Anda di halaman 1dari 5

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)

Posted on April 8, 2011

[Definisi]

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan ulser suatu kelainan


yang ditandai dengan berulangnya ulser dan terbatas pada mukosa rongga
mulut pasien tanpa adanya tanda-tanda penyakit lainnya (Lynch et al.,
1994).

Berbagai klasifikasi RAS telah diajukan, tetapi secara klinis kondisi ini
dapat dibagi menjadi 3 subtipe; minor, mayor, dan hipetiformis. Semua tipe
ulserasi dihubungkan dengan rasa sakit dan presentasi klinis dari lesinya.
Ulser minor memiliki diameter yang besarnya kurang dari 1 cm dan
sembuh tanpa disertai pembentukan jaringan paut. Ulser mayor memiliki
diameter lebih besar dari 1 cm dan akan membentuk jaringan parut pada
penyembuhannya. Ulser herpetiformis dianggap sebagi suatu gangguan
klinis yang berbeda, yang bermanifestasi dengan kumpulan ulser kecil
yang rekuren pada mukosa mulut (Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey ,
1998).

[Etiologi dan Patogenesis]

Etiologi dan patogenesis RAS belum diketahui pasti. Ulser pada RAS
bukan oleh karena satu faktor saja (multifaktorial) tetapi dalam lingkungan
yang memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri
dari trauma, stres, hormonal, genetik, merokok, alergi, dan infeksi
mikroorganisme atau faktor imunologi (Scully et al., 2003: Kilic, 2004).

Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara, kebiasaan buruk


(brukism), atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau
minuman yang terlalu panas. Trauma bukan merupakan faktor yang
berhubungan dengan berkembangnya RAS pada semua penderita tetapi
trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung (Houston, 2009).

Pada beberapa wanita mengalami rekurensi RAS setiap bulan yang


berhubungan dengan perubahan hormon, selalu ditandai dengan
peningkatan kadar progesteron saat fase luteal siklus menstruasinya. Pada
wanit sekelompok RAS sering terlihat di masa pra menstrual bahkan
banyak mengalami berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
faktor homonal antara lain hormon estrogen dan progesteron (Lewis &
Lamey , 1998).

Beberapa mikroorganisme di dalam rongga mulut diduga juga berperan


penting dalam patogenesis RAS, terutama golongan Streptococcus.
Berdasar penelitian terdahulu, kecenderungan lebih besar untuk terjadi
reaksi hypersensitivitas tipe lambat terhadap Streptococcus sanguis
diantara pasien RAS (Lynch et al., 1994).

[Gambaran Klinis]

Ulser mempunyai ukuran yang bervariasi 1-30 mmm, tertutup selaput


kuning keabu-abuan, berbatas tegas, dan dikelilingi pinggiran yang
eritematus dan dapat bertahan untuk beberap ahri atau bulan. Karateristik
ulser yang sakit terutama terjadi pada mukosa mulut yang tidak berkeratin
yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum
lunak dan mukosa orofaring (Banuarea, 2009).

Minor Recurrent Aphthous Stomatitis

Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang


ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal dengan diameter kurang dari 5
mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang erimatus (Gambar 1). Ulserasi pada
MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa
labial, mukosa bukal, dan dasr mulut. Ulserasi bias tunggal atau
merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh
dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas (Lewis & Lamey ,
1998).

Gambar 1. Gambaran klinis minor RAS pada mukosa labial (Scully & Felix, 2005)

Mayor Recurrent Aphthous Stomatitis

Stomatitis aptosa mayor yang rekuren (MaRAS), yang diderita oleh kira-
kira 10% dari penderita RAS, lebih hebat daripada MiRAS. Secara klasik,
ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, berlangsung selama 4 minggu atau
lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut,
termasuk daerah-daerah berkeratin (Gambar 2 dan 3). Tanda pernah
adanya MaRAS berupa jaringan parut terjadi karena keseriusan dan
lamanya lesi (Lewis & Lamey , 1998). Lynch et al. (1994) mengatakan
bahwa pasien dengan ulser mayor mengalami lesi yang dalam dengan
diameter 1-5 cm.

Gambar 2. Gambaran klinis mayor RAS pada mukosa palatal lunak (Scully & Felix, 2005)

Gambar 3. Gambaran klinis mayor RAS (Scully & Felix, 2005)

Menurut Langlai & Miller (2000), ulser seringkali multiple, terjadi pada
palatum lunak, tsucea tonsil, mukosa bibir, mukosa pipi, lidah dan meluas
ke gusi cekat. Biasany lesi asimetri dan unilateral. Gambaran ulsernya
yaitu ukuran besar, bagian tengah nekrotik dan cekung, tepinya merah
meradang.

Ulserasi Herpetiformis

Tipe RAS yang terakhir adalah ulserasi herpetiformis (HU). Istilah


herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri
dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis
herpetik primer. Tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi
pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aptosa (Lewis & Lamey ,
1998).

Gambaran mencolok dari penyakit ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang
jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung
dan menjadi tidak jelas batasnya (Gambar 4). Ukurannya berkisar 1-2 mm
sehingga dapat dibedakan dengan aptosa namun tidak adanya vesikel dan
gingivitis bersama sifat kambuhan membedakannya dari herpes primer
(Gambar 5) dan infeksi virus lainnya (Langlais & Miller, 2000; Porter &
Leao, 2005 ).

Gambar 4. Gambaran klinis RAS herpetiformis pada dasar lidah (Scully & Felix, 2005)

Gambar 5. Gambaran klinis infeksi herpes simplex pada permukaan ventral lidah (Porter & Leao, 2005)

[Diagnosis]

Diagnosis RAS berdasarkan pada penampilan klinis ulser serta riwayat


penyakitnya. Perhatian harus khusus ditujukan pada umur terjadinya,
lokasi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan
kelainan pencernaan, haid, stress, serta makanan harus dicatat (Lewis &
Lamey , 1998).

[Terapi dan Perawatan]


Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid
topikal dan imunomodulator sistemik, dianjurkan sebagai pengobatan untuk
RAS. Kombinasi vitamin B1 dan vitamin B6 diberikan selama 1 bulan
dianjurkan sebagai penatalaksaan tahap awal. Namun, beberapa pasien
memberikan respon yang baik terhadap obat kumur khorhexidin serta
kortikosteroid topikal (hidrokortison hemisuksinat atau betametason
natrium fosfat). Penggunaan terapi anxiolitik atau rujukan untuk hipnoterapi
dapat memebantu penderita yang diperkirakan memiliki faktor preipitasi
berupa stress (Lewis & Lamey , 1998).

Obat-obat sitemik seperti levamisole, inhibitor monoamine oksidase,


thalidomide, atau depsone, digunakan untuk penderita yang sering
mengalami ulserasi oral yang serius. Tetapi, penggunaan obat-obat ini
harus dipertimbangkan secara hati-hati berdasarkan pertimbangan
efektivitas serta efek sampingnya (Lewis & Lamey , 1998).

Ali Taqwim, Mahasiswa Profesi Kedokteran Gigi Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai