Anda di halaman 1dari 87

I.

PENDAHULUAN

1. 1. Sejarah

Kromatografi adalah nama yang diberikan kepada sekelompok metode pemisahan


campuran kompleks dan penentuan jumlah konstituennya. Dia adalah salah satu
metode paling penting dalam kimia analitik dan banyak digunakan dalam bidang
kimia dan biokimia.

Kata “chromatography” berasal dari kata bahasa Greek “chroma” berarti “color”
dan “graphein” berarti “writing”. Kromatografi pertama sekali diperkenalkan oleh
Mikhail Tswett, seorang ahli botani Rusia yang mengembangkannya pada tahun
1903. dia memisahkan zat-zat warna yang terdapat dalam hijau daun, 2 klorofil
(hijau), karotin (merah) dan xantofil (kuning) dengan mengekstraksi daun
kering menggunakan petroleum eter, kemudian menuangkan ekstrak berwarna
gelap ini ke dalam sebuah kolom gelas vertikal yang telah diisi dengan serbuk
kalsium karbonat. Zat-zat berwarna diabsorbsi oleh kalsium karbonat dan ditahan
sebagai suatu garis / pita warna hijau gelap di kolom bagian atas. Kemudian dia
menuang petroleum eter lagi ke dalam kolom. Zat-zat berwarna secara perlahan
bergerak menurun di dalam kolom, tetapi pada kecepatan yang berbeda; karotin
yang berwarna merah jingga bergerak paling cepat dan membentuk suatu pita
berwarna khas pada kalsium karbonat yang berwarna putih ketika ia bergerak
terus di depan yang lain. Di atas pita ini, bergerak lebih lambat, muncul sebuah
pita warna kuning dari xantofil, kemudian dua pita hijau dari klorofil. Susunan
pita-pita berwarna ini dinamakannya “kromatogram”. Dia menemukan bahwa
wilayah berwarna ini bergerak lebih cepat bila dia mencampur sedikit alkohol
dengan petroleum eter. Ketika ia melanjutkan menuangkan solven, zat-zat
berwarna keluar dari dasar kolom, satu persatu, karotin muncul pertama, mereka
dapat dikumpulkan di dalam wadah-wadah yang terpisah (lihat Gambar 1-1).

Tentu saja teknik ini tidak dibatasi dengan zat-zat berwarna saja. Zat-zat tidak
berwarna dapat juga dipisahkan, dan kita dapat membuat pemisahan bila kita

1
mempunyai suatu cara untuk mendeteksi zat-zat ketika mereka keluar dari kolom.
Pereaksi-pereaksi kimia penghasil warna dapat digunakan pada larutan, atau
berbagai sifat-sifat fisika dapat juga digunakan, seperti perubahan indeks refraksi
atau konduktivitas elektrik. Dewasa ini jarang terlihat wilayah berwarna di dalam
kolom; yang lebih umum adalah mendeteksi larutan ketika dia baru keluar dari
kolom. Oleh karena itu, tidak perlu adsorben harus berwarna putih di dalam
kolom, juga tidak perlu membuat kolom dari gelas. Meskipun telah banyak
perubahan dibuat pada teknik ini, kita masih menamakannya metode
kromatografi.

Gambar 1-1: Eksperimen Tswett terhadap pigmen daun

Kromatografi adalah suatu terminologi umum yang digunakan untuk bermacam


macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi cuplikan diantara suatu fase
gerak yang bisa berupa gas ataupun cairan, dan fase diam yang juga bisa berupa
cairan atupun suatu padatan. Pada waktu yang hampir bersamaan, D. T. Day juga
menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun

2
Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang
proses kromatografi.

Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun sampai


digunakannya suatu teknik dalam bentuk kromatografi padat cair (Liquid-Solid
Chromatography, LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930an dan permulaan tahun
1940an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapis tipis (Thin
Layer Chromatography, TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan
Schreiber, kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik
sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan
Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat
umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas.

Pada tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai
kromatografi gas. Di antara tahun 1952 dan akhir tahun 1960 an, kromatogarafi
gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.

Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter


besar, pada dasarnya di bawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala
prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960an, semakin
banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu
teknik untuk mengimbangi kromatografi gas.

HPLC : High Performance Liquid Chromatography = Kromatografi Cair Kinerja


Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography = Kromatografi Cair
Tekanan Tinggi (KCTT) atau Modern Liquid Chromatography = Kromatografi
Cair Modern, telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan dalam
keduanya, instrumen dan kemasan kolom terjadi dengan cepatnya sehingga sulit
untuk mempertahankan suatu bentuk instrumen dan kemasan kolom dalam
keadaan tetap. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah matang dengan cepat
KCKT mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas.

1.2. Kelebihan KCKT

3
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia
dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik
kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat. Banyak
kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya.

Kelebihan itu antara lain :

● Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran


● Resolusinya baik
● Mudah melaksanakannya
● Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi
● Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis
● Dapat digunakan bermacam-macam detektor
● Kolom dapat digunakan kembali
● Mudah melakukan rekoveri cuplikan
● Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan
reprodusibilitasnya lebih baik
● Instrumennya memungkinkan untuk bekerja secara automatis dan
kuantitatif
● Waktu analisis umumnya singkat
● Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar
● Ideal untuk molekul besar dan ion

4
II. PRINSIP-PRINSIP UMUM KROMATOGRAFI

2. 1. Klasifikasi metode kromatografi

Fase gerak (mobile phase) dapat berupa suatu gas atau cair, sedangkan fase diam
(stationary phase) bisa berupa suatu cair atau suatu senyawa padat (Tabel 2-1).

Tabel 2-1: Metode kromatografi

Chromatography

Gas Chromatography Liquid Chromatography

Gas-Liquid Gas-Solid Liquid-Liquid Liquid-Solid Ion-Exchange Exclusion


(GLC) (GSC) (LLC) (LSC) (IEC) (EC)

Bonded-Phase Ion-Pair
(BPC) (IPC)
Bila pemisahan terutama melibatkan suatu partisi sederhana diantara dua fase cair
yang tidak dapat bercampur satu sama lain, satu sebagai fase diam dan yang
lainnya sebagai fase gerak, prosesnya dinamakan kromatografi cair-cair
(Liquid-Liquid Chromatography, LLC). Bila fase diam padat (kekuatan
permukaan fisik terutama dilibatkan dalam kemampuan retensi dari fase diam)
dan fase gerak cair, maka prosesnya berarti kromatografi padat-cair (Liquid-Solid
Chromatography, LSC).

Dua metode kromatografi cair lainnya berbeda kadang-kadang dalam cara kerja
mereka. Dalam Kromatografi Penukar-Ion (Ion Exchange Chromatography, IEC),
komponen-komponen ionik dari cuplikan dipisahkan oleh penukar selektif dengan
ion-ion tanding (counterions) dari fase diam. Penggunaan kemasan eksklusi

5
sebagai fase diam memberi suatu klasifikasi molekul-molekul didasarkan pada
bentuk dan ukuran molekul. Kromatografi eksklusi (Exclusion Chromatography,
EC) dikenal sebagai kromatografi permeasi gel oleh ahli kimia polimer dan
sebagai filtrasi gel oleh ahli biokimia.

Bila fase gerak merupakan gas dan fase diam adalah cairan, metode ini dinamakan
kromatografi cair-gas (Gas-Liquid Chromatography, GLC); bila fase gerak adalah
gas sedangkan fase diam adalah padat, metode ini dinamakan kromatografi
padat-gas (Gas-Solid Chromatography, GSC).

2. 2. Sifat-sifat kromatografi dari senyawa

Sifat kromatografi dari suatu senyawa dapat dijelaskan dalam beberapa cara.
Untuk kromatografi kolom (Column Chromatography, CC), volume retensi, VR
(atau waktu retensi yang cocok, tR), dan koefisien partisi, k’, adalah istilah-istilah
yang sering digunakan. Dengan berbagai kombinasi fase diam – fase cair dan
bermacam-macam parameter operasi, derajat retensi dapat dibedakan mulai dari
total sampai suatu kedudukan migrasi bebas.

2. 2. 1. Sifat retensi

Sifat retensi merefleksikan distribusi dari suatu senyawa diantara fase gerak dan
fase diam. Gambar 2-1 menunjukkan pemisahan dari dua isomer alkene. Volume
fase gerak perlu untuk menjalankan suatu pita senyawa dari titik permulaan
injeksi, melewati kolom, dan sampai pada detektor (sampai pada puncak pita
senyawa) didefinisikan sebagai volume retensi, VR. Dia dapat diperoleh secara
langsung dari waktu retensi yang sesuai, tR, pada kromatogram dengan
mengalikan tR dengan volume kecepatan alir, Fc, didefinisikan sebagai volume
fase gerak per satuan waktu :

VR = tR . Fc ………………………………………………… (2-1)

Kecepatan alir, Fc, dalam istilah parameter kolom, adalah sebagai berikut :

………………………………… (2-2)

6
dc adalah rongga kolom, L adalah panjang kolom, εtot adalah jumlah porositas
dari kemasan kolom, Vcol adalah volume kolom. Porositas mengekspresikan
perbandingan volume interstitial dari kemasan kolom dan berat totalnya. Untuk
kemasan-kemasan padat jumlah total porositas adalah 0,35 - 0,45; dimana untuk
kemasan-kemasan berporos adalah 0,70 – 0,90. Dalam kolom-kolom kapiler harga
εtot adalah 1. Kecepatan linier rata-rata, u, dari fase gerak diukur dengan waktu
transit dari suatu senyawa yang tidak ditahan, tM

………………………………………………………… (2-3)

Gambar 2-1 : Pemisahan dari 2-metil-1-butene dan 2-metil-2-butene oleh


kromatografi gas pada suatu kemasan kolom dengan 25% SE-30
pada Chromosorb W pada 41°C

7
Dalam kromatografi interaktif tidak ada material dapat dielusi lebih dulu pada
waktu ini. Bila dikonversi ke volume, VM (atau Vo), dia merepresentasikan apa
yang dinamakan “dead space, void volume, or holdup volume” dari suatu kolom.
Ia mencakup kontribusi volume efektif dari cuplikan yang diinjeksikan, beberapa
pipa / kapiler yang dihubungkan, kolom itu sendiri, dan detektor.

Volume retensi yang disesuaikan, V’R atau waktu retensi, t’R dirumuskan sebagai
berikut

V’R = VR – VM atau t’R = tR – tM …………………………….. (2-4)

Bila fase gerak adalah suatu gas, suhu dan tekanan harus tertentu, dan volume
retensi harus dikoreksi untuk gas yang dapat dimampatkan, karena gas bergerak
lebih lambat mendekati inlet dari pada di bagian luar kolom. Faktor koreksi
tekanan gradien (atau kompresibilitas), j, diekspresikan sebagai :

………………………………………………….. (2-5)

dimana Pi adalah tekanan gas pembawa pada bagian dalam (inlet) kolom dan Po
pada bagian luar (outlet).

2. 2. 2. Koefisien partisi

Bila suatu senyawa masuk ke dalam suatu sistem kromatografi, dia segera
terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak. Bila aliran fase gerak dihentikan
pada waktu tertentu, senyawa diasumsikan sebagai suatu distribusi kesetimbangan
diantara dua fase. Konsentrasi dalam tiap-tiap fase ditampilkan dengan koefisien
partisi termodinamik :

………………………………………………………… (2-6)

dimana CS dan CM adalah konsentrasi senyawa di dalam fase diam dan fase gerak
berturut-turut. Bila K = 1, senyawa secara merata terdistribusi diantara dua fase.

8
Koefisien partisi menentukan kecepatan rata-rata dari tiap-tiap wilayah (zone)
senyawa – lebih khusus, pusat wilayah sebagai fase gerak bergerak terus keluar
kolom.

Untuk suatu puncak simetris, bila maksimum puncak muncul pada bagian luar
kolom, setengah dari senyawa telah dielusi dalam volume retensi, VR, dan
setengah lagi tinggal terdistribusi diantara volume fase gerak, VM, dan volume
fase diam, VS. Sehingga,

VRCM = VMCM + VSCS ……………………………………… (2-7)

Mengkombinasi dan menyusun kembali dengan persamaan (2-1), maka diperoleh


suatu persamaan fundamental dalam kromatografi :

VR = VM + KVS atau VR – VM = KVS ................................... (2-8)

Ini berhubungan dengan volume retensi dari suatu senyawa terhadap “dead
volume” kolom dan hasil dari koefisien partisi dan volume fase diam. Persamaan
ini benar untuk kolom-kolom partisi cair, tetapi untuk kolom-kolom adsorpsi, VS
harus diganti dengan A S, luas permukaan dari adsorben.

2. 2. 3. Rasio partisi

Rasio partisi (atau rasio kapasitas), k’, sangat penting jumlahnya dalam
kromatografi kolom. Dia berhubungan dengan kesetimbangan distribusi cuplikan
dalam kolom terhadap sifat-sifat termodinamik kolom dan terhadap suhu. Untuk
suatu susunan parameter kerja, k’ adalah suatu ukuran waktu yang dihabiskan
dalam fase diam dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam fase gerak.
Ini didefinisikan sebagai perbandingan molekul-molekul suatu senyawa dalam
fase diam terhadap molekul-molekul di dalam fase gerak :

…………………………………………………. (2-9)

Perbandingan fase volumetrik, VM/VS, sering dikenal sebagai simbol β. Sehingga,


k’ = K/β. Dengan kata lain, faktor kapasitas adalah waktu tambahan yang
diperlukan suatu pita senyawa untuk dielusi, bila dibandingkan dengan suatu

9
senyawa yang tidak ditahan (untuk k’ = 0), dibagi dengan waktu elusi dari suatu
pita yang tidak ditahan :

= ………………………………………… (2-10)

hubungan ini menyatakan secara eksplisit berapa banyak “dead volume” (atau tM)
dibutuhkan untuk memperoleh VR (atau tR). Penyusunan kembali persamaan
(2-10) dan dimasukkan pada persamaan (2-3), waktu retensi dihubungkan dengan
k’ oleh persamaan :

………………………………………… (2-11)

sebagaimana ditunjukkan bahwa harga k’ lebih besar dari 10 akan menghabiskan


waktu analisis yang berharga. Harga k’ lebih kecil dari pada 1 tidak memberikan
pemisahan yang baik diantara senyawa-senyawa yang dielusi.

Contoh 1:

Pada sebuah kolom sepanjang 1000 cm yang dindingnya dilapisi 0,25 mm,
kecepatan gas pembawa helium adalah 37 cm/detik. Waktu retensi, tR, untuk
dekana adalah 1,27 menit; luas puncak pada setengah tinggi adalah 0,88 detik.
Waktu retensi untuk suatu senyawa yang tidak ditahan, tM, adalah :

= 27 detik atau 0,45 menit

Faktor kapasitas, k’, adalah :

Fraksi waktu dimana suatu senyawa menghabiskannya dalam fase utama adalah
sangat dekat dengan fraksi semua molekul-molekul senyawa utama yang saat itu
juga berada dalam fase yang sama. Oleh karena itu, fraksi waktu rata-rata yang
dihabiskan suatu senyawa dalam fase gerak adalah

10
…………………………………………. (2-12)

dengan cara yang sama, untuk fase diam

…………………………………………. (2-13)

retensi relatif, α, dari dua senyawa, dimana senyawa 1 dielusi sebelum senyawa 2,
ditampilkan sebagai :

…………………………………………. (2-14)

Retensi relatif sangat tergantung pada : 1) sifat-sifat fase diam dan gerak; 2) suhu
kolom. Salah satu harus selalu seselektif mungkin dipilih pasangan fase gerak
untuk senyawa-senyawa yang berdekatan dan sangat sukar dipisahkan.

2. 3. Efisiensi kolom dan resolusi

Di bawah kondisi operasi dimana partisi diantara fase diam dan gerak adalah
linier (berarti memenuhi Hukum Henry), K dan k’ tidak tergantung konsentrasi
senyawa total. Setelah 50 atau lebih partisi diantara fase-fase, menghasilkan profil
dari suatu pita senyawa mendekati kurva distribusi Gauss (Gambar 2-2). Namun,
ketika pita senyawa lewat melalui kolom kromatografi, dia melebar dan
konsentrasi pada puncak maksimum berkurang. Pelebaran ini akhirnya
mempengaruhi resolusi dari pita-pita senyawa yang berdekatan.

11
Gambar 2-2 : Profil suatu kromatogram dari suatu senyawa

2. 3. 1. Tinggi plat dan jumlah plat

Suatu karakteristik yang penting dari sistem kromatografi adalah efisiensinya


diekspresikan sebagai suatu jumlah tanpa dimensi disebut jumlah plat efektif, Neff.
Ia merefleksikan jumlah waktu senyawa berpartisi diantara dua fase selama
perjalanannya melalui kolom. Jumlah plat efektif dapat didefinisikan dari
kromatogram suatu senyawa tunggal, seperti ditampilkan pada Gambar 2-3.

………………………………………………… (2-15)

dimana L adalah panjang kolom, H adalah tinggi plat, t’R adalah waktu yang
disesuaikan untuk elusi dari pusat kromatogram, dan σ2 adalah varians
kromatogram dalam satuan waktu.

Lebar pada dasar puncak, Wb (ditentukan dari interseksi tangen terhadap titik-titik
infleksi dengan garis dasar), adalah sama untuk 4 deviasi standar (asumsikan

12
suatu distribusi ideal Gauss; lihat Gambar 2-3). Sehingga dalam persamaan
(2-15), σ =Wb/4

………………………………………………… (2-16)

Bagian yang lebih atas dari kromatogram menjelaskan garis tangen, yang
meminimalkan beberapa kontribusi segmen tailing (atau fronting) dari suatu
kromatogram.

Selalu lebih mudah untuk mengukur lebar pada setengah tinggi kromatogram.

Karena , maka

…………………………………………… (2-17)

pengukuran lebar kromatogram pada setengah tingginya tidak sensitif terhadap


kromatogram asimetri, karena tailing selalu tampak dibawah lokasi pengukuran.

Gambar 2-3 : Evaluasi suatu kromatogram untuk efisiensi kolom

13
Walaupun ini tidak dianjurkan, efisiensi kolom kadang-kadang dinyatakan sebagai
jumlah plat teoritis (the number of theoritical plates). Dalam konteks ini tidak ada
koreksi dibuat untuk waktu transit dari suatu senyawa yang tidak ditahan.

Jumlah plat adalah suatu indikasi untuk mengetahui suatu kolom telah dibuat
dengan baik; ia tidak dapat secara tepat memprediksi kinerja kolom di bawah
semua kondisi. Ia dirancang pada mulanya untuk suatu ukuran dari
kontribusi-kontribusi kinetik terhadap pelebaran pita / kromatogram. Kontribusi
lain terhadap lebar puncak, seperti efek ekstra kolom dan faktor-faktor
termodinamik dapat memainkan suatu peranan yang signifikan.

Tinggi plat, H, adalah jarak suatu senyawa bergerak sambil mengalami satu partisi

………………………………………………………….. (2-18)

tinggi plat adalah suatu cara yang baik untuk mengekspresikan efisiensi kolom
dalam satuan panjang tanpa spesifikasi panjang kolom. Dari suatu titik pandang
teoritis, tinggi plat dapat secara langsung dihubungkan terhadap kondisi
eksperimental dan parameter operasi. H jumlahnya kecil untuk suatu kolom yang
efisien.

Merujuk kembali kepada contoh 1 dan melanjutkannya, perhatikan bahwa jumlah


efektif dari plat, N, adalah :

tinggi plat, H, adalah :

2. 3. 2. Pita asimetri

Pita-pita asimetri merupakan suatu perselisihan umum di antara para


kromatografer. Untungnya, penyebab-penyebabnya didokumentasi dengan baik

14
dan selalu mungkin untuk mendiagnosa alasan terbentuknya pita asimetri dalam
satu pemisahan. Pita-pita simetri biasanya diobservasi hanya untuk
cuplikan-cuplikan yang tidak terlalu besar ukurannya, biasanya 1 mg cuplikan per
gram fase diam (0,1 mg/g for pellicular packings). Bila k’ lebih tinggi pada
konsentrasi senyawa lebih rendah, maka satuan konsentrasi rendah dari puncak
eluen bergerak lebih lambat dari pada satuan konsentrasi tinggi. Ketika suatu pita
simetri mula-mula bergerak menuruni kolom, dia menjadi miring dan akhirnya
berkembang suatu bentuk kromatogram bagian depan tajam dan bagian ekor
memanjang. Tipe sebaliknya dari asimetri dikenal sebagai fronting. Untuk
mengatasi masalah ini adalah dengan mengurangi ukuran cuplikan sampai
diperoleh waktu retensi dan puncak yang tajam untuk semua pita sehingga
menjadi simetri.

Faktor puncak asimetri (AF) didefinisikan sebagai perbandingan dari lebar


setengah puncak pada tinggi puncak yang diperoleh. Semakin rendah puncak
asimetri yang diukur, maka semakin besar AF. Karena derau detektor, diantara
faktor-faktor lain, suatu kompromi yang dapat diterima untuk mengukur AF pada
10% dari tinggi puncak – berarti, perbandingan b/a, sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 2-4. Bila faktor asimetri terletak diluar rentang 0,95 – 1,15 untuk
suatu puncak dari k’ = 2, ternyata jumlah plat untuk suatu kolom (ketika dihitung
menggunakan persamaan 2-16) adalah sangat tinggi. Suatu AF 1,3 mengurangi
efisiensi sampai 69% dan resolusi sampai 30%. Foley dan Dorsey
mengembangkan suatu ekspresi untuk efisiensi kolom dalam terminologi
parameter-parameter yang dapat diukur secara grafik bila kurva elusi asimetri :

…………………………………………… (2-19)

15
Gambar 2-4 : Faktor asimetri puncak; (a) puncak simetri & (b) Puncak tailing

Banyak problem kromatogram tailing dapat disebabkan oleh kombinasi yang


salah dari cuplikan dan material dalam kolom. Bila diduga sistem salah, maka
harus dicoba tipe kolom yang berbeda.

Tempat-tempat retensi yang tidak sama (heterogeneous) merupakan suatu problem


yang banyak dijumpai dalam sistem kromatografi cair-padat atau kromatografi
pertukaran-ion. Biasanya tempat retensi dalam kromatografi cair-padat atau
pertukaran ion tidak secara tepat ekivalen dengan suatu kemasan kolom yang
dipakai, yang menghasilkan tempat-tempat dari berbagai afinitas retensi.
Mula-mula retensi muncul pada tempat-tempat yang lebih aktif. Bila
tempat-tempat ini tidak kelebihan muatan (overloaded), maka terjadi elusi normal
dari pita-pita cuplikan. Pendekatan lain adalah secara selektif membuang
tempat-tempat yang lebih kuat – berarti, mendeaktivasi fase diam sebagaimana
selalu dikerjakan dalam kromatografi cair-padat.

Puncak-puncak asimetri bisa dihasilkan dari aksi yang terjadi diluar kolom,
terutama problem-problem injeksi. Mereka dapat juga muncul dari kemasan
kolom yang tidak baik.

16
2. 3. 3. Resolusi

Derajat pemisahan atau resolusi dari dua pita yang berdekatan didefinisikan
sebagai jarak antara puncak-puncak pita (atau pusat-pusat) dibagi dengan luas pita
rata-rata. Bila retensi dan luas pita diukur dalam satuan waktu, seperti dalam
Gambar 2-5, resolusi, R, didefinisikan sebagai

Gambar 2-5 : Definisi resolusi

…………………………………………………… (2-20)

Contoh 2 : Pada suatu kolom 122 cm, dioperasikan pada suhu 160ºC, diperoleh
waktu retensi : puncak udara 0,90 menit; heptan 1,22 menit; dan
oktan 1,43 menit. Luas puncak heptan 0,14 dan oktan 0,20. Berapa
retensi relative dan resolusi dari puncak-puncak ini ?

Jawab :

Resolusi untuk puncak-puncak heptan/oktan adalah :

17
Harga luas puncak pada garis dasar dari pita-pita yang berdekatan hampir konstan;
berarti W1  W2. Karena luas puncak garis dasar adalah sama terhadap empat
standar deviasi untuk puncak-puncak yang dihasilkan, maka resolusi dapat juga
diekspresikan sebagai :

............................................................................................
(2-21)

Bila tidak cukup, resolusi dari puncak-puncak yang berdekatan dapat juga
diperbaiki baik dengan memperbesar pemisahan diantara puncak-puncak maupun
mengurangi luas masing-masing puncak. Hal ini mencakup selektivitas kolom bila
pergeseran puncak-puncak lebih jauh terpisah dan efisiensi kolom ketika mencoba
mendekati lebar puncak yang sempit. Perbaikan selektivitas mencakup perubahan
termodinamik dari sistem kromatografi. Perbaikan kinetik dari sistem menambah
efisiensi dari pemisahan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2-6 pada kromatogram
paling atas, kolom mempunyai selektivitas yang cukup tetapi menunjukkan
miskin efisiensi (jika dibandingkan dengan kromatogram tengah). Kromatogram
paling bawah menunjukkan efisiensi yang baik sekali tetapi kurang selektivitas;
harga k’ disini sangat rendah.

18
Gambar 2-6 : Selektivitas, efisiensi dan rasio partisi kolom

Beberapa kriteria dari resolusi dapat dibuat. Untuk akurasi kuantitatif yang pantas,
maksimum puncak harus paling sedikit 4σ (berarti Wb atau 2W1/2) berpisah. Bila
begitu, maka Rs = 1,0 yang mana mendekati kira-kira 3% tumpang tindih (overlap
= cross contamination) untuk luas puncak. Suatu harga Rs = 1,5 (untuk 6σ)
mewakili secara esensial resolusi sepenuhnya dengan hanya 0,2% luas puncak
tumpang tindih. Catatan : kriteria ini berhubungan dengan konsentrasi yang sama
dari senyawa-senyawa yang dipisahkan. Menaikkan resolusi dibutuhkan bila suatu
pita dari satu komponen besar berdekatan dengan suatu pita dari satu konstituen
kecil. Dalam kenyataan terdapat jarak dimana resolusi garis dasar untuk semua
komponen mungkin tidak dapat dicapai. Pemisahan memuaskan bila
sekurang-kurangnya pasangan komponen yang terpisah dapat secara kuantitatif
ditentukan dalam suatu taraf yang dapat diterima.

Persamaan 2-20 dan 2-21 mendefinisikan resolusi dalam suatu situasi tertentu,
tetapi mereka tidak menghubungkan resolusi kepada kondisi pemisahan dan tidak
juga mereka menyarankan bagaimana untuk memperbaiki resolusi. Untuk maksud
ini suatu persamaan resolusi dapat diturunkan ke dalam suatu bentuk yang secara

19
eksplisit memasukkan terminology yang mencakup termodinamik dan kinetik dari
sistem kromatografi. Untuk menyesuaikan ini, persamaan 2-16 dan 2-20
dikombinasi, menggunakan Wb sebagai luas garis dasar rata-rata. Sehingga
menghasilkan :

.......................................................
(2-22)

Persamaan 2-10, yang diekspreikan dalam terminologi tR.2 dan tR.1, disubstitusikan
ke dalam persamaan 2-22 menghasilkan :

............................................ (2-23)

Sekarang persamaan 2-14, retensi relatif α adalah sama dengan , dan


persamaan dasar resolusi adalah :

......................................................... (2-24)

Resolusi sebagaimana diekspresikan pada persamaan 2-24 dilihat sebagai suatu


fungsi dari 3 faktor yang terpisah :

(1) Suatu faktor selektivitas kolom yang ditandai dengan α

(2) Suatu faktor kapasitas atau suatu kecepatan migrasi yang ditandai dengan
k’ (ditandai bervariasi seperti k, atau harga rata-rata dari k 1 dan k2)

(3) Suatu faktor efisiensi yang tergantung pada L/H (atau jumlah plat teoritis)

Setiap faktor dapat dihitung secara langsung dari kromatogram yang direkam dan
dapat disesuaikan lebih atau kurang secara tidak langsung. Dua faktor pertama
secara esensial adalah termodinamik, sedangkan L/H suatu terminologi terutama
dihubungkan dengan ciri kinetik dari kromatografi.

20
Perubahan dalam α dan k’ dicapai dengan memilih fase diam dan fase gerak yang
berbeda atau dengan memvariasi suhu dan jarang sekali tekanan. Disamping itu k’
dapat divariasi dengan merubah jumlah relatif fase gerak dan fase diam di dalam
kolom. Bila optimasi suatu pemisahan utama, maka k’ harus pertama
dipertimbangkan. Resolusi maksimum dalam satuan waktu diperoleh bila k’ = 2.
Rentang optimum harga k’ antara 1 s/d 10. Selanjutnya, komponen yang dielusi
pertama dari suatu pasangan yang diberikan seharusnya mempunyai waktu retensi
dua kali dari waktu yang dilalui oleh satu solute yang tidak ditahan; berarti tR =
2tM. Namun, dalam suatu campuran yang kompleks dari banyak komponen, maka
seringkali memungkinkan untuk mengoptimasi kondisi pemisahan untuk hanya
satu pasang komponen. Solusi yang efektif dari permasalahan ini hanya bila
bekerja dengan cuplikan yang benar-benar kompleks ialah dengan memprogram
k’. Di dalam kromatografi gas suatu harga optimum dari k’ dapat dicapai dengan
memvariasi suhu. Di dalam kromatografi cair biasanya lebih menguntungkan
memvariasi secara sistematik komposisi dari fase gerak. Bila resolusi masih
menjadi masalah, maka menaikkan baik α maupun L/H harus dilakukan.

Contoh 4 : Karena pemisahan dari heptan dan oktan pada contoh 3 tidak pada luas
puncak kedua kromatogramnya, berapa panjang kolom seharusnya dari
panjang semula 122 cm?

Jawab : Karena resolusi adalah proporsional terhadap akar kuadrat dari panjang
kolom, untuk suatu resolusi 1,5 maka panjang kolom adalah :

maka L = 179 cm

Terminologi pertama dalam persamaan 2-24 sangat sensitif untuk merubah harga
α, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2-2. Umumnya dapat diharapkan untuk
memilih harga α dalam rentang 1,05 s/d 2,0. Sebagai contoh, suatu kenaikan α
dari 1,05 menjadi 1,10 akan memperbaiki resolusi dengan suatu faktor dari 4
untuk L/H yang sama. Bila α sangat dekat dengan 1, ini menjadi tidak praktis

21
untuk bekerja karena panjang kolom yang dibutuhkan dan tekanan dalam kolom
menjadi sukar atau tidak mungkin untuk dicapai.

