Anda di halaman 1dari 39

Mouth Ulcer

Jovan Kent Kurniawan


Disusun Oleh
G992003082
Naufal Aminur Rahman G991906027
Dinar Fatihah Fauzi G992003044
Azkia Rachmah G992008014
Periode: 12 – 25 Oktober 2020

Pembimbing :
Widia Susanti, drg., M.Kes.
01
Recurrent
Apthous
Stomatitis
(RAS)
Pengertian
Recurrent Apthous
Stomatitis (RAS)
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)  inflamasi berulang pada mukosa
oral multipel, kecil, atau bulat, memiliki dasar kuning dan dikelilingi oleh
eritematosa

Biasanya pasien akan merasakan sensasi terbakar yang berlangsung lama


selama 24-48 jam, disertai perkembangan ulkus yang terasa nyeri hingga
mengganggu aktivitas seperti berbicara atau makan.

Gejala awal SAR  rasa sakit dan ditandai dengan adanya ulser tunggal
atau multiple yang kambuhan di mukosa mulut, berbentuk bulat atau oval,
batas jelas, dengan pusat nekrotik berwarna kuning-keabuan dan tepi
berwarna kemerahan.
Epidemiologi
> 10-
Puncak onset pada

Penelitian pada 10.000


49,7
%
38,7
%
29 Tahun
orang dewasa di 21 Mengalami 2/ lebih RAS
negara

5- 7- 70-
10% 20% 80%
Bentuk
RAS
Hepetiform Mayor RAS Minor RAS
Lidah
(39%)

Soft palate Buccal


(10,3%) (32,3%)

Lokasi
RAS
Dasar
Bibir
mulut
(29,4%)
(14,7%)
Vest. oral
(20,6%)

Queiroz SIML, da Silva MVA, de Medeiros AMC, de Oliveira PT, Gurgel BC de V, da Silveira ÉJD. Recurrent aphthous ulceration: An epidemiological study of
etiological factors, treatment and differential diagnosis. An Bras Dermatol. 2018;93(3):341–6.
Etiologi
● Etiologi RAS diperkirakan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan.
● RAS  kondisi stres, trauma fisik maupun kimia, infeksi, penyakit
sistemik, disfungsi hormonal, defisiensi nutrisi (zing, folat, vitamin
B12), alergi makanan.
● RAS akibat stress  kebanyakan disebabkan oleh karena trauma lokal
akibat gigitan pada mukosa mulut
,
pa
str
en
al
•S
sie
es
si
mo
nodi
leb
be
n,
um
ya
ih
si,
ser
Rokok
hip
•M
ng
mu
ser
eal
okl
en
tel
um
,da
ori
gg
hah
,ka •S Stres
t,
os
ber
me
fer
ca i
pir
ok
he
ng
riti
ng, k
oxi
gig
nti
ala
n),
co l
ca
i,
me
mi
Defisiensi nutrisi
def
kla u
m,
inj
ro
R
isi
t, s
fen
ek
ko
AS
en
ko m makanan
ob
ksi
.si
pi, e Hipersensitivitas
arb
an
vit
dll n
ital
est s
,am
esi tr
Obat-obatan
in
ph
lok
B1 u
eni
,ala
ndi
pa
B2 s Trauma
on
,da i,
e,
pr
B6 k
asa
os e Perubahan hormonal
m
esh
nif
pera
la
aw m
ma
atail
nt,a

Faktor Resiko
nic
gig
n
ora
i.,
ndi
d
l,
cyclic
neutropenia,
PFAPA
syndrome,
infeksi HIV,
artritis
reaktif,
Sweet’s
syndrome,
Magic
dan•Lesi
syndrome.
aphthoi
d
mengan
Gangguan sistemik
dung
limfosit
dan
terdapa
t variasi
rasio
CD4+/ Faktor imun
CD8+
pada
tahapan
berbeda
RAS
(pra-
ulserasi
,

Faktor Resiko
ulserasi
,
penyem
RAS Minor
● Gejala klinis berupa ulserasi bundar
dan superfisial berjumlah sedikit
dengan ukuran <10 mm disertai
pseudomembran berwarna keabuan dan
halo eritem.
RAS Mayor
● RAS mayor (10% kasus) memiliki
distribusi yang lebih luas sampai ke
gusi dan mukosa faring, serta
berukuran lebih besar (>10 mm).
RAS Hepetiform
● RAS herpetiform (10% kasus) memiliki
gambaran klinis berupa ulserasi yang
kecil dan dalam berjumlah banyak yang
sering menyatu sehingga menimbulkan
gambaran ulserasi yang besar dengan
tepi ireguler.
Perbedaan RAS
MINOR RAS MAJOR RAS HERPETIFORM RAS
Jenis Kelamin Sama Sama
● Wanita
RAS herpetiform (10% kasus) memiliki
gambaran klinis berupa ulserasi yang
Morfologi Lesi bulat atau oval Lesi bulat atau oval Ulkus kecil dan dalam yang
Gray-white pseudomembran
kecil dan dalam berjumlah
Gray-white pseudomembran bergerombol
banyak yang
Erythematous halo seringhalo
Erythematous menyatu sehingga menimbulkan
Kontur irregular
gambaran ulserasi yang besar dengan
Distribusi Bibir, pipi, lidah, dasar mulut
tepi ireguler.
Bibir, soft palate, faring Bibir, pipi, lidah, dasar mulut,
gingiva

Jumlah Ulkus 1-5 1-10 10-100

Ukuran Ulkus <10 mm >10 mm 2-3 mm

Prognosis Penyembuhan lesi 4-14 hari, Lesi menetap > 6 minggu, Penyembuhan lesi <30 hari,
tanpa scars risiko tinggi terjadi scars jarang terjadi scars

Wallace A, Rogers HJ, HughesSC,etal. Managementof recurrentaphthous stomatitis in children. Oral Medicine.2015;42(6):564–572.
Patogenesis
● Recurrent aphthous stomatitis (RAS) utamanya diakibatkan oleh
disfungsi imun yang dimediasi oleh sel T. Dapat juga melibatkan
neutrofil dan destruksi epitel mukosa yang dimediasi oleh sel mast.
● Lesi dapat mengalami perubahan pada beberapa mediator antarsel,
seperti peningkatan interferon gamma, TNF-α, IL-2, IL-4, dan IL-5,
serta berbagai molekul adhesi yang terlibat dalam komunikasi antar sel
dan epitel.

Plewa MC, Chatterjee K. Aphthous Stomatitis. [Updated 2020 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431059/ [accessed 8 September 2020]
Patofisiologi

Cui, R.Z., Bruce, A.J., Rogers, R.S., 2016. Recurrent aphthous stomatitis. Clinics in Dermatology 34, 475–481.
https://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2016.02.020
Diagnosis: Inspeksi
● Bentuk

○ Bulat atau lonjong

○ irreguler
● Jumlah

○ Soliter

○ Multipel
● Lokasi
● Tepi

A. Undermined edge

B. Punched out edge – syphilitic ulcer

C. Sloping edge – healing ulcer

D. Raised and a pearly-white beaded edge – basal cell carcinoma

E. Roller out edge – epithelioma


Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M., & Rahmani, S. (2016). Diagnostic features of common oral
ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal of dentistry, 2016.
Diagnosis: Inspeksi
● Dasar
○ Jaringan granulasi kemerahan – proses penyembuhan
○ Granulasi pucat halus – proses penyembuhan
○ Slough
○ Jaringan granulasi berair – ulcer tuberkel
○ Dasar lebih tinggi dari sekitar – malignancy
● Discharge
○ Purulent – infeksi bakteri
○ Berair – tuberkel
○ Berdarah – keganasan

Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M., & Rahmani, S. (2016). Diagnostic features of common oral
ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal of dentistry, 2016.
Diagnosis: Palpasi
● Nyeri
○ Nyeri sekali – akut
○ Sedikit nyeri – ke arah kronis
○ Tidak nyeri – keganasan
● Dasar luka
○ Dengan ibu jari dan telunjuk menekan tepi luka
○ Sedikit indurasi – kronis
○ Indurasi sangat terasa jelas – keganasan
● Mukosa sekitar
○ Suhu meningkat dan nyeri – inflamasi
○ Terikat dengan jaringan lebih dalam – keganasan

Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M., & Rahmani, S. (2016). Diagnostic features of common oral
ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal of dentistry, 2016.
Temuan RAS
● Diagnosis berdasarkan riwayat dan pola dari ulkus
● Lesi diawali dengan rasa panas 2-48 jam sebelum ulkus muncul
● Gejala
○ Nyeri
○ Bentuk simetris
○ Ditutupi fibrin
○ Tepi eritem
○ Sering pada mukosa nonkeratinized pada orang sehat
● Minor, mayor, herpetiform
● Pemeriksaan lab dilakukan saat
○ Episode lesi semakin parah
○ Munculnya lesi selalu disertai gejala lain yang menyertai

