Banyak faktor yang dapat memicu ibu hamil mengalami PEB, diantaranya
adalah primigravida, primipaternitas, umur, riwayat pre-eklampsia ayau eklampsia
sebelumnya, penyakit ginjal, kehamilan ganda, obesitas, dan hipertensi yang
sudah ada sejak sebelum kehamilan. (Palei, et al., 2013; Al-Jameil, et al., 2014;
Angsar, 2016). Gejala klinis yang dapat muncul pada PEB diantaranya adalah
penurunan fungsi hepar, trombositopenia, dan juga sindrom HELLP. Sindrom
HELLP merupakan singkatan dari “Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low
Platelet Count”. Sindrom ini merupakan gejala yang disebabkan oleh pre-
eklampsia yang sangat berbahaya dan dapat mengancam jiwa dan cukup jarang
ditemui (Al-Jameil, et al., 2014). Bagaimana kondisi atau gejala ini dapat terjadi
pada pre-eklampsia berat akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan penyakit ini.
Klasifikasi
Pre-eklampsia terjadi pada 3-5% kehamilan, dan sering diketahui dengan
hipertensi 140/90 mmHg atau lebih tinggi dan proteinuria hingga 0,3 gr/24 jam
atau dapat lebih tinggi, yang muncul setelah 20 minggu masa kehamilan, dan
berkurang setelah masa kehamilan. Menurut the International Society for the
Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP), pre-eklampsia dibagi menjadi dua,
yaitu pre-eklampsia ringan dan berat. Pre-eklampsia ringan diklasifikasikan ketika
tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih, dan disertai dengan proteinuria
0,3 gr/24 jam. Sementara itu, pre-eklampsia berat diklasifikasikan ketika pre-
eklampsia ringan muncul disertai dengan tanda-tanda lain, seperti tekanan darah
antara 160 dan 170/100 dan 110 mmHg, proteinuria 3-5 gr/hari, dan/atau disertai
dengan sakit kepala (von Dadelszen, et al., 2003).
Patofisiologi
Namun, pada beberapa wanita hamil, modifikasi ini tidak terjadi, sehingga
pelebaran pembuluh yang terjadi tidak selebar seharusnya, otot halus masih
menetap pada dinding pembuluh, dan modifikasi yang terjadi, tidak sampai
melewati lapisan desidua, sehingga sphingter fungsional masih tetap ada. Kondisi
ini banyak dijumpai pada wanita hamil dengan penyulit seperti pre-eklampsia.
Kondisi ini akan menyebabkan kerusakan pada vili-vili yang mana akan
meningkatkan terlepasnya fragmen-fragmen vili ke darah ibu dan akan
menurunkan pertukaran oksigen dari spatium intervili. Kerusakan dari vili yang
terjadi juga akan melepaskan agen prokoagulasi ke spatium intervili dan
mengaktifkan kaskade koagulasi, yang mana akan semakin menurunkan perfusi
pada pembuluh.
Proses inflamasi dan stress oksidatif yang telah terjadi, selanjutnya memicu
produksi dariendothelin-1 (ET-1). ET-1 merupakan agen vasokonstriktor yang
poten yang mana diketahui sebagai vasokonstriktor paling kuat. Pada ibu
hamildengan pre-eklampsia, kadar ET-1 dalam darah akan mengalami
peningkatan, yang mana dalam George dan Granger pada tahun 2011
mengemukakan bahwa kadar ET-1 berpengaruh pada derajat keparahan
manifestasi yang dapat muncul. Dalam prosesnya, iskemi plasenta, penigkatan
sFIt-1, TNF-α, dan AT1-AA memilikiperan untuk meningkatkan produksidari
ET-1. Dengan meningkatnya kadar ET-1 maka diameter pembuluh akansemakin
sempit dan meningkatkan tekanan darah dan semakin memperparah kerusakan
yang terjadi pada endotel pembuluh.
Terdapat metode yang cukup akurat yang dapat digunakan untuk mengukur
proteinuria, serta tidak ada pemeriksaan yang mendeteksi semua jenis protein
yang diekskresikan pada kasus proteinuria (Nayeri, 2013). Metode yang lebih
akurat yang telah diguanakan adalah pengukuran protein albumin. Pada penyakit
yang melibatkan glomerulus seperti pre-eklampsia, filtrasi albumin akan melebihi
besar globulin, dan sebagian protein yang diekskresikan pada urin adalah albumin,
sehingga pada pemeriksaan tersebut, memungkinkan pengukuran cepat rasio
albumin urin : kreatinin pada rawat jalan (Kyle, 2008).
Faktor Resiko pada Pre-Eklampsia
Faktor resiko yang dapatmenyebabkan pre-eklampsia dapat dibagi menjadi
3 kelompok besar, yaitu faktor yang berkaitan dengan kehamilan, faktor maternal,
dan faktor paternal (Dekker, 2001; ACOG, 2002).
a. Faktor yang berkaitan dengan kehamilan
o Abnormalitas kromosom
o Molahidatidosa
o Hydrop fetalis
o Kehamilan multifetal
o Donasi oosit atau donor inseminasi
o Infeksi traktus urinaria
b. Faktor maternal
o Umur >35 tahun
o Umur <20 tahun
o Ras berkulit hitam
o Riwayat pre-eklampsi pada keluarga
o Nullipara
o Riwayat pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
o Kondisi khusus:diabetes gestasional, DM tipe I, obesitas, hipertensi
kronik, penyakit ginjal, dan trombofilia
o stress
c. Faktor paternal
o Riwayat menjadi ayah pada kehamilan pre-eklamptik pada wanita yang
lain
Tanda dan Gejala
Terdapat beberapa tanda dan gejala yang daat ditemui pada wanita dengan
pre-eklampsia berat, dimana masing-masing sistem memiliki tanda dan gejala
masing-masing yang dapat dikenali (Peres, et al., 2018).