Tabel 2-2 : Nilai-nilai yang berhubungan dengan retensi relatif


α N (diharapkan) L (diharapkan),
Untuk Rs = 1,5 meter
Dan k’ = 2 untuk H=0,6mm
1,01 10,201 826,281 495
1,02 2601 210,681 126
1,03 1177 95,377 52
1,04 676 54,756 33
1,05 441 35,721 21
1,10 121 9801 5,8
1,15 58 4418 2,6
1,20 36 2916 1,7
1,25 25 2025 1,2
1,30 19 1514 1,0

Terminologi L/H disesuaikan untuk memberi efisiensi maksimum yang harmonis


dengan suatu waktu analisis yang singkat dan pantas. Semakin tinggi harga L/H
atau N selalu memberikan resolusi yang membaik, faktor-faktor lain menjadi
sama. Oleh karena itu resolusi dapat diperbaiki dengan menambah panjang kolom,
tetapi hanya sebanyak akar kuadrat dari panjang kolom. Tinggi plat dapat
dikurangi melalui perbaikan ciri kinetik dari kolom yang dioperasikan, misalnya
dengan menurunkan laju alir fase gerak (tetapi tidak lebih rendah dari harga
minimum dalam grafik H/u. Beberapa tindakan yang menambah efisiensi dari
transfer massa dari padatan diantara fase diam dan gerak akan mengurangi tinggi
plat dan oleh karenanya memperbaiki resolusi.

2. 4. Proses dalam kolom dan pelebaran kromatogram

Berbagai proses terjadi pada suatu kolom selama pemisahan kromatografi yang

berkontribusi terhadap variansi puncak, , atau pelebaran kromatogram.

Teori dari penyebaran pita dalam kromatografi cair dan gas mendekati identik.
Tinggi plat mengekspresikan terminologi sederhana tingkat dari pelebaran pita

22
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelebaran. Ini adalah suatu fungsi dari
proses termodinamik dan kinetik dalam kolom.

Hal ini meliputi :

(1) Aliran yang tidak beraturan yang menyebabkan campuran konvektif

(2) Difusi transversal dan longitudinal dalam fase gerak

(3) Suatu kecepatan terbatas untuk kesetimbangan padatan diantara fase diam
dan gerak (transfer massa)

Dinyatakan sebagai suatu bentuk singkatan dari persamaan Van Deemter


(mula-mula dikenalkan untuk kromatografi gas-cair),

…………………………… (2-25)

Persamaan 2-25 dan masing-masing komponennya ditunjukkan secara grafik


dalam Gambar 2-7. Kecepatan rata-rata linear dari fase gerak, u, digunakan karena
dia dapat secara langsung berhubungan dengan kecepatan analisis, dimana laju
alir tergantung pada penampang kolom dan volume kolom yang bergesekan
dengan material pengemas.

Gambar 2-7 : Tipe H/u (Van Deemter) kurva untuk kolom kromatografi gas

23
Secara eksperimental kecepatan linear rata-rata mudah ditentukan dengan
menginjeksikan suatu solute yang tidak ditahan dan mengukur waktu lintasnya
melalui kolom. Dengan mengetahui panjang kolom, kita mempunyai :

………………………………………………………. (2-26)

2. 4. 1. Difusi Eddy

Terminology A, disebut “difusi Eddy”, dalam persamaan 2-25 merupakan hasil


dari ketidakhomogenan kecepatan alir dan panjang lintasan disekitar partikel
kemasan (Gambar 2-8a). A didefinisikan sebagai

A = λ dp ……………………………………………………… (2-27)

Dimana dp adalah diameter partikel dan λ adalah suatu fungsi dari keseragaman
kemasan dan geometri kolom. Lintasan alir dari panjang yang tidak sama melalui
kemasan yang kurang sempurna. Beberapa molekul solute dari satu spesies
tunggal bisa ditemukan berenang melalui kolom mendekati dinding kolom dimana
densiti kemasan terhitung rendah, terutama di dalam kolom-kolom berdiameter
kecil. Molekul-molekul solute lainnya lewat melalui pusat kemasan yang lebih
rapat dari kolom pada suatu kecepatan yang lebih rendah. Molekul-molekul yang
mengikuti lintasan yang lebih pendek dielusi lebih dulu sebelum molekul lain
yang mengikuti seri lintasan yang tak beraturan (dan lebih panjang). Hal ini
menyebabkan suatu pelebaran dari pita elusi untuk tiap-tiap solute.

Untuk meminimalkan terminologi A, diameter rata-rata partikel di dalam kemasan


kolom harus sekecil mungkin dan dikemas seseragam mungkin. Tentu saja,
semakin kecil partikel-partikel, semakin tinggi tekanan masuk yang dibutuhkan
untuk membawa fase gerak melalui kolom dan semakin sukar untuk mengemas
kolom dalam cara yang seragam. Namun, karena efisiensi yang lebih tinggi
dicapai dengan diameter partikel lebih kecil, panjang kolom dapat diperpendek.
Sudah ada diperdagangan diantara ukuran partikel, panjang kolom, dan tekanan

24
yang dibutuhkan. Dalam kromatografi gas-cair, bila digunakan film pada bagian
dalam kolom kapiler, maka terminologi A adalah nol.

Gambar 2-8 : Kontribusi terhadap pelebaran pita

2. 4. 2. Difusi longitudinal

Terminologi B dalam persamaan 2-25 mendefinisikan pengaruh longitudinal, atau


axial, difusi yang berarti gerakan molekul secara random di dalam fase gerak
(tidak diilustrasikan dalam Gambar 2-8). B didefinisikan sebagai :

B = 2 γ DM ...................................................................................... (28)

Dimana γ adalah suatu faktor hambatan yang dikenal bahwa difusi longitudinal
dirintangi oleh kemasan atau strukur dalam kolom, dan DM adalah koefisien difusi
solute dalam fase gerak. Dalam kolom kapiler yang disalut γ adalah satuan; dalam

25
kolom-kolom yang dikemas, dia mempunyai harga sekitar 0,6. Terminologi B
terlebih dahulu dihubungkan dengan kromatografi gas-cair. Dalam kromatografi
kolom cair, rasio DM/TM seharusnya digunakan, dimana TM, faktor interpartikel
berliku-liku, mengkoreksi koefisien difusi untuk bermacam-macam ukuran dan
arah dari rongga interstitial dalam suatu kemasan.

Kontribusi difusi longitudinal terhadap tinggi plat menjadi signifikan hanya pada
kecepatan fase gerak rendah. Kemudian kecepatan difusi tinggi dari suatu solute
dalam fase gerak dapat menyebabkan molekul-molekul solute terdispersi secara
axial sedangkan migrasi secara perlahan melalui kolom. Bila ini terjadi, maka
muncullah pelebaran pita / kromatogram.

2. 4. 3. Transfer massa

Terminologi Cfase diam dalam persamaan 2-25 hasil dari resistensi terhadap transfer
massa pada solute terhadap permukaan fase diam (Gambar 2-8b). Ini proporsional
terhadap df/Ds, df adalah ketebalan efektif dari fase diam dan Ds adalah koefisien
difusi dari solute dalam fase diam. Pergerakan molekuler yang lambat dalam fase
diam berarti menghabiskan waktu yang lebih lama dalam fase ini oleh suatu
molekul solute, sedangkan molekul-molekul lain bergerak maju dengan fase
gerak. Semakin cepat fase gerak bergerak melalui kolom dan semakin lambat
kecepatan transfer massa, semakin melebar pita solute yang nantinya dielusi dari
kolom. Cairan-cairan yang tidak kental (nonviscous liquids) harus dipilih untuk
fase diam supaya koefisien difusi tidak terlalu kecil. Mengurangi ketebalan fase
diam adalah bermanfaat, sekalipun kapasitas kolom direndahkan.

Terminologi Cfase gerak merepresentasikan resistensi transfer massa yang seperti


lingkaran diantara garis aliran dari fase gerak (Gambar 2-8c). Ini proporsional

terhadap kuadrat dari diameter partikel material pengemas, , dan sebaliknya


proporsional terhadap koefisien difusi, DM, dari “solute” dalam fase gerak.
Mengurangi ukuran partikel fase diam selalu menolong dalam mengurangi tinggi
plat.

26
Dalam kromatografi kolom cair, berbeda dengan kromatografi gas-cair, dimana
perbedaan utama muncul dari :

(1) 10.000 kali berkurang harga DM bila suatu cairan merupakan fase gerak
sebagai penyanggah terhadap suatu gas

(2) Adanya kantong-kantong stagnan dari fase gerak yang terperangkap di


dalam rongga-rongga dan saluran-saluran dari fase diam.

Molekul-molekul solute bergerak masuk dan keluar dari rongga-rongga ini dengan
difusi (Gambar 2-8d). Molekul-molekul ini relatif diperlambat gerak maju mereka
terhadap pita utama dari suatu solute dan sekali lagi ada penambahan dalam
penyebaran molekul. Juga kecepatan fase gerak berbeda dari satu titik ke titik lain
memperlihatkan kekacauan / gangguan disebabkan oleh partikel-partikel
pendukung. Garis aliran fase gerak yang dekat dengan batas partikel bergerak
lebih lambat, sedangkan garis aliran yang dekat dengan pusat diantara
partikel-partikel bergerak lebih cepat. Transfer molekul-molekul solute secara
konstan oleh difusi lateral kepada suatu garis aliran yang berbeda. Selanjutnya,
lintasan terhambat oleh suatu molekul solute sehubungan dengan difusi diantara
garis aliran dan untuk keperluan perjalanan disekitar partikel-partikel fase diam.
Difusi molukuler, berpasangan dengan garis-garis aliran yang tidak sama
(multipath effect), memberikan suatu campuran konvektif, atau berpasangan,
terminologi :

......................................................................... (2-29)

Efek dari kolam-kolam yang stagnan dapat diminimalisir dalam beberapa cara.
Susunan internal dari kemasan dapat dibuat tidak dapat ditembus air; suatu contoh
adalah permukaan-kemasan pellicular disalut dengan suatu inti padat.
Mengurangi diameter partikel adalah sangat efektif. Juga, pendukung-pendukung
dapat dipilih yang mempunyai rongga-rongga lebar supaya cairan mengalir
dengan mudah masuk dan keluar, atau bahkan melalui rongga kanal-kanal.

27
Tinggi plat dalam kromatografi kolom cair dapat diekspresikan dengan persamaan
berikut:

........................ (2-30)

a b c d

a = difusi longitudinal atau axial

b = campuran konvektif

c = resisten terhadap transfer massa dalam fase gerak

d = resisten terhadap transfer masa dalam fase diam

kontribusi masing-masing dari 4 terminologi dalam persamaan 2-30 ditunjukkan


dalam grafik Gambar 2-9.

Dalam keduanya, kromatografi gas-cair dan kolom cair, difusi longitudinal


(terminologi B dalam persamaan 2-25 atau persamaan 2-30) adalah suatu faktor
signifikan hanya pada kecepatan fase gerak kurang dari pada minimum dalam
kurva gabungan H/u. Idealnya seorang operator mampu menggunakan kecepatan
sesuai dengan tinggi plat minimum. Sebenarnya tinggi plat minimum pada daerah
sebelah kanan dari minimum biasanya muncul secara berangsur-angsur untuk
kebanyakan kolom-kolom kromatografi gas-cair atau kolom cair. Sebagai
konsekuensinya, sedikit saja kehilangan efisiensi kolom dapat menyebabkan
waktu analisis yang lebih singkat bila kecepatan kadang-kadang lebih tinggi dari
pada uoptimum digunakan.

28
Gambar 2-9 : Kurva tipe H/u untuk kromatografi kolom cair

2. 5. Waktu analisis dan resolusi

Diskusi sebelum ini telah menunjukkan parameter penting yang harus


diperhatikan oleh para analis – yaitu, waktu retensi yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu pemisahan. Ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memperoleh pita solute melalui satu plat, tp, dikalikan dengan jumlah plat yang
dibutuhkan, Nreq, untuk pemisahan / resolusi yang diharapkan.

tR = tp Nreq .................................................................................... (2-31)

Karena tp diperoleh dengan tinggi plat dibagi kecepatan pita, u / (1+k’), dimana
1/(1+k’) adalah fraksi waktu yang dihabiskan oleh “solute” fase gerak, persamaan
2-31 menjadi

............................................................................. (2-32)

Mengeliminasi Nreq diantara persamaan 2-24 dan 2-32 menghasilkan

29
.................................................... (2-33)

Differensiasi persamaan 2-33 dengan memperhatikan k’ dan menempatkan semua


variabel lain ke dalam satu konstanta, C, menghasilkan

................................................................ (2-34)

Sekarang tR adalah minimum bila k’ = 2, yang mana bila tr = 3tM (lihat persamaan
2-10). Ada sedikit kenaikan waktu analisis bila k’ terletak diantara 1 dan 10, asal
saja tidak ada efek terhadap variabel-variabel lain.

Suatu kenaikan dua kali lipat dalam kecepatan fase gerak diharapkan waktu
analisis menjadi setengahnya (lihat persamaan 2-33). Namun, ini tidak tepat benar
karena H akan naik, sebagaimana terlihat dalam gambar 2-9 dan 2-10. Rasio H/u
dapat diperoleh secara langsung dari tinggi plat eksperimental/grafik kecepatan.
Ini adalah slope garis yang ditarik dari titik asalnya sampai ke suatu titik pada
grafik. Slope ini menurun ketika kecepatan bertambah; namun, satu titik yang
berkurang kembali dicapai pada kecepatan lebih tinggi. Walaupun, hal ini dapat
diharapkan untuk menggunakan kecepatan lebih tinggi dari pada u optimum,
dengan suatu kenaikan yang sesuai dengan panjang kolom, pada akhirnya sampai
pada persyaratan tekanan yang masuk ke kolom menjadi berlebihan. Walaupun
suatu kolom yang lebih panjang dibutuhkan, waktu analisis lebih pendek.

2. 6. Penentuan kuantitatif

Detektor-detektor dalam kromatografi mendeteksi baik konsentrasi solute maupun


kecepatan masa. Detektor yang mendeteksi konsentrasi menghasilkan suatu sinyal
yang proporsional terhadap konsentrasi solute yang melewati detektor. Suatu elusi
puncak dihasilkan ketika sinyal di plot versus waktu. Untuk detektor seperti itu
luas di bawah puncak proporsional dengan berat suatu komponen dan sebaliknya
proporsional terhadap laju alir fase gerak. Sangat penting diperhatikan bahwa
aliran fase gerak harus dipertahankan konstan untuk detektor-detektor itu bila

30
analisis kuantitatif akan dilaksanakan. Pada detektor-detektor berbeda respon
kecepatan alir massa, luas puncak secara langsung proporsional terhadap jumlah
massa / berat komponen dan tidak tergantung pada laju alir fase gerak.