Tarakji, B., Gazal, G., Al-Maweri, S. A., Azzeghaiby, S. N., & Alaizari, N. (2015). Guideline for the diagnosis and treatment of recurrent
aphthous stomatitis for dental practitioners. Journal of international oral health: JIOH, 7(5), 74.
Tatalaksana
● Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk membersihkan rongga mulut. Penggunaan sebanyak 3 kali
setelah makan, masing-masing selama 1 menit (Slebioda et al., 2014).
● Kortikosteroid topikal, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1% in ora base sebanyak 2 kali sehari
setelah makan dan membersihkan rongga mulut (Slebioda et al., 2014).
● Konseling dan Edukasi Pasien. Pasien perlu menghindari trauma pada mukosa mulut dan makanan
atau zat dalam makanan yang berpotensi menimbulkan SAR, misalnya: kripik, susu sapi, gluten,
asam benzoat, dan cuka (IDI, 2014).
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi dari RAS adalah bekas luka
(scarring) dimana kasus ini sangat langka

Prognosis RAS menjadi semakin baik


seiring bertambahnya usia
Edukasi
● Menjaga kebersihan mulut
● Menghindari trauma atau injury pada daerah mukosa oral
● Menggunakan sikat gigi yang lembut
● menghindari makanan keras (mis., Roti panggang keras), semua jenis kacang-kacangan (kenari,
hazelnut, dll.), Coklat, minuman atau makanan asam (jus buah atau jeruk, tomat), makanan asin ,
makanan yang sangat pedas (lada, kari) dan minuman beralkohol dan berkarbonasi.

Belenguer-Guallar, I., Jiménez-Soriano, Y., & Claramunt-Lozano, A. (2014). Treatment of recurrent aphthous stomatitis. A
literature review. Journal of clinical and experimental dentistry, 6(2), e168–e174. https://doi.org/10.4317/jced.51401
02
Traumatic
Ulcer
Pengertian
Traumatic Ulcer
Lesi ulkus pada mukosa atau jaringan lunak mulut yang disebabkan
oleh berbagai bentuk trauma

Mengakibatkan hilangnya lapisan epitel yang melebihi basal membran

Ulkus traumatik dapat akut dan kronis

Regezi, JA., Sciuba, JJ., Jordan, RCK., (2016). Oral Pathologic Correlations. 7th ed. Philadelphia W.B. Saunders.
Epidemiologi
Mukosa bukal
(42%)

Lokasi Lidah (25%)


Epidemiologi
Bibir bawah (9%)

Pria : Wanita
Jenis kelamin
2,7 :1

Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M. and Rahmani, S., (2016). Diagnostic Features of Common Oral Ulcerative Lesions: An Updated Decision Tree. International Journal of Dentistry, pp.1-14.
Etiologi
1. Trauma Fisik/Mekanik
• Paling umum trauma karena tergigit saat mengunyah 1
• Dapat menyebabkan lesi hiperkeratotik akibat produksi berlebih oleh sel epitel
oral yang dapat menimbulkan ulserasi 1
• Penyebab lainnya maloklusi, protesis gigi tidak tepat, sikat gigi, flossing
berlebihan, kebiasaan self-injury, dan tindik bibir 2

2. Termal Lesi mukosa oral akibat trauma


• Contohnya luka bakar termal akibat menelan makanan dan minuman panas, tepi ujung gigi1
instumen dental yang dipanaskan tidak sengaja mengenai mukosa 2

1. Bilodeau EA, Lalla R V. Recurrent oral ulceration: Etiology, classification, management, and diagnostic algorithm. Periodontol 2000. 2019;80(1):49–60.
2. Sivapathasundharam. (2018). Oral ulcers-A review. Journal of Dentistry & Oral Disorders, 4(4)
Etiologi

3.Kimiawi
• Pajanan bahan kimia yang bersifat iritan dapat
mengakibatkan nekrosis pada mukosa oral yang
menimbulkan ulserasi1
• Penyebab tersering bahan iritan obat kumur dengan
kandungan alkohol tinggi, mengunyah obat telan
(aspirin, bifosfonat oral), penggunaan fenol, dan lain
sebagainya1,2
Lesi mukosa oral akibat trauma
kimiawi karena obat aspirin2

1. Bilodeau EA, Lalla R V. Recurrent oral ulceration: Etiology, classification, management, and diagnostic algorithm. Periodontol 2000. 2019;80(1):49–60.
2. Sivapathasundharam. (2018). Oral ulcers-A review. Journal of Dentistry & Oral Disorders, 4(4)
Diagnosis
● Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma yang jelas sebelumnya
(akut)
● Sering di mukosa buccal (42%), lidah (25%), dan bibir bawah (9%)
● PX fisik
○ Ulkus tunggal soliter
○ berbentuk bulat oval dan cekung
○ Bagian tengah ulkus biasanya ada pseudomembran kuning-kelabu atau
putih abu-abu
○ Tepi eritem dan sedikit meninggi
● Sembuh rata-rata dalam 10 hari

Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M., & Rahmani, S. (2016). Diagnostic features of common oral
ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal of dentistry, 2016.
Tatalaksana Traumatic Ulcer

Anura, A. (2014). Traumatic oral mucosal lesions: a mini review and clinical update. Oral Health Dent Manag, 13(2), 254-
9.
03
Herpes Simplex
Herpes Simplex
● Penyakit yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV), infeksi yang
umum terjadi disebabkan oleh 2 tipe HSV yang saling berhubungan

Maques AR dan Cohen JI (2012). Herpes simplex. Dalam Wolff K, Goledsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw Hill
Companies, pp: 2367-82
Etiologi
Infeksi Penyakit
HSV tipe 1
mukokutaneus orofacial

ETIOLOGI
Infeksi genital

HSV tipe 2
Infeksi
perigenital

Maques AR dan Cohen JI (2012). Herpes simplex. Dalam Wolff K, Goledsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw Hill
Companies, pp: 2367-82
Epidemiologi
● Herpes virus 1 (HSV-1) merupakan prototype dari family α-herpesvirus yang
menginfeksi 60-80% orang didunia 1
● Insidensi infeksi primer HSV-1 herpes labialis yang rekuren meningkat 30-60%
apabila pada saat anak-anak pernah terpajan virus ini 2
● Tingkat infeksi HSV-1 meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan menurunnya
status ekonomi, kebanyakan orang usia 30 atau lebh seropositive terhadap HSV-1 2

1. Birkmann A, Zimmermann H (2016) HSV antivirals—current and future treatment options. Curr Opin Virol, 18, pp. 9-13
2. Maques AR dan Cohen JI (2012). Herpes simplex. Dalam Wolff K, Goledsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ
(eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw Hill Companies, pp: 2367-82
Patogenesis
● HSV adalah virus DNA beruntai ganda. Virus ini ada dalam 2 bentuk, HSV-1 (atau HHV-1) dan
HSV-2 (atau HHV -2).
● Sebagian besar infeksi mulut, wajah, dan mata terjadi akibat HSV-1, sedangkan HSV-2
menyebabkan sebagian besar lesi herpes tubuh bagian bawah genital dan kulit.
● Penyakit pada mulut yang disebabkan oleh HSV-1 meliputi:
○ Herpes Gingivostomatitis
○ Herpes Labialis (herpes labialis menggunakan sifat biologis yang sama dari herpes
gingivostomatitis)

Aslanova M, Ali R, Zito PM. Herpetic Gingivostomatitis. [Updated 2020 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526068/
Patogenesis
● Baik HSV-1 dan HSV-2 memiliki tiga sifat biologis utama yang memainkan peran penting dalam
patogenesis penyakit. Ini termasuk neurovirulensi, latensi, dan reaktivasi.
1. Neurovirulensi adalah kemampuan untuk menyerang dan bereplikasi di sistem saraf
2. latensi adalah kemampuan untuk mempertahankan infeksi laten di sel saraf.
3. Reaktivasi adalah kemampuan untuk mereplikasi dan menyebabkan proses penyakit kembali,
setelah diinduksi oleh rangsangan tertentu.

Aslanova M, Ali R, Zito PM. Herpetic Gingivostomatitis. [Updated 2020 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526068/
Patogenesis
● Patogenesis herpes gingivostomatitis melibatkan replikasi virus herpes simpleks, lisis sel, dan
akhirnya kerusakan jaringan mukosa.
● Paparan HSV-1 pada permukaan yang terkelupas memungkinkan virus masuk dan berkembang
biak dengan cepat di sel epidermis dan dermal. Hal ini menyebabkan manifestasi klinis dari
melepuhnya permukaan mukosa oral, erosi pada bibir dan mukosa oral, dan akhirnya terjadi
hemorrhagic crusting.
● Inokulasi dan replikasi virus yang cukup memungkinkan virus memasuki ganglia sensorik dan
otonom, di mana virus bergerak secara intra-akson ke badan saraf ganglionik.

