DI
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : RISMAWATI
NIM : 01902008
JURUSAN : D3 KEBIDANAN
SEMESTER : 3 (TIGA) GANJIL
DOSEN PEMBIMBING
Hj. ROHANA RAHMAN, SKM, M.Kes
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti natikan syafaatnya
di akhirat nanti.
BAB 1
PENDAHULUAN
13% dari keseluruhan ibu hamil. Sementara itu di dua rumah sakit
2008).
paritas, umur ibu hamil kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun,
data The New England Journal of Medicine pada kehamilan pertama risiko
Angka kejadian
namun pada paritas tinggi akan terjadi lagi peningkatan angka kejadian
paritas 0 sebanyak (5,8%) dan pada kelompok paritas lebih dari atau sama
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritik
2. Manfaat praktis
dini preeklampsia.
PEMBAHASAN
Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema atau kedua-duanya
yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang. Biasanya keadaan ini
timbul setelah umur 20 minggu kehamilan tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada
penyakit trofoblastik. Preeklampsia merupakan gangguan yang terutama terjadi pada
primigravida.1Preeklampsia merupakan suatu kehamilan yang ditandai dengan sindrom multisistem
yaitu penurunan perfusi organ sekunder hingga vasospasme dan aktivasi kaskade koagulasi. Kondisi ini
menjadi komplikasi pada sekitar 3-6% kehamilan dengan insiden 1,5-2 kali lebih besar pada
primigravida.2
Preeklampsia adalah suatu penyakit yang muncul pada awal kehamilan dan berkembang secara
perlahan dan hanya akan menunjukkan gejala jika kondisi semakin memburuk.3
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada ibu hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak
spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria ditetapkan apabila dalam
urine terdapat protein ≥ 300 mg/ml dalam urine tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl urin acak tengah yang
tidak menunjukan tanda-tanda infeksi saluran kemih.4, 5
Preeklampsia atau preeclamptic toxaemia adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu yang
ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang baru muncul saat trimester II kehamilan dan biasanya
pulih pada masa postnatal.6
Patofisiologi Preeklampsia
Preeklampsia seringkali bersifat asimtomatik, sehingga sekalipun sudah muncul sejak trimester pertama,
tanda dan gejala belum ditemukan. Namun demikian plasentasi yang buruk telah terjadi yang dapat
menyebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi pada janin, yang menyebabkan gangguan pertumbuhan
janin intra uterin atau yang lebih dikenal dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT).7
Awal mula terjadi preeklampsi sebenarnya sejak masa awal terbentuknya plasenta dimana terjadi invasi
trofoblastik yang abnormal seperti dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Invasi Trofoblas pada Preeklampsia
Pada kondisi normal, terjadi remodeling anteriol spiralis uterin pada saat diinvasi oleh trofoblast
endovaskuler. Sel-sel tersebut menggantikan endotel pembeluh darah dan garis otot sehingga diameter
pembuluh darah membesar. Vena diinvasi secara superfisial. Pada kasus preeclampsia, terjadi invasi
trofoblast yang tidak lengkap. Invasi terjadi secara dangkal terbatas pada pembuluh darah desidua
tetapi tidak mencapai pembuluh darah myometrium. Pada kehamilan normal tanpa preeklampsia, invasi
trofoblast terjadi secara lengkap mencapai myometrium. 8
Pada Preeklampsia, arteroil pada myometrium hanya memiliki diameter berukuran setengah lebih kecil
dari plasenta yang normal. Selain itu pada awal preeklampsia terjadi kerusakan endotel, insudasi dari
plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel miointimal dan nekrosi medial. Lipid dapat terkumpul
pada sel miointimal dan di dalam kantong makrofag. Akibat dari gangguan pembuluh darah tersebut,
terjadi peningkatan tekanan darah serta kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi ke plasenta. Kondisi
tertentu membuat plasenta mengeluarkan faktor-faktor tertentu yang dapat memicu inflamasi secara
sistemik.
Adapun kondisi yang terjadi pada preeclampsia antara lain vasospasme, aktivasi sel endoteliel,
peningkatan respon presor dan juga aktivasi endoteliel dan protein angiogenik serta antiangiogenik.
Proses inflamasi yang terjadi secara sistemik memicu terjadinya vasospasme. Kontriksi pembuluh darah
menyebabkan peningkatan resistensi sehingga tekanan darah meningkat. Kerusakan pada sel endotel
pembuluh darah juga menyebabkan kebocoran interstitial sehingga platelet fibrinogen terdeposit pada
subendotel. Pada kondisi tersebut, ibu dengan preeklampsia akan mengalami gangguan distribusi darah,
iskemia pada jaringan di sekelilingnya sehingga mengakibatkan kematian sel, perdarahan dan gangguan
organ lainnya.7
Sel endotel pada ibu dengan preeklampsia tidak memiliki kemampuan yang baik dalam melepaskan
suatu senyawa pemicu vaso dilatasi, yaitu nitrit oksida. Selain itu endotel tersebut juga menghasilkan
senyawa pencetus koagulasi serta mengalami peningkatan sensitifitas terhadap vasopressor. Pada
preeklampsia, produksi prosasiklin endothelial (PGI2) berkurang disertai peningkatan produksi
tromboksan oleh platelet. Dengan begitu, rasio perbandingan dari prostasiklin : tromboksan berkurang.
Hasil akhir dari semua kejadian tersebut adalah pembuluh darah menyempit, tekanan darah meningkat,
cairan keluar dari ruang pembuluh darah. Jadi meskipun pasien mengalami edema atau bengkak oleh
cairan, sebenarnya dia mengalami kondisi kekurangan cairan di pembuluh darahnya.
Senyawa lain yang meningkat pada preeklampsia adalah endotelin. Endotelin merupakan suatu asam
amino yang bersifat vasokonstriktor poten yang memang dihasilkan oleh endotel manusia. Peningkatan
poten ini terjadi karena proses aktivasi endotel secara sistemik, bukan dihasilkan dari plasenta yang
bermasalah. Pemberian magnesium sulfat pada ibu dengan preeklampsia diteliti mampu menurunkan
kadar endotelin – 1 tersebut.9
Pada penyempurnaan plasenta, terdapat pengaturan tertentu pada protein angiogenik dan
antiangiogenik. Proses pembentukan darah plasenta itu sendiri mulai ada sejak hari ke-21 sejak
konsepsi. Adanya ketidakseimbangan angiogenik pada preeklampsia terjadi karena produksi faktor
antiangiogenik yang berlebihan. Hal ini memperburuk kondisi hipoksia pada permukaan uteroplasenta.
• Sistem Kardiovaskuler
Ventrikel kiri jantung dapat membesar karena adanya peningkatan afterload karena adanya hipertensi,
aktivasi endothelial dengan ekstravasasi cairan intravaskuler terutama paru. Pada kehamilan normal
volume darah mencapai 5000 ml, sedangkan pada wanita yang tidak hamil volume darah 3500 ml. Jadi
terdapat peningkatan 1500 ml. Jika terjadi eklampsia, tambahan volume darah 1500 ml tersebut tidak
terjadi atau terjadi hemokonsentrasi.
Ibu dengan eklampsia memiliki sensitivitas yang rendah terhadap terapi cairan yang agresif sebagai
upaya meningkatkan volume darah sesuai dengan volume darah kehamilan normal. Ibu dengan
preeklampsia akan sensitif terhadap kehilangan darah dibanding ibu hamil normal.
• Trombositopenia
Trombositopenia merupakan temuan yang umum dijumpai pada preeklampsia. Perubahan lain dapat
berupa penurunan faktor-faktor pembekuan dari plasma, serta perubahan bentuk eritrosit dan
trombosit. Hemolisis dapat dipastikan dengan adanya peningkatan kadar laktat dehydrogenase.
Hemolisis, peningkatan enzim hati serum dan penurunan platelet menjadi manifestasi dari sindrom
HELLP.
• Perubahan hati.
Perdarahan yang tidak teratur, terjadi nekrosis dan thrombosis pada lobus hati. Gejala-gejala seperti
sakit kepala, skotomata, kejang, kebutaan hingga edema serebri menjadi efek berbahaya yang mungkin
terjadi.
• Retina
Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus, ablasio retina (lepasnya retina), menyebabkan
penglihatan kabur. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan
tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau di dalam retina.
• Otak
Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan otak, perdarahan dan nekrosis,
menimbulkan nyeri kepala yang berat.
• Paru-paru
Berbagai tingkat edema, bronkopneumonia sampai abses, menimbulkan sesak nafas sampai sianosis.
• Jantung
Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kematian janin. Spasme yang
berlangsung lama, mengganggu pertumbuhan janin.
• Perubahan ginjal.
Terjadi pembesaran glomerulus hingga 20% yang bersifat kurang perdarahan, serta lengkung kapiler
yang berdilatasi dan berkontraksi. Endotel membengkak (glomerular capillary endotheliossi). Endotel
yang membengkak ini seringkali menyebabkan sumbatan pada lumen kapiler. Terdapat deposit protein
dan material seperti fibrin pada subendotel. Biasanya penurunan tidak lebih rendah dari wanita yang
tidak hamil.
Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun sehingga filtrasi glomerolus berkurang,
penyerapan air dan garam tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam, edema pada tungkai dan tangan,
paru dan organ lain.
Permeabilitasnya terhadap protein makin tinggi sehingga terjadi vasasi protein ke jaringan; protein
ekstravaskular menarik air dan garam menimbulkan edema; hemokonsentrasi darah yang menyebabkan
gangguan fungsi metabolisme tubuh dan trombosis.
Klasifikasi Preeklampsia
Preeklampsia dapat digolongkan menjadi preeklampsia ringan dan berat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada table 2.1 berikut.10
• Pengkajian yang komprephensif pada saat pemeriksaan kehamilan, dan jika ditemukan tanda-
tanda preeklampsi ringan maka kunjungan ANC perlu di lakukan lebih sering dengan panduan
dari NICE dianjurkan mengkaji tekanan darah dan dipstik urine pada usia kehamilan
16,28,34,36,38 dan 41 minggu pada secundipara dan seterusnya, sedangkan kunjungan
tambahan diperlukan pada nulipara di usia kehamilan 25 dan 31.
• Pemeriksaan ultrasonografi dengan doppler pada arteri uterine untuk menemukan adanya
notch pada usia kehamilan 20-24 minggu, juga kecepatan aliran darah serta untuk pemeriksaan
adanya oligohidramnion dan pertumbuhan janin apakah terdapat PJT/IUGR. Gambaran notch
dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
• Pemeriksaan NST
• Gerakan Janin setiap hari tidak boleh kurang dari 15 kali/hari diluar waktu tidur ibu
Upaya Preventif Terhadap Preeklampsia Berat – Eklampsia Setelah Deteksi dan Diagnosi Dini
Tindakan yang dapat diberikan setelah ditemukan adanya predictor preeclampsia seperti Tekadan
darah meningkat, BB meningkat 1 kilo gram dalam seminggu atau lebih, agregasi platelet, notch
dan lain sebagainya dapat diberikan intervensi untuk mencegah terjadinya eklmapsia maupun
mengurangi kejadian mortalitas janin. Dibawah ini akan dijelaskan intervensi tersebut dari berbagai
sumber antara lain:9, 13, 14
3. Pemberian magnesium lebih banyak dilaporkan diberikan pada ibu dengan PEB. Dilaporkan
magnesium dapat menurunkan risiko eklampsi sebesar 50%. Rekomendasi WHO dalam
pemberian magnesium adalah diberikan pada PEB untuk mencegah eklampsi dan pada pasien
eklampsi untuk mencegah kejang.
4. Pemberian kalsium diberikan pada ibu dengan defisiensi kalsium (Prancis). Rekomendasi
WHO, kalsium perlu diberikan pada ibu dengan asupan kalsium yang rendah. Dosis yang
dianjurkan 1,5 – 2 elemen kalsium/hari.
