur(-), gallop(-), Suara - Co-amoxiclav 625 mg/
nafas vesikuler, rhonki(-/-), tab/P.O/12 jam
wheezing(-/-) - Asam Mefenamat 500 mg/
tab/P.O/8 jam
- SF 200 mg/tab/P.O/12 jam
Abdomen: soepel, TFU 2 jari - Kalk 500 mg/tab/P.O/24 jam
dibawah umbilikus, kontraksi - Monitor TTV /6 jam (/2 jam
baik selama transfusi)
A: Post SC emergency a.i - Ganti perban hari ini
Antepartum eklampsia, - Awasi tanda-tanda impending
P1A0, anemia dalam eklampsi, reaksi
kehamilan, Teenage hipersensitivitas transfusi
pregnancy, Bayi BBLR
27-10-2020 S: demam(-), sesak(-), nyeri ulu P:
09.00 WIB hati(-), sakit kepala(-), - Boleh pulang
pandangan kabur(-), perdarahan - Aff threeway
pervaginam minimal, BAK - Ganti perban sebelum pulang
spontan(+), ASI (+) - Terapi:
O: KU baik, sadar · Asam Mefenamat 500
TD 120/80 mmHg mg/tab/P.O/8 jam
Nadi 92 x/menit · SF 200 mg/tab/P.O/12 jam
RR 20 x/menit · Kalk 500 mg/tab/P.O/24 jam
Temp 36,4 0C · Co-amoxiclav 625 mg/
Mata: konjungtiva anemis (+/+) tab/P.O/24 jam
Thorax: S1S2 reguler, · Adalat Oros 30
murmur(-), gallop(-), Suara mg/tab/P.O/24 jam
nafas vesikuler, rhonki(-/-), - Monitor TTV di faskes
wheezing(-/-) terdekat
Abdomen: soepel, TFU 2 jari - Perawatan Post Op 1 minggu
dibawah umbilikus, kontraksi lagi (Rabu, 4-11-2020) di
baik poli
A: Post SC emergency a.i
Antepartum eklampsia,
P1A0, anemia dalam
kehamilan, Teenage
pregnancy, Bayi BBLR

LAPORAN OPERASI
DPJP Operator : dr. Hermanto, Sp.OG
DPJP Anestesi : dr. Devi Ariani, Sp.An

Diagnosa pra bedah :


Antepartum eklamsia, gravid 38-39 minggu, suspek IUGR, preskep, G1P0A0,
teenage pregnancy

Diagnosa pasca bedah :


Post SC a/i antepartum eklamsia, P1A0, teenage pregnancy, BBLR

Tanggal 23 Oktober 2020


Uraian Pembedahan
Pukul 10.53 WIB operasi dimulai
 Ibu dalam spinal anestesi
 Insisi Pfannenstiel pada kutis, sub kutis, peritoneum
 Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan
 Plica vesicouterina dibuka dan disisihkan secukupnya, SBR diinsisi
semiluner dilanjutkan dibuka secara tumpul.
 Bayi dilahirkan.

Pukul 10.55 WIB bayi lahir


 Laki-laki, A/S 8/9 BB 2015 gram PB 43cm LD 27cm LK 31cm
 Ketuban jernih, cukup
 Plasenta lahir lengkap
 Uterus dijahit simple continuous
 Plica vesicouterins dijahit simple continuous
 Evaluasi perdarahan : tidak ada
 Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

Pukul 11.53 WIB Operasi Selesai

TERAPI
 IVFD RL 500 ml + 10 unit oksitosin drip 28 tpm s/d 24 jam post op
(line 1)
 MgSO4 5 gr dalam 500 ml RL drip 30 tpm s/d 24 jam post op (line 2)
 Ondansetron 4 mg/12jam/IV
 Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
 Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
 Asam traneksamat 500 mg/8 jam/ IV

Instruksi Post Operasi


 Awasi vital sign, kontraksi uterus dan tanda-tanda syok
 Puasa
 Mobilisasi bertahap setelah 6 jam post operasi
 Cek Hb 6 jam post operasi

Komplikasi intraoperasi : tidak ada


Konsultasi intraoperasi : tidak ada
Jumlah perdarahan : ± 500 cc

Terapi Pulang
1. Adalat oros 1 x 30 mg
2. Asam mefenamat 3 x 500 mg
3. Co-Amoxiclav 2 x 625 mg
4. Sulfas ferosus 2 x 200 mg
5. Kalk 1 x 500 mg

Anjuran/ Edukasi pulang :


1. Aturan minum obat
2. Diet rendah garam dan rendah lemak
3. Intak cairan oral 2l/hari
4. ASI Eksklusif
5. Daily body hygiene
6. Mobilisasi aktif
7. Awasi tanda-tanda impending eclamsia
8. KB post partus
9. Perawatan post op (4/11/2020)
10. Monitoring tekanan darah rutin di fasilitas terdekat
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. ND, 26 tahun, didiagnosis dengan G1P0A0, Gravida 38


minggu, dengan Antepartum Eklampsia + Suspek Intra Uterine Growth
Restriction (IUGR) + presentasi kepala + Teenage pregnancy. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa pasien datang dibawa oleh bidan
dan keluarganya dalam keadaan gelisah.Dalam perjalanan menuju rumah sakit,
pasien mengalami kejang sebanyak 1 kali dan mengeluarkan buih.Bidan dan
keluarga mengatakan sebelumnya dirumah juga sudah mengalami kejang
sebanyak 3-4 kali.Pasien juga mengalami kejang selama di IGD RSUD Lubuk
Pakam sebanyak 2 kali.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa tekanan darah
saat itu adalah 160/110 mmHg.Sesuai dengan definisi, Eklampsi adalah keadaan
dimana ditemukan serangan kejang tiba-tiba yang dapat disusul dengan koma
pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang menunjukan gejala
preeklampsia sebelumnya.Diagnosis eklamsia dapat dipastikan dengan adanya
hipertensi, proteinuria, dan kejang.Hipertensi dianggap sebagai ciri khas untuk
diagnosis eklamsia.Pada pasien ditemukan gejala bahwa pasien dalam keadaan
gelisah dengan tekanan darah 160/110 mmHg dan mengalami kejang.Selain itu
pada pasien juga ditemukan protein urin +3, dimana kasus eklampsia dapat juga
ditegakkan dengan adanya Proteinuria setidaknya +1 pada dipstick.
Dengan kondisi diatas penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian
diazepam intra muskuler dan pemberian MgSO4 5gr dalam 100 mL aquadest
bolus 15 menit dan dilanjutkan dengan MgSO4 5gr dalam RL 500 mL selama 6
jam sampai dengan 24 jam post partum dan dilakukan terminasi kehamilan
dengan operasi Sectio cesaria. Manajemen yang dilakukan pada pasien ini sudah
tepat, dimana pada pasien sudah dipenuhinya kriteria yang merupakan indikasi
untuk diberikannya terapi.
BAB V
KESIMPULAN

