Anda di halaman 1dari 12

Preeklamsi Pada Kehamilan

Kegawat Daruratan Obstetri dan Gynekologi


Dr. Farida Kartini M.SC

Nama Kelompok 1

A.A. Putri Melastini 1910102001


Leila Nisya Ayunda 1910102002
Dwi Reza Wahyuni 1910102003
Noor Anisa 1910102004
Nur Laeli Rokhmah 1910102005

PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN PROGRAM PASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Meningkatkan kesehatan ibu adalah tujuan kelima Millenium Development


Goals (MDGs) yang harus dicapai oleh 191 negara anggota PBB pada tahun 2015,
termasuk Indonesia. Mengurangi 2/3 AKI saat melahirkan (1990- 2015) menjadi
salah satu target meningkatkan kesehatan ibu, selain akses terhadap pelayanan
kesehatan standar hingga tahun 2015. AKI ditargetkan turun dari 390 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. Hingga tahun 2015, ternyata target MDGs 5 tersebut tidak dapat dicapai.
Hal ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Dengan prediksi linier AKI,
Kementerian Kesehatan telah memperkirakan pada tahun 2015 Indonesia baru akan
mencapai angka 161 per 100.000 kelahiran hidup.Dalam Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), target AKI adalah 70 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut diperlukan
kerja keras, terlebih jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, AKI di
Indonesia relatif masih sangat tinggi. AKI di negara-negara ASEAN rata-rata sebesar
40-60 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan, AKI di Singapura sebesar 2-3 per
100.000 kelahiran hidup (Susiana, 2015).
Ibu meninggal karena komplikasi kebidanan yang tidak ditangani dengan
baik dan tepat waktu Sekitar 15% dari kehamilan atau persalinan mengalami
komplikasi dan 85% normal(Achadi, 2019). Sebagian besar komplikasi berkembang
selama kehamilan dan sebagian besar dapat dicegah atau diobati. Komplikasi lain
mungkin ada sebelum kehamilan tetapi memburuk selama kehamilan, terutama jika
tidak dikelola sebagai bagian dari perawatan wanita. Komplikasi utama yang
menyebabkan hampir 75% dari semua kematian ibu adalah perdarahan hebat
(kebanyakan perdarahan setelah melahirkan) infeksi (biasanya setelah melahirkan),
tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia), komplikasi
dari persalinan dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2019).
Komplikasi kehamilan merupakan masalah atau gangguan kesehatan yang
sering terjadi selama hamil, dan dapat berdampak tidak hanya pada kesehatan ibu
tetapi juga pada bayi baru lahir. Komplikasi terkait dengan kehamilan yang terjadi
pada ibu hamil antara lain muntah terus menerus dan tidak mau makan, demam
tinggi, bengkak kaki, tangan dan wajah yang disertai kejang, janin kurang bergerak,
pendarahan pada jalan lahir, dan ketuban pecah sebelum waktunya. Masalah
kesehatan lain yang dapat muncul pada saat hamil dapat berupa demam menggigil
disertai keringat dingin, nyeri atau sakit saat kencing, batuk lama (lebih dari 2
minggu), jantung berdebar atau nyeri dada, diare berulang serta sulit tidur dan cemas
berlebihan (Kementerian Kesehatan, 2016).
Di antara wanita yang mengalami komplikasi kehamilan, 5 persen
mengalami perdarahan berlebihan, masing-masing 3 persen mengalami muntah terus
menerus dan bengkak kaki, tangan dan wajah atau sakit kepala yang disertai kejang,
serta masing-masing 2 persen mengalami mulas sebelum 9 bulan dan ketuban pecah
dini. Delapan persen wanita mengalami keluhan kehamilan lainnya, di antaranya
demam tinggi, kejang dan pingsan, anemia serta hipertensi. Tren: Persentase wanita
yang tidak mengalami komplikasi selama hamil menurun dari 89 persen pada SDKI
2007 menjadi 81 persen pada SDKI 2017. Pendarahan berlebihan masih menjadi
gejala komplikasi kehamilan terbanyak yang dilaporkan, dengan persentase yang
sedikit meningkat dari SDKI 2007 dari 3 persen menjadi 5 persen (SDKI, 2017).
Pra-eklampsia harus dideteksi dan dikelola dengan tepat sebelum
timbulnya kejang (eklampsia) dan komplikasi yang mengancam jiwa lainnya.
Pemberian obat-obatan seperti magnesium sulfat untuk pre-eklampsia dapat
menurunkan risiko seorang wanita mengalami eclampsia (WHO, 2019)