a. Sistem Saraf Pusat
Pada sistem saraf pusat, ibu hamil dapat mengalami sakit kepala,
gangguan penglihatan, dan juga seizure jika sudah masuk ke dalam stage
eklampsia
b. Ginjal
Pada sistem urinaria, tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah
adanya proteinuria, oliguria, adanya hasil abnormal pada tes ginjal, dan
hipertensi.
c. Sistem vaskuler
Hipertensi berat menjadi tanda dan gejala yang sangat jelas pada kasus
pre-eklampsia berat.
d. Sistem kardiorespirasi
Ibu dengan pre-eklampsia berat dapat merasakan adanya nyeri dada,
dyspnea, dan juga dapat ditemukan saturasai oksigen yang rendah, serta
oedema paru-paru.
e. Hepar
Pada hepar, akan ditemukan fungsi hepar yang abnormal, nyeri
epigastrik, dan juga nausea.
f. Hematologi
Pada sistemhematologi, tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah
adanya perdarahan, terganggunya proses koagulasi, diseminasi koagulasi
intravaskuler, serta syok.
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pre-eklampsia berat adalah sebagai berikut:
1. Tekanan darah systole 160 mmHg atau lebih; atau diastole 110 mmHg
atau lebih pada dua kali pemantauan berjarak selama 6 jam pada wanita
dengan tirah baring, pada saat umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
2. Proteinuria 5 gr atau lebih per 24 jam atau 3+ atau lebih besar pada tes
dipstick pada dua sample random urin yang dikoleksi setidaknya
berjarak 4 jam
3. Tanda-tanda lain: oliguria (kurang dari 500 mL per 24 jam), gangguan
visual, oedema pulmo atau sianosis, nyeri perut quadran atas atau nyeri
epigastrik, penurunan fungsi hepar, trombositopenia.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada wanita dengan resiko tinggi
adalah pemeriksaan level hemoglobin, hematokrit, platelet count,
urine protein collection per 12 atau 24 jam, level kreatinin serum,
dan level asam urat pada serum.
Disamping itu, pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu hamil
yang mengalami hipertensi setelah 20 minggu masa kehamilan
adalah pemeriksaan yang sama yang dapat dilakukan pada wanita
dengan resiko tinggi, kemudian level transaminase serum, albumin
serum, kadar asam laktat dehidrogenase, apusan darah tepi, dan
profil koagulan.
Pada wanita dengan pre-eklampsia yang tidak progresif, maka
seluruh pemeriksaan harus dilakukan setiap minggu, namun bila
ditemukan progresifitas, maka pemeriksaan harus dilakukan lebih
sering.
Tatalaksana
Berikut adalah tatalaksana yang harus dilakukan berdasarkan guideline Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists pada tahun 2010.
Pencegahan
Komplikasi
Sindrom HELLP
Sindrom HELLP merupakan singkatan dari “Hemolysis, Elevated Liver
enzymes, Low Platelet count”. Sindrom ini muncul pada 0,5-0,9% dari semua
kehamilan, namun 10-20% dari semua kasus yang ada disertai dengan pre-
eklampsia berat. Selain itu, pada 70% kasus, sindrom HELLP terjadi sebelum
kelahiran, pada minggu ke 27 hingga 37 masa kehamilan. Pada periode post-
partum, sindrom HELLP muncul setelah 48 jam pertama pada wanita dengan
proteinuria dan hipertensi selama kehamilan.
Tanda klinis yang dapat diamati antara lain adalah nyeri di quadrant atas
atau nyeri epigastrik, mual dan muntah. Selain itu, terjadi malaise di banyak
kasus, 30-60% wanita mengalami sakit kepala dan sekitar 20% mengalami gejala
visual.
DAFTAR PUSTAKA
Palei AC, Spradley FT, Warrington JP, George EM, Granger JP. (2013).
Pathophysiology of Hypertension in Pre-Eclampsia: A Lesson in
Integrative Physiology. http://doi.org/10.1111/alpha.12106
Peres, G., Mariana, M., & Cairrão, E. (2018). Pre-Eclampsia and Eclampsia: An
Update on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of
Cardiovascular Development and Disease, 5(1),
3. doi:10.3390/jcdd5010003
Pijnenborg R, Vercruysse L, Hanssens A. (2006). The uterine spiral arteries in
human pregnancy: Facts and controversies. Placenta; 27(9-10):939–58.
[PubMed: 16490251]
Poston L, Raijmakers MT. (2004).Trophoblast oxidative stress, antioxidants and
pregnancy outcome—a review. Placenta; 25(Suppl A):S72–8. [PubMed:
15033311]
Roberts, J. M. (2014). Pathophysiology of ischemic placental disease. Seminars in
Perinatology, 38(3), 139–145. doi:10.1053/j.semperi.2014.03.005
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. (2010). THE
MANAGEMENT OF SEVERE PRE-ECLAMPSIA/ECLAMPSIA.
Guideline No. 10(A)
Sibai BM. (2004). Diagnosis, controversies, andmanagement ofthe syndrome of
hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count. Obstet Gynecol
103:981