Esofagus
Refluks Gastroesofageal (4)
Heartburn (rasa panas/ terbakar retrosternal/ epigastrium menjalar ke leher); muntah; rasa asam/ pahit di mulut,
sering pada malam hari; diperberat dengan makan banyak atau berlemak; baring terlentang.
Gejala Klinis
FR: usia > 40 tahun; obesitas; kehamilan; merokok; konsumsi kopi, alcohol, coklat, makanan berlemak; pakaian
ketat; pekerja dengan angkat beban berat; obat-obatan (nitrat, teofilin, verapamil)
Pemeriksaan Fisik Tidak khas; biasa ada erosi pada enamel gigi; tanda radang kronik pada faring (laringo-faringeal refluks)
Diagnosis Diagnosis ditegakkan secara klinis (PPI challenge test)
Mekanisme Penyakit Refluks cairsn gaster ke esophagus akibat kelemahan otot sfingter gastroesofagus
Pencegahan Hindari faktor pencetus, misalnya berbaring terlentang segera makan.
Terapi medikamentosa dengan proton pump inhibitor (PPI) dosis tinggi (omeprazol 20 mg/ 12 jam/ oral; lansoprazol
30 mg/ 12 jam/ oral) selama 7 – 14 hari jika ada perbaikan klinis yang sifnifikan diagnosis GERD ditegakkan.
Setelah diagnosis ditegakkan, terapi dilanjutkan hingga 4 minggu; dapat ditambahkan obat prokinetik (domperidon
Tatalakasana
10 mg/ 8 jam/ oral)
Jika tidak ada PPI, gunakan golongan H2 receptor antagonist/ H2RA (cimetidine 400 – 800 mg/ 12 jam/ oral;
ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral; famotidine 20 mg/ 12 jam/ oral)
Edukasi - Modifikasi gaya hidup: turunkan BB, berhenti merokok, hindari zat yang dapat mengiritasi lambung (kafein;
alcohol)
- Posisi kepala lebih tinggi saat tidur
- Tidur minimal 2 – 4 jam setelah makan
Pasien dirujuk, bila: (untuk pemeriksaan endoskopi GERD-Q ≥ 10 indikasi endoskopi)
- Pengobatan empiric tidak berhasil
- Pengobatan empiric berhasil tetapi kambuh kembali
- Ada alarm symptoms (BB turun; hematemesis/ melena; disfagia; odinofagia; anemia)
Hepar
Hepatitis A (4)
Keluhan: Demam; mata dan kulit; penurunan nafsu makan; nyeri otot dan sendi; lemah, letih, dan lesu; mual dan
Gejala Klinis muntah; warna urine seperti teh; tinja seperti dempul.
FR: konsumsi makanan dan minuman yang tidak higienis; berbagi alat makan dan minum dengan penderita.
Pemeriksaan Fisik Febris; sclera ikterik; hepatomegali; warna urin seperti the
Laboratorium:
Urin biliribin di dalam urin
Diagnosis
Darah peningkatan kadar bilirubin darah, peningkatan SGOT dan SGPT ≥ 2 x nilai normal
IgM anti HAV
Mekanisme Penyakit Infeksi sel hepatosit oelh virus Hepatitis A, ditularkan secara faeco-oral
Pencegahan Jaga kebersihan diri dan lingkungan, rajin cuci tangan; vaksinasi Hepatitis A
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik:
a. Demam: ibuprofen 400 mg/ 12 jam/ oral
Tatalakasana
b. Mual: antiemetic seperti metoclopramid 10 mg/ 8 jam/ oral; domperidon 10 mg/ 8 jam/ oral
c. Nyeri perut dan kembung: H2RA (Cimetidin 200 mg/ 8 jam/ oral; Ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral); PPI
(Omeprazol 20 mg/ 24 jam/ oral)
4. Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan
Sanitasi dan hygiene mampu mencegah penuluran virus
Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang yang berisiko terinfeksi
Pasien menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat serta membatasi aktivitas fisik pasien selama fase akut
Edukasi
Pasien dirujuk bila:
Penderita mengalami ikterik yang menetap disertai keluhan yang lain
Terjadi penurunan kesadaran dengan kemungkinan ensefalopati hepatikum
Hepatitis B (3A)
1. Umumnya tidak bergejala terutama pada anak-anak
2. Gejala timbul apabila seseorang telah terinfeksi selama 6 minggu (gejala prodromal)