5. Pemberian asam folat dapat menurunkan risiko preeklampsi. Studi di Kanada melaporkan
bahwa ibu hamil yang diberikan asam folat sebelum hamil atau sejak trimester I kehamilan
dan terus mengkonsumsinya hingga trimester III dapat menurunkan kejadian preeklampsia
sebesar 65%. Dosis yang dianjurkan adalah dua kali dosis untuk mencegah neural tube defect
yaitu 1 mg.
6. Pemberian Isosorbid Dinitrat (ISDN) secara transdermal pada ibu dengan PE dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki sirkulasi darah uteroplasenta.
Penanganan Preeklampsia
Penanganan preeklampsia dibedakan menurut masa kehamilan, persalinan dan nifas dapat dilihat
berikut ini: 6
Observasi secara cermat merupakan komponen utama dalam asuhan antepartum maupun intrapartum.
• Ibu yang diidentifikasi sebagai resiko tinggi yakni termasuk dalam kelompok faktor resiko
preeklampsia harus dirujuk untuk penatalaksanaan tenaga ahli (USG, pemeriksaan elektrolit, PET
Skrining, dan sebagainya).
• Skrining doppler pada arteri uterina pada usia 20-24 tahun untuk mengetahui adanya “notch” pada
ibu yang berisiko tinggi diperlukan untuk penatalaksanaan sedini mungkin.
• Menurut NICE, jika terdapat resiko rendah pada preeklampsia dianjurkan mengkaji tekanan darah
dan dipstik urine pada usia kehamilan 16,28,34,36,38 dan 41 minggu pada sekundipara dan
seterusnya, sedangkan kunjungan tambahan diperlukan pada nulipara di usia kehamilan 25 dan 31.
• Pengukuran tekanan darah : ketika mengukur tekanan darah selama kehamilan, suara Korotkof 1
harus digunakan – suara pertama kali muncul (untuk tekanan darah sistolik) dan suara Korotkof 5 –
suara menghilang (untuk tekanan darah diastolik). Pengukuran tekanan darah yang akurat penting
untuk penegakan diagnosis secara tepat. Terdapat banyak alat otomatis untuk mengukur tekanan
darah, namun sebagian besar alat tersebut tidak akurat dalam kehamilan.
• Pemeriksaan proteinuria: dipstick urine tetap menjadi metode pilihan untuk pengkajian proteinuria.
Uji ini juga rentan terhadap kesalahan pengobservasi dan penggunaan alat baca uji dipstick otomatis
telah terbukti meningkatan ketepatan.
• Keseimbangan cairan : keseimbangan cairan perlu diperhatikan dan dipantau secara ketat dengan
menggunakan pemantauan tekanan vena sentral secara invasive
• Profilaksis eklampsia : pemberian magnesium sulfat
• Obat penurun tekanan darah dianjurkan terus dikonsumsi hingga hipertensi teratasi
Penanganan preeklampsia dibedakan menurut klasifikasi Pe Ringan dan PE Berat antara lain: 11
Jika belum ada perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
• Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), refleks dan kondisi janin
• Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan eklampsia
1. Diet biasa
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari
4.Tidak perlu diuretik. Kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal
akut.
5. Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:
• Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin, serta
gejala dan tanda-tanda pre-eklampsia berat.
• Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
• Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin atau kateter foley atau lakukan
seksio sesarea
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung
dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Semua kasus preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Penanganan konservatif tidak dianjurkan
karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sahih.
Penanganan kejang
• Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker dan balon, oksigen)
• Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
Penanganan umum
• Jika tekanan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi, sampai tekanan diastolic
diantara 90-100 mmHg
• Pasang infus dengan jarum besar (16 gauge atau lebih besar)
• Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria jika jumlah urin kurang dari 30 ml
perjam
• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian
ibu dan janin
• Observasi tanda-tanda vital, reflex dan denyut jantung janin setiap jam
• Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretic misalnya furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada
edema paru
• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana (bedside clotting test). Jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Persalinan
• Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada eklampsia dalam 12 jam
sejak gejala eklampsia timbul.
• Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi alam 12 jam (pada eklampsia), lakukan
seksio sesarea.