Dalam kromatografi kolom sinyal analog dihasilkan oleh detektor secara grafik
direkam dalam bentuk umumnya puncak-puncak kromatogram. Luas di bawah
puncak-puncak ini dapat diintegrasikan dalam berbagai cara dan data yang
dihasilkan berhubungan dengan komposisi dari cuplikan-cuplikan yang tidak
dikenal (the unknown samples).

2.6.1. Integrasi Luas Puncak (Peak area Integration)

Tinggi Kali Lebar Pada Setengah Tinggi (Height Times Width at Half-Height).
Cara kerjanya termasuk menggambar garis dasar puncak, mengukur tinggi
dimulai dari garis dasar, posisi pengukuran skala sejajar dengan garis dasar pada
setengah tinggi, dan ukur lebar dari puncak pada posisi ini. Garis dasar normal
(sinyal nol) tidak digunakan karena deviasi yang besar dapat disebabkan oleh
tailing.

2.6.2. Tinggi Puncak (Peak Height).

Pengukuran tinggi puncak pada dasarnya mudah. Cara kerjanya hanya


menggambar garis dasar dan mengukur tinggi. Presisinya lebih baik dari pada
mengukur luas puncak, terutama pada puncak-puncak yang sempit. Namun, tinggi
puncak sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dalam cara
penginjeksian cuplikan dan dalam kondisi-kondisi operasi. Tinggi puncak tidak
selalu tetap secara langsung proporsional terhadap ukuran cuplikan. Sebagai
tambahan lagi, terdapat satu masalah yang mana puncak mulai melebar dan
menambah tinggi pada kecepatan yang sama.

2.6.3. Integrator Bola dan Cakram (Ball-and Disk Integrator).

Satu bola diposisikan pada suatu cakram datar berotasi yang berputar pada suatu
kecepatan proposional terhadap jaraknya dari pusat rotasi. Bola diposisikan pada
cakram pada suatu jarak dari pusat dalam hubungan yang sama seperti posisi pena

31
pencatat terhadap garis dasar suatu kromatogram. Bila cakram berputar pada
kecepatan konstan (waktu), bola berputar pada suatu kecepatan proporsional
terhadap posisi pena pencatat dari nol. Kecepatan ini kemudian ditransmisikan
kepada suatu alat mesin tulis melalui bola kedua, yang mana, memakai suatu
bubungan “spiral in” dan “spiral out”, menggerakkan pena integrator pada suatu
kecepatan secara langsung proporsional terhadap posisi pena pencatat. Gerakan
diantara cakram dan bola merupakan tenaga tarik melalui lapisan minyak.
Although this hydrostatic phenomenon is not clearly understood, the oil film acts
similarly to an induction motor where slip is proportional to the driven load.

Membaca runutan integrator dilakukan sebagai berikut (juga lihat Gambar 2-10)
membuat peta interval waktu yang diinginkan dari pena runutan pencatat
kromatogram dan proyeksi secara langsung menuju runutan integrator (lihat tanda
panah). Nilai dari suatu interval diperoleh dari menghitung gradasi-gradasi peta
disilang dengan runutan integrator. Suatu gamparan / buaian pola yang penuh dari
gigi gergaji “sawtooth” dalam tiap-tiap arah menampilkan 100 hitungan. Setiap
divisi horizontal mempunyai nilai 10. Nilai-nilai diestimasikan kurang dari pada
10. dalam contoh, interval dari puncak utama adalah 1083 hitungan. Pola biasanya
dapat dibaca dengan dua hitungan. Pada beberapa model ruangan diantara
“titik-titik” diproyeksikan sedikit di atas garis horizontal bagian atas adalah
ekivalen dengan 600 hitungan, membuatnya memungkinkan mencatat sampai
9600 hitungan per sentimeter peta. Pola pada bagian kanan Gambar 2-10
mengilustrasikan metode untuk mengestimasi koreksi garis dasar bila garis dasar
puncak tidak sesuai dengan garis dasar pencatat.

32
Gambar 2-10: (a) Estimasi luas puncak dengan integrator bola dan cakram,
(b) Metode untuk mengatasi koreksi garis dasar

2.6.4. Integrator Komputing (Computing Integrator)

Sistem data berdasarkan komputer on-line memberikan automatisasi lengkap. Ini


termasuk menambah dan mereduksi data secara automatik, menyimpan
metode-metode perhitungan, dan mencetak hasil-hasil analitik. Pada mulanya
analog sinyal kromatografi diberi tanda angka dengan suatu analog perubah
angka. Perangkat lunak (software) kemudian dapat mendeteksi adanya
puncak-puncak, mengkoreksi drift / aliran garis dasar, menghitung luas dan waktu
retensi, menentukan konsentrasi komponen-komponen menggunakan
faktor-faktor kalibrasi yang disimpan, dan menghasilkan suatu laporan lengkap
dari analisis (Gambar 2-11).

Hitungan luas puncak diakumulasi bila sinyal meninggalkan garis dasar.


Berangkat dari garis dasar biasanya ditentukan dengan pengamatan kemiringan
sinyal. Waktu retensi dan tinggi sinyal dari tiap-tiap maksimum puncak dideteksi
oleh program disimpan dalam memori. Terminasi dari suatu puncak komponen
dibuat bila sinyal kembali ke garis dasar. Selama berlangsung dalam kondisi

33
isothermal perangkat lunak dapat secara automatis menambah sensitivitas
kemiringan dengan waktu, oleh karena itu menjamin kemampuan program untuk
mendeteksi keduanya semua puncak-puncak tajam dan akhirnya puncak-puncak
mendatar serta rendah dengan presisi yang sama. Dalam hal puncak-puncak yang
bersatu, luas puncak dapat dialokasi kepada setiap komponen dengan
menjatuhkan garis tegak lurus dari titik-titik lembah ke garis dasar yang dikoreksi
(Gambar 2-12), dalam hal puncak-puncak yang saling tumpang tindih
(overlapping peaks), algoritma-algoritma khusus membagi luas puncak untuk
tiap-tiap komponen.

34
Gambar 2-11 : Hasil cetakan suatu kromatogram dan menunjukkan komputasi
yang dapat dibuat oleh program perangkat lunak komputer

35
Gambar 2-12 : Kemampuan integrator menghitung (Courtesy of Spectra-Physic)

2.7. Metode-Metode Evaluasi

Tiga metode-metode evaluasi yang prinsip adalah

(1) Metode kalibrasi dengan standar

(2) Metode normalisasi luas

(3) Metode standar internal

Setiap metode mempunyai tempatnya sendiri, tergantung pada sifat dari analisis.

2.7.1. Metode Kalibrasi dengan standar.

Bila isi / komponen dalam cuplikan diketahui, metode kalibrasi dengan standar
sering digunakan. Dia mempunyai keuntungan bahwa hanya luas dari puncak
komponen yang diinginkan yang diukur. Dia mensyaratkan bahwa jumlah yang
sama dari cuplikan yang diinjeksikan setiap waktu. Metode standar kalibrasi juga

36
membutuhkan kondisi operasi yang sama bagi cuplikan. Persen konsentrasi
diperoleh dengan menghitung perbandingan volume tiap-tiap komponen yang
dicari dari ukuran cuplikan. Dalam praktek, larutan-larutan standar dari komponen
yang dianalisis disiapkan dan diinjeksikan ke dalam kromatograf. Kemudian
untuk senyawa yang tidak diketahui (unknown),

X = (luas)x K ............................................................... (2-35)

K adalah secara proporsional konstan (kemiringan dari kurva kalibrasi)

Faktor-faktor respons relatif harus dipertimbangkan bila mengkonversi luas


menjadi volume dan bila respons yang diberi detektor berbeda untuk setiap jenis
molekul atau golongan dari senyawa. Faktor-faktor respons paling baik diperoleh
dengan menganalisis standar dari cuplikan.

2.7.2. Metode normalisasi luas

Bila diketahui bahwa kromatogram menampilkan keseluruhan komponen


cuplikan, yang semua komponennya telah dipisahkan, dan setiap puncak
benar-benar telah telah terpisah sepenuhnya, metode normalisasi luas dapat
digunakan untuk evaluasi. Untuk menggunakan metode ini, luas dari setiap
puncak individu diukur dan kemudian dibagi dengan faktor responsnya untuk
menghasilkan kalkulasi luas puncak. Penjumlahan bersama semua luas puncak
menghasilkan total luas puncak. Persen volume untuk setiap komponen diperoleh
dengan mengalikan kalkulasi luas individu dengan 100 dan kemudian dibagi
dengan total luas puncak.

2.7.3. Metode standar internal

Metode ini membolehkan kondisi operasi bervariasi dari cuplikan ke cuplikan


dan tidak mensyaratkan penginjeksian cuplikan yang berulang-ulang. Standar
internal haruslah suatu komponen yang dapat secara utuh terpisah dari
puncak-puncak yang berdekatan, tidak terdapat di dalam campuran cuplikan yang
diperiksa, dan tidak memiliki bermacam-macam efek yang mengganggu.
Sejumlah tertentu yang diketahui dari standar dikromatografi, dan luas puncak

37
versus konsentrasi dialurkan (plot). Sejumlah tertentu yang diketahui dari standar
kemudian ditambahkan ke dalam campuran cuplikan yang dianalisis. Berbagai
variasi dalam ukuran cuplikan dengan segera diketahui dengan membandingkan
luas puncak standar internal dalam perlakuan yang berbeda. Suatu faktor koreksi
dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi yang tepat dari masing-masing
komponen.

Contoh 5 :

Asumsikan bahwa 100 mg standar internal ditambahkan ke dalam 1,00 g


campuran. Pengukuran kromatogram yang dihasilkan menunjukkan 4 komponen
(termasuk standar internal) dengan luas puncak (dalam satuan integrator) sebagai
berikut : A1 = 27; Astd = 80; A2 = 20; A3 = 70 dan jumlah luas puncak = 197.
Jumlah komponen 3 dalam cuplikan adalah

Persen komponen 3 :

Perhatikan bahwa komponen 3 terdapat kurang dari 9% dari total cuplikan,


padahal dalam hal luas puncak dia muncul sebagai komponen yang terbesar. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari cuplikan tidak muncul dalam
kromatogram, karena campuran mengandung beberapa garam-garam anorganik.

Dalam contoh 5 diasumsikan bahwa standar internal dan komponen-komponen


lain menanggapi keduanya kolom dan detektor dengan cara yang sama. Hal ini
dapat benar bila standar internal adalah anggota dari seri homolog yang sama dari
komponen-komponen yang diukur. Hal ini jarang terjadi : namun, perbandingan
faktor-faktor respons (seperti Kstd / K3) dapat ditentukan secara eksperimental.
Nilai ini dapat dipakai selama persyaratan-persyaratan lain dipenuhi. Sehingga,

38
Metode standar internal umumnya sering digunakan dimana sebagian cuplikan
tidak terelusi secara komplet atau hilang dalam operasi sebelumnya pada langkah
kromatografi. Hal ini penting karena standar internal ditambahkan sebelum
beberapa perlakuan cuplikan.

2. 8. Data retensi untuk karakterisasi cuplikan

Dalam suatu sistem kromatografi yang pasti waktu retensi adalah suatu konstanta
untuk suatu partikel solut dan oleh karena itu dapat digunakan untuk
mengidentifikasi solut itu. Sehingga, walaupun kromatografi terutama untuk suatu
teknik pemisahan, namun memungkinkan untuk mengidentifikasi
komponen-komponen yang dipisahkan dari suatu campuran cuplikan yang
kompleks dengan waktu retensi mereka.

2.8.1. Komparasi langsung dari nilai retensi

Waktu retensi biasanya bervariasi dalam suatu cara biasa dan dapat diprediksi
dengan mengulang substitusi dari beberapa gugus i ke dalam molekul cuplikan,
sebagai contoh, dalam satu seri homolog, benzolog, atau oligomer. Sering
beberapa fungsi dari waktu retensi linier dengan sejumlah gugus-gugus i yang
berulang dengan molekul cuplikan – sebagai contoh, gugus -CH2- untuk satu seri
homolog. Untuk elusi isokratik retensi dari anggota ith suatu seri homolog adalah
sebagai berikut :

Log tr,i = mNi + konstanta .............................................. (2-36)

m adalah suatu konstanta dan Ni adalah jumlah gugus-gugus yang berulang (atau
jumlah dari atom-atom karbon) dalam homolog. Menggunakan nilai faktor
kapasitas k’ tidak dipengaruhi oleh laju alir fase gerak atau geometri. Beberapa
seri homolog dibuat grafik dalam Gambar 2-14 .

Waktu retensi dapat diprediksi dari sifat anggota-anggota seri homolog yang
dikenal. Kemungkinan berhasilnya waktu retensi yang cocok tergantung pada
pengenalan cuplikan sebelumnya, oleh karena itu kemampuan untuk
mengantisipasi adanya senyawa-senyawa spesifik dalam cuplikan. Berhasil

39
sesuainya nilai retensi juga mensyaratkan ketersediaan dari senyawa-senyawa
referens yang diinginkan.

Metode addisi standar dapat digunakan untuk menguji nilai retensi dari senyawa
dalam masalah yang terdapat dalam matriks cuplikan aktual. Waktu retensi dari
pita cuplikan original harus tidak berubah setelah penambahan senyawa dalam hal
bila dua senyawa adalah sama.

Gambar 2-14 : Plot waktu retensi (skala log) vs jumlah atom karbon untuk
beberapa seri homolog
2.8.2 Pemeriksaan kromatografi

Keyakinan terhadap suatu identifikasi melalui waktu retensi semakin bertambah


besar dengan menggunakan interaksi solut berbeda - fase diam. Dengan
menggunakan selektivitas fase diam dalam kromatografi gas, dan kombinasi
utama fase gerak dan fase diam dalam kromatografi kolom cair, banyak informasi
dapat ditetapkan mengenai suatu yang tidak dikenal atau suatu campuran yang
tidak didikenal. Sebagai contoh, pada tiap-tiap dari 2 kolom kromatografi gas,

40
satu mengandung fase cair polar dan yang satu lagi mengandung fase cair
nonpolar, satu seri senyawa dilewatkan ke dalam kolom untuk menentukan retensi
dari setiap senyawa (Gambar 2-14). Dengan memplot nilai retensi dari 2 fase
diam versus tiap-tiap kolom lainnya, garis yang memancarkan dari aslinya
diperoleh (satu untuk setiap seri homolog, seperti diberikan persamaan 2-36)

41
Gambar 2-14 : Plot 2 kolom, (a) linier; (b) logaritma

Kerumunan (berkumpulnya) titik-titik terjadi pada sudut dekat titik asalnya karena
titik-titik ditempatkan sepanjang garis dalam satu distribusi logaritma terhadap
berat molekul. Bila logaritma dari retensi diplot lawan lainnya, suatu seri yang

42
sesuai dari garis-garis sejajar diperoleh dengan titik-titik ruang yang linier sesuai
dengan berat molekul.

Sistem indeks retensi juga berharga untuk analisis kualitatif. Konstanta


Rohrschneider adalah karakteristik untuk substans yang dianalisis. Sekali
diperoleh, konstanta-konstanta ini valid untuk substans pada beberapa kemasan
kolom.