a. Gangguan gastrointestinal: malaise; anoreksia; mual; muntah
b. Gejala flu: batuk; fotofobia; nyeri kepala; mialgia
3. Gejala prodromal akan menghilang saat muncul ikterus, tetapi dapat pula menetap
Gejala Klinis 4. Ikterus (dapat disetai rasa gatal) didahului oleh urin berwarna gelap, diikuti oleh pembesaran hepar dan nyeri
tekan perut kanan atas
5. Setelah gejala tersebutakan timbul fase resolusi
FR: Hubungan seks tidak aman dengan penderita; penggunaan jarum suntik dan senjata tajam yang
terkontaminasi virus hepatitis B; orang yang bekerja di tempat yang terpapar dengan darah manusia; orang
yang pernah mendapat transfuse darah; pasien yang menjalani HD; anak dari ibu yang terinfeksi hepatitis B
Pemeriksaan Fisik Sklera ikterik; hepatomegali disertai nyeri tekan perut kanan atas; splenomegali dan limfadenopati (15-25%)
Laboratorium:
Urin biliribin di dalam urin
Diagnosis
Darah peningkatan kadar bilirubin darah, peningkatan SGOT dan SGPT ≥ 2 x nilai normal
Serologis HBsAg
Mekanisme Penyakit Infeksi sel hepatosit oleh virus Hepatitis B, ditularkan melalui darah/ serum
Pencegahan Vaksinasi hepatitis B
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik:
a. Demam: ibuprofen 400 mg/ 12 jam/ oral
Tatalakasana b. Mual: antiemetic seperti metoclopramid 10 mg/ 8 jam/ oral; domperidon 10 mg/ 8 jam/ oral
c. Nyeri perut dan kembung: H2RA (Cimetidin 200 mg/ 8 jam/ oral; Ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral); PPI
(Omeprazol 20 mg/ 24 jam/ oral)
4. Rujuk untuk diagnosis pasti dan terapi definitif
5. Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan
- Edukasi keluarga untuk mendukung pasien selama pengobatan karena pengobatan jangka panjang
- Pasien menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat serta membatasi aktivitas fisik selama fase akut
- Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi pola hidup (pencegahan transmisi) dan
Edukasi
imunisasi
Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan layanan dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak untuk
pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnostic dan terapi
Panel Serologis Hepatitis B
Interpretasi
HBsAg Anti-HBs Anti-HBc HBeAg Anti-Hbe
+ - IgM (+) + - Akut
- - IgM (+) - - Window
- + IgG (+) - - Sembuh
- + - - - Imunisasi
+ - IgG (+) +/- - Kronik
Kolon
Keluhan klasik DM
Ya Tidak
≥ 126 GDP < 126 ≥ 126 GDP 100 - 125 < 100
atau
≥ 200 GDS < 200 ≥ 200 GDS 140 - 199 < 140
Ulang
Diagnosis
Gejala Tanda
Gejala Klinis Rasa lapar, berkeringat, gelisah, paresthesia, palpasi, Pucat, takikardia, widened pulse-
Autonomik
tremulousness pressure
Lemah, lesu, dizziness, pusing, confusion, perubahan Cortical-blindness, hipotermia,
Neuroglikemik
sikap, gangguan kognitif, pandangan kabur, diplopia kejang, koma
Diagnosis Whipple’s triad:
- Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
- Kadar glukosa darah rendah
- Gejala berkurang dengan pengobatan
Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM), khususnya bagi pengguna insulin atau obat oral golongan insulin
Pencegahan
secretagouge
Hipoglikemia ringan:
- Beri konsumsi makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana)
- Glukosa 15 – 20 g (2 – 3 sendok makan) dilarutkan dalam air
- Periksa GDS setelah 15 menit, jika belum mencapai target GDS, pemberian glukosa dapat diulang
- Setelah GDS mencapai target, pasien diminta untuk makan atau mengonsumsi snack untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia
Hipoglikemia berat:
Tatalakasana
- Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral dengan dekstrosa 20% 50 cc (atau dekstrosa 40% 25 cc).
