Anda di halaman 1dari 28

A.

GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, DAN PANKREAS


Mulut
Ulkus Mulut/ Aftosa; Herpes (4)
Aftosa/ Stomatitis Aftosa Rekurenss (SAR):
- Luka pada mukosa buccal, bibir bagian dalam, lidah sisi lateral/ anterior; terasa nyeri
- Onset dari anak-anak, paling sering usi remaja dan dewasa muda (jarang pada usia lanjut)
- Frekuensi rekurensi bervariasi, interval cenderung regular, biasanya bersifat self-limiting (wanita timbul saat
haid)
- Bukan perokok; ada riwayat yang sama dalam keluarga
- Pasien umumnya sehat; atau mungkin disertai diare, konstipasi, nyeri perut, lemas, pucat (gejala terkait penyakit
Gejala Klinis
dasar)
Stomatitis Herpes:
- Luka pada bibir, lidah, gusi, palatum, atau mukosa buccal; terasa nyeri; bisa disertai bau mulut
- Malaise, demam, dan pembesaran KGB leher
- Sering pada remaja dan dewasa
- Terbagi menjadi: stomatitis primer (episode tunggal) dan rekurens (berulang)
- Pemicu rekurensi: demam; paparan sinar matahari; trauma; imunosupresi (HIV; keganasan; kortikosteroid)

Aftosa minor Aftos mayor Aftosa herpetiform


paling sering Jarang Jarang
mukosa non keratin (buccal; bibir mukosa non keratin dan mukosa
sisi dalam; lidah sisi lateral dan mastikatorik (ginggiva dan sisi mukosa non keratin
anterior) dorsum lidah)
satu atau beberapa satu atau beberapa banyak, bisa ratusan
bulat; konfluens (irreguler); batas
dangkal, bulat, batas tegas lebih dalam, bulat, batas tegas
tegas
diameter 5 - 7 mm diameter > 7 mm diameter 1 - 2 mm
Pemeriksaan Fisik
tepi eritematosa kadang menyerupai kegansan mukosa sekitar eritematosa
bagian tengah putih kekuningan dapat ditemukan skar
Perhatikan tanda anemia (warna kulit, mukosa, dan konjungtiva)
Pemeriksaan abdomen (distensi, hipertimpani, nyeri tekan)
Tanda dehidrasi (jika diare)
Pemeriksaan Fisik Stomatitis Herpes:
Lesi vesikel bentuk kubah; batas tegas; ukuran 2 – 3 mm, umumnya multiple  konfluens
Lokasi  bibir, lidah, ginggiva, palatum, atau buccal; mukosa sekitar edema dan hiperemis
Demam dan pembesaran KGB servikal
Tanda penyakit imunodefisiensi yang mendasari
Diagnosis Pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnosis tidak rutin dilakukan.
Pencegahan Jaga oral hygiene
Tatalaksana untuk Aftosa/ SAR
- Larutan kumur klorheksidin 0,2% digunakan 3 kali; setelah makan; selama 1 menit
- Kortikosteroid topical, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1% in ora base 2 kali sehari; setelah makan
Tataksana untuk stomatiti herpes:
Tatalakasana - Untuk mengurangi nyeri: berikan analgetik seperti paracetamol atau ibuprofen + larutan kumur klorheksidin 0,2%
- Pilihan antivirus yang dapat diberikan:
a. Acyclovir 5 kali 200 – 400 mg/ hari (anak-anak: 20 mg/kgBB/hari dibagi 5 dosis)  selama 7 hari
b. Valacyclovir 1 – 2 g/ 12 jam/ oral (1 hari); anak-anak: 20 mg/kgBB/hari dibagi 5 dosis  selama 7 hari
c. Famcyclovir 250 mg/ 8 jam/ oral  7 – 10 hari (tidak diberikan pada anak)
Hindari trauma pada mukosa mulut dan makanan atau zat dalam makanan yang berpotensi menimbulkan SAR,
misalnya: kripik, susu sapi, gluten, asam benzoate, dan cuka.
Pasien dirujuk, bila:
- Gejala ekstraoral yang mungkin terkait penyakit sistemik(lesi genital, kulit dan mata; gangguan gastrointestinal;
Edukasi penurunan BB; rasa lemah; batuk kronik; demam; limfadenopati; hepatosplenomegali)
- Gejala/ tanda tidak khas (onset usia dewasa akhir atau lanjut; perburukan aftosa; lesi berat; tidak ada perbaikan
klinis dengan kortikosteroid topical)
- Ada lesi lain pada rongga mulut (kandidiasis; glositis; perdarahan, bengkak, nekrosis ginggiva; leukoplakis;
sarcoma Kaposi)
Parotitis (3B)
Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah
Parotitis Mumps  bengkak berlangsung tiba-tiba; nyeri pada area yang bengkak: Onset akut, biasanya < 7 hari;
biasanya bilateral, namun dapat pula unilateral; gejala konstitusional: malaise, anoreksia, demam
Parotitis Bakterial Akut  bengkak berlangsung progresif; onset akut; demam; nyeri saat mengunyah
Parotitis HIV  tidak nyeri; dapat bersifat asimptomatik
Gejala Klinis
Parotitis Tuberkulosis  onset kronik; tidak nyeri; disertai gejala TB lainnya
Parotitis Autoimun (Sjorgen syndrome)  onset kronik/ rekuren; tidak nyeri; dapat unilateral/ bilateral; disertai
gejala Sjorgen syndrome (mis: mulut kering; mata kering); penyebab parotitis lain telah disingkirkan
FR: Anak 2 – 12 tahun (parotitis mumps); belum imunisasi MMR; riwayat penderita yang sama di sekitar pasien;
kondisi imunodefisiensi
- Keadaan umum bervariasi dari tampak sakit ringan sampai berat
- Suhu meningkat pada kasus parotitis infeksi
- Pada area preaurikuler (lokasi kelenjar parotis), terdapat edema; eritema; nyeri tekan (tidak pada parotids HIV,
Pemeriksaan Fisik
tuberculosis, dan autoimun)
- Pada parotitis bacterial akut, saat dilakukan masase kelenjar parotis dari posterior ke anterior, tampak saliva
purulen keluar dari duktus parotis
Untuk diagnosis parotitis tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan diperlukan untuk
Diagnosis menentukan etiologi pada kasus parotitis bacterial atau parotitis akibat penyakit sistemik tertentu (HIV,
Tuberkulosis, Sjorgen syndrome)
Mekanisme Penyakit Reaksi radang pada kelenjar parotis
Pencegahan Vaksinasi MMR
Parotitis Mumps
- Non-farmakologi: istirahat yang cukup; jaga asupan cairan dan nutrisi yang cukup
- Farmakologi: simptomatik (antipiretik, analgetik)
Tatalakasana
Parotitis Bakterial Akut
- Non-farmakologi : istirahat yang cukup; jaga asupan cairan dan nutrisi yang cukup
- Farmakologi: simptomatik (antipiretik, analgetik) + antibiotic
Edukasi tentang pentingnya menjaga kecukupan hidrasi dan oral hygiene
Edukasi tentang pentingnya imunisasi MMR
Edukasi Pasien dirujuk bila:
Parotitis dengan komplikasi
Parotitis akibat kelainan sistemik (HIV, Tuberkulosis, Sjorgen syndrome)
Komplikasi:
- Parotitis Mumps  epididimitis; orchitis; atrofi testis; oovoritis; ketulian; miokarditis; tiroiditis; pancreatitis;
ensefalitis; neuritis
- Kerusakan permanen kelenjar parotis yang menyebabkan gangguan fungsi sekresi saliva dan selanjutnya
menyebabkan risiko infeksi dan karies gigi
- Parotitis autoimun berhubungan dengan peningkatan insiden limfoma

Esofagus
Refluks Gastroesofageal (4)
Heartburn (rasa panas/ terbakar retrosternal/ epigastrium menjalar ke leher); muntah; rasa asam/ pahit di mulut,
sering pada malam hari; diperberat dengan makan banyak atau berlemak; baring terlentang.
Gejala Klinis
FR: usia > 40 tahun; obesitas; kehamilan; merokok; konsumsi kopi, alcohol, coklat, makanan berlemak; pakaian
ketat; pekerja dengan angkat beban berat; obat-obatan (nitrat, teofilin, verapamil)
Pemeriksaan Fisik Tidak khas; biasa ada erosi pada enamel gigi; tanda radang kronik pada faring (laringo-faringeal refluks)
Diagnosis Diagnosis ditegakkan secara klinis (PPI challenge test)
Mekanisme Penyakit Refluks cairsn gaster ke esophagus akibat kelemahan otot sfingter gastroesofagus
Pencegahan Hindari faktor pencetus, misalnya berbaring terlentang segera makan.
Terapi medikamentosa dengan proton pump inhibitor (PPI) dosis tinggi (omeprazol 20 mg/ 12 jam/ oral; lansoprazol
30 mg/ 12 jam/ oral) selama 7 – 14 hari jika ada perbaikan klinis yang sifnifikan diagnosis GERD ditegakkan.
Setelah diagnosis ditegakkan, terapi dilanjutkan hingga 4 minggu; dapat ditambahkan obat prokinetik (domperidon
Tatalakasana
10 mg/ 8 jam/ oral)
Jika tidak ada PPI, gunakan golongan H2 receptor antagonist/ H2RA (cimetidine 400 – 800 mg/ 12 jam/ oral;
ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral; famotidine 20 mg/ 12 jam/ oral)
Edukasi - Modifikasi gaya hidup: turunkan BB, berhenti merokok, hindari zat yang dapat mengiritasi lambung (kafein;
alcohol)
- Posisi kepala lebih tinggi saat tidur
- Tidur minimal 2 – 4 jam setelah makan
Pasien dirujuk, bila: (untuk pemeriksaan endoskopi  GERD-Q ≥ 10 indikasi endoskopi)
- Pengobatan empiric tidak berhasil
- Pengobatan empiric berhasil tetapi kambuh kembali
- Ada alarm symptoms (BB turun; hematemesis/ melena; disfagia; odinofagia; anemia)