2. Anastesi yang aman/ terpilih adalah anastesi umum. Jangan lakukan anastesi lokal, sedang
anastesi spinal berhubungan dengan risiko hipotensi.
• Jika anastesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, atau terlalu kecil, lakukan persalinan
pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose/ RL 10
tetes/menit atau dengan prostaglandin.
Perawatan postpartum
• Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmHg dan pantau urine.
Dosis pemeliharaan
Siapkan antidotum :
2. Beri kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
Dosis awal
2. Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam.
• Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per – rektal, dengan dosis awal 20 mg
dalam samprit 10 ml
Determinan Preeklampsia
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator
prostasiklin oleh sel-sel endothelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata
dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral terhadap
ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan. Hal ini mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta
sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volume plasma.
2. Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi
kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.14
Beberapa studi melaporkan bahwa kemungkinan mal-adaptasi imunologis sebagai patofisiologi dari
preeclampsia. Pada ibu dengan preeklampsia terjadi penurunan T-helper dibandingkan dengan ibu hamil
normotensi yang dimulai sejak awal trimester dua. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada
50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol hanya terdapat 15%.17
Radikal bebas yang dilepas oleh sel desidua akan menyebabkan kerusakan sel endotel. Radikal bebas-
oksigen dapat menyebabkan pembentukan lipid peroksida yang akan membuat radikal bebas lebih
toksis dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan ganggguan produksi nitrit oksida oleh
endotel vaskuler yang akan mempengaruhi keseimbangan prostasikin dan tromboksan dimana terjadi
peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari endotel vaskuler.7
3. Genetik
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita preeklampsia adalah peningkatan
Human leukocyte antigen (HLA). Menurut beberapa peneliti, wanita hamil yang mempunyai HLA dengan
haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklampsia dan pertumbuhan
janin terhambat.
Penelitian lain melaporkan bahwa prevalensi preeklampsia meningkat pada anak perempuan yang lahir
dari ibu yang menderita preeklampsia, mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus terhadap
kejadian preeklampsia. Walaupun faktor genetik nampaknya berperan tetapi manifestasi pada penyakit
ini secara jelas belum dapat dijelaskan.7
4. Iskemik Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan myometrium dalam 2 tahap.
Pertama sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel,
merusak jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti arteri
dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir semester pertama dan pada masa ini proses
tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction.17
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dair sel trofoblas yang mana sel-sel
trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga ke dalam myometrium. Selanjutnya
terjadi proses seperti tahap pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis
serta perubahan material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang
berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara
pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan, dapat
dilihat pada gambar 3 berikut ini.17
5. Disfungsi Endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya preeklampsia. Kerusakan
endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan
aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
6. Usia Ibu
Semakin tua usia ibu, semakin berisiko terjadinya preeklampsia. Usia ibu memiliki risiko 1,40 (IK 95%;
1,31-1,51) terjadi preeklampsia, sementara usia ibu ≥ 35 tahun berisiko 1,95 (IK 95%; 1,80-2,12) terjadi
preeklampsia. Studi lain menginformasikan bahwa usia ibu yang lebih tua yaitu 40 tahun lebih besar
resikonya mengalami preeclampsia atau meningkat 2 kali lipat. Sementara itu studi di Amerika
melaporkan bahwa pada kelompok ibu hamil yang lebih tua lebih banyak mengalami preeklampsia
dibandingkan dengan kelompok ibu yang berusia lebih muda. Namun hal tersebut dipengaruhi oleh
perilaku ibu hamil pada kelompok yang lebih muda sebagai perokok. Pada kelompok tersebut kejadian
preeklampsia justru lebih rendah. Penelitian lain menyebutkan bahwa tidak terbukti merokok dapat
mengurangi risiko kejadian preeklampsi dilaporkan Payne dkk dari penelitian yang dilakukan di beberapa
Negara. Studi lanjut mengenai hal tersebut perlu dilakuan untuk membuktikan hasil penelitian yang
konsisten.2, 6, 14, 19, 20
7. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan dilaporkan berhubungan dengan kejadian preeklampsia. Semakin rendah tingkat
pendidikan ibu semakin berisiko terjadi preeklampsia. Ibu yang berpendidikan rendah berisiko 1,22 (IK
95%; 1,07-1,39) terhadap terjadinya preeclampsia.19
9. Paritas
Nulipara lebih berisiko terjadinya preeklampsia dengan OR 2,04 (IK 1,92-2,16). Sumber lain melaporkan
bahwa nulipara beresiko mengalami preeklampsia sebanyak 3 kali lipat.6, 19
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik sangat tinggi risikonya yakni 7 kali lebih besar terjadi preeklampsia
dengan OR 7,75 (IK 95%; 6,77-8,87). Pada hipertensi kronis terjadi jejas pada endotel vaskuler yang
dapat menyebabkan hipertropi dan proliferasi sel endotel vaskuler hingga kerusakan endotel. Studi lain
menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg, maka resiko
preeklampsia meningkat 1,5 kali lipat.6, 14, 19, 21, 22
Ibu dengan riwayat preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 7 kali lipat mengalami preeklampsia pada
kehamilan berikutnya. Penelitian lain melaporkan bahwa ibu dengan riwayat preeklampsia berisiko
terjadi superimposed preeclampsia pada kehamilan berikutnya dengan OR 3,76 (IK 95%; 1,82 – 7,75).6,
23
Ibu dengan riwayat diabetes gestasional berisiko 2 kali lebih besar terjadi preeklampsia dengan OR 2,00
(IK 95%; 1,63-2,45). Hal yang sama juga dilaporkan dari studi yang lain di Amerika Serikat, bahwa terjadi
peningkatan prevalensi preeklampsia salah satunya disebabkan oleh meningkatnya proporsi ibu hamil
dengan diabetes gestasional. 2, 14, 19
Anemia berat memberikan resiko 2 kali lebih besar terjadinya preeklampsia, OR 2,98 (IK 2,47-3,61).19
Kunjungan ANC yang rendah lebih berisiko terjadinya preeklampsia dengan OR 1,41 (IK 95%; 1,26-
1,57).19
Semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin berisiko terjadinya preeklampsia. Pendapatan rendah-
menengah OR 2,24 (IK 95%; 1,03-4,02) sedangkan pendapatan menengah ke atas OR 3,55 (OR 95%; 1,57
– 8,02).19
Pada kehamilan ganda ditemukan peningkatan kadar aktivin A yang menggambarkan adanya kelaianan
plasentosis dan fungsi trofoblas. Pada kehamilan ganda terjadi hiperplasia plasenta yang diikuti dengan
peningkatan jumlah produk yang dihasilkan plasenta termasuk aktivin A. Sumber lain melaporkan bahwa
kehamilan kembar beresiko mengalami preeclampsia 3 kali lipat dibandingkan kehamilan tunggal.6, 14,
24
Referensi lainnya membagi faktor risiko menjadi 3 bagian yaitu risiko yang berhubungan dengan
pasangan/ suami, risiko yang berhubungan dengan riwayat pneyakit terdahulu, dan risiko yang
berhubungan dengan kehamilan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:5
primigravida, umur yang ekstrim: terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, pasangan/suami yang
pernah menikah wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklampsia, inseminasi donor dan
donor oocyte
berupa riwayat pernah preeklampsia, hipertensi kronis, penyakit ginjal, obesitas dan diabetes
gestasional.
3. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan :
Faktor resiko preeklampsi menurut tingkat resiko dapat dilihat dibawah ini:13
Risiko Sedang
2. Primigravida
3. Kehamilan Kembar
Resiko Tinggi
1. Hipertensi kronis
4. Diabetes
5. Penyakit Autoimun
Dibawah ini dapat digambarkan kerangka pemikiran terjadi Preeklmapsia berdasarkan teori-toeri yang
telah disebutkan di atas.
Sumber : Bothamley and Boyle,25 Cunningham et al,7 WHO,9 Bilano et al,19 Ananth et al,2 Himpunan
Kedokteran Feto Maternal Indonesia,5 dan Boyce et al.6