dilanjutkan dengan infus dekstrosa 5% atau 10%
- Periksa GDS 15 menit setelah pemberian terapi, bila belum mencapai target, pemberian dekstrosa 20% dapat
diulang
- Setelah mencapai target GDS, selanjutnya dilakukan monitoring GDS setiap 1 – 2 jam, kalau terjadi hipoglikemia
berulang pemberian dekstrosa 20% dapat diulang
- Evaluasi pemicu hipoglikemia
Pasien dengan obat antidiabetes yang berisiko menyebabkan hipoglikemia, sebaiknya selalu membawa sumber
Edukasi
glukosa yang dapat dicerna dengan mudah (misalnya: permen atau teh manis)
Probable hipoglikemia: terdapat gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan GDS
Hipoglikemia relative: GDS > 70 mg/dl dengan gejala hipoglikemia
Hipoglikemia asimptomatik: GDS < 70 mg/dl tanpa gejala hipoglikemia
Jenis Hipoglikemia
Hipoglikemia simptomatik: GDS < 70 mg/dl dengan gejala hipoglikemia
Hipoglikemia berat: pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian karbohidrat, glucagon, atau
resusitasi lainnya
Tirotoksikosis (3B)
Berdebar-debar; tremor; iritabilitas; intoleran terhadap panas; keringat berlebih; penurunan BB; nafsu makan
Gejala Klinis meningkat; diare; gangguan reproduksi (oligomenore/ amenore/ libido menurun); mudah lelah; sukar tidur; rambut
rontok; pembesaran kelenjar tiroid
Benjolan di leher depan; takikardia; demam; exophtalmus; tremor
Pemeriksaan Fisik
Grave’s disease: oftalmopati; edema pretibial; kemosis; ulkus kornea; dermopati; akropaki; bruit
Darah rutin; SGOT/ SGPT; GDS
Diagnosis EKG
Peningkatan kadar fT4 dan fT3 disertai penurunan kadar TSH di dalam plasma
Mekanisme Penyakit Peningkatan produksi hormone tiroid; primer atau sekunder dari kelainan lain
Pemberian obat simptomatis
- Propanolol 40 – 80 mg dalam 2 – 4 dosis
Tatalakasana
- PTU 300 – 600 mg dalam 3 dosis
Rujuk untuk diagnosis pasti dan tatalaksana lebih lanjut
Melakukan gaya hidup sehat
Edukasi
Kontrol dan minum obat teratur
Dislipidemia (4)
Gejala Klinis
Pemeriksaan Fisik
D. HEMATOLOGI – IMUNOLOGI
Anemia Defisiensi Besi (4)
Lemah; lesu; letih; lelah; penglihatan berkunang-kunang; pusing; telinga berdenging; penurunan konsentrasi; sesak
Gejala Klinis napas: jantung berdebar-debar; pica
FR:Ibu hamil; remaja putrid; status gizi kurang; ekonomi kurang/rendah; infeksi kronik; vegetarian
Gejala anemia: pucat (konjungtiva; mukosa mulut; telapak tangan; jaringan di bawah kuku); takikardia
Pemeriksaan Fisik
Gejala defisiensi besi: disfagia; atrofi papil lidah; stomatitis angularis; koilinikia
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan:
Hemoglobin kurang dari normal (laki-laki 14-18 g/dl; perempuan 12-16 g/dl) Anemia
Diagnosis Morfologi eritrosit: mikrositik hipokrom
Indeks eritrost kurang dari normal (MCV 80-100 fl ; MCH 26-32 pg )
Parameter besi: serum iron ; feritin; TIBC ; saturasi transferin
Intake kurang; kebutuhan meningkat; pengeluaran berlebih; gangguan absorpsi Fe negative iron balance (iron
Mekanisme Penyakit
depletion) Hematopoesis defisiensi besi anemia defisiensi besi
Cukupi asupan besi dari makanan (daging merah)
Pencegahan
Pemberian suplemen besi untuk remaja putri dan wanita hamil
Pemberian suplemen besi + vitamin C, diberikan 1 jam sebelum/ 2 jam setelah makan (perut kosong); diberikan
sampai 3 bulan setelah Hb normal
Tatalakasana
Ferrosulfat 325 mg (besi elemental 65 mg)/ 8 jam/ oral
Dosis untuk anak 3 – 6 mg (besi elemental)/ kgBB/ hari
- Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan penyakit dan pengobatannya, sehingga
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan berobat
- Pasien beritahukan efek samping obat seperti mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman
- Bila terjadi efek samping obat, segera ke layanan kesehatan
Pasien dirujuk, jika:
Edukasi - Anemia tanpa gejala dengan Hb < 8 g/dl
- Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb
- Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 7 mg/dl)
- Anemia karena penyebab lain yang bukan kompetensi dokter umum di layanan primer (mis: anemia aplastik;
anemia hemolitik; anemia megaloblastik)
- Jika didapatkan tanda kegawatan (mis: perdarahan atau distress pernapasan)
Anemia Jenis Lain
Limfadenitis
Pembengkakan kelenjar getah bening; demam; kehilangan nafsu makan; keringat berlebihan; nadi cepat;
kelemahan; nyeri tenggorok dan batuk bila disebabkan oleh infeksi saluran napas bagian atas; nyeri sendi bila
disebabkan oleh penyakit kolagen atau serum sickness.