Aslanova M, Ali R, Zito PM. Herpetic Gingivostomatitis. [Updated 2020 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526068/
Diagnosis
• Fase awal berhubungan dengan nyeri, rasa terbakar, kesemutan, atau
gatal yang terjadi di tempat infeksi sebelum luka muncul.
• Vesikula kecil mulai terbentuk yang kemudian dapat berkumpul
menjadi gelembung tunggal yang lebih besar, menyebabkan area
tersebut tampak eritematosa
• Kemudian vesikula akan pecah dan dalam beberapa hari kulit akan
berkeropeng, kering dan kekuningan
• Bisa disertai lesi di sepanjang gingiva bebas (marginal gingiva)
• Bisa disertai faringotonsilitis pada orang dewasa

Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M., & Rahmani, S. (2016). Diagnostic features of common oral
ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal of dentistry, 2016.

Tatalaksana
Herpes Simplex Virus

Stoopler, E. T., & Balasubramanlam, R. (2013). Topical and Systemic Therapies for Oral and Perioral Herpes Simplex Virus Infections. California Dental Association Journal, 41 (4), 259-262. Retrieved
from https://repository.upenn.edu/dental_papers/39
Terima
kasih
Daftar pustaka
Anura, A. (2014). Traumatic oral mucosal lesions: a mini review and clinical update. Oral Health Dent Manag, 13(2), 254-9.
Aslanova M, Ali R, Zito PM. Herpetic Gingivostomatitis. [Updated 2020 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526068/
Belenguer-Guallar, I., Jiménez-Soriano, Y., & Claramunt-Lozano, A. (2014). Treatment of recurrent aphthous stomatitis. A literature review . Journal of clinical and experimental dentistry, 6(2), e168–e174.
https://doi.org/10.4317/jced.51401
Birkmann A, Zimmermann H (2016) HSV antivirals—current and future treatment options. Curr Opin Virol, 18, pp. 9-13
Feagans, W. and Glick, M., 2015. Burket's Oral Medicine. 12th ed. USA: People's Medical Publishing House.
Ikatan Dokter Indonesia. (2014). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Edisi Revisi
Maques AR dan Cohen JI (2012). Herpes simplex. Dalam Wolff K, Goledsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc
Graw Hill Companies, pp: 2367-82
Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M. and Rahmani, S., (2016). Diagnostic Features of Common Oral Ulcerative Lesions: An Updated Decision Tree. International Journal of Dentistry, pp.1-14.
Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M., & Rahmani, S. (2016). Diagnostic features of common oral ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal of dentistry, 2016.
Plewa, M. C., & Chatterjee, K. (2017). Aphthous Stomatitis.
Regezi, JA., Sciuba, JJ., Jordan, RCK., (2016). Oral Pathologic Correlations. 7 th ed. Philadelphia W.B. Saunders.
Sivapathasundharam. (2018). Oral ulcers-A review. Journal of Dentistry & Oral Disorders, 4(4)
Stoopler, E. T., & Balasubramanlam, R. (2013). Topical and Systemic Therapies for Oral and Perioral Herpes Simplex Virus Infections. California Dental Association Journal, 41 (4), 259-262. Retrieved from
https://repository.upenn.edu/dental_papers/39
Tarakji, B., et al. (2015). Guideline for the diagnosis and treatment of recurrent aphthous stomatitis for dental practitioners. Journal of international oral health: JIOH, 7(5), 74.
Tarakji, B., Gazal, G., Al-Maweri, S. A., Azzeghaiby, S. N., & Alaizari, N. (2015). Guideline for the diagnosis and treatment of recurrent aphthous stomatitis for dental practitioners. Journal of international oral
health: JIOH, 7(5), 74–80.
Thoppay, J. R. (2020). Aphthous Ulcers Follow-up. https://emedicine.medscape.com/article/867080-followup#e2 [diakses September 2020].
Wallace, A., Rogers, H. J., Hughes, S. C., et al. (2015). Management of recurrent aphthous stomatitis in children. Oral Medicine, 42(6): 564-72.
Woo, S.-B., & Challacombe, S. J. (2007). Management of recurrent oral herpes simplex infections. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontology, 103, S12.e1–
S12.e18. doi:10.1016/j.tripleo.2006.11.004
Yasui, K., Kurata, T., Yashiro, M., et al. (2010). The effect of ascorbate on minor recurrent aphthous stomatitis. Acta Paediatrica, 99(3): 442-5.

Anda mungkin juga menyukai