Dinding, Rongga Abdomen, Hernia


Infeksi pada Umbilikus/ Omphalitis (4)
Panas, rewel, tidak mau menyusu
Gejala Klinis FR: imunitas seluler dan humoral belum sempurna; luka umbilicus; kulit tipis sehingga mudah lecet
Predisposisi: pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril
Tanda infeksi di sekitar tali pusat (kemerahan, panas, bengkak, nyeri, dan pus yang berbau busuk)
Infeksi tali pusat local atau terbatas: merah dan bengkak terbatas pada daerah < 1 cm dari pangkal tali pusat
Infeksi tali pusat berat atau meluas: merah dan bengkak > 1 cm dari pangkal tali pusat; atau kulit di sekitar tali
Pemeriksaan Fisik pusat mengeras dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut
Tanda sistemik: demam, takikardia, hipotensi, letargi, somnolen, ikterus
Komplikasi: Necrotizing fasciitis (edema, kulit seperti jeruk di sekitar tempat infeksi, progresivitas cepat, dapat
menyebabkan kematian); peritonitis; thrombosis vena porta; abses
Diagnosis Umumnya tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis
Mekanisme Penyakit Infeksi pada umbilicus dan tali pusat
Pencegahan Pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan dengan steril, tali pusat setelah dipotong dirawat terbuka
Perawatan local
Pembersihan tali pusat dengan larutan antiseptic (klorheksidin atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kasa yang
bersih delapan kali sehari sampai tidak ada nanah pada tali pusat
Tatalakasana Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep antibiotic 3-4 kali sehari
Perawatan sistemik: bila tidak ada gejala sistemik, pasien diberikan antibiotic kloksasilin oral selama 5 hari. Bila
ada gejala sistemikdapat ditambahkan antibiotic golongan aminoglikosida (perhatikan tanda-tanda sepsis). Bila
tidak ada perbaikan pertimbangkan kemungkinan MRSA
Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan klinis atau terjadi perluasan tanda infeksi serta anak semakin panas,
rewel, dan tidak mau menyusu
Edukasi Pasien dirujuk bila:
- Intak tidak mencukupi dan tampak tanda dehidrasi
- Terdapat tanda-tanda sepsis

Lambung, Duodenum, Jejenum, Ileum


Gastritis (4)
Gejala Klinis Nyeri, panas/ terbakar pada epigastrium; mual/ muntah; kembung; berkurang (kadang memberat) jika makan.
Nyeri tekan epigastrium; bising usus meningkat; hematemesis/ melena (inflamasi berat); konjungtiva anemis
Pemeriksaan Fisik
(proses kronis)
Diagnosis ditegakkan secara klinis; diagnosis pasti dengan endoskopi; gastritis kronik  darah rutin (investigasi
Diagnosis
anemia); Urea Breath Test (+)  Helicbacter pylori
Mekanisme Penyakit Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa gaster akibat akumulasi bakteri atau bahan iritan.
Terapi medikamentosa:
H2RA (ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral; famotidine 20 mg/ 12 jam/ oral; cimetidine 400 – 800 mg/ 12 jam/ oral)
Tatalakasana
PPI (Omeprazol 20 mg/ 12 jam/ oral; lansoprazol 30 mg/ 12 jam/ oral)
Antasida 500 – 1000 mg/ 8 jam/ oral
- Hindari faktor pemicu dengan makan tepat waktu; makan sering dengan porsi kecil; hindari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau menyebabkan perut kembung (kopi, the, makanan pedas, kol)
Edukasi Pasien dirujuk, bila: Pengobatan empiric tidak berhasil
- Tidak ada perbaikan klinis setelah 5 hari pengobatan
- Terjadi komplikasi (perdarahan UGIT; ulkus peptikum; perforasi lambung; anemia)
- Terdapat alarm symptoms

Perdarahan Gastrointestinal (3B)


Perdarahan Saluran Cerna Atas
Hematemesis (muntah darah)/ melena (BAB hitam seperti aspal); gejala lain sesuai dengan komorbid atau
Gejala Klinis penyakit dasar penyebab perdarahan. Riwayat muntah-muntah sebelum hematemesis (Mallory Weiss syndrome)
Riwayat penyakit hati kronis (sirosis); dyspepsia; konsumsi NSAIDs; alkohol, jamu-jamuan; penyakit paru
Penilaian hemodinamik dan evaluasi jumlah perdarahan
Mencari stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema Palmaris, edema tungkai);
Pemeriksaan Fisik massa abdomen; nyeri abdomen; rangsangan peritoneum; tanda-tanda penyakit paru, jantung, dan rematik
Rectal toucher
Perhatikan aspirat NGT (aspirat putih keruh  perdarahan tidak aktif; merah maron  perdarahan massif; arteri)
Pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal
Diagnosis
Penegakan diagnosis pasti memerlukan pemeriksaan lanjutan sesuai kecurigaan penyebab perdarahan
Mekanisme Penyakit Perdarahan saluran cerna di atas ligamentum Treitz (50-60% akibat ruptur varises gastroesofagus; 25-30% akibat
gastritis erosif; 10-15% akibat ulkus peptic; <5% penyebab lain)
1. Stabilkan hemodinamik
- Pemasangan IV line
- Oksigen via nasal kanul/ simple mask
- Balance cairan: pasang kateter urin
- Awasi tanda vital: TD, HR, dan SpO2; serta keadaan lain sesuai keadaan komorbid
2. Pemasangan NGT: lakukan bilas lambung untuk memudahkan tindakan endoskopi
Tatalakasana 3. Bed rest
4. Puasa/ diet hati/ lambung
5. Farmakoterapi:
- Injeksi H2RA atau PPI
- Sitoprotektor: sukralfat 1 gram/ 6-8 jam
- Antasida
- Injeksi vitamin K untuk psien dengan penyakit hati kronik
Pasien dirujuk bila perdarahan tidak berhenti dengan penanganan awal; terjadi rupture varises esophagus; terjadi
Edukasi
anemia berat
Perdarahan Saluran Cerna Bawah
Hematokezia (darah segar yang keluar melalui anus); melena (jika terjadi perlambatan motilitas)
Perdarahan divertikulum  tidak nyeri, tinja merah/ marun, umumnya terhenti spontan, tidak berulang
Hemoroid dan fissura ani  perdarahan merah segar tidak bercampur dengan feses
Occult bleeding  tidak bergejala atau lelah akibat anemia
Darah bercampur feses  kolitis atau lesi di proksimal rectum
Gejala Klinis
Darah terpisah dari feses  hemoroid, fissure ani
Ada gejala sistemik (demam lama)  tifoid, kolitis infektif
Perubahan pola defekasi + penurunan BB  kanker
Tidak nyeri  hemoroid interna, angiodisplasia, nyeri perut  kolitis infektif; iskemia mesenterial
Tenesmus  fissura, disentri
Pada rectal toucher didaptkan darah segar
Nilai tanda vital  renjatan/ hipotensi postural (Tilt test)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen: nyeri tekan (iskemia mesenterial); rangsang peritoneal (divertikulitis); massa intraabdomen
(tumor kolon, omuboma, Chron’s disease)
Diagnosis Pemeriksaan DPL, feses rutin dan tes darah samar
Mekanisme Penyakit Perdarahan saluran cerna di bawah ligamentum Treitz (akibat perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia, kolitis
iskemik; perdarahan kronik dan berulang biasanya akibat hemoroid dan neoplasia kolon)
1. Stabilkan hemodinamik
- Pemasangan IV line
- Oksigen via nasal kanul/ simple mask
- Balance cairan: pasang kateter urin
Tatalakasana
- Awasi tanda vital: TD, HR, dan SpO2; serta keadaan lain sesuai keadaan komorbid
2. Beberapa perdarahan saluran cerna bawah diterapi dengan obat-obatan. Hemoroid, fissura ani, dan ulkus
rektum soliter diterapi dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari mengedan
3. Kehilangan darah samar diberikan suplementasi besi ferrosulfat 325 mg/ 8 jam/ oral
Edukasi Pasien dirujuk bila perdarahan terjadi terus menerus dan diagnosis definitif tidak bisa ditegakkan di layanan primer

Hepar
Hepatitis A (4)
Keluhan: Demam; mata dan kulit; penurunan nafsu makan; nyeri otot dan sendi; lemah, letih, dan lesu; mual dan
Gejala Klinis muntah; warna urine seperti teh; tinja seperti dempul.
FR: konsumsi makanan dan minuman yang tidak higienis; berbagi alat makan dan minum dengan penderita.
Pemeriksaan Fisik Febris; sclera ikterik; hepatomegali; warna urin seperti the
Laboratorium:
Urin  biliribin di dalam urin
Diagnosis
Darah  peningkatan kadar bilirubin darah, peningkatan SGOT dan SGPT ≥ 2 x nilai normal
IgM anti HAV
Mekanisme Penyakit Infeksi sel hepatosit oelh virus Hepatitis A, ditularkan secara faeco-oral
Pencegahan Jaga kebersihan diri dan lingkungan, rajin cuci tangan; vaksinasi Hepatitis A
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik:
a. Demam: ibuprofen 400 mg/ 12 jam/ oral
Tatalakasana
b. Mual: antiemetic seperti metoclopramid 10 mg/ 8 jam/ oral; domperidon 10 mg/ 8 jam/ oral
c. Nyeri perut dan kembung: H2RA (Cimetidin 200 mg/ 8 jam/ oral; Ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral); PPI
(Omeprazol 20 mg/ 24 jam/ oral)
4. Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan
Sanitasi dan hygiene mampu mencegah penuluran virus
Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang yang berisiko terinfeksi
Pasien menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat serta membatasi aktivitas fisik pasien selama fase akut
Edukasi
Pasien dirujuk bila:
Penderita mengalami ikterik yang menetap disertai keluhan yang lain
Terjadi penurunan kesadaran dengan kemungkinan ensefalopati hepatikum