- Riwayat penyakit seperti tonsillitis yang disebabkan oleh streptococcus, infeksi gigi dan gusi yang disebabkan
Gejala Klinis oleh baketri anaerob
- Riwayat perjalanan ke daerah endemis penyakit tertentu (mis: daerah Afrika Tripanosomiasis; orang bekerja
di hutan Tularemia)
- Paparan terhadap infeksi saluran napas atas, faringitis oleh streptococcus, atau tubercolosis dapat
mengarahkan penyebab limfadenopati
- Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya akibat infeksi rubella dan mononkleosis. Sedangkan pada
pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral dengan ukuran normal bila diameter 0,5 cm dan lipat
paha bila diameter > 1,5 cm dikatakan abdormal
- Nyeri tekan bila disebabkan infeksi bakteri
- Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada infeksi bakteri
- Fluktuasi bila menandakan terjadinya abses
- Pada keganasan: tidak ada tanda peradangan, tetapi teraba keras dan tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Fisik
- Infeksi tuberculosis: pembesaran KGB berjalan mingguan – bulanan (dapat pula mendadak); KGB menjadi
fluktuatif dan kulit di atasnya menjadi tipis dan dapat pecah
- Tenggorokan merah, bercak putih pada tonsil, bintik merah pada palatum Streptococcus
- Selaput pada dinding tenggorok, tonsil, dan palatum (pseudomembran) dan bullneck Difteri
- Faringitis, ruam-ruam dan splenomegali Eipstein Barr Virus
- Konjungtivitis, koplik spot Morbili/ Campak
- Purpura, pucat, hepatosplenomegali Leukemia
Limfadenitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan lanjutan dibutuhkan untuk menentukan penyebab limfadenitis:
Diagnosis Screenig TB: Sputum BTA; Mantoux test; LED
Darah perifer lengkap
Pemeriksaan lain sesuai kecurigaan klinis penyebab limfadenitis
Pencegahan Pencegahan infeksi secara umum: misalnya PHBS
- Untuk mengurangi nyeri, KGB bisa dikompres hangat
- Tatalaksana definitive limfadenitis sesuai penyebab:
Penyebab virus umumnya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan khusus (cukup dengan terapi suportif)
Penyebab bakteri antibiotic oral selama 10 hari (pemantauan 2 hari pertama)
Tatalakasana
Flukloksasilin 25 mg/ kgBB/ 6 jam, jika alergi penisilin Sefaleksin 25 mg/ kgBB (maks 500 mg)/ 8 jam atau
Eritromisin 15 mg/ kgBB (maks 500 mg)/ 8 jam
- Penyebab TB terapi TB (OAT kategori 1)
- Setelah pengobatan, KGB akan mengecil secara perlahan dan nyeri menghilang (kadang tetap teraba keras)
Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan untuk mencegah berbagai infeksi dan penularannya
Pasien dirujuk, bila:
Edukasi
- KGB tidak mengecil setelah terapi 4–6 minggu biopsi KGB untuk cari etiologi
- Curiga keganasan; ukuran KGB semakin membesar; dan diagnosis belum dapat ditegakkan
Sistem penilaian klasifikasi criteria RA menurut ACR – EULAR (American College of Rheumatology/
European League Against Rheumatism) 2010
A. Keterlibatan sendi
1 sendi besar 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 2
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 3
> 10 sendi (min. 1 sendi kecil) 5
B. Serologi (min. 1 hasil tes yang dibutuhkan untuk klasifikasi)
RF (-) dan ACPA (-) 0
RF (+) rendah dan ACPA (+) rendah 2
RF (+) tinggi dan ACPA (+) tinggi 3
C. Reaktan fase akut (min. 1 hasil tes yang dibutuhkan untuk klasifikasi)
CRP normal dan LED normal 0
CRP tidak normal dan LED tidak normal 1
D. Durasi dari gejala
< 6 minggu 0
≥ 6 minggu 1
Helmintiasis (Cacingan)
Askariasis/ Infeksi Cacing Gelang (4)
Nafsu makan menurun; perut membuncit; lemah; pucat; BB turun; mual/ muntah
Gejala Klinis
Larva di paru Loeffler syndrome batuk (dapat disertai darah); demam; eosinofilia CXR: infiltrate
Pemeriksaan Fisik Konjungtiva anemis, terdapat tanda malnutrisi, nyeri abdomen jika terjadi obstruksi
Diagnosis Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan telur Ascaris lumbricoides