2.8.3. Identifikasi dengan teknik-teknik tambahan

Bila senyawa-senyawa referensi standar tidak tersedia, jalan lain dapat dicari
untuk informasi struktur bebas dari beberapa teknik spektroskopik didiskusikan
dalam buku spektrometer. Dalam banyak hal, identifikasi positif dari suatu
senyawa yang tidak dikenal dapat ditetapkan hanya dengan mengisolasi puncak
selama satu kromatogram berlangsung dan analisis berurutan dengan metode
tambahan. Spektrometer massa telah berhasil digandeng dengan kromatografi,
baik dengan kromatografi gas maupun kromatografi kolom cair. Untuk
spektrometer massa hanya sekitar 5 ng cuplikan diperlukan. Informasi yang dapat
diperoleh termasuk berat molekul dan rumus empiris, informasi struktur, dan
konfirmasi struktur. Spektroskopi infra merah juga dapat digandeng dengan
kromatografi gas, dimana dia menolong dalam mengidentifikasi gugus-gugus
fungsi dan kemungkinan struktur molekul. Konfirmasi sesuai bila spektrum
referensi tersedia.

III. KOMPONEN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

43
Gambar 3-1: Bagan alat KCKT
3. 1. Wadah fase gerak.
Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang
umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon harus
lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir
yang umumnya 1-2 ml/menit
Pelarut yang digunakan harus bebas dari debu dan partikel padat, pelarut
seharusnya disaring dengan penyaring mikrometer sebelum digunakan pada
sistem KCKT. Gas yang terlarut akan menghasilkan gelembung kemudian secara
tiba-tiba akan menurunkan tekanan dari sistem, untuk mengatasi hal ini maka
pelarut dipanaskan hingga mendidih dan kemudian didinginkan atau dengan
degassing. Degassing digunakan untuk menghilangkan gas terlarut dalam fase
gerak dan mengurangi kemungkinan gelembung yang terbentuk pada pompa atau
detektor selama proses pemisahan.

3. 2. Pompa

Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus
mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1 – 10 ml/menit.
Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan.
Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum
digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus
tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor.

44
3. 3. Injektor

Cuplikan yang akan dianalisis dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan
disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum :

a. Stopped Flow

b. Solvent Flowing

Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan ~

a. Hentikan aliran / stop flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada


kinerja atmosfir, system tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini
bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak
dipengaruhi

b. Septum: Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama


dengan yang digunakan pada kromtografi gas. Injektor ini dapat digunakan
pada kinerja sampai 60 - 70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan
semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari
septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan
penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar


3-2, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih
besar dari pada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis
(dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan
secara manual). Pada posisi LOAD, sample loop (cuplikan dalam putaran)
diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di
dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

45
Gambar 3-2 : Tipe injektor putaran

3. 4. Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis


tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom
dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. Kolom analitik: diameter khas adalah 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung


pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang lumrah
adalah 50 - 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10 -
30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lehih besar dan


panjang kolom 25 -100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada
temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama
untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom
tergantung pada mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan (Liquid
Solid Chromatography,LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC, Ion Exchange
Chromatography, IEC; or Steric Eclusion).

3. 5. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan di dalam


aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas

46
yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan
memberi tanggapan / respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang
rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak
selalu dapat diperoleh.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern


kecepatan tinggi adalah detektor spektrometer uv 254 nm. Bermacam-macam
detektor dengan variasi panjang gelombang uv-vis sekarang menjadi populer
karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam
rentang yang luas. Detektor-detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan,
terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada
detektor spektrofotometer uv. Detektor-detektor lainnya, antara lain : detektor
fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia, detektor
spektrometer massa, dll. Juga telah digunakan.

3. 6. Elusi gradien dan isokratik

Elusi pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu :

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam
atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap.

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran
fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu.

Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama suatu
analisis kromatografi berlangsung. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi
gradien adalah memperpendek waktu analisis senyawa-senyawa yang secara kuat
ditahan dalam kolom.

Elusi gradien menawarkan beberapa keuntungan:

a. Total waktu analisis dapat direduksi secara signifikan


b. Pemisahan global per satuan waktu dari suatu campuran ditingkatkan.
c. Bentuk puncak bagus (tidak tailing)
d. Sensitivitas efektif dinaikkan karena sedikit variasi dalam bentuk puncak.

47
Gradien dapat bertahap atau kontinu. Gradien optimum dipilih dengan trial and
error. Tabel 3-1 menunjukkan kompabilitas bermacam-macam mode kromatografi
cair dengan analisis gradien. Dalam praktek, gradien dapat dibentuk sebelum atau
sesudah pompa.

Tabel 3-1: Mode kompabilitas dengan gradien


Mode Solvent Gradient ?
LSC Yes
Exclusion No
Ion Exchange Yes
LLC No
Bonded Phase Yes

3. 7. Pengolahan Data
Hasil-hasil pemisahan kromatografi umumnya ditampilkan pada kertas pencatat
bergaris. Suatu kromatogram yang khas ditunjukkan dalam Gambar 3-3.

Gambar 3-3 :Kromatogram khas dari 5’-nukleotida

48
Dari Gambar 3-3 kromatogram ini, waktu retensi atau volume retensi dapat
diperoleh. Ini dapat digunakan untuk penentuan kualitatif, bila kondisi secara baik
dikontrol. Luas puncak atau tinggi puncak proporsional dengan konsentrasi dan
dapat digunakan untuk memperoleh hasil kuantitatif.
Dengan kemajuan sistem data kromatografi, pekerjaan untuk mereduksi data
dimudahkan; hasil-hasil yang diperoleh pada dasarnya adalah hasil-hasil “real
time”.

3. 8. Fase gerak

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah salah satu
variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari
solven yang digunakan dalam semua mode kromatografi cair kinerja tinggi, tetapi
ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh
semua solven.

Fase gerak harus:

(a) Murni; tidak ada pencemar / kontaminan

(b) Tidak bereaksi dengan pengemas / packing

(c) Sesuai dengan detektor

(d) Melarutkan cuplikan

(e) Mempunyai viskositas rendah

(f) Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

(g) Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur


pemurniannya kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas,
4 persyaratan pertama adalah yang paling penting.

Menghilangkan gelembung udara (degassing) dari pelarut, terutama untuk


pompa-pompa reciprocating, perlu bila detektor tidak tahan tekanan sampai
kira-kira 100 psi. Udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat

49
menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan. Degassing juga
adalah ide yang bagus bila kolom yang digunakan sangat sensitif terhadap oksigen
(contoh: bonded NH2 column)

3.9. Keuntungan KCKT

Kromatografi cair kinerja tinggi dapat dipandang sebagai pelengkap kromatografi


gas. Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh efek
pemisahan yang sama baiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada kromatografi
gas, namun pada kromatografi cair kinerja tinggi zat-zat yang tidak diderivatisasi
dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap,
kromatografi cair kinerja tinggi adalah pilihan yang logis. Namun demikian,
bukan berarti kromatografi cair kinerja tinggi menggantikan kromatografi gas,
tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium.
Derivatisasi juga menjadi populer pada kromatografi cair kinerja tinggi karena
teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor uv-visibel yang
umumnya digunakan.

Kromatografi cair kinerja tinggi menawarkan banyak keuntungan dibanding


dengan kromatografi cair tradisional, antara lain:

(a) Cepat

(b) Resolusi

(c) Sensitivitas; detektor-detektor unik

(d) Kolom-kolom yang dapat digunakan kembali

(e) Ideal untuk molekul-molekul besar dan jenis-jenis ion

(f) Mudah rekoveri cuplikan

(a) Cepat. Waktu analisis kurang dari pada 1 jam adalah umum. Banyak analisis
dapat diselesaikan dalam 15 – 30 menit. Sebenarnya, untuk analisis yang tidak
rumit, waktu analisis kurang dari 5 menit dapat dicapai.

(b) Resolusi. Berbeda dengan kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi

50
mempunyai dua fase dimana interaktif selektif dapat terjadi. Dalam
kromatografi gas aliran gas mempunyai sedikit interaksi dengan solute;
pemisahan terutama dicapai hanya dengan fase diam. Kemampuan solute
untuk berinteraksi secara selektif dengan keduanya fase diam dan fase gerak
dalam kromatografi cair kinerja tinggi memberikan parameter tambahan untuk
mencapai pemisahan yang diinginkan.

(c) Sensitivitas. Detektor-detektot absorpsi UV umumnya digunakan dalam


kromatografi cair kinerja tinggi dapat mendeteksi nanogram (10-9 g) jumlah
dari suatu variasi material yang luas. Detektor-detektor fluoresensi dan
elektrokimia dapat mendeteksi jumlah dalam daerah picogram (10-12 g).
Detektor-detektor, seperti spektrometer massa, indeks refraksi, radiometer,
dsb, telah digunakan dalam kromatografi cair kinerja tinggi.

(d) Kolom dapat digunakan kembali. Berbeda dengan kromatografi cair klasik,
kolom-kolom kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan kembali.
Banyak analisis dapat dilaksanakan dalam kolom yang sama sebelum dia
diganti. Namun, kemampuan kolom-kolom akan menurun, kemampuannya
menjadi tergantung pada jenis cuplikan-cuplikan yang diinjeksikan, tingkat
kejernihan dari pelarut, dan jenis-jenis pelarut yang digunakan.

(e) Molekul-molekul besar dan spesies ion. Secara khas, material-material ini
tidak dapat disesuaikan dengan kromatografi gas karena volatilitas mereka
rendah. Kromatografi gas umumnya menggunakan derivatisasi untuk
menganalisis spesies ion. Kromatografi cair kinerja tinggi dalam mode
eksklusi dan pertukaran ion adalah ideal untuk menganalisis material-material
ini.

(f) Mudah rekoveri cuplikan. Kebanyakan detektor-detektor yang digunakan


dalam kromatografi cair kinerja tinggi tidak destruktif sehingga
komponen-komponen cuplikan dapat dikumpulkan dengan mudah ketika
mereka lewat melalui detektor. Dalam banyak hal pelarut-pelarut hilang
dengan mudah karena evaporasi, kecuali untuk pertukaran ion dimana

51
prosedur-prosedur khusus diperlukan.

3.10. Mode seleksi dalam kromatografi cair kinerja tinggi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ada empat mode dasar kromatografi cair
kinerja tinggi. Dalam kesempatan ini akan diberikan petunjuk pembahasan
ringkas untuk memilih mode yang tepat. Karena kekuatan teknik kromatografi
cair kinerja tinggi, menurut petunjuk harus umum disebabkan satu atau lebih dari
mode-mode mampu mempengaruhi pemisahan. Dalam hal ini analis harus
membuat keputusan mode mana yang dicarinya sehingga dapat memberinya
informasi paling baik.

Tabel 3-2 menampilkan suatu skema cara pendekatan umum untuk seleksi mode
kromatografi cair kinerja tinggi. Informasi ini, merupakan kombinasi dengan
sumber-sumber lain, memudahkan analis memutuskan mode yang mana
mempunyai probabilitas paling baik untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.
Akan ditunjukkan bahwa suatu cuplikan yang betul-betul tidak dikenal jarang
dijumpai. Informasi seperti kelarutam, adanya gugus fungsi, dan rentang berat
molekul selalu tersedia dari informasi pabrik, pemasok cuplikan, atau data
spektroskopik seperti Nuclear Magnetic Resonance, NMR; Infra Red, IR; Ultra
Violet, UV, dan Mass Spectrometry. Semua data-data ini dapat digunakan untuk
mengarahkan analis kepada pemilihan yang tepat dari mode kromatografi cair
kinerja tinggi.

Ingat peraturan dasar “like dissolve like”, sesuatu dapat dengan mudah diputuskan
pada mede yang tepat. Menurut Tabel 3-2, kita dengan cepat melihat bahwa bila
berat molekul lebih besar dari pada 2000 kita harus menggunakan eksklusi.
Pelarut adalah air bila cuplikan mudah larut dalam air; bila dapat larut dalam
pelarut-pelarut organik maka dia digunakan sebagai fase gerak. Kemasan adalah
Sephadex® (cross-linked dextrans) atau µ Bondagel® Series E untuk fase gerak air
dan Styragel® atau MikroPak® TSK gels untuk fase gerak organik.

Bila berat molekul lebih rendah dari 2000, pertama menentukan apakah cuplikan
dapat larut dalam air. Bila cuplikan dapat larut atau sedikit dapat larut dalam air,

52
maka digunakan kromatografi penukar ion atau kromatografi partisi fase balik.
Bila kelarutan dipertinggi dengan penambahan asam atau basa, atau bila pH dari
larutan bervariasi lebih daripada 2 satuan-satuan pH dari 7, maka kromatografi
penukar ion adalah teknik yang dipilih. Bila kelarutan tidak dipengaruhi oleh
asam atau basa dan larutan air pada dasarnya adalah netral, maka kromatografi
partisi fase balik adalah mode yang dipilih. Kromatografi eksklusi menggunakan
ukuran rongga kecil dan fase air dapat juga dicoba.

Bila cuplikan tidak dapat larut dalam air, maka kromatografi partisi atau
cair-padat adalah pilihan yang tepat. Untuk kerja rutin disarankan menggunakan
kromatografi partisi fase terikat normal karena kolom-kolom ini membutuhkan
sedikit pemeliharaan dalam penggunaannya. Untuk cuplikan-cuplikan isomer
maka kromatografi cair-padat membuktikan mode yang paling tepat digunakan.
Bila ada perbedaan ukuran yang besar dalam cuplikan, eksklusi sterik dengan fase
gerak organik dapat juga digunakan.

Penjelasan di atas sudah cukup bagi analis untuk memilih mode yang memberikan
sejumlah maksimum informasi.

Tabel 3-2: Petunjuk untuk memilih mode kromatografi cair kinerja tinggi

53
Untuk laboratorium yang menggunakan mode-mode kromatografi cair kinerja
tinggi, suatu seleksi (Tabel 3-3) dari kolom-kolom berikut harus disediakan.

54
Dalam banyak hal kemasan mikropartikulat dianjurkan karena mereka memiliki
kapasitas cuplikan dan efisiensi yang lebih tinggi.

Tabel 3-3 : Inventarisasi kolom-kolom yang dianjurkan untuk kromatografi cair


kinerja tinggi.
Mode Recommended Packing Recommended Length
Stock
LSC 10 µ silica gel 2 25 – 30 cm

Partisi:
a) Normal phase 10 µ alkylnitril 2 25 – 30 cm
10 µ alkylamine 2 25 – 30 cm
b) Reverse Phase 10 µ C18 (polymeric) 1 25 – 30 cm
10 µ C18 (monomeric) 2 25 – 30 cm
10 µ phenyl 1 25 – 30 cm

Ion Exchange 10 µ cation exchange


a) silica base 1 25 – 30 cm
b) polystyrene base 1 25 – 30 cm

10 µ anion exchange
a) silica base 1 25 – 30 cm
b) polystyrene base 1 25 – 30 cm

Exclusion A series of columns


containing the range of
pore sizes;
MicroPak-TSK 1 set 50 – 60 cm each

55
IV. JENIS-JENIS KROMATOGRAFI

4.1. Kromatografi Padat Cair (Liquid-Solid Chromatography, LSC)

Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya solute pada absorben-absorben polar,


seperti silika gel atau alumina. Kromatografi lapis tipis (TLC) adalah salah satu
bentuk dari LSC. Dalam kromatografi cair kinerja tinggi kolom-kolom dapat
dikemas dengan partikel-partikel micro or macroparticulate or pellicular (berkulit
tipis 37 – 44 μ ). Sebagian besar dari kromatografi cair kinerja tinggi sekarang ini
dibuat untuk mencapai partikel-partikel microparticulate lebih kecil dari 20 μ.
Teknik ini biasanya digunakan untuk solute yang dapat larut dalam pelarut
organik dan tidak terionisasi. Teknik ini terutama sangat kuat untuk pemisahan
isomer-isomer.