Hepatitis B (3A)
1. Umumnya tidak bergejala terutama pada anak-anak
2. Gejala timbul apabila seseorang telah terinfeksi selama 6 minggu (gejala prodromal)
a. Gangguan gastrointestinal: malaise; anoreksia; mual; muntah
b. Gejala flu: batuk; fotofobia; nyeri kepala; mialgia
3. Gejala prodromal akan menghilang saat muncul ikterus, tetapi dapat pula menetap
Gejala Klinis 4. Ikterus (dapat disetai rasa gatal) didahului oleh urin berwarna gelap, diikuti oleh pembesaran hepar dan nyeri
tekan perut kanan atas
5. Setelah gejala tersebutakan timbul fase resolusi
FR: Hubungan seks tidak aman dengan penderita; penggunaan jarum suntik dan senjata tajam yang
terkontaminasi virus hepatitis B; orang yang bekerja di tempat yang terpapar dengan darah manusia; orang
yang pernah mendapat transfuse darah; pasien yang menjalani HD; anak dari ibu yang terinfeksi hepatitis B
Pemeriksaan Fisik Sklera ikterik; hepatomegali disertai nyeri tekan perut kanan atas; splenomegali dan limfadenopati (15-25%)
Laboratorium:
Urin  biliribin di dalam urin
Diagnosis
Darah  peningkatan kadar bilirubin darah, peningkatan SGOT dan SGPT ≥ 2 x nilai normal
Serologis  HBsAg
Mekanisme Penyakit Infeksi sel hepatosit oleh virus Hepatitis B, ditularkan melalui darah/ serum
Pencegahan Vaksinasi hepatitis B
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik:
a. Demam: ibuprofen 400 mg/ 12 jam/ oral
Tatalakasana b. Mual: antiemetic seperti metoclopramid 10 mg/ 8 jam/ oral; domperidon 10 mg/ 8 jam/ oral
c. Nyeri perut dan kembung: H2RA (Cimetidin 200 mg/ 8 jam/ oral; Ranitidine 150 mg/ 12 jam/ oral); PPI
(Omeprazol 20 mg/ 24 jam/ oral)
4. Rujuk untuk diagnosis pasti dan terapi definitif
5. Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan
- Edukasi keluarga untuk mendukung pasien selama pengobatan karena pengobatan jangka panjang
- Pasien menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat serta membatasi aktivitas fisik selama fase akut
- Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi pola hidup (pencegahan transmisi) dan
Edukasi
imunisasi
Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan layanan dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak untuk
pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnostic dan terapi
Panel Serologis Hepatitis B
Interpretasi
HBsAg Anti-HBs Anti-HBc HBeAg Anti-Hbe
+ - IgM (+) + - Akut
- - IgM (+) - - Window
- + IgG (+) - - Sembuh
- + - - - Imunisasi
+ - IgG (+) +/- - Kronik

Kandung Empedu, Saluran Empedu, dan Pankreas

Kolon

B. GINJAL DAN SALURAN KEMIH


Infeksi Saluran Kemih bagian Bawah/ Sistitis (4)
Demam; susah BAK; disuria terminal; sering BAK; polikisuria; nyeri suprapubik
Gejala Klinis FR: DM; personal hygiene yang buruk; kehamilan; kebiasaan menahan kencing; hubungan seksual; kelainan
anatomi saluran kemih; riwayat urolitiasis, keputihan, riwayat kontrasepsi diafragma, riwayat ISK sebelumnya
Pemeriksaan Fisik Suhu > 37,50 C; Nyeri tekan suprapubik; Flank pain (nyeri ketok CVA)
DPL; urinalisis; ureum/ kreatinin; kadar gula darah
Diagnosis
Urin mikroskopik > 103 bakteri/ LPB  pungsi suprapubik; > 105 bakteri/ LPB  midstream urine
Mekanisme Penyakit Infeksi pada saluran kemih, paling sering disebabkan oleh kuman enterococcus yang menginvasi secara ascenden
Pencegahan Perbaikan personal hygiene
Minum air putih minimal 2 liter/ hari bila fungsi ginjal normal
Menjaga higienitas genitalia eksterna
Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotic selama 3 hari dengan pilihan antibiotic:
Tatalakasana Kotrimoksazol 960 mg/ 12 jam/ oral (anak: 5 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis))
Fluorokuinolon (siprofloksasin 500 mg/ 12 jam/ oral; Levofloksasin 500 mg/ 12 jam/ oral)
Amoksisilin – Asam Klavulanat 650 mg/ 8 jam/ oral  bisa sampai 7 hari
Cefpodoxime
- Edukasi bahwa penyebab ISK paling sering karena masuknya flora anus ke kandung kemih akibat prilaku dan
personal hygiene yang kurang baik
- Selama pengobata ISK, hindari berhubungan seks
- Perhatikan/ waspadai tanda ISK atas (nyeri pinggang)
Edukasi - Jaga kebersihan diri dan lingkungan
Pasien dirujuk bila:
- Terjadi komplikasi ISK (gagal ginjal, sepsis, ISK berulang atau kronis)
- Gejala ISK menetap dan terjadi resistensi kuman
Pielonefritis*/ Tanpa Komplikasi (4)
Onset penyakit akut dan timbulnya tiba-tiba; demam dan menggigil; nyeri pinggang unilateral/ bilateral; sering
disertai gejala sistitis (frekuensi, nokturia, disuria, urgensi, nyeri suprapubik); kadang disertai gejala gastrointestinal
(mual/ muntah, diare, nyeri perut)
Gejala Klinis
FR: sama dengan ISK atas; lebih sering pada wanita subur; jarang pada lelaki < 50 tahun, kecuali homoseks;
koitus per rectal; HIV/ AIDS; penyakit obstruktif urologi (tumor, striktur, batu saluran kemih, pembesaran
prostat); pada anak-anak bila terjadi refluks vesikoureteral)
Suhu > 38,50 C; Takikardia; Flank pain (nyeri ketok CVA) unilateral/ bilateral; Nyeri tekan suprapubik; nyeri tekan
Pemeriksaan Fisik
dan spasme otot saat palpasi ginjal; tanda-tanda ileus paralitik
1. Urinalisis (midstream urin  dipstick dan mikroskopik)
- Piuria (> 5 – 10 WBC/ LPB atau leukosit esterase (+))
- Silinder leukosit  tanda patognomonik
- Hematuria (mikroskopik/ gross)  fase akut
Diagnosis - Bakteriuria bermakna (> 104 koloni/ ml atau nitrit (+))
2. Kultur urin dan tes sensitifitas – resistensi antibiotic
3. Darah perifer dan hitung jenis  leukositosis dengan predominansi neutrofil
4. Kultur darah  pielenofritis dapat menyebabkan bakteremia (33%)
5. Foto polos abdomen (BNO)  menyingkirkan adanya obstruksi atau batu di saluran kemih
Tatalakasana 1. Non- farmakologi:
a. Identifikasi dan inimalkan faktor risiko
b. Tatalaksana jika ada kelainan obstruksi
c. Menjaga kecukupan hidrasi
2. Farmakologi:
a. Antibiotik empiric
- Antibiotik parenteral: seftriakson; sefepim; fluorokuinolon (siprofloksasin dan levofloksasin); curiga
enterococci (ampisilin + gentamisin; ampisilin – sulbaktam; piperasilin – tazobactam). Dapat diganti dengan
obat oral setelah 24 – 48 jam
- Antibiotik oral: fluorokuinolon (siprofloksasin danlevofloksasin); kotrimoksazol; curiga entrococci
(amoksisilin). Dapat diberikan selama 7 hari; pada kasus infeksi berulang terapi antibiotic sesuai hasil kultur
selama 7 – 14 hari.
b. Simptomatik: sesuai gejala klinis (analgetik – antipiretik; antiemetic)
- Pasien seksual aktif dianjurkan berkemih dan membersihkan organ kelamin segera setelah koitus
- Pada pasien yang gelisah, dokter dapat memberikan assurance bahwa PNA non komplikata dapat ditangani
sepenuhnya dengan antibiotic yang tepat
Edukasi Pasien dirujuk bila:
- Terdapat tanda urosepsis pada pasien
- Tidak menunjukkan respon yang positif terhadap pengobatan yang diberikan
- Terdapat kecurigaan adanaya penyakit urlogi yang mendasari (mis: batu saluran kemih; striktur; tumor)

C. ENDOKRIN, METABOLIK, DAN NUTRISI


Endokrin
Diabetes Mellitus Tipe 2 (4)
Polifagia; poliuria; polidipsi; penurunan BB yang tidak jelas penyebabnya
Gejala Klinis Keluhan tidak khas: lemah; kesemutan (neuropati perifer); gatal; mata kabur; disfungsi ereksi; pruritus vulva; luka
yang sulit sembuh
Mata: penurunan visus; katarak
Pemeriksaan Fisik
Extrimitas: uji sensibilitas kulit (shock and glove phenomena)