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Ascaris lumbricoide; soil-borne
Pencegahan Perbaikan personal hygiene dan sanitasi lingkungan
Farmakologis:
- Pirantel pamoat 10 mg/ kgBB/ hari, dosis tunggal; atau
Tatalakasana
- Mebendazol 100 mg/ 12 jam/ oral, selama 3 hari; atau
- Albendazol 400 mg dosis tunggal (untuk anak usia > 2 tahun)
Edukasi kepada masyarakat akan penitngya menjaga kebersihan diri dan lingkungan:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Menutup makanan
- Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga
Edukasi
- Menghindari kontak dengan tanah yang terkontaminasi tinja manusia
- Menggunakan sarung tangan saat mengolah limbah/ sampah
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
- Kondisi rumah dijaga tetap bersih dan tidak lembab
Syarat untuk pengobatan massal:
- Obat mudah diterima di masyarakat
- Aturan pemakaian sederhana
- Mempunyai efek samping yang minimal
- Bersifat polivalen dapat berkhasiat untuk beberapa cacing
- Harga mudah dijangkau
Strongiloidiasis (4)
Rasa gatal pada kulit
Pada infeksi sedang nyeri seperti ditusuk-tusukdi daerah epigastrium dan tidak menjalar
Gejala Klinis
Mual/ muntah
Diare dan konstipasi saling bergantian
- Timbul kelainan kulit “creeping eruption” berupa papul eritema yang menjalar dan tersusun linear atau berkelok-
Pemeriksaan Fisik kelok menyerupai benang dengan kecepatan 2 cm/ hari. (terutama: telapak kaki; bokong; genital; dan tangan)
- Pemeriksaan generalis: nyeri epigastrium
Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan larva rabditiform Strongiloides stercoralis
Diagnosis
Pada pemeriksaan DPL: dapat ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Strongiloides stercoralis; soil-borne
Pencegahan Menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan (mis: menggunakan alas kaki)
Albendazol 400 mg/ 12 – 24 jam/ oral selama 3 hari; atau
Tatalakasana
Mebendazol 100 mg/ 8 jam/ oral selama 2 – 4 minggu
Edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan:
- Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga
- Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar tinja manusia
Edukasi - Menggunakan sarung tangan jika ingin mengolah limbah/ sampah
- Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah melakukan aktivitas
- Menggunakan alas kaki
Pasien dirujuk bila pasien strongiloidiasis dengan keadaan immunocompromised seperti penderita AIDS
Skistosomiasis (4)
Fase akut: demam, nyeri kepala, nyeri tungkai, urtikaria, bronchitis, nyeri abdomen; riwayat terpapar air danau/
sungai 4 – 8 minggu sebelumnya, kemudian berkembang manjadi ruam kemerahan (pruritic rash)
Fase kronis, keluhan tergantung letak kelainan
Gejala Klinis
- Hematuria; disuria urinary schistosomiasis S. haematobium
- Nyeri abdomen; diare berdarah intestinal schistosomiasis S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi
- Pembesaran perut; ikterus hepatosplenic schistosomiasis S. japonicum
Skistosomiasis akut limfadenopati; hepatosplenomegali; gatal; demam; urtikaria; bloody stool
Pemeriksaan Fisik Skistosomiasis kronik hipertensi porta dengan distensi abdomen, hepatosplenomegali; gagal ginjal dengan
anemia dan hipertensi; gagal jantung; intestinal polyposis; ikterus
Diagnosis Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses dan sedimen urin ditemukan telur Schistosoma spp
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Schistosoma spp; host intermediet berupa keong; water-borne
Pencegahan Hindari berenang di danau/ sungai endemic
Prazikuantel adalah DOC karena dapat membunuh semua spesies Schistosoma. Walaupun pemberian single dose
sudah bersifat kuratif, tetapi pengulangan setelah 2 – 4 minggu meningkatkan efektivitas pengobatan. Pemberian
prazikuantel dengan dosis sebagai berikut:
Spesies Schistosoma Dosis Prazikuantel
Tatalakasana S. mansoni; S. haematobium; S. intercalatum 40 mg/ kgBB/ hari PO, dibagi dalam 2 dosis perhari
S. japonicum; S. mekongi 60 mg/ kgBB/ hari PO, dibagi dalam 3 dosis perhari
*) Setelah 4 minggu dapat dilakukan pengobatan ulang
*) Pada pasien dengan telur cacing positif dapat dilakukan pemeriksaan ulang setelah satu bulan untuk memantau
keberhasilan pengobatan
Hindari berenang atau menyelam di danau atau sungai di daerah endemic skistosomiasis
Edukasi Minum air yang sudah dimasak untuk menghindari penularan melalui air yang terkontaminasi
Pasien dirujuk jika didiagnosis dengan skistosomiasis kronik disertai komplikasi (gagal ginjal; gagal jantung)
Taeniasis (4)
Gejala klinis akibat iritasi mukosa dan toksin dari cacing (rasa tidak nyaman pada lambung; mual; badan lemah;
berat badan menurun; nafsu makan menurun; nyeri kepala; konstipasi; pusing; pruritus ani; diare)
Gejala Klinis
FR: konsumsi daging mentah/ setengah masak dan mengandung larva sistiserkosis; hygiene yang rendah dalam
pengolahan daging; ternak tidak dijaga kebersihan kandang dan makanannya
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan generalis: nyeri ulu hati; tanda-tanda ileus jika terjadi obstruksi
Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan telur Taenia spp; ditemukan proglotid pada tinja secara
Diagnosis maksroskopik;
DPL: leukositosis; eosinofilia; dan LED meningkat
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Taenia spp; zoonosis parasiter (T. saginata: sapi; T. solium: babi)
Pencegahan Mengolah daging sampai matang; menggunakan jamban keluarga
Albendazol 400 mg/ 24 jam/ oral selama 3 hari; atau
Mebendazol 100 mg/ 8 jam/ oral selama 2 – 4 minggu
Tatalakasana
*) Pengobatan cacing dewasa berhasil jika ditemukan skoleks pada tinja
*) Pengobatan sistiserkosis dilakukan dengan eksisi
Edukasi pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dengan:
- Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan hewan ternak
Edukasi - Setiap keluarga sebaiknya memiliki jamban keluarga
Pasien dirujuk bila ada tanda-tanda sistiserkosis
Filariasis (4)
Manifestasi akut:
- Demam berulang 3-5 hari, dapat hilang saat istirahat dan muncul setelah beraktivitas berat
- Limfadenitis yang tampak kemerahan, panas dan sakit
- Retrograde lymphangitis
Gejala Klinis - Filarial abses yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah/ darah
- Pembesaran tungkai, lengan, payudara, skrotum yang kemerahan dan terasa panas (early lymphoedema)
Manifestasi kronik: (berlangsung beberapa bulan sampai bertahun-tahun setelah episode akut)
Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, payudara, atau skrotum akibat adanya cacing
dewasa pada system limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif berupa occult filariasis
- Limfangitis dan limfadenitis yang berulang 3-15 hari, terjadi beberapa kali dalam setahun; lebih sering pada
ekstrimitas bawah daripada atas
- Hidrokel, limfedema, elephantiasis dan chyluria meningkat seiring pertambahan usia
Pemeriksaan Fisik
- Manifestasi genital lain: epididimitis kronis, funikulitis, dan edema skrotum (L)/ edema vulva (P)
*) Bancroftian filariasis mengenai organ genital, paha, dan tungkai bagian bawah (ukuran ~3 kali ukuran normal)
sedangkan brugian filariasis umumnya terbatas pada tungkai bagian bawah (ukuran ~2 kali ukuran normal)
Diagnosis - Pemeriksaan darah tepi: leukositosis dengan eosinofilia 10-30% (darah jari sekitar pukul 20.00 waktu setempat)
- Identifikasi microfilaria pada apusan darah tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa atau Wright (pengambilan
sampel 22.00 – 02.00)
- DEC provocative test (jika diperlukan)
Disebabkan oleh cacing filarial (Wucheria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori) yang ditularkan melalui gigitan
Mekanisme Penyakit nyamuk. Cacing dewasa tinggal di dalam kelenjar limfe dan mengganggu aliran limfatik, sedangkan microfilaria
berada di dalam darah.
Pencegahan Upaya eliminasi pada tahun 2020 dengan pengobatan massal DEC dan albendazol di daerah endemis
- Memelihara kebersihan kulit
- Fisioterapi pada limfedema kronis
- Obat anti-filaria (DEC dan ivermektin) bermanfaat bila diberikan pada fase akut (saat limfangitis)
*) DEC 6 mg/ kgBB, 3 dosis perhari setelah makan, selama 12 hari. Pada Tropical Pulmonary Eosinophylia
pengobatan diberikan selama 3 minggu. (ES: reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap protein yang dilepas
saat cacing dewasa mati. Reaksi sistemik berupa demam, nyeri kepala, nyeri badan, pusing, anoreksia,
Tatalakasana malaise dan muntah; reaksi local berupa limfadenitis, abses dan transien limfedema. ES DEC lebih berat pada
penderita onchorcerciasis)
*) Ivermektin 150 ug/ kgBB (dosis tunggal) diberikan setiap 6 atau 12 bulan (KI: ibu hamil, dan anak < 5 tahun)
- Pemberian antibiotic dan antijamur dapat mengurangi serangan berulang
- Antihistamin dan kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi efek samping pengobatan. Analgetik dapat
diberikan jika diperlukan
- Tindakan operatif, untuk hidrokel kronik dan chyluria yang tidak membaik dengan terapi konservatif
Pasien dan keluarga diberikan informasi mengenai pencegahan dan pengendalian penyakit ini dengan:
Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan jentik nyamuk
Edukasi
Mencegah gigitan nyamuk
Rencana tindak lanjut: setelah pengobatan, dilakukan kontrol ulang jika masih terdapat gejala dan microfilaria
dalam darah pengobatan dapat diulang 6 bulan kemudian
Masa prepaten
Masa inkubasi
Stadium
Gejala klinik akut
Gejala menahun
5% deficit cairan
Evaluasi
3 – 4 jam
Malaria (4)
Demam hilang timbul, saat demam hilang disertai menggigil dan berkeringat. Dapat disertai nyeri kepala, nyeri otot
dan sendi, penurunan nafsu makan, sakit perut, mual/ muntah dan diare
Gejala Klinis
FR: riwayat malaria sebelumnya, tinggal di daerah endemis, riwayat berkunjung ke daerah endemis (1-4 minggu),
riwayat transfuse darah
1. Tanda khas:
- Periode demam (kulit merah dan kering, panas, suhu bisa > 400 C; pucat; takikardi; takipneu)
- Periode dingin/ berkeringat (kulit dingin, berkeringat; nadi cepat dan lemah; penurunan kesadaran)
Pemeriksaan Fisik 2. Kepala: anemis; ikterik; sianosis; pada malaria serebral bisa ditemukan kaku kuduk
3. Abdomen: hepatosplenomegali; asites
4. Ginjal: urin coklat kehitaman; oligouri atau anuria
5. Ekstrimitas: akral dingin (tanda-tanda syok)
Pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnosis:
Diagnosis - Rapid Diagnostic Test untuk malaria
- Mikroskopik: ditemukan parasit (Plasmodium sp) pada apusan darah (biasanya dengan pewarnaan giemsa)
Infeksi Plasmodium sp yang menyerang eritrosit, sehingga dapat ditemukan bentuk aseksual dalam darah.
Mekanisme Penyakit
Ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina atau transfusi darah
- Menghindari gigiran nyamuk dengan kelambu atau repellen
Pencegahan
- Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari
Tatalakasana Malaria falsiparum
Lini I: FDC (dihydroartemisinin 40 mg + piperakuin 320 mg) + Primakuin
*) untuk BB ≤ 59 kg 3 tab FDC + 2 tab primakuin; BB ≥ 60 kg 4 tab FDC + 3 tab primakuin
*) FDC diberikan sekali sehari selama 3 hari, primakuin diberikan sekali pemberian
*) dosis DHA 2-4 mg/ kgBB; piperakuin 16-32 mg/ kgBB; primakuin 0,75 mg/ kgBB
Lini II: Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin
*) diberikan bila tidak respon dengan lini I
*) dosis kina 10 mg/kgBB/kali ( 3 x sehari); doksisiklin 3,5 mg/kgBB/dosis terbagi (untuk dewasa; 2 x sehari);
2,2 mg/kgBB/dosis terbagi (untuk anak-anak; 2 x sehari); Tetrasiklin 4-5 mg/kgBB/kali (4 x sehari)
*) kina, doksisiklin/ tetrasiklin diberikan selama 7 hari
Malaria vivax dan malaria ovale
Lini I: Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin
*) dosis dan pemberian dihydroartemisinin dan piperakuin sama dengan malaria falciparum
*) dosis primakuin 0,25 mg/ kgBB/ hari (diberikan selama 14 hari)
Lini II: Kina + Primakuin
*) diberikan bila tidak respon dengan lini I
*) dosis dan pemberian kina sama dengan malaria falciparum
Untuk malaria vivax yang relaps/ kambuh: diberikan regimen DHA + Piperakuin yang sama tetapi dosis primakuin
ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. (dugaan relaps apabila setelah pemberian primakuin selama 14 hari,
pasien kembali sakit dengan parasit (+) dalam waktu 3 minggu – 3 bulan setelah pengobatan
Malaria malariae
Cukup diberikan regimen DHA + Piperakuin dengan dosis dan cara pemberian sama dengan malaria lainnya,
tanpa diberikan Primakuin
Malaria pada ibu hamil
TM I: Kina tab 3 x 10 mg/kgBB + Klindamisin 10 mg/ kgBB (diberikan selama 7 hari)
TM II dan III: DHA + Piperakuin (diberikan selama 3 hari)
Pencegahan/ profilaksis
- Doksisiklin 100 mg/ hari, diminum 2 hari sebelum pergi sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis
*) tidak boleh untuk ibu hamil dan anak < 8 tahun
- Mefloquin 250 mg, diminum 1 kali perminggu dimulai 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 minggu setelah
keluar dari daerah endemis
*) hati-hati pada daerah resisten, pasien dengan riwayat kejang, gangguan konduksi jantung dan psikiatri
- Atoquine 250 mg/ proguanil 100 mg, diminum 1 kali/ hari dimulai 1-2 hari sebelum pergi sampai 7 hari setelah
keluar dari daerah endemis
*) tidak boleh untuk ibu hamil dan menyusui, anak < 5 tahun, dan pasien dengan gangguan ginjal berat
- Pada kasus yang berat sampaikan kepada keluarga mengenai prognosisnya yang mungkin tidak baik
- Pengobatan pasien harus sampai sembuh sehingga perlu pengawasan minum obat untuk memastikan
kepatuhan pasien
Edukasi Pasien dirujuk pada keadaan:
- Malaria dengan komplikasi (malaria serebral; anemia berat; gangguan ginjal akut; edema paru/ ARDS;
hipoglikemia; syok; perdarahan spontan dan DIC; kejang berulang; asidemia; hemoglobinuria makroskopik)
- Malaria berat, namun terlebih dahulu diberi dosis awal artemisinin atau artesunat per IM atau IV dengan dosis
awal 3,2 mg/ kgBB
Zoonosis
Leptospirosis (4)
Demam; menggigil; nyeri kepala; mialgia hebat (betis, paha, dan pinggang); mual/ muntah; diare; nyeri perut;
Gejala Klinis fotofobia; penurunan kesadaran.
Banyak terjadi pada musim hujan/ banjir.
Febris; ikterus; nyeri tekan pada otot (terutama m. gastrocnemius); ruam kulit; limfadenopati; hepatosplenomegali;
Pemeriksaan Fisik edema; bradikardi relative; konjungtiva suffusion; gangguan perdarahan (peteki, purpura, epistaksis dan
perdarahan gusi); kaku kuduk bila terjadi meningitis
Darah rutin: jumlah leukosit 3.000-26.000/ mm3 dengan pergerseran ke kiri; trombositopenia ringan
Urin rutin: sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyaline/ granular) dan peroteinuria, jumlah sedimen eritrosit
biasanya meningkat
Diagnosis
Pemeriksaan serologi anti leptospira dengan leptodipstick
Pemeriksaan mikrobiologi: ditemukan bakteri spirocetae pada mikroskop electron lapangan gelap ( Lesptospira sp:
berbentuk spiral, berflagel, bergulung-gulung tipis, motil, bersifat obligat anaerob)
Infeksi oleh bakteri Leptospira interogans yang didapatkan akibat kontak dengan tanah, air, makanan yang
Mekanisme Penyakit terkontaminasi dengan air seni atau kotoran hewan yang terinfeksi (mis. tikus atau golongan rodensia lainnya).
Dapat juga akibat kontak langsung dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi.
Pencegahan Sulit dilakukan di daerah tropis akibat banyaknya hospes perantara dan jenis serotype
Pengobatan supportive dengan observasi ketat untuk mengatasi dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gangguan
fungsi ginjal
Tatalakasana Pemberian antibiotic dilakukan secepat mungkin
Kasus ringan doksisiklin 100 mg/ 12 jam/ oral
Kasus berat (Weil’s disease) injeksi penisilin G 1,5 juta unit/ IV
Bagi yang berisiko tinggi tertular sebaiknya menggunakan pakaian yang dapat melindungi dari kontak dengan
bahan-bahan yang terkontaminasi urin hewan reservoir
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus; mencuci tangan sebelum makan;
mencuci tangan dan kaki serta bagian tubuh lainnya setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan
Edukasi tempat yang tercemar lainnya
Rencana tindak lanjut:
Kasus harus dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
Pasien dirujuk ke layanan kesehatan dengan dokter spesialis penyakit dalam dan fasilitas HD pada kasus berat