4.2 Kromatografi partisi (Liqui-Liquid Chromatography, LLC)

Teknik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang tidak dapat
bercampur, salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam (stationary phase)
dan yang lainnya sebagai fase gerak (mobile phase). Pada permulaan kromatografi
cair fase diam dibuat dengan cara yang sama seperti pendukung-pendukung
kromatografgi gas. Fase diam (polar atau nonpolar) dilapiskan pada suatu
pendukung inert dan dikemas ke dalam sebuah kolom. Kemudian fase gerak
dilewatkan melalui kolom. Bentuk kromatografi partisi ini disebut kromatografi
cair cair (Liquid-Liquid Chromatography, LLC).

Untuk memenuhi kebutuhan akan kolom-kolom yang dapat lebih tahan lama,
telah dikembangkan kemasan-kemasan dengan fase diam yang berikatan secara
kimia dengan pendukung inert. Bentuk kromatografi partisi ini disebut
kromatografi fase terikat (Bonded Phase Chromatography, BPC). BPC dengan
cepat menjadi salah satu bentuk yang paling populer dari kromatografi cair kinerja
tinggi. Kromatografi partisi (LLC dan BPC), disebut “fase normal” bila fase diam
lebih polar dari fase gerak dan “fase balik” bila fase gerak lebih polar dari fase
diam.

56
4.3. Kromatografi Penukar Ion (Ion-Exchange Chromatography, IEC)

Teknik ni tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase gerak dan
tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal dari
kopolimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah.
Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan
paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah
digunakan. Teknik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara
khas untuk pemisahan asam-asam amino. Teknik ini dapat dipakai untuk
keduanya, kation-kation dan anion-anion.

4.4. Kromatografi eksklusi (Exclusion Chromatography, EC)

Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari
solute. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang
sangat kecil (porous) yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam
jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang (stagnant mobile phase).
Molekul-molekul yang lebih besar tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat
melalui kolom tanpa ditahan.

Kromatografi eksklusi mempunyai banyak nama, yang paling umum disebut


kromatografi permeasi gel (Gel Permeation Chromatography, GPC) dan filtrasi
gel. Apapun namanya, mekanismenya tetap sama. Dalam bidang biologi,
Sephandex®, suatu gel cross linked dextran, telah digunakan secara luas. Hanya
kemasan semi keras dan keras (polistiren, silica, glass) yang digunakan dalam
kromatografi cair kinerja tinggi. Gel dextan lunak tidak dapat menahan kinerja
diatas 1 atau 2 atmosfer. Teknik ini dikembangkan untuk analisis polimer-polimer
dan material-material biologi, tetapi terutama digunakan lebih sering untuk
molekul-molekul kecil.

4.5. Kromatografi pasangan ion (Ion Pair Chromatography, IPC)

57
Kromatogarafi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap kromatografi cair
kinerja tinggi termasuk baru, pemakaian pertama sekali pada pertengahan tahun
1970. Diterimanya IPC sebagai metode baru kromatografi cair kinerja tinggi
merupakan hasil kerja Schill dan kawan-kawan dan mempunyai beberapa
keuntungan yang unik. Kadang-kadang IPC disebut juga kromatografi ekstraksi,
kromatografi dengan suatu cairan penukar pasangan ion dan Paired Ion
Chromatography ( PIC ). Setiap teknik-teknik ini mempunyai dasar yang sama.

Popularitas IPC muncul terutama sekali dari keterbatasan IEC dan dari sukarnya
menangani cuplikan-cuplikan tertentu dengan metode-metode kromatografi cair
lainnya (seperti senyawa yang sangat polar, senyawa yang terionisasi secara
kompleks dan senyawa basa kuat).

IPC dapat dilaksanakan dua tipe yaitu fase normal dan fase balik. Fase diam dan
fase balik IPC dapat terdiri dari suatu kemasan silika yang disilanisasi (misalnya
C8 atau C18 Bonded Phase) atau dari suatu kemasan yang diperoleh secara
mekanik, fase organik yang tidak dapat bercampur dengan air seperti 1 pentanol.
Fase diam yang dipakai adalah C8 atau C18 BPC Packing. Fase gerak terdiri dari
suatu larutan bufer (ditambah suatu kosolven organik seperti metanol atau
asetonitril untuk pemisahan fase terikat) dan suatu penambahan ion tanding yang
muatannya berlawanan dengan molekul cuplikan.

Sebagai contoh, untuk pemisahan suatu kelompok asam-asam karboksilat


menggunakan suatu fase gerak yang didapar pada pH 7,0 supaya semua
senyawa-senyawa cuplikan berada dalam bentuk RCOO- (dilambangkan dengan
R-). Ion tanding dalam hal ini bisa berupa ion tetrabutil ammonium, Bu4N+ (atau
TBA+). Dalam hal yang paling sederhana dari IPC, dapat dianggap bahwa
cuplikan dan ion tanding dapat larut hanya dalam fase gerak air, dan pasangan ion
yang dibentuk dari ion-ion ini dapat larut hanya dalam fase diam organik. Dalam
hal ini dapat ditulis persamaan untuk distribusi cuplikan R- diantara dua fase :

………………………… (4-1)
pasangan ion

58
Tulisan aq dan org menunjukkan fase air dan fase organik. Konstanta ekstraksi E
selanjutnya ditetapkan dengan persamaan :

…………………………………………. (4-2)

Dimana E adalah konstan untuk semua sistem IPC khusus, tetapi bervariasi
dengan pH fase gerak dan kekuatan ion, konsentrasi dan jenis kosolven organik di
dalam fase garak (misal metanol atau asetonitril) dan suhu.

Factor kapasitas k′ berhubungan dengan E sebagai berikut :

........................................................................ (4-3)

Maka harga k’ untuk senyawa-senyawa cuplikan (untuk satuan bermuatan negatif


,1) diduga sebanding dengan konsentrasi ion tanding TBA+. Perlu diketahui bahwa
koefisien distribusi K berhubungan dengan E sehingga,

................................................................................... (4-4)

Variasi dari (TBA+)aq memberikan suatu cara untuk mengontrol kekuatan solven
dalam selektifitas. Dalam sistem fase balik, kekuatan solven dengan mudah dapat
divariasi dengan mengubah ion tanding atau konsentrasinya. Untuk sistem fase
balik pemisahan cuplikan anion atau cuplikan kation dapat di rumuskan sebagai
berikut :

(cuplikan anion) …………………….. (4-5)

(cuplikan kation) .................................. (4-6)

59
Disini konsentrasi (C+) dan (C-), berturut-turut menunjukkan konsentrasi ion
tanding kation dan konsentrasi ion tanding anion, dan E adalah konstan walaupun
kondisi-kondisi lainnya dirbah. Maka bertambahnya konsentrasi dari ion tanding
dalam fase gerak menyebabkan bertambahnya k’ untuk IPC fase balik (dan
berkurang pada IPC fase normal). Persamaan (4-5) dan (4-6) untuk ion-ion
cuplikan terionisasi tunggal. Untuk ion-ion cuplikan bivalen atau trivalen, k’
berubah berturut-turut menjadi (C+)2 atau (C+)3.

Dalam IPC fase normal, k’ dapat divariasi dengan mengubah konsentrasi ion
tanding dalam fase diam. Namun, hal ini kurang tepat karena berarti harus
mengubah fase diam (mengisi kembali kolom = reloading the column). Dalam
operasional fase normal ataupun fase balik IPC, k’ dapat juga divariasi dengan
mengubah jenis ion tanding (misalnya mengganti pentan sulfonat dengan heptan
sulfonat). Penambahan satu gugus CH2 kepada molekul ion tanding menghasilkan
suatu faktor sampai 2,5 kali (efek lebih besar pada ion tanding dengan konsentrasi
rendah), molekul-molekul ion tanding yang lebih besar memberikan harga k’ lebih
kecil pada IPC fase normal.

Kekuatan solven baik dalam fase normal ataupun fase balik IPC dapat juga
divariasi dengan merubah polaritas fase gerak. Untuk sistem fase balik IPC tanpa
penambahan fase diam organik, campuran air dengan salah satunya metanol atau
asetonitril biasanya digunakan sebagai fase gerak. Bila persentase air dikurangi,
maka pelarut menjadi lebih kuat dan harga k’ cuplikan berkurang.

Selain dari pada menaikkan konsentrasi ion tanding, menaikkan kekuatan ionik di
dalam fase air biasanya mengurangi pembentukan pasangan-pasangan ion,
sebagai suatu hasil kompetisi dari ion-ion sekunder dalam membentuk
pasangan-pasangan ion dengan ion tanding. Maka suatu kenaikan / pertambahan
kekuatan ion akan menurunkan harga k′ pada IPC fase balik dan akan
meninggikan harga k′ pada fase normal IPC.

Satu studi membuktikan bahwa 2 sampai 3 kali lipat perubahan k’ untuk setiap
menggandakan kekuatan ion. Ion-ion sekunder yang muatannya sama dengan

60
muatan ion cuplikan (misal: kationik atau anionik) memberikan efek yang paling
besar pada harga k’ cuplikan. Dalam suatu studi meliputi pemisahan anion-anion
cuplikan dengan IPC, efek dari ion-ion sekunder terhadap k’ bertambah dengan

urutan

61
V. PENGGUNAAN KCKT DALAM FARMASI

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan suatu metode pemisahan


canggih dalam analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji
kemurnian dan penetapan kadar. Penekanannya adalah untuk analisis
senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi,
yang tidak bisa dianalisis dengan kromatografi gas. Banyak senyawa yang dapat
dianalisis dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa
organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat / bahan obat campuran
rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (Chirale
Trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif.

Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979, KCKT belum digunakan sebagai
metode analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Padahal dalam
Farmakope-Farmakope Negara-negara maju sudah lama digunakan, seperti
Farmakope Amerika, Farmakope Jerman, Farmakope Inggris dan lain-lain.

Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT dalam
analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua ratus
tujuh puluh tujuh) obat / bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler dari
Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan telah mengikuti perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam bidang analisis obat.
Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat
mahal, namun metode ini tetap dipilih untuk digunakan dalam menganalisis 277
jenis obat / bahan obat karena hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi
yang tinggi, waktu analisis cepat. Pada Tabel 6 dapat dilihat Daftar Obat-obat
yang penetapan kadamya dengan KCKT yang tercantum dalam Farmakope

62
Indonesia Edisi IV Tahun 1995.

Tabel 5-1 : Daftar obat yang penetapan kadarnya dengan KCKT (FI Edisi IV)

No Nama Obat / Bahan Obat No Nama Obat / Bahan Obat


1. Tablet Asetazolamida 27. Tablet Betametason
2. Asetilsistein 28. Betametason Dipropionat
3. Larutan Asetilsistein 29. Krim Betametason Dipropionat
4. Tablet Asetosal 30. Salep Betametason Dipropionat
5. Asam Aminokaproat 31. Betametason Natrium Fosfat
6. Asam Aminosalisilat 32. Inj. Betametason Natrium Fosfat
7. Asam Folat 33. Betametason Valerat
8. Tablet Asam Folat 34. Krim Betametason Valerat
9. Asam Mefenamat 35. Salep Betametason Valerat
10. Kapsul Asam Mefenamat 36. Tablet Bisakodil
11. Asiklovir 37. Supositoria Bisakodil
12. Tablet Allopurinol 38. Tablet Bromokriptin Mesilat
13. Alprozolam 39. Injeksi Bupivakain Hidroklorida
14. Tablet Alprozolam 40. Karbamazepin
15. Amikasin Sulfat 41. Tablet Karbamazepin
16. Injeksi Amikasin Sulfat 42. Karbidopa
17. Aminofilin 43. Tablet Karisoprodol
18. Amoksilin 44. Sefazolin Natrium untuk Injeksi
19. Kapsul Amoksilin 45. Sefaleksin
20. Amoksilin untuk Suspensi Oral 46. Kapsul Sefaleksin
21. Ampisilin 47. Tablet Sefaleksin
22. Tablet Atropin Sulfat 48. Sefaleksin untuk Suspensi Oral
23. Injeksi.Atropin Sulfat 49. Sefradin KapsuI

63
24. Beklometason Dipropionat 50. Kloramfenikol
25. Gel Benzoil Peroksida 51. Krim Kloramfenikol
26. Betametason 52. Tetes Telinga Kloramfenikol

No Nama Obat / Bahan Obat No Nama Obat / Bahan Obat


53. Tetes Mata Kloramfenikol 82. Siklofosfamida
54. Kloramfenikol Palmitat 83. Tablet Siklofosfamida
55. Susp. Oral Kloramfenikol Palmitat 84. Siklofosfamida untuk Injeksi
56. Klordiazepoksida 85. Siklosporin
57. Tablet Klordiazepoksida 86. Lar.Pekat Siklosporin untuk Inj.
58. Klorpropamida 87. Larutan Oral Siklosporin
59. Tablet Klorpropamida 88. Sitarabin
60. Klortalidon 89. Sitarabin Steril
61. Tablet Klortalidon 90. Daktinomisin
62. Kolekalsiferol 91. Daktinomisin untuk Injeksi
63. Simetidin 92. Dapson
64. Tablet Simetidin 93. Dapson Tablet
65. Sisplatin 94. Daunorubisin Hidroklorida
66. Sisplatin untuk Injeksi 95. Daunorubisin Hidroklorida injeksi
67. Tablet Klemastin Fumarat 96. Desoksimetason
68. Klindamisin Hidroklorida 97. Deksametason
69. Kapsul Klindamisin Hidroklorida 98. Deksametason Asetat
70. Klindamisin Fosfat 99. Deksametason tablet
71. Injeksi Klindamisin Fosfat 100. Deksametason Natrium Fosfat
72. Klomifen Sitrat 101. Deksametason Na Fosfat Inj.
73. Tablet Klomifen Sitrat 102. Dekstrometorfan Hidrobromida
74. Tablet Klonazem 103. Dekstrometorfan HBr Sirup
75. Klotrimazol 104. Diazepam Tablet

64
76. Krim Klortrimazol 105. Diazepam Injeksi
77. Tablet Vaginal Klotrimazol 106. Dibukain Hidroklorida
78. Kloksasilin Natrium 107. Dikloksasilin Natrium
79. Kolkhisin 108. Dikloksasilin Natrium Steril
80. Kortison Asetat 109. Kapsul Dik1oksasilin Natrium
81. Suspensi Steril Kortison Asetat 110. Dikloksailin Na utk.Susp- Oral

No Nama Obat / Bahan Obat No Nama Obat / Bahan Obat


111. Digitoksin 141. Tablet Griseofulvin
112. Tablet Digitoksin 142. Tablet Guaifenesin
113. Digoksin 143. Tablet Haloperidol
114. Tablet Digoksin 144. Hidralazin Hidroklorida
115. Diltiazem Hidroklorida 145. Hidroklorotiazida
116. Tablet Diltiazem Hidroklorida 146. Tablet Hidroklorotiazida
117. Tablet Difenhidramin Teoklat 147. Hidrokortison
118. Difenhidramin Hidroklorida 148. Hidrokortison Asetat
119. Inj. Difenhidramin Hidroklorida 149. Krim Hidrokortison Asetat
120. Tablet Dipiridamol 150. Hidrokortison Butirat
121. Injeksi Dopamin Hidroklorida 151. Ibuprofen
122. Doksorubisin Hidroklorida 152. Tablet Ibuprofen
123. Doksorubisin HCI untuk Injeksi 153. Isoniazid
124. Doksisiklin 154. Tablet Isoniazid
125. Doksisiklin Hiklat 155. Isosorbid Dinitrat Encer
126. Kapsul Doksisiklin Hiklat 156. Tab. Subli. Isosorbid Dinitrat
127. ErgokaIsiferol (Vitamin D) 157. Kalium Klavulanat
128. Tablet Ergonovin Maleat 158. Tablet Ketokonazol
129. Injeksi Ergonovin Maleat 159. Tablet Levamisol Hidroklorida
130. Estradiol 160. Levotiroksin Natrium
131. Estradiol Sipionat 161. Tablet Levotiroksin Natrium

65
132. Etinil Estradiol 162. Lidokain Hidroklorida
133. Injeksi Fentanil Sitrat 163. Injeksi Lidokain Hidroklorida
134. Fluosinolon Asetonida 164. Lrt. Oral-Topikal Lidokain HCl
135. Fluoksimesteron 165. Inj. Lidokain dan Epinefrin
136. Tablet Furosemida 166. Linkomisin Hidroklorida
137. Injeksi Furosemida 167. Kapsul Linkomisin Hidroklorida
138. Gemfibrozil 168. Injeksi Linkomisin Hidroklorida
139. Gentamisin Sulfat 169. TabIet Lorazepam
140. Griseofulvin 170. Manitol
No Nama Obat / Bahan Obat No Nama Obat / Bahan Obat
171. Medroksiprogesteron Asetat 201. Tablet Nitrogliserin
172. Susp.Ster.Medroksiprogest.asetat 202. Metaproterenol Sulfat
173. Metotreksat 203. Oksimetazolin Hidroklorida
174. Tablet Metotreksat 204. Tetes Hidung Oksimetazolin HCl
175. Injeksi Metotreksat Natrium 205. Tablet Parasetamol
176. Metoksalen 206. Larutan Oral Parasetamol
177. Tablet Metilergonovin Maleat 207. Suspensi Oral Parasetamol
178. Injeksi Metilergonovin Maleat 208. Luminal
179. Metilprednisolon Asetat 209. Tablet Fenobarbital
180. Metiltestosteron 210. Luminal Natrium
181. Tablet Metoklopramida HCl 211. Injeksi Fenobarbital Natrium
182. Injeksi Metoklopramida HCl 212. Fenolftalein
183. Lrt. Oral Meloklopramida HCl 213. Penisilin V
184. Tablet Metoprolol Tartrat 214. Tablet Penisilin V
185. Tablet Metronidazol 215. Fenilbutazon
186. Injeksi Metronidazol 216. Fenitoin Natrium
187. Meksiletin Hidroklorida 217. Kapsul Fenitoin Natrium
188. Minosiklin Hidroklorida 218. Vitamin KI (Fitonadion)
189. Mitomisin 219. Tablet Fitonadion

66
190. Mitomisin untuk Injeksi 220. Injeksi Fitonadion
191. Morfin Sulfat 221. Tetes Mata Pilokarpin HCl
192. Injeksi Morfin Sulfat 222. Tetes Mata Pilokarpin Nitrat
193. Tablet Nadolol 223. Pindolol
194. Tablet Naproksen Natrium 224. Piperazin
195. Natrium Aminosalisilat 225. Piroksikam
196. Tablet.Natrium Aminosalisilat 226. Prazikuantel
197. Nifedipin 227. Tablet Prazikuantel
198. Nitrofurantoin 228. Tablet Prazosin Hidroklorida
199. Kapsul Nitrofurantoin, 229. Prednisolon
200. Nitrogliserin Encer 230. Prednisolon Asetat
No Nama Obat / Bahan Obat No Nama Obat / Bahan Obat
231. Tts. Mata Susp. Prednisolon 255. Sulfametizol
asetat
232. Prednison 256. Tablet Kotrimoksazol
233. Tablet Prednison 257. Tablet Tamoksifen Sitrat
234. Probenesid 258. Terbutalin Sulfat
235. Prokainamida HCl 259. Tetrasiklin
236. Progesteron 260. Tetrasiklin HCl
237. Injeksi Prometazin HCI 261. Kapsul Tetrasiklin HCl
238. Propanolol HCl 262. Teofilin
249. Tablet Propanolol HCl 263. Tiamin HCl
240. Injeksi Propanol HCl 264. Injeksi Vitamin B1
241. Tablet Propiltiourasil 265. Tiamin Mononitrat
242. Pirantel Pamoat 266. Tiokonazol
243. Suspensi Oral Pirantel Pamoat 267. Tobramisin
244. Piridoksin HCl 268. Tolbutamida
245. Tablet Kuinin Sulfat 269. Tablet Tolbutamida
246. Ranitidin HCl 270. Triamsinolon

67
247. Tablet Ranitidin HCl 271. Triamsinolon Asetonida
248. Riboflavin Natrium Fosfat 272. Triheksifenidil HCI
249. Rifampisin 273. Vinblastin Sulfat
250. Kapsul Rifampisin 274. Tablet Triheksifenidil HCl
251. Sorbitol 275. Vinkristin Sulfat
252. Spironolakton 276. Tubokurarin Klorida
253. Tts- Mata Sulfasetamida 277. Warfarin Natrium
Natrium
254. Sulfadiazin

Dari Tabel 5-1 di atas dan hasil pengamatan di Farmakope Indonesia Edisi IV
tahun 1995 dapat diketahui bahwa :

1. Penetapan kadar obat / bahan obat baik dalam bentuk murni maupun
dalam bentuk sediaannya ditetapkan dengan KCKT

2. Penetapan kadar obat / bahan obat dalam bentuk murni dilakukan dengan
metode lain seperti titrasi bebas air, nitrimetri, iodo-i/metri dan lain-lain,
sedangkan penetapan kadar sediaannya menggunakan KCKT.

3. Khusus untuk beberapa antibiotik dalam bentuk murninya dilakukan


penetapan potensinya, namun dalam bentuk sediaannya dilakukan
penetapan kadar dengan KCKT. Ada juga antibiotik baik bentuk murninya
maupun sediaannya ditetapkan kadarnya dengan KCKT

4. Beberapa senyawa sulfonamida dalam bentuk murninya ditetapkan


kadarnya dengan nitrimetri tetapi dalam bentuk sediaannya dengan KCKT.

68
VI. ANALISIS KUANTITATIF

6.1. Metode Persentase Tinggi / Luas Puncak

Metode ini disebut juga metode normalisasi internal. Untuk analisis kuantitatif
diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak sebanding (proporsional) dengan
kadar / konsentrasi zat yang menghasilkan puncak. Dalam metode yang.paling
sederhana diukur luas atau tinggi puncak, yang kemudian dinormalisasi (ini
berarti bahwa setiap lebar atau tinggi puncak diekspresikan sebagai suatu
persentase dari total). Hasil normalisasi dari luas atau tinggi puncak memberikan
komposisi dari campuran yang dianalisis, seperti contoh pada Tabel 6-1 berikut :

Tabel 6-1 : Normalisasi tinggi puncak

Puncak Tinggi puncak (mm) Normalisasi tinggi puncak (% w/w)


1 12 12/162 x 100 = 7,4
2 27 27/162 x 100 = 16,7
3 72 72/162 x 100 = 44,4
4 51 51/162 x 100 = 31,5
162 = 100,0
Ada dua masalah dengan pendekatan ini, yaitu :

69
1. Kita harus yakin bahwa kita telah menghitung semua komponen, yang
tiap-tiap komponen muncul sebagai suatu puncak yang terpisah pada
kromatogram. Komponen-komponen dapat berkoelusi, atau ditahan di
dalam kolom, atau r, erelusi tanpa terdeteksi.

2. Kita harus mengasumsi bahwa kita memperoleh respons detektor yang


sama untuk setiap komponen

Untuk mengatasi kesulitan ini, maka validasi detektor diperlukan.

6.2. Metode standar eksternal (External Standard Method)

Pada metode ini kita membuat suatu standar yang mengandung senyawa /
senyawa-senyawa yang akan ditetapkan kadarnya, idealnya jumlah standar sama
dengan jumlah bahan yang akan dianalisis, dan kita membandingkan
kromatogram standar dengan kromatogram cuplikan. Dari kromatogram standar
dapat dihitung suatu respons faktor untuk setiap puncak yang diinginkan, respons
faktor memberi informasi tentang konsentrasi komponen yang dihasilkan oleh
satuan respons detektor (unit detector respons) :

.........................................
(6-1)

Kemudian untuk kromatogram cuplikan kita dapat menghitung konsentrasi dari


setiap komponen yang diinginkan dengan cara mengalikan (multiplikasi) tinggi
atau lebar Puncak dengan respons faktor.

Bila bekerja dengan metode ini, respons detektor harus linier untuk setiap
senyawa pada rentang konsentrasi yang digunakan, dan juga kita harus
menginjeksikan (bila secara manual) jumlah yang sama untuk setiap komponen
pada kromatogfi, sehingga berhasilnya operasi dari metode ini tergantung pada
kemampuan menginjeksi cuplikan dengan presisi yang bagus.

Contoh : Penetapan kadar benzoat dalam sirup dengan KCKT

70
Gambar 6-1 : Penetapan kadar benzoat dalam sirup dengan KCKT

Kolom : Zorbax 5 μm C-18, 25 cm x 4,6 mm

Fase gerak : CH3CN/0,005 mol dm-3 pH 4,5 dapar asetat (15 : 85)

Kecepatan alir: 1 ml / menit; suhu 40°C

Detektor : UV absorpsi 254 nm

Gambar 6-1 menunjukkan beberapa hasil yang diperoleh pada penetapan kadar
benzoat yang ditambahkan sebagai suatu preservatif di dalam sirup. Kromatogram
b adalah standar natrium benzoat (konsentrasi 0,07308 g dm-3 di dalam fase
gerak), Kromatogram a adalah sirup (konsentrasi 90,6726 g dm-3 dalam fase
gerak). Kedua kromatogram direkam dengan sensitivitas detektor yang sama.
Lebar puncak diukur menggunakan suatu integrator, yang mencetak (memprint)
angka proporsional antara konsentrasi dengan lebar puncak. Waktu retensi
benzoat pada sirup sama dengan waktu retensi benzoat standar. Lebar puncak
benzoat yang diperoleh untuk :

standar 103 741 Cuplikan sirup 72 859

Menghitung persentase (dalam berat) untuk benzoat preservatif di dalam sirup


adalah

71
= 7,044 x 10-4

Maka Konsentrasi Benzoat dalam sirup = 72 859 x 7,044 x 10-4 = 5l,32 ppm

Sebelum dianalisis sirup telah diencerkan dengan fase gerak sampai 1000 ml,
maka konsentrasi benzoat sebenarnya adalah :.

6.3. Metode standar internal (Internal Standard Method)

Dalam metode ini kita menambahkan ke dalam cuplikan sejumlah tertentu


(jumlah yang diketahui) zat standar. Kromatogram yang diperoleh dibandingkan
dengan kromatogram cuplikan atau campuran senyawa dalam cuplikan. Metode
ini mempunyai keuntungan dibanding dengan metode baku luar karena, ia
mengkompensasi variasi volume injeksi dan juga untuk perubahan yang kecil dari
sensitivitas detektor atau peruhahan kromatografi yang bisa terjadi. Karena kita
tidak perlu menginjeksi dalam jumlah yang sama setiap waktu, maka metode ini
biasanya mempunyai presisi yang lebih baik dari pada menggunakan baku luar.
Berdasarkan kromatogram standar dapat dihitung respons faktor relatif sebagai
berikut

………………………………………………… (6-2)

r = respons faktor relatif

C = Konsentrasi komponen cuplikan

A = Lebar atau tinggi puncak komponen cuplikan

Cs = Konsentrasi baku dalam

72
As = Lebar atau tinggi puncak baku dalam

Di dalam campuran cuplikan digunakan rumus berikut :

………………………………………….. (6-3)

Cu = Konsentrasi komponen cuplikan

Au = Lebar atau tinggi puncak cuplikan

=
Konsentrasi baku dalam

= Lebar atau tinggi puncak baku dalam

Pendekatan lain adalah mengkoreksi setiap lebar puncak pada campuran yang
diketahui, dengan mengalikannya dengan respons faktor relatif. Hal ini
menghasilkan lebar puncak yang diperoleh dengan respons detektor yang sama
untuk setiap komponen. Komposisi dari campuran kemudian diperoleh dengan
normalisasi lebar puncak yang telah dikoreksi. Untuk bekerja dengan metode ini
sekali lagi kita harus yakin bahwa kita telah melihat semua komponen di dalam
campuran sebagai puncak-puncak yang terpisah pada kromatogram.

Sebagai contoh dari metode ini ialah penetapan kadar aspirin (asam asetil salisilat)
dan kafein menggunakan standar internal fenasetin. Tablet-tablet analgesik
biasanya mengandung aspirin dan kafein dan pada kesempatan ini dilakukan
analisis kuantitatif tablet yang diperoleh dari perdagangan.

Untuk memisahkan ketiga senyawa di atas, digunakan suatu metode yang diambil
dari literatur (G.B. Cox et. al., Journal of Chromatography 1976, 117, 269-278).
Tablet analgetik yang dibeli di apotik pada etiketnya tertera setiap tablet
mengandung 325 mg aspirin dan 50 mg kafein.

Prosedur kerja : ambil dua tablet tambahkan 0,0773 g fenasetin kocok dengan 10
ml etanol selama 10 menit, tambahkan 10 ml ammonium format 0,5 mol dm-3 dan
campuran ini diencerkan dengan fase gerak sampai 100 ml. Tablet mengandung

73
bahan-bahan pembawa, maka larutan ini harus disaring sebelum dikromatografi.
Dengan kondisi percobaan yang digunakan, ketiga senyawa tersebut dapat
dipisahkan dalam waktu sekitar 3 menit (lihat Gambar 6-2).

Untuk menghitung respons faktor relatif dilakukan penimbangan standar dari


senyawa-senyawa di atas dan diencerkan sehingga konsentrasinya mendekati
konsentrasi cuplikan dan diinjeksikan ke sistem kromatografi sebanyak tiga kali,
diperoleh data-data sebagaimana tercantum pada Tabel 6-2 berikut :

Tabel 6-2 : Data campuran standar aspirin, fenasetin dan kafein


Nomor Aspirin Fenasetin Kafein
injeksi
Berat dalam campuran (g) 0,6015 0,0765 0,0924
1. Lebar puncak 144090 159516 43057
R ? 1 ?
2. Lebar puncak 143200 163164 43099
R ? 1 ?
3. Lebar puncak 121297 139796 36564
R ? 1 ?

Dengan menggunakan persamaan 6-2 maka akan diperoleh harga respons faktor
relatif, r, sebagaimana disajikan pada Tabel 6-3

74
Gambar 6-2 : Pemisahan aspirin, fenasetin dan kafein dengan kckt

Kolom : 5 μm silika SCX; 12,5 cm x 4,6 mm.


Fase gerak : 0,05 mol dm-3 HCOONH4 + 10 % C2H5OH; pH 4,8
Kecepatan alir : 2 cm3 min-1,
Delektor : UV absorpsi, 244 nm
Puncak : 1 = aspirin, 2 = fenasetin, 3 = kafein
Tabel 6-3 : Data Hasil Perhitungan respons faktor relatif aspirin dan kafein
Nomor Aspirin Fenasetin Kafein
injeksi
Berat dalam campuran (g) 0,6015 0,0765 0,0924
1. Lebar puncak 144090 159516 43057
r 8,704 1 4,475
2. Lebar puncak 143200 163164 43099
r 8,959 1 4,573
3. Lebar puncak 121297 139796 36564
r 9,062 1 4,618
Harga rata-rata, r 8,908 1 4,555
Untuk menghitung kadar aspirin dan kafein dalam tablet, setelah dilakukan
prosedur kerja, maka diinjeksikan ke sistem kromatografi sebanyak dua kali dan
diperoleh data yang disajikan pada Tabel 6-4

Tabel 6-4 : Data cuplikan aspirin dan kafein dengan standar internal fenasetin
Lebar puncak
Nomor injeksi aspirin Fenasetin Kafein
1 157595 170804 50693
2 153541 164174 48478
Hitung respons faktor relatif, kadar aspirin dan kafein dalam tablet. Persyaratan

75
farmakope untuk aspirin tidak boleh kurang dari 95,0 % dan tidak boleh lebih dari
105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket. Persyaratan untuk kafein tidak
boleh kurang dari 90,0 % dan tidak boleh lebih dari 110,0 % dari jumlah yang
tertera pada etiket. Apakah tablet tersebut memenuhi persyaratan ?

Dengan menggunakan persamaan 3 maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Untuk injeksi 1 : .

Kadar aspirin

= 0,6353 g dalam 2
tablet

= 0,31765 g dalam 1 tablet

Kadar Kafein

= 0,1045 g dalam 2
tablet

= 0,0522 g dalam 1 tablet

Untuk injeksi 2 :
Kadar aspirin

= 0,6440 g dalam 2
tablet

= 0,322 g dalam 1 tablet

Kadar Kafein

76
= 0,1040 g dalam 2 tablet

= 0,0520 g dalam 1 tablet

Kadar rata-rata Aspirin =

Persentase Aspirin = 319,8 / 325 x 100 % = 98,4 %

Kadar rata-rata kafein =

Persentase kafein = 52,1 / 50 x 100 % = 104,2 %

Tabel 6-5 : Perbandingan persyaratan farmakope dengan hasil analisis


Persyaratan farmakope (%) Hasil analisis kckt (%)
Aspirin 95,0 s/d 105,0 98,4
Kafein 90,0 s/d 110,0 104,2
Berarti kadar aspirin dan kefein memenuhi persyaratan farmakope

6.4. Penetapan kadar dengan standar eksternal dan kurva kalibrasi

Contoh : Penetapan kadar ampisilin dalam kaplet

Untuk membuat kurva kalibrasi dibuat satu seri larutan standar ampisilin dengan

konsentrasi 200 – 700 µg/ml dan diinjeksikan masing-masing konsentrasi 6 kali

ke sistem KCKT, diperoleh data seperti pada Tabel 6-6. kemudian dengan

memplot konsentrasi versus luas puncak, maka diperoleh kurva kalibrasi (lihat

Gambar 6-3)

Tabel 6-6 : Data hasil penyuntikan larutan Ampisillin BPFI


No. C Luas Puncak Rata-rata
µg/ml I II III IV V VI
1. 200 45571 44502 45652 45387 46323 47802 45872,83
2. 300 74902 73096 73751 73734 70399 69817 72616,50
3. 400 94027 96401 93557 91148 101793 98289 95869,17
4. 500 114374 112952 118453 115465 116493 115471 115534,67

77
5. 600 153557 151773 147918 138062 135445 151494 146374,83
6. 700 164546 170610 175855 172666 174585 177392 172609,00

Gambar 6-3 : Kurva kalibrasi ampisilin (konsentrasi Vs luas puncak)

Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi larutan ampisilin BPFI

Tabel 6-7 : Cara menghitung persamaan regresi


No. X Y XY X2 Y2
(µg/ml)
1 200 45872,83 9174566 40000 2104316532
2. 300 72616,50 21784950 90000 5273156072
3. 400 95869,17 38347668 160000 9190897756
4. 500 115534,67 57767335 250000 1,3348x1010
5. 600 146374,83 87824898 360000 2,1425x1010
6. 700 172609,00 120826300 490000 2,9794x1010
2
n= ΣX=2700 ΣY=648877 ΣXY=335725717 ΣX =1390000 ΣY2=8,11x1010
6
2
= 450 =1,35x1010
2
=108146,17 =55954286,17 =231666,67

Y = a + bX

78
a=

= - 4305,15

b=

= 249,89

Y = a + bX

Sehingga diperoleh persamaan regresi Y = - 4305,15 + 249,89 X

Untuk mencari hubungan kadar (X) dengan luas puncak (Y), digunakan pengujian

koefisien korelasi (r).

r=

79
=

r = 0,9984

Tabel 6-8 : Analisa data secara statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari
larutan ampisilin baku (Phapros) pada uji perolehan kembali
secara KCKT.
No. Kadar (%) Luas Puncak
X Y ( ) ( )2
1. 102,01 124598 -0,05 0,0025
2. 100,92 123226 -1,14 1,2996
3. 100,81 123076 -1,25 1,5625
4. 105,16 128579 3,1 9,61
5. 102,36 125045 0,3 0,09
6. 101,08 123416 -0,98 0,9604
ΣX= 612,34
Σ(X - )2=13,525
= 102,06

Dasar penolakan data adalah ( ) • 2,58 SD

SD = = = 1,6447

Sehingga kadar sebenarnya dengan α = 0,01; n = 6 dan dk = 5 terletak antara :

μ= ± t(1-1/2 α),dk x

= 102,06 ± 4,03 x

= 102,06 ± 2,70

99,36% ≤ μ ≤ 104,76%

80
Dengan cara yang sama seperti di atas dapat dihitung kadar ampisilin dalam

kaplet-kaplet yang diteliti.

Tabel 6-9 : Uji validasi ampisilin pada uji perolehan kembali


No. U X Parameter
Mcg % mcg % Xi (%) SD KR(%) KV(%)
1. 515,84 102,01
2. 510,35 100,92
3. 500 100 509,74 100,81 102,06 1,6447 2,06 1,61
4. 531,77 105,16
5. 517,62 102,36
6. 511,10 101,08

Ketelitian (KR) = x 100% = x 100% = 2,06%

Ketepatan (KV) = x 100% = x 100% = 1,61%

Keterangan :

U = Kadar teoritis

X = Kadar yang diperoleh dari hasil percobaan

Xi = Kadar rata-rata yang diperoleh dari hasil percobaan

SD = Standar Deviasi

KR = Kesalahan Relatif

81
KV = Koefisien Variasi

Hasil penentuan linieritas kurva kalibrasi dari ampisilin BPFI dengan rentang
konsentrasi 200 sampai 700 µg/ml yang diukur pada panjang gelombang 254 nm
dengan laju aliran 2,5 ml/menit, didapat hubungan yang linier antara konsentrasi
versus luas puncak dengan koefisien korelasi (r) = 0,9984 dengan persamaan
regresi Y = 249,89 X - 4305,15.

Dari hasil uji perolehan kembali dari ampisilin baku (Phapros), secara statistik

diperoleh kadar ampisilin sebenarnya 99,36% ≤ μ ≤ 104,76% dengan kesalahan

relatif (KR) = 2,06% dan koefisien korelasi (KV) = 1,61%. Sedangkan dalam

sertifikat analisisnya dituliskan bahwa kadar dari ampisilin tersebut adalah

98,88%. Dari parameter kesalahan relatif dan koefisien variasi di atas

membuktikan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat

diterima untuk penetapan kadar ampisilin dalam sediaan kaplet secara

KCKT.

Hasil pengolahan data dari penyuntikan kaplet ampisillin yang ditetapkan

kadarnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6-10: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan ampisilin standar


(Phapros) pada uji perolehan kembali
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 124598 102,01
2. 123226 100,92
3. 123076 100,81
4. 128579 105,16
5. 125045 102,36
6. 123416 101,08

Tabel 6-11: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan kaplet Ampicillin (Kimia
Farma)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 120467 100,51
2. 119620 99,83

82
3. 115497 96,51
4. 121090 101,01
5. 119996 100,13
6. 115416 96,44

Tabel 6-12: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan kaplet Ampicillin


(Indofarma)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 125035 104,19
2. 124217 103,53
3. 120588 100,61
4. 123418 102,89
5. 120029 100,16
6. 123123 102,65

Tabel 6-13: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan kaplet Ampicillin


(Phapros)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 110011 92,09
2. 109978 92,06
3. 113357 94,78
4. 116137 97,02
5. 114473 95,68
6. 112477 94,07

Tabel 6-14 : Hasil pengolahan data penyuntikan larutan Kaplet Binotal (Bayer)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 113293 94,73
2. 113222 94,67
3. 114730 95,89
4. 116902 97,64
5. 117296 97,96
6. 113122 94,59

Tabel 6-15: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan kaplet Kalpicillin (Kalbe
Farma)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 116645 97,43

83
2. 111137 92,99
3. 112637 94,20
4. 112359 93,98
5. 115882 96,82
6. 110728 92,66

Tabel 6-16: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan kaplet Parpicillin (Prafa)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 118154 98,65
2. 118448 98,88
3. 117177 97,86
4. 122088 101,82
5. 119227 99,51
6. 119689 99,88

Tabel 6-17: Hasil pengolahan data penyuntikan larutan kaplet Cetacillin (Soho)
No. Luas Puncak Kadar (%)
1. 115046 96,14
2. 115118 96,20
3. 117997 98,52
4. 116087 96,98
5. 116163 97,04
6. 116937 97,67

Dari hasil percobaan yang dilakukan pada sediaan kaplet dengan nama dagang

dan nama generik secara statistik diperoleh kadar ampisilin sebenarnya seperti

data di bawah ini.

Tabel 6-18: Data kadar ampisilin dalam sediaan kaplet dengan nama dagang dan
nama generik yang dianalisis secara KCKT
No. Nama sediaan kaplet ampisillin Kadar ampisillin
1. Ampicillin (PT. Kimia Farma) 95,70% ≤ µ ≤ 102,44%
2. Ampicillin (PT. Indofarma) 99,69% ≤ µ ≤ 104,99%
3. Ampicillin (PT. Phapros) 91,03% ≤ µ ≤ 97,53%
4. Binotal (PT. Bayer) 93,38% ≤ µ ≤ 98,44%
5. Kalpicillin (PT. Kalbe Farma) 91,41% ≤ µ ≤ 97,95%
6. Parpicillin (PT. Prafa) 97,19% ≤ µ ≤ 101,67%
7. Cetacillin (PT. Soho) 95,60% ≤ µ ≤ 98,58%

84
Ketujuh sediaan kaplet dengan nama dagang dan generik yang ditentukan

kadarnya keseluruhannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung ampisilin tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 120% dari jumlah yang tertera pada etiket.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim (1998), Analytical Chemistry : the authentic text to the FECS curriculum
analytical chemistry. Ed. By Kellner, R.; Mermet, J. M.; Otto, M.; Widmer, H.
M. Weinheim – Berlin - New York – Chichester – Brisbane – Singapore -
Toronto, Wiley-VCH. pp. 159-208
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, Departemen Kesehatan R. I., Jakarta.
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, Departemen Kesehatan R. I., Jakarta.hal 21-837

85
De Lux Putra, E. (1988). Penetapan Komponen Multivitamin Dengan Kromatografi
Cair Tekanan Tinggi (KCTT), Tesis S-2, Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas
Pasca Sarjana-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal.34-69
De Lux Putra, E. (1994). Beiträge Zur Stabilitätsanalytik Am Beispiel Von Vitamin
A-Zubereitungen. Dissertation fűr Doktor der Naturswissenschaften zu
erreichen an der Universität Wűrzburg Germany. pp 29-92
De Lux Putra, E. (2002). Penetapan Kadar Ampisilin Dalam Tablet Dengan Nama
Generik Dan Dagang Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT),
MAJALAH FARMASI INDONESIA, Vol.13. No. 4. Th. 2002, Fakultas
Farmasi - Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal. 223-232
Ewing, G. W. (1985). Instrumental Methods of Chemical Analysis, Fifth Edition,
McGraw-Hill Book Company, New York-St. Louis-San
Francisco-Auckland-Bogota-Hamburg-Johannesburg-London-Madrid-Mexico-M
ontreal-New Delhi-Panama-Paris-Sao Paolo-Singapore-Sydney-Tokyo-Toronto,
pp 340-347, 375-394
Johnson, E. L. and Stevenson, R. (]978), Basic Liquid Chromatography, Varian,
California. pp 1-319
Lindsay, S. (]992),High Performance Liquid Chromatography, Second Edition, John
Wiley & Sons, Chichester, New York, Brishane, Toronto, Singapore.pp. 1-307
Pietrzyk, D. J. And Frank, C. W.,.(1979). Analytical Chemistry, Second Edition,
Academic Press, New York – San Francisco – London, pp 476-516
Roth, H. J. and Blaschke, G. (1989). Pharmazeutische Analytik, 3. überarbeitete
Auflage, Georg Thieme Verlag Stuttgart . New York, pp 351-353
Rücker, G., Neugebauer, M., Willems, G. G., (1988). Instrumentelle pharmazeutische
Analytik : Lehrbuch zu spektroskop., chromatograph. U. Elektrochem.
Analysenmethoden. Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft mbH Stuttgart, Hal :
270-285
Snyder, L. R. and Kirkland, J. J. (1979), Introduction to Modern Liquid
Chromatography, second edition, John Wiley & Sons, Inc., New York,
Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. pp 1-268
Walton, Harold F. and Reyes, Jorge (1973), Modern Chemical Analysis And
Instrumentation, MARCEL DEKKER, INC. New York. pp 240-259
Willard, Hobart H., Merritt, Jr. Lynne. L., Dean, John A., Settle, Jr. Frank A., (1988).
Instrumental Methods of Analysis, Seventh Edition, Wadsworth Publishing
Company, Belmont-California A Division of Wadsworth, Inc. pp 513-539,
580-613

DASAR-DASAR
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

86
DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG FARMASI

Oleh

Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt

FARMASI FAKULTAS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

87

Anda mungkin juga menyukai