Eklampsia adalah suatu kondisi kejang yang dialami oleh ibu hamil
dengan diawali oleh gejala preeklampsia berat.Preeklampsia dikatakan berat
apabila tekanan darah mencapai 160/110 mmHg dan proteinuria sebanyak +2
disertai dengan gangguan serebral seperti nyeri epigastrik, nyeri kepala, dan
gangguan visual.Eklampsia merupakan suatu jenis komplikasi berat yang jarang
terjadi namun sangat membahayakan.Angka kematian ibu yang disebabkan oleh
eklampsia muali menurun karna pecegahan nya sudah banyak diketahui dan
dilaksanakan.Penyebab terjadinya eklampsia sampai sekarang masih belum
terlalu jelas diketahui, namun berbagai patofisiologi mulai diketahui.Beberapa
patofisiologi yang ada adalah terhambanya pembentukan aliran darah dalam
uterus, stres oksidatif, disfungsi endotel dan gangguan perfusi/aliran darah di
dalam otak.Patofisiologi ini saling berkesinambungan sehingga menyebabkan
suatu kondisi abnormalitas di dalam otak seperti edema serebral, pendaraha,
infark, vasospasme, koagulopati intravaskuler, dan ensefalopati hipertansi.Karena
tingkat morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi, maka penata- laksanaannya
harus di edukasikan dan dijalankan dengan tepat.Tatalaksana eklampsia dimulai
dari pencegahan dan pengobatan.Pencegahan dapat dilakukan dengan
mengobservasi dan mengawasi kondisi pasien yang memiliki tekanan darah
tinggi, baik dengan proteinuria (preeklampsia) maupun yang tidak (hipertensi
gestasional).Dalam pencegahannya, pasien dapat diberikan obat antihipertensi
yang aman bagi janin dan obat MgSO 4.Pemberian MgSO4 terbukti efektif dalam
mencegah terjadinya kejang dalam kehamilan.Selain itu, pemeriksaan penunjang
tambahan juga diperlukan seperti darah rutin, fungsi hari, profil koagulasi, dan
USG.
Dalam penatalaksanaannya, terlebih dahulu harus diperhatikan
keselamatannya dan harus dilindungi terutama jalan nafasnya.Kemudian
dilakukan penatalaksanakan umum dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena. Lalu diberikan MgSO4 loading dose sebanyak 4gr. Obat antihipertensi
dapat juga diberikan kecuali ACE inhibitor dan ARB atau golongan diuretik.
Terapi farmakologis yang pada umumnya diberikan adalah Magnesium Sulfat.
Mekanisme kerja dari obat ini adalah dengan menghambat reseptor N- Methyl D-
Aspartat (NMDA), glutamat, dan katekolamin sehingga menghambat canel
kalsium. Oleh sebab itu, penggunaan MgSO4 bersifat perifer dan depresan
sehingga kejang dapat dihentikan. Pemberiannya diberikan 4 gr atau 10 mL dari
40% MgSO4 yang dilarutkan dalam 10 mL akuades, setelah itu dilanjutkan 6 gr
MgSO4 atau 15 mL MgSO4 cair 40%, Pemberiannya dapat diulang hingga 24 jam
pasca persalinan atau kejang berakhir. Harus diperhatikan adanya ketersian
kalsium glukonas 10% untuk menanggulangi apabila terjadi depresi
pernafasan.Atau bisa juga diberikan MgSO4 2 gr IV perlahan selama 15-20
menit.Apabila setelah pemebrian ulangan masih terjadi kejang, maka dapat
dipertimbangkan pmberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.Pemberian
diazepam (benzodiazepin) tidak terlalu efektif seperti pada pemberian
MgSO4.Hal ini dinyatakan bahwa dalam penggunaan diazepam, dapat
meningkatkan faktor resiko terjadinya malformalitas kongenital dan
abnormalitas.Selain itu bayi lebih cenderung menjadi flaccid dan kesulitan
bernafas.Obat diazepam dikahwatirkan dapat menurunkan denyut jantung janin
karena obat ini dapat disalurkan melalui plasenta.Melalui berbagai penelitian dan
teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa pemberian MgSO 4 lebih efektif
daripada pemberian diazepam.Pmeberiannya juga lebih aman dan berperan secara
periferal tidak seperti diazepam yang bekerja secara sentral.Oleh sebab itu, maka
pada algoritma penatalaksanaan kejang pada ibu hamil, lebih banyak digunakan
MgSO4 baik dalam pencegahan maupun pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Kementerian


Kesehatan RI
2. Legawati, & Utama, N. R. (2017). Analisis Faktor Risiko Kejadian
Preeklampsia Berat Di Rsud Rujukan Kabupaten dan Provinsi Kalimantan
Tengah. Jurnal Surya Medika, 3(1), 1–18
3. Bardja, S. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat/Eklampsia pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan Vol 2 nomor 1. 2020
4. Dinkes Kabupaten Cirebon. 2018. PROFIL KESEHATAN TAHUN 2017.
Dinkes Kab. Cirebon.
5. Diana. 2018. Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Yogyakarta: CV Budi
Utama
6. Cunningham, et al., 2014. Williams Obstetric, 24th edition. United States of
America: McGraw-Hill.
7. Triana, E. Laporan Kasus: EKlampsia antepartum pada G5P4A0H3 gravid
preterm 33-34 minggu +SIndrom HELLP + AKI + IUFD. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2019;8 suplement 1
8. Sarwono, Prawirohardjo. 2010, Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka :Jakarta
9. Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstet
Gynecol. Feb 2005; 105(2): 402-10

Anda mungkin juga menyukai