Keluhan klasik DM

Ya Tidak

≥ 126 GDP < 126 ≥ 126 GDP 100 - 125 < 100
atau
≥ 200 GDS < 200 ≥ 200 GDS 140 - 199 < 140

Ulang
Diagnosis

≥ 126 GDP < 126


atau TTGO
≥ 200 GDS < 200

> 200 140 - 199 < 140

Diabetes Melitus TGT GDPT Normal

Mekanisme Penyakit Resistensi insulin perifer dan/atau gangguan sekresi insulin


Pencegahan Pola hidup sehat
Tatalakasana 5 pilar tatalaksana DM: Edukasi; aktivitas fisik teratur; atur pola makan; terapi obat (OHO/ insulin); monitoring
- Aktivitas fisik 30 – 60 menit/ hari sebanyak 3 – 5 kali/ minggu (min. 150 menit/ minggu) intensitas sedang
- Berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan berkebun
- Pengaturan diet:
KH: 45 - 65%; lemak: 20 - 25%; protein: 15 - 20%
Laki-laki: 30 kal/ kgBB ideal;  Umur > 40 tahun : - 5%
Edukasi Perempuan: 25 kal/ kgBB ideal  Stress metabolik (infeksi/ operasi) : + 10 s/d 30 %
*) BBI = (TB dalam cm – 100) – 10%  Aktivitas ringan + 10%
Aktifitas sedang + 20%
 BB < 90% BBI : + 20% Aktivitas berat + 30%
BB = 110 – 120% BBI : - 10%  Hamil TM I, II + 300 kal
BB > 120% BBI: - 20% Hamil TM III/ laktasi + 500 kal

Baik Sedang Buruk


GDP (mg/dl) 80 - 99 100 - 125 ≥ 126
GD2PP (mg/dl) 80 - 144 145 - 179 ≥ 180
HbA1c (%) < 6,5 6,5 – 8 >8
Kolesterol total (mg/dl) < 200 200 - 239 ≥ 240
Derajat Kontrol DM LDL (mg/ dl) < 100 100 - 129 ≥ 130
Lk > 50
HDL (mg/dl)
Pr > 40
Trigliserida (mg/dl) < 150 150 – 199 > 200
IMT (kg/m2) 18,5 - 23 23 – 25 > 25
TDS ≤ 130 TDS 130 – 140 TDS > 140
Tekanan darah (mmHg)
TDD ≤ 80 TDD 80 - 90 TDD > 90
Hiperosmolar Hiperglikemia Non Ketotik/ HHNK (3B)
Lemah; gangguan penglihatan; mual/ muntah; letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma
Gejala Klinis
Umumnya terjadi pada orang tua (umur > 60 tahun)
- Tanda dehidrasi berat (turgor buruk, bibir kering, mata cekung, ekstrimitas dingin, denyut nadi cepat dan lemah)
- Kelainan neurologis bersifat revesible dengan koreksi cairan
Pemeriksaan Fisik
- Hipotensi postural
- Tidak ada napas bau aseton maupun pernapasan Kussmaul
GDS > 600 mg/ dl (umumnya 600 – 1200 mg/dl) tanpa tanda-tanda asidosis
Diagnosis
Osmolaritas plasma sangat meningkat (330 – 380 mOs/ ml)
- Memastikan jalan napas paten dan membantu pernapasan dengan pemberian oksigen
- Memasang akses intravena dan melakukan hidrasi cairan NaCl o,9% dengan target TDS > 90 atau produksi urin
0,5 ml/ kgBB/ jam
Tatalakasana
- Memasang kateter urin untuk pemantauan cairan
- Dapat diberikan insulin rapid acting bolus intravena atau subcutan sebesar 180 microunit/ kgBB
- Rujuk ke layanan kesehatan dengan layanan dokter spesialis penyakit dalam
Ketoasidosis Diabetik (3B)
Gejala Klinis Umumnya pada anak-anak dengan DMT1
Pemeriksaan Fisik Napas bau aseton dan pola pernapasan Kussmaul
GDS > 300 mg/ dl (300 – 600 mg/dl), disertai tanda asidosis dan keton plasma (+) kuat
Diagnosis Osmolaritas plasma meningkat (300 – 320 mOs/ ml)
Peningkatan anion gap
Tatalaksana awal sama dengan HHNK (tatalaksana awal sebagai krisis hiperglikemia), kemudian rujuk ke fasilitas
Tatalakasana
dengan layanan lebih lengkap
Hipoglikemia (4)

Gejala Tanda
Gejala Klinis Rasa lapar, berkeringat, gelisah, paresthesia, palpasi, Pucat, takikardia, widened pulse-
Autonomik
tremulousness pressure
Lemah, lesu, dizziness, pusing, confusion, perubahan Cortical-blindness, hipotermia,
Neuroglikemik
sikap, gangguan kognitif, pandangan kabur, diplopia kejang, koma
Diagnosis Whipple’s triad:
- Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
- Kadar glukosa darah rendah
- Gejala berkurang dengan pengobatan
Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM), khususnya bagi pengguna insulin atau obat oral golongan insulin
Pencegahan
secretagouge
Hipoglikemia ringan:
- Beri konsumsi makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana)
- Glukosa 15 – 20 g (2 – 3 sendok makan) dilarutkan dalam air
- Periksa GDS setelah 15 menit, jika belum mencapai target GDS, pemberian glukosa dapat diulang
- Setelah GDS mencapai target, pasien diminta untuk makan atau mengonsumsi snack untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia
Hipoglikemia berat:
Tatalakasana
- Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral dengan dekstrosa 20% 50 cc (atau dekstrosa 40% 25 cc).
dilanjutkan dengan infus dekstrosa 5% atau 10%
- Periksa GDS 15 menit setelah pemberian terapi, bila belum mencapai target, pemberian dekstrosa 20% dapat
diulang
- Setelah mencapai target GDS, selanjutnya dilakukan monitoring GDS setiap 1 – 2 jam, kalau terjadi hipoglikemia
berulang pemberian dekstrosa 20% dapat diulang
- Evaluasi pemicu hipoglikemia
Pasien dengan obat antidiabetes yang berisiko menyebabkan hipoglikemia, sebaiknya selalu membawa sumber
Edukasi
glukosa yang dapat dicerna dengan mudah (misalnya: permen atau teh manis)
Probable hipoglikemia: terdapat gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan GDS
Hipoglikemia relative: GDS > 70 mg/dl dengan gejala hipoglikemia
Hipoglikemia asimptomatik: GDS < 70 mg/dl tanpa gejala hipoglikemia
Jenis Hipoglikemia
Hipoglikemia simptomatik: GDS < 70 mg/dl dengan gejala hipoglikemia
Hipoglikemia berat: pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian karbohidrat, glucagon, atau
resusitasi lainnya

Tirotoksikosis (3B)
Berdebar-debar; tremor; iritabilitas; intoleran terhadap panas; keringat berlebih; penurunan BB; nafsu makan
Gejala Klinis meningkat; diare; gangguan reproduksi (oligomenore/ amenore/ libido menurun); mudah lelah; sukar tidur; rambut
rontok; pembesaran kelenjar tiroid
Benjolan di leher depan; takikardia; demam; exophtalmus; tremor
Pemeriksaan Fisik
Grave’s disease: oftalmopati; edema pretibial; kemosis; ulkus kornea; dermopati; akropaki; bruit
Darah rutin; SGOT/ SGPT; GDS
Diagnosis EKG
Peningkatan kadar fT4 dan fT3 disertai penurunan kadar TSH di dalam plasma
Mekanisme Penyakit Peningkatan produksi hormone tiroid; primer atau sekunder dari kelainan lain
Pemberian obat simptomatis
- Propanolol 40 – 80 mg dalam 2 – 4 dosis
Tatalakasana
- PTU 300 – 600 mg dalam 3 dosis
Rujuk untuk diagnosis pasti dan tatalaksana lebih lanjut
Melakukan gaya hidup sehat
Edukasi
Kontrol dan minum obat teratur

Gizi dan Metabolisme


Obesitas (4)
Gejala Klinis Kelebihan berat badan jarang dikeluhkan; tetapi gejala dari risko kesehatan yang ditimbulkan
Pengukuran antropometri: IMT ≥ 25 kg/ m2; LP > 85 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan lain sesuai risiko dan komplikasi (mis: TD)
Diagnosis Untuk menentukan risiko dan komplikasi (mis: pemeriksaan gula darah; profil lipid; dan asam urat)
Ketidakseimbangan asupan energy dengan tingkat aktivitas fisik
Faktor lain yang harus dipertimbangkan: kebiasaan makan berlebih; genetic; kurang aktivitas fisik; faktor psikologi
Mekanisme Penyakit
dan stress; obat-obatan (mis: steroid; KB hormonal; antidepresan); usia (mis: menopause); kejadian tertentu (mis:
berhenti merokok; berhenti dari kegiatan olahraga)
Tatalakasana Non farmakologi
- Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang dipilih (target rasional adalah penurunan 10% dari BB
sekarang)
- Usulkan cara sesuai dengan faktor risiko yang dimiliki pasien, dan jadwalkan pengukuran berkala untuk menilai
keberhasilan program
- Perubahan pola makan: makan dengan porsi kecil namun sering dan mengurangi konsumsi lemak; dimulai
dengan mengurangi asupan kalori 300 – 500 kkal/ hari (target BB turun ½ - 1 kg/ minggu)
- Latihan fisik kemudian secara perlahan tingkatkan intensitasnya, misalnya memulai dengan berjalan selama 30
menit/ hari sebanyak 5 kali dalam seminggu, kemudian ditingkatkan menjadi 45 menit/ hari
- Penanganan obesitas butuh waktu lama. Sehingga diperlukan motivasi dari keluarga dan pasien sendiri, agar
mencapai BB ideal
- Setelah berat badan normal, jaga dan pertahankan, serta evaluasi adanya penyakit penyerta
- Batasi asupan energy dari lemak total dan gula
Edukasi
- Tingkatkan konsumsi buah dan sayur, serta kacang-kacangan dan biji-bijian
- Lakukan aktivitas fisik teratur (anak-anak: 60 menit/ hari; dewasa: min. 150 menit/ minggu)
Pasien di rujuk, bila pasien dengan obesitas risiko tinggi dan risiko absolute; atau tidak terjadi penurunan BB
setelah modifikasi gaya hidup secara konsisten selama 3 bulan