B. Tujuan
1. Mengethaui pengertian preeklamsi pada kehamilan
2. Mengetahui fisiologis preeklamsi pada kehamailan
3. Menengtahui patalogis preekalmsi pada kehamilan
4. Menegtahui Cara mengatasi
BAB II

Tinajaun Teori

Patofisiologi Preeklampsia

Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus,


mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis
medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua kehamilan
berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel endothelial tidak lagi
ada pada bagian endometrium atau bagian superfisial dari miometrium. Proses
remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan sistem arteriolar yang
rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai volume darah yang signifikan
untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia, 3 invasi arteri spiralis uteri
hanya terbatas pada bagian desidua proksimal, dengan 30% sampai dengan 50%
arteri spiralis dari placental bed luput dari proses remodeling trofoblas endovaskuler.
Segmen miometrium dari arteri tersebut secara anatomis masih intak dan tidak
terdilatasi. Rerata diameter eksternal dari arteri spiralis uteri pada ibu dengan
preeklampsia adalah 1,5 kali lebih kecil dari diameter arteri yang sama pada
kehamilan tanpa komplikasi.

Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat


terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi selama
kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli mungkin
dapat menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang terjadi pada
preeklampsia. Kegagalan invasi trofobas pada preeklampsia menyebabkan penurunan
perfusi uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi
progresif selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia
menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi yang
dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris lain
yang mendukung gagasan bahwa plasenta merupakan etiologi dari preeklampsia
adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah melahirkan.

Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di


antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan substansi
vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan, anti platelet,
fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya
gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta yang merupakan respon dari iskemi
menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi maternal. Data dari 4 hasil penelitian
mengenai disfungsi endotel sebagai patogenesis awal preeklampsia menunjukkan
bahwa hal tersebut kemungkinan merupakan penyebab dari preeklampsia, dan bukan
efek dari gangguan kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia,
faktor gangguan kesehatan pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi
kronis, diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan
endotel maternal yang lebih lanjut.
Etiologi Preeklampsia

Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia,


meliputi (Pribadi, A., et al., 2015) :

a. Abnormalitas invasi tropoblas


Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, maka akan
terjadi kegagalan remodeling a. spiralis. Hal ini mengakibatkan darah menuju
lakuna hemokorioendotel mengalir kurang optimal dan bila jangka waktu
lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia dalam
jangka lama menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menambah
berat hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutknya akan terlepas dan
memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia. (Pribadi, A, et
al, 2015).
b. Maladaptasi imunologi antara maternal-plasenta (paternal)-fetal
Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan
akan terjadi preeklampsia, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah.
Hal ini disebabkan karena reaksi inflamasi yang distimulasi oleh
mikropartikel plasenta dan adiposit (Redman, 2014).
c. Maladaptasi kadiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari proses
kehamilan normal.
d. Faktor genetik, termasuk faktor yang diturunkan secara mekanisme
epigenetik.
Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit
multifaktorial dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia
mungkin merupakan hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik
secara maternal ataupun paternal yang mengontrol fungsi enzimatik dan 3
metabolism pada setiap sistem organ. Faktor plasma yang diturunkan dapat
menyebabkan preeklampsia. (McKenzie, 2012). Pada ulasan
komprehensifnya, Ward dan Taylor (2014) menyatakan bahwa insidensi
preeklampsia bisa terjadi 20 sampai 40 persen pada anak perempuan yang
ibunya mengalami preeklampsia; 11 sampai 37 persen saudara perempuan
yang mengalami preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada orang kembar.
e. Faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan.
John et al (2002) menunjukan pada populasi umumnya konsumsi
sayuran dan buah-buahan yang tinggi antioksidan dihubungkan dengan
turunnya tekanan darah. Penelitian yang dilakukan Zhang et al (2002)
menyatakan insidensi preeklampsia meningkat dua kali pada wanita yang
mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg.

Faktor resiko

Faktor resiko dan berpengaruh terhadap progresifitas preeklampsia (Pribadi,


A. et al, 2015):

a. Faktor usia ibu


b. Paritas
c. Usia kehamilan
d. Indeks Massa Tubuh (IMT). Nilai IMT diatas 30 dengan kategori obesitas,
resiko preeklampsia meningkat menjadi 4 kali lipat.

Faktor resiko preeklampsia (Cunningham, et al., 2014) antara lain :

a. Obesitas
b. Kehamilan multifetal
c. Usia ibu
d. Hiperhomosisteinemia
e. Sindrom metabolik

Faktor resiko lain melliputi lingkungan, sosioekonomi, dan bisa juga pengaruh
musim. (Cunningham et al., 2014),

Patofisiologi preeklampsia
Patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut
(Cunningham et al., 2010): 1)

1. Sistem Kardiovaskuler
Pada preeklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi
oleh vasokontriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi
penurunan kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan
kehamilan normal.
2. Perubahan Metabolisme
Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta.
b. Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada
peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan
menurunnya produksi angiotensin II-III yang menyebabkan makin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopressor.
c. Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan
vasavasorum sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan
mengakibatkan permeabilitas meningkat serta kenaikan darah.
d. Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan
trombosit mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya
mempersempit lumen dan makin mengganggu aliran darah ke organ
vital.
e. Upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis,sehingga dapat
menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan.
(Manuaba, 2001).
3. Sistem Darah dan Koagulasi
Pada perempuan dengan preeklampsia terjadi trombositopenia,
penurunan kadar beberapa faktor pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki
bentuk yang tidak normal sehingga mudah mengalami hemolisis. Jejas pada
endotel dapat menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, menurunkan
lama hidupnya, serta menekan kadar antitrombin III. (Cunningham et al.,
2014).
4. Homeostasis Cairan Tubuh
Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi
deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi progesteron. Pada wanita
hamil yang mengalami preeklampsia berat, volume ekstraseluler akan
meningkat dan bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat daripada 6
wanita hamil yang normal. Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan
karena endothelial injury. (Cunningham et al, 2014).
5. Ginjal
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan
laju filtrasi glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti
peningkatan resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel
glomerulus. Filtrasi yang semakin menurun menyebabkan kadar kreatinin
serum meningkat. Terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, menimbulkan
perfusi dan filtrasi ginjal menurun menimbulkan oliguria. Kerusakan
pembuluh darah glomerulus dalam bentuk “gromerulo-capilary endhotelial”
menimbulkan proteinuria. (Cunningham et al, 2014).
6. Serebrovaskular dan gejala neurologis lain
Gangguan seperti sakit kepala dan gangguan pengelihatan. Mekanisme
pasti penyebab kejang belum jelas. Kejang diperkirakan terjadi akibat
vasospasme serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi mengganggu
autoregulasi serta sawar darah otak.
7. Hepar
Pada preeklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar
dapat berlanjut menjadi perdarahan sampai hematom. Apaabila hematom
meluas dapat terjadi rupture subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas atau
nyeri epigastrium disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisson.
8. Mata
Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai
kebutaan.
Diagnosis
Preeklampsia Ringan
1. Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Preeklampsia Berat
1. Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
3. Atau disertai keterlibatan organ lain:
a. Trombositopeniaa < 100.000 sel/Ul), hemolysis mikroangiopati
b. Peningkatan SGOT/SGPT, Nyeri abdomen kuadran kanan atas
c. Sakit kepala, scotoma penglihatan
d. Pertumbhan janian terlambat, oligohidramnion
e. (Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f. Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
1. Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu)
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit
100.000 sel/Ul >20 minggu
Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke
rumah sakit.
Pencegahan dan tatalaksana kejang
1. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).
2. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai
tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang). Cara
pemberian dapat dilihat di halaman berikut.
3. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
4. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang
ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.

Anda mungkin juga menyukai