Klasifikasi IMT (kg/m2)


Klasifikasi WHO yang Underweight < 18,5
dimodifikasi untuk Asia- Normal 18,5 – 22,9
Pasifik BB lebih dengan risiko 23,0 – 24,9
Obese I 25,0 – 29,9
Obese II ≥ 30

Dislipidemia (4)
Gejala Klinis
Pemeriksaan Fisik

Kolesterol Total (mg/ dl) Kolesterol LDL (mg/ dl)


< 200 Diinginkan < 100 Optimal
200 – 239 Borderline 100 – 129 Mendekati optimal
≥ 240 Tinggi 130 – 159 Borderline
Diagnosis
Trigliserida (mg/ dl) 160 – 189 Tinggi
< 150 Optimal ≥ 190 Sangat tinggi
150 – 199 Borderline Kolesterol HDL (mg/ dl)
200 – 499 Tingi ≥ 60 Tinggi
≥ 500 Sangat tinggi < 40 Rendah
Mekanisme Penyakit
Pencegahan
Tatalakasana Non farmakologi
- Terapi nutrisi medis
LDL tinggi: kurangi asupan lemak total dan lemak jenuh; tingkatkan supan lemak tidak jenuh (MUFA dan PUFA)
TG tinggi: kurangi asupan lemak, karbohidrat, dan alkohol
- Aktivitas fisik
Tingkatkan aktivitas fisik sesuai kondisi dan kemampuan
Terapi farmakologi (dilakukan setelah 6 minggu terapi non farmakologi)
Efek terhadap
Golongan Mekanisme Efek Samping Contoh
fraksi lipid
Statin Inhibisi HMG CoA Miopati; - Fluvastatin 20-80 mg/ hari
reductase peningkatan - Lovastatin 5-40 mg/ hari
SGOT/ SGPT; - Pravastatin 5-40 mg/ hari
rabdomiolisis LDL: ↓18-25%
- Simvastatin 5-40 mg/ hari
HDL: ↑5-15%
- Atorvastatin 10-80 mg/ hari
TG: ↓7-30%
- Rosuvastatin 10-40 mg/ hari
- Pitavastatin 1-4 mg/ hari
*) diminum pada malam hari
Resin Menghambat Konstipasi; LDL: ↓15-30% - Kolesteramin 4-16 mg/ hari
reabsorpsi asam gangguan HDL: ↑3-5%
empedu pencernaa TG: -
FIbrat Meningkatkan Dyspepsia; LDL: ↓5-15% - Fenofibrat 145-160 mg/ 24 jam
lipoprotein lipase miopati; - Gemfibrozil 600 mg/ 12 jam
KI: gangguan HDL: ↑10-20% atau 900 mg/ 24 jam
fungsi hati dan TG: ↓20-50%
ginjal
Asam Mengurangi Flushing; - Lepas cepat 1,5 – 3 g/ hari
nikotinat jumlah asam hiperglikemia; - Lepas lambat 1 – 2 g/ hari
LDL: ↓5-15%
lemak bebas hiperurisemia;
HDL: ↑25-35%
hepatotoksik;
TG: ↓20-50%
gangguan
pencernaan
Inhibitor Menghambat Dyspepsia; LDL: ↓17-18% - Ezetimibe 10 mg/ hari
reseptor reabsropsi nyeri kepala HDL: ↑3-4%
kolesterol kolesterol di usus dan punggung TG: -
Edukasi

Hiperurisemia – Gout Arthritis


Bengkak pada sendi; nyeri sendi mendadak, biasanya timbul pada malam hari; bengkak disertai rasa panas dan
Gejala Klinis kemerahan; demam, menggigil, dan nyeri badan
*) obat-obat yang dapat menginduksi hiperurisemi: aspirin dosis rendah; diuretic; obat TB (pirazinamid)
Arthritis monoartikular dapat ditemukan, biasanya melibatkan sendi MTP-1 atau sendi tarsal lainnya. Sendi yang
Pemeriksaan Fisik
mengalami inflamasi tampak kemerahan dan bengkak
- X-ray: tampak pembengkakan asimetris pada sendi dan kista subkortikal tanpa erosi;
Diagnosis - Kadar asam urat dalam darah > 7 mg/dl
- Ditemukan kristal urat (MSU) pada cairan sendi atau tofus
Mekanisme Penyakit Deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan sekitar sendi
1. Mengatasi serangan akut dengan segera:
- Kolkisin (efektif pada 24 jam pertama setelah serangan timbul): dosis 0,5 – 0,6 mg per oral dapat diulang
setiap 1 jam jika nyeri tidak teratasi (dosis maksimal 6 mg/ hari)
- NSAIDs seperti natrium diklofenak 25 – 50 mg/ hari selama 3 – 5 hari
- Kortikosteroid sistemik jangka pendek, misalnya prednisone 5 mg/ 8 – 12 jam/ oral (jika tidak berespon
terhadap pemberian kolkisin atau NSAIDs)
Tatalakasana
2. Pencegahan serangan berulang: kolkisin dosis rendah
3. Menurunkan kadar asam urat dan mencegah komplikasi lainnya:
- Obat penurun asam urat (sebaiknya tidak digunakan selama serangan akut): allopurinol 100 mg/ hari dapat
ditingkatkan secara bertahap jika diperlukan (maks 800 mg/ hari), target terapi kadar asam urat < 6 mg/dl
- Modifikasi gaya hidup: minum cukup; mengololah obesitas dan menjaga berat badan ideal; hindari alcohol;
diet rendah purin
Edukasi Pasien dirujuk jika ada komplikasi atau penyakit komorbid; nyeri tidak teratasi
Gambaran klinis hiperurisemia:
- Hipeurisemia asimptomatik
- Gout arthritis: stadium akut; stadium interkritikal; stadium kronik)
- Penyakit ginjal

D. HEMATOLOGI – IMUNOLOGI
Anemia Defisiensi Besi (4)
Lemah; lesu; letih; lelah; penglihatan berkunang-kunang; pusing; telinga berdenging; penurunan konsentrasi; sesak
Gejala Klinis napas: jantung berdebar-debar; pica
FR:Ibu hamil; remaja putrid; status gizi kurang; ekonomi kurang/rendah; infeksi kronik; vegetarian
Gejala anemia: pucat (konjungtiva; mukosa mulut; telapak tangan; jaringan di bawah kuku); takikardia
Pemeriksaan Fisik
Gejala defisiensi besi: disfagia; atrofi papil lidah; stomatitis angularis; koilinikia
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan:
Hemoglobin kurang dari normal (laki-laki 14-18 g/dl; perempuan 12-16 g/dl)  Anemia
Diagnosis Morfologi eritrosit: mikrositik hipokrom
Indeks eritrost kurang dari normal (MCV 80-100 fl ; MCH 26-32 pg )
Parameter besi: serum iron ; feritin; TIBC ; saturasi transferin
Intake kurang; kebutuhan meningkat; pengeluaran berlebih; gangguan absorpsi Fe  negative iron balance (iron
Mekanisme Penyakit
depletion)  Hematopoesis defisiensi besi  anemia defisiensi besi
Cukupi asupan besi dari makanan (daging merah)
Pencegahan
Pemberian suplemen besi untuk remaja putri dan wanita hamil
Pemberian suplemen besi + vitamin C, diberikan 1 jam sebelum/ 2 jam setelah makan (perut kosong); diberikan
sampai 3 bulan setelah Hb normal
Tatalakasana
Ferrosulfat 325 mg (besi elemental 65 mg)/ 8 jam/ oral
Dosis untuk anak 3 – 6 mg (besi elemental)/ kgBB/ hari
- Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan penyakit dan pengobatannya, sehingga
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan berobat
- Pasien beritahukan efek samping obat seperti mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman
- Bila terjadi efek samping obat, segera ke layanan kesehatan
Pasien dirujuk, jika:
Edukasi - Anemia tanpa gejala dengan Hb < 8 g/dl
- Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb
- Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 7 mg/dl)
- Anemia karena penyebab lain yang bukan kompetensi dokter umum di layanan primer (mis: anemia aplastik;
anemia hemolitik; anemia megaloblastik)
- Jika didapatkan tanda kegawatan (mis: perdarahan atau distress pernapasan)
Anemia Jenis Lain

Reaksi Anafilaktik (4)


Kulit dan mukosa: eksema, urtikaria dan angioedema
Saluran cerna: kram perut, mual/ muntah, diare
Gejala Klinis Saluran napas: bersin, batuk, hidung tersumbat, sesak napas
Sirkulasi: penurunan kesadaran (syok anafilaktik)
Ada riwayat alergi
Pasien tampak sesak, RR meningkat, sianosis karena edema laring dan bronkopasme. Hipotensi merupakan
Pemeriksaan Fisik
gejala menonjol pada syok anafilaktik. Adanya takikardi, edema periorbita, mata berair dan merah.
World Allergy Organization membuat criteria reaksi anafilaktik sangat mungkin bila:
1. Onset gejala akut yang melibatkan kulit dan/atau mukosa (mis: urtikaria generalisata, pruritus dengan
kemerahan, edema bibir/ lidah/ uvula) dan sedikitnya satu dari tanda berikut
a. Gangguan respirasi (mis: sesak, wheezing, stridor, penurunan APE,hipoksemia)
b. Penurunan tekanan darah atau gejala kegagalan organ target (mis: hipotonia, kolaps vascular, sinkop,
inkontinensia)
2. Atau, ≥ 2 tanda berikut yang muncul segera setelah paparan allergen yang mungkin:
Diagnosis
a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit
b. Gangguan respirasi
c. Penurunan tekanan darah atau gejala kegagalan organ target
d. Gejala gastrointestinal yang persisten (mis: kram abdomen, muntah)
3. Atau, penurunan tekanan darah segera setelah terpapar allergen yang telah diketahui, sesuai kriteria:
a. Bayi dan anak: TDS rendah (menurut umur) atau penurunan > 30% TDS semula
b. Dewasa: TDS < 90 mmHg, atau terjadi penurunan > 30% TDS semula
Merupakan reaksi hipersensitivitas generalisata atau sistemik yang beronset cepat, serius, dan mengancam jiwa
Mekanisme Penyakit (reaksi hipersensitivitas tipe 1)
40-60% kasus karena gigitan serangga; 20-40% karena zat kontras radiologi; 10-20% karena pemberian penisilin
- Posisi trendelenburg dan bebaskan jalan napas
- Oksigen 3-5 lpm/NK, pada keadaan ekstrim pertimbangkan krikotiroidektomi atau trakeostomi
- Pasang infuse untuk mengisi volume intravascular secepatnya, cairan koloid/ plasma expander (dextran)
merupaka pilihan utama, jika tidak tersedia cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dapat digunakan. Pertahankan
sampai TD kembali optimal dan stabil
- Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000 diberikan IM, diulangi 5-10 menit. Jika respon IM kurang efektif, berikan
Tatalakasana adrenalin secara IV 0,1-0,2 ml dilarutkan dalam spoit 10 ml dengan NaCl 0,9%, berikan secara perlahan
- Aminofilin 250 mg diberikan perlahan-lahan selama 10 menit secara IV (bronkospasme tidak hilang dengan
adrenalin), dapat dilanjutkan dengan 250 mg melalui drip infuse
- Antihistamin dan kortikosteroid diberikan setelah keadaan syok teratasi untuk mencegah serum sickness atau
prolonge effect. (antihistamin: difenhidramin HCl 5-20 mg/ IV; kortikosteroid: deksametason 5-10 mg/ IV)
- Algoritme CPR apabila terjadi henti jantung
- Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan memberitahukan kepada pasien dan keluarga (catat di RM)
Edukasi Pasien dan keluarga diberitahukan penyuntikan apapun terutama obat yang telah dilaporkan bersifat antigen
(serum, penicillin, anestesi local, dll) harus diwaspadai timbulnya reaksi anafilaksis, terutama pada pasien yang
berisiko tinggi (riwayat asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi, atau penyakit alergi lainnya)
Pasien dirujuk bila kegawatan pasien telah ditangani, namun penanganan yang telah dilakukan tidak memberikan
perbaikan.

Limfadenitis
Pembengkakan kelenjar getah bening; demam; kehilangan nafsu makan; keringat berlebihan; nadi cepat;
kelemahan; nyeri tenggorok dan batuk bila disebabkan oleh infeksi saluran napas bagian atas; nyeri sendi bila
disebabkan oleh penyakit kolagen atau serum sickness.
- Riwayat penyakit seperti tonsillitis yang disebabkan oleh streptococcus, infeksi gigi dan gusi yang disebabkan
Gejala Klinis oleh baketri anaerob
- Riwayat perjalanan ke daerah endemis penyakit tertentu (mis: daerah Afrika  Tripanosomiasis; orang bekerja
di hutan  Tularemia)
- Paparan terhadap infeksi saluran napas atas, faringitis oleh streptococcus, atau tubercolosis dapat
mengarahkan penyebab limfadenopati
- Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya akibat infeksi rubella dan mononkleosis. Sedangkan pada
pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral dengan ukuran normal bila diameter 0,5 cm dan lipat
paha bila diameter > 1,5 cm dikatakan abdormal
- Nyeri tekan bila disebabkan infeksi bakteri
- Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada infeksi bakteri
- Fluktuasi bila menandakan terjadinya abses
- Pada keganasan: tidak ada tanda peradangan, tetapi teraba keras dan tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Fisik
- Infeksi tuberculosis: pembesaran KGB berjalan mingguan – bulanan (dapat pula mendadak); KGB menjadi
fluktuatif dan kulit di atasnya menjadi tipis dan dapat pecah
- Tenggorokan merah, bercak putih pada tonsil, bintik merah pada palatum  Streptococcus
- Selaput pada dinding tenggorok, tonsil, dan palatum (pseudomembran) dan bullneck  Difteri
- Faringitis, ruam-ruam dan splenomegali  Eipstein Barr Virus
- Konjungtivitis, koplik spot  Morbili/ Campak
- Purpura, pucat, hepatosplenomegali  Leukemia
Limfadenitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan lanjutan dibutuhkan untuk menentukan penyebab limfadenitis:
Diagnosis Screenig TB: Sputum BTA; Mantoux test; LED
Darah perifer lengkap
Pemeriksaan lain sesuai kecurigaan klinis penyebab limfadenitis
Pencegahan Pencegahan infeksi secara umum: misalnya PHBS
- Untuk mengurangi nyeri, KGB bisa dikompres hangat
- Tatalaksana definitive limfadenitis sesuai penyebab:
Penyebab virus umumnya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan khusus (cukup dengan terapi suportif)
Penyebab bakteri  antibiotic oral selama 10 hari (pemantauan 2 hari pertama)
Tatalakasana
Flukloksasilin 25 mg/ kgBB/ 6 jam, jika alergi penisilin  Sefaleksin 25 mg/ kgBB (maks 500 mg)/ 8 jam atau
Eritromisin 15 mg/ kgBB (maks 500 mg)/ 8 jam
- Penyebab TB  terapi TB (OAT kategori 1)
- Setelah pengobatan, KGB akan mengecil secara perlahan dan nyeri menghilang (kadang tetap teraba keras)
Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan untuk mencegah berbagai infeksi dan penularannya
Pasien dirujuk, bila:
Edukasi
- KGB tidak mengecil setelah terapi 4–6 minggu  biopsi KGB untuk cari etiologi
- Curiga keganasan; ukuran KGB semakin membesar; dan diagnosis belum dapat ditegakkan

E. TULANG, SENDI, DAN JARINGAN IKAT


Lupus Eritemotosus Sistemik (3A)
Mudah lelah; nyeri sendi yang berpindah-pindah; rambut rontok; ruam pada wajah; nyeri kepala; demam; ruam kulit
setelah terpapar sinar matahari; gangguan kesadaran; sesak; edema anasarka
Gejala Klinis
*) keluhan dapat berkembang sesuai organ yang terlibat
*) perempuan usia muda dengan riwayat penyakit autoimun dalam keluarga
Pemeriksaan Fisik Gejala konstitusional: kelelahan; demam; penurunan BB; rambut rontok; edema; nyeri kepala
Manifestasi musculoskeletal: mialgia; atralgia; arthritis (tanpa bukti inflamasi sendi yang jelas)
Manifestasi mukokutaneus: malar rash/ ruam kupu-kupu; fotosensitif; alopesia; discoid rash
Manifestasi paru: pneumonitis (sesak; batuk; ronki di basal); emboli paru; hipertensi pulmonal; efusi pleura
Manifestasi kardiologi: pleuropericardial friction rubs; murmur sistolik; perikarditis; miokarditis; PJK
Manifestasi renal: hipertensi; hematuria; edema perifer; edema anasarka
Manifestasi gastrointestinal: mual; dyspepsia; nyeri abdomen; disfagia
Manifestasi neuropsikiatrik: kejang; psikosis
Manifestasi hematologi: leucopenia; limfopenia; anemia; trombositopenia
Laboratorium:
- DPL dengan hitung jenis: leucopenia; trombositopenia; anemia
- Peningkatan serum kreatinin
Diagnosis
- Urinalis: hematuria; proteinuria
Radiologi: CXR menunjukkan adanya efusi pleura
Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria menurut ACR (American College of Rheumatology)
Mekanisme Penyakit Penyakit autoimun yang menyerang inti sel (nucleus)
- Terapi konservatif: pemberian analgetik golonga NSAIDs (ibuprofen 400–800 mg/ 6-8 jam; natrium diklofenak
25–50 mg/ 8-12 jam) atau paracetamol 500-1000 mg/ 6-8 jam untuk keluhan arthritis, atralgia, dan mialgia
Tatalakasana - Rujuk ke layanan sekunder/ tersier untuk penegakan diagnosis pasti
- Follow up berkelanjutan diperlukan untuk memonitor respon dan ES terapi, serta keterlibatan organ baru
- Keterlibatan berbagai organ memerlukan penangan multidisipliner
Edukasi yang dapat diberikan setelah dirujuk balik:
Intervensi psikososial dan penyuluhan langsung pada pasien dan keluarganya
Menyarankan pasien untuk bergabung dengan kelompok penyandang lupus
Edukasi Pasien jangan terlalu banyak terpapar sinar matahari, selalu gunakan tabir surya, baju lengan panjang, serta
payung
Penjelasan dan pemantauan efek steroid jangka panjang terhadap pasien
Pasien diedukasi untuk berobat teratur, dan segera berobat jika ada keluhan baru

Artritis Reumatoid (3A)


Gejala prodromal: malaise, anoreksia, tubuh terasa lemah; berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan
Gejala spesifik: poliartikular simetris; dapat mengenai seluruh sendi terutama sendi PIP, MCP, MTP, pergelangan
tangan, bahu, lutut, dan kaki; sendi DIP umumnya tidak terkena
Gejala Klinis Gejalaa sinovitis pada sendi yang terlibat: bengkak; nyeri diperburuk dengan gerakan; gerakan sendi terbatas;
kekauan pagi > 1 jam
Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis); kardiovaskular (nyeri dada pada perikarditis); hematologi (anemia)
FR: wanita, faktor genetic, hormone seksual, infeksi, merokok
Manifestasi artikular:
Bengkak/ efusi sendi;nyeri tekan sendi; sendi teraba hangat; deformitas (swan neck; boutonniere; ulnar deviation)
Manifestasi ekstraartikular:
- Kulit: nodul rheumatoid pada daerah yang banyak tertekan; vaskulitis
Pemeriksaan Fisik
- Soft tissue rheumatism, seperti CTS (carpal tunnel syndrome) atau fozen shoulder
- Mata: keratokonjuntivitis sika (sindrom Sjorgen); episkleritis/ skleritis; konjungtiva anemis (kronis)
- Respirasi: radang sendi krikoaritenoid, pneumonitis interstisial, efusi pleura, fibrosis paru luas
- Kardiovaskular: perikarditis konstriktif, disfungsi katup, fenomena embolisasi, gangguan konduksi, kardiomipati
Laboratorium sederhana: LED/ ESR
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di layanan kesehatan dengan fasilitas lebih lengkap
- Radiologi tangan dan kaki: gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, osteoporosis juxta-articular dan
erosi pada bare area tulang; keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas
sampai daerah subkondral
- Rheumatoid Factor (RF) serum
Diagnosis - ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody)/ anti-CCP
- C-Reactive Protein (CRP)
- Analisis cairan sendi
- Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid
Diagnosis RA didasarkan pada gambaran klinis dan radiologi. Diagnosis RA dapat ditegakkan bila skor ≥ 6
berdasarkan kriteia ACR-EULAR 2010
Mekanisme Penyakit Penyakit autoimun yang mengenai jaringan persendian dan dapat melibatkan organ lain
- Pasien diedukasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut dengan menggunakan decker
- Pemberian NSAIDs (natrium diklofenak 50-100 mg/ 12 jam/ oral; meloksikam 7,5-15 mg/24 jam/ oral; celecoxib
200-400 mg/ 24 jam/ oral)
Tatalakasana
- Pemberian steroid (prednisone atau metilprednisolon dosis rendah) sebagai bridging therapy
- Fisioterapi, tatalaksan okupasi, bila perlu berikan ortosis
- Pemberian obat DMARDs dilakukan di layanan sekunder/ tersier oleh dokter spesialis penyakit dalam
Pasien dirujuk bila tidak membaik dengan pemberian NSAIDs dan steroid dosis rendah; terjadi komplikasi
Edukasi
(deformitas, CTS, sindrom Felty)

Sistem penilaian klasifikasi criteria RA menurut ACR – EULAR (American College of Rheumatology/
European League Against Rheumatism) 2010
A. Keterlibatan sendi
1 sendi besar 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 2
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 3
> 10 sendi (min. 1 sendi kecil) 5
B. Serologi (min. 1 hasil tes yang dibutuhkan untuk klasifikasi)
RF (-) dan ACPA (-) 0
RF (+) rendah dan ACPA (+) rendah 2
RF (+) tinggi dan ACPA (+) tinggi 3
C. Reaktan fase akut (min. 1 hasil tes yang dibutuhkan untuk klasifikasi)
CRP normal dan LED normal 0
CRP tidak normal dan LED tidak normal 1
D. Durasi dari gejala
< 6 minggu 0
≥ 6 minggu 1

Artritis, Osteoartritis (3A)


Nyeri sendi; hambatan gerakan sendi; kaku pada pagi hari; krepitasi; pembesaran sendi; perubahan gaya berjalan
Gejala Klinis FR: usia > 60 tahun; wanita > 50 tahun/ post menopause; obesitas; pekerja berat dengan penggunaan satu sendi
terus menerus
Hambatan gerak; krepitasi; pembengkakan/ efusi sendi (biasanya asimetris); tanda-tanda inflamasi sendi;
Pemeriksaan Fisik
deformitas sendi; perubahan gait
Radiologi: foto konvensional sendi posisi AP dan lateral (penyempitan celah sendi; osteofit; perimarginal sklerosis)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan radiologi
Mekanisme Penyakit Penyakit sendi degenerative yang menyebabkan kerusakan kartilago sendi
Non-farmakologis:
- Modifikasi gaya hidup: menurunkan BB; latihan menggunakan sendi dan melindungi sendi yang sakit
- Rehabilitasi medik/ fisioterapi
Farmakologis:
Tatalakasana
- Analgetik topikal
- NSAIDs (oral):
Non-selektif: COX1 (diklofenak, ibuprofen, piroksikam, mefenamat, metampiron)
Selektif: COX2 (meloksikam, celecoxib)
Pasien dirujuk bila terjadi komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX1; bila ada komorbid; bila nyeri tidak dapat
Edukasi
diatasi dengan obat-obatan; bila terdapat efusi sendi

Polimialgia Reumatik (1)


Onset penyakit tiba-tiba; umumnya pertama muncul pada bahu; unilateral kemudian menjadi bilateral dalam
beberapa minggu.
Gejala Klinis Gejala nyeri dan kaku mungkin begitu parah; pasien sulit bangkit dari kursi, berbalik di tempat tidur, atau
menganggkat tangan tinggi; kekakuan setelah istirahat dan kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
Sendi dital begkak; edema tungkai; kadang terjadi CTS
Tanda/ gejala tidak spesifik
Gejala umum:
- Penampilan lelah
- Pembengkakan ekstrimitas distal dengan pitting edema
Pemeriksaan Fisik
Temuan muskuloskeletal:
- Kekauan otot notma; tidak atrofi
- Nyeri pada bahu dan pinggul dengan gerakan
- Sinovitis transien pada lutut, pergelangan tangan, dan sendi sterkoklavikula
Pemeriksaan Laboratorium: peningkatan LED
Diagnosis ditegakkan berdasarkan satu set kritria diagnostik, yaitu:
1. Usia onset 50 tahun atau lebih tua
Diagnosis 2. LED ≥ 40 mm/ jam
3. Nyeri bertahan ≥ 1 bulan dan melibatkan 2 daerah berikut: leher, bahu, gelang panggul
4. Tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan gejala muskuloskeletal
5. Kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
6. Respon cepat terhadap prednisone (≤ 20 mg)
Mekanisme Penyakit Idiopatik diduga proses autoimmune
Setelah ditegakkan dugaan diagnosis, pasien dirujuk ke layanan kesehatan sekunder dengan dokter spesialis
penyakit dalam
Prednisone dengan dosis 10 -15 mg PO setiap hari, biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam beberapa hari
Tatalakasana ESR/ LED biasanya kembali normal selama pengobatan awal, tetapi keputusan terapi berikutnya berdasarkan
klinis dan status ESR
Terapi glukokortikoid diturunkan secara bertahap dengan dosis maintenance 5 – 10 mg PO setiap hari dilanjutkan
selama minimal 1 tahun untuk meminimalkan risiko kekambuhan
Edukasi keluarga bahwa penyakit ini mungkin menimbulkan gangguan aktivitas penderita, sehingga dukungan
Edukasi
keluarga sangat penting

F. KEDOKTERAN TROPIS DAN INFEKSI


HIV/ AIDS tanpa Komplikasi (4)
Demam kontinyu atau intermitten lebih dari satu bulan
Diare terus menerus atau intermitten lebih dari satu bulan
Penurunan berat badan > 10% dari BB dasar
Gejala Klinis *) Keluhan lain sesuai penyakit penyerta
FR: Penjaja seks; pengguna NAPZA suntik; LGBT; hubungan seks berisiko; pernah mengidap IMS; pembuatan
tato atau alat medis/ alat tajam tercemar HIV; bayi dari ibu dengan HIV/ AIDS; pasangan serodiskordan; riwayat
transfusi darah
Keadaan umum: berat badan turun; demam
Kulit: tanda kulit terkait HIV (mis: kulit kering; dermatitis seboroik); tanda atau bekas herpes simpleks atau zoster
Pembesaran kelenjar getah bening
Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, angular cheilitis
Pemeriksaan Fisik Toraks: tanda-tanda infeksi paru (mis: ronki basah)
Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa
Anogenital: tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra
Neurologi: neuropati dan kelemahan neurologis
*) sesuai penyakit penyerta
Laboratorium:
- Hitung jenis leukosit: limfopenia dan CD4 < 350
- Tes HIV menggunakan strategi III, yaitu dengan menggunakan 3 macam tes dengan titik tangkap berbeda,
umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi dengan Western- Blot
Radiologi: X-Ray toraks
Diagnosis *) Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes HIV
Konseling dan tes HIV dilakukan dengan cara:
- Voluntary Counseling and Testing (VCT)/ konseling dan tes HIV sukarela (KTS)
- Provider – Initiated Testing and Counseling (PITC)/ Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan
(TIPK)
HIV menginfeksi secara laten dalam jangka waktu lama dan menyebar ke cairan semen dan darah  HIV env
(envelope glycoprotein) berikatan dengan CD4 dan koreseptor kemokin (CXCR4, CCR5)  HIV RNA dengan
Mekanisme Penyakit
reverse transcriptase masuk ke dalam sel  HIV terintegrasi dengan gen dan bereplikasi di dalam sel  sel yang
terinfeksi lisis melepas HIV dan menyebarkan infeksi.
Gunakan kondom
Hindari penggunaan jarum suntik berulang
Pencegahan Obati ibu hamil dengan HIV untuk menurunkan viral load dan cegah transmisi vertical
Screening HIV untuk darah donor
Tes HIV pada pasien yang berisiko tinggi
Tatalakasana 1. Investigasi adanya komplikasi atau infeksi oportunistik (dapat dirujuk ke layanan kesehatan sekunder)
2. Jika tidak tersedia pemeriksaan CD4, penetuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis
3. Jika tersedia pemeriksaan CD4:
- Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 < 350 sel/ mm3
- Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil, dan koinfeksi hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4
4. Anjuran ARV lini pertama: 2 NRTI + 1 NNRTI (AZT+3TC+NVP; AZT+3TC+EFV; TDF+3TC(atau FTC)+NVP;
TDF+3TC(atau FTC)+EFP)
Golongan/ obat Dosis
NRTI
Lamivudin (3TC) 150 mg/ 12 jam atau 300 mg/ 24 jam + 40 mg/ 12 jam)
Stavudin (d4T) (30 mg/ 12 jam, bila BB < 60 kg) 300 mg/ 12 jam
Zidovudin (ZDV atau AZT)
NRTI lain
Tenofovir (TDF) 300 mg/ 24 jam (interaksi obat dengan ddl, perlu mengurangi dosis ddl)
Emtricitabine (FTC)
NNRTI
Efavirens (EFV) 600 mg/ 24 jam
Nevirapin (NVP) (Neviral®) 200 mg/ 24 jam selama 14 hari, kemudian 200 mg/ 12 jam
Protease inhibitor
400 mg/ 100 mg setiap 12 jam, (533 mg/ 133 mg setiap 12 jam bila
Lopinavir/ ritonavir (LPV/r)
dikombinasi dengan EFV atau NVP)
ART kombinasi
AZT-3TC (Duviral®) 2x sehari dengan interval 12 jam
5. Profilaksis kotrimoksazol diberikan untuk mencegah Toxoplasmosis serebral dan Pneumocystis carinii
pneumonia (untuk stadium klinis 2,3 dan 4; serta CD4 < 200 sel/mm3)
- Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, IMS, dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya
- Pasien disarankan bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/ AIDS untuk menguatkan diri menghadapi
pengobatan penyakitnya
Edukasi Pasien dirujuk, jika:
- Pasien dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk untuk penilaian stadium klinis, penilaian imunologis,
dan penilaian virology
- Pasien HIV/ AIDS dengan komplikasi
Tahapan infeksi HIV:
- Infeksi akut: 2 – 6 minggu setelah terinfeksi (muncul gejala prodromal)
- Window period: ~ 3 bulan setelah terinfeksi (tanpa gejala; antibodi belum terdeteksi; sudah bisa menularkan)
- Infeksi asimptomatik: tanpa gejala, antibodi sudah terdeteksi (dapat berlangsung ~ 10 tahun)
- Infeksi simptomatik: muncul gejala klinis infeksi HIV

Demam Tifoid (4)


Demam intermitten (meningkat pada sore dan malam hari) dengan pola kenaikan suhu step-ladder; demam dapat
terjadi terus menerus (demam kontinyu) sampai minggu kedua
Nyeri kepala daerah frontal
Gangguan gastrointestinal (konstipasi; mual; muntah; nyeri abdomen; diare, kadang campur darah)
Gejala Klinis
Gejala lain: nyeri otot, pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia
Demam tifoid berat dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran
FR: Sanitasi lingkungan dan personal hygiene yang kurang baik; outbreak kasus demam tifoid atau carrier tifoid di
lingkungan sekitar; imunodefisiensi
Keadaan umum: sakit sedang-berat; kesadaran kompos mentis atau terjadi penurunan kesadaran dan delirium
Suhu tubuh > 37,50 C; disertai bradikardia relative
Pemeriksaan Fisik Ikterus
Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, lidah tremor, halitosis
Abdomen: nyeri abdomen terutama region epigastrium (tanda acute abdomen  tifoid berat); hepatosplenomegali
Diagnosis DPL: leucopenia/ leukositosis; limfositoris relative; monositosis; trombositopenia ringan; anemia
Serologi:
- IgM antigen O9 S. typhii (Tubex-TF) hanya mendeteksi antibodi S. typhii; dilakukan 4-5 hari pertama demam
- Enzyme Immunoassay Test (Typhidot): mendeteksi IgM dan IgG S typhii; dilakukan 4-5 hari pertama demam
- Tes widal (tidak direkomendasikan)
Kultur Salmonella typhii (gold standard)
darah  minggu I; feses  minggu II; urin  minggu III; Cairan empedu  stadium lanjut atau carrier typhoid
Diagnosis:
Suspect case  gejala/ tanda klinis tifoid tanpa bukti laboratorium (uji serologi atau kultur)
Probable case  gejala/ tanda klinis tifoid dengan bukti laboratorium (uji serologi atau kultur)
Mekanisme Penyakit Infeksi bakteri Salmonella typhii, penularan secara faeco-oral
Pencegahan Perbaikan sanitasi lingkungan; personal hygiene; dan kebersihan makanan dan minuman
1. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
- Istirahat tirah baring dan mengatur tahap mobilisasi
- Menjaga kecukupan asupan nutrisi, dapat diberikan secara oral atau parenteral
- Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat
- Kontrol dan monitor tanda vital
2. Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (menggunakan antipiretik) dan mengurangi keluhan
gastrointestinal
3. Terapi definitif dengan menggunakan antibiotic:
- Lini pertama: kloramfenikol, ampisilin/ amoksisilin, atau kotrimoksazol
- Lini kedua (jika lini pertama tidak efektif): seftriakson, sefiksim, kuinolon
Antibiotik Dosis Keterangan
sering digunakan dan telah lama dikenal efektif
Dewasa: 500 mg/ 6 jam/ oral  10 hari untuk tifoid; Murah, dapat diberikan peroral,
Kloramfenikol Anak: 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis, sensitivitas masih tinggi;
selama 10-14 hari Pemberian PO/ IV tidak diberikan jika WBC <
2000/mm3
Cepat menurunkan suhu; lama pemberian
Dewasa: 2–4 g/ hari selama 3-5 hari
pendek dan dapat diberikan dosis tunggal serta
Seftriakson Anak: 80 mg/ kgBB/ hari, IM/ IV dosis
cukup aman untuk anak.
tunggal selama 5 hari
Pemberian dapat PO/ IV
Tatalakasana Aman untuk ibu hamil
Dewasa: 1,5 - 2 g/hari selama 7-10 hari
Ampisilin/ Sering dikombinasi dengan kloramfenikol pada
Anak: 100 mg/ kgBB/ hari dibagi 3
Amoksisilin pasien kritis
dosis, selama 10 hari
Tidak mahal; pemberian PO/ IV
Dewasa: 960 mg/ 12 jam/ oral, selama
7-10 hari
Kotrimoksazol Tidak mahal; pemberian PO
Anak: 4-6 mg/kgBB/hari/ oral, dibagi 2
dosis, selama 10 hari
Perfloksasin dan fleroksasin lebih cepat
Ciprofloksasin 500 mg/ 12 jam menurunkan suhu; pemberian PO
Kuinolon Ofloksasin 200-400 mg/ 12 jam selama Efektif mencegah relaps dan kanker
1 minggu Kontraindikasi pada anak karena dapat
mengganggu pertumbuhan tulang
Anak: 20 mg/ kgBB/ hari, per oral,
Sefiksim Aman untuk anak, efektif
dibagi 2 dosis selama 10 hari
Dewasa: 500 mg/ 6 jam/ oral
Dapat dipakai untuk anak dan dewasa; cukup
Thiamfenikol Anak: 50 mg/ kgBB/ hari sampai 5-7
sensitif pada beberapa daerah
hari bebas demam
*) Respon klinis terhadap antibiotik dinilai setelah penggunaan selama 1 minggu
*) Bila pasien dirawat di rumah, dokter atau perawat dapat melakukan kunjungan follow up setiap hari setelah
dimulainya terapi
- Diet dan jumlah cairan yang dibutuhkan; penetapan mobilisasi; serta konsumsi obat sebaiknya dilihat langsung
oleh dokter, dan keluarga pasien memahami serta mampu melakukan
- Tanda kegawatan harus diberitahukan kepada keluarga pasien supaya segera dibwa ke RS terdekat (kejang;
penurunan kesadaran; serta tanda-tanda acute abdomen)
Edukasi Pasien dirujuk, bila:
- Demam tifoid dengan keadaan umum yang berat
- Tifoid dengan komplikasi (tifoid toksik; syok septik; perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis); hepatitis
tifosa; pankreatitis tifosa; pneumonia)
- Tifoid dengan komorbid yang berat
- Tidak terjadi perbaikan klinis setalah 5 hari pemberian antibiotik dan terapi lain yang adekuat
Penyakit dengan Manifestasi Diare
Gastroenteritis (Kolera dan Giardiasis) (4)
BAB encer/ cair, bercampur darah atau lendir, ≥ 3 kali dalam 24 jam; disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri/
Gejala Klinis
kembung), mual/ muntah, tenesmus; demam (infeksi)  makanan atau minuman kurang higienis.
Periksa BB, suhu tubuh, HR, RR, dan tekanan darah
Periksa tanda-tanda dehidrasi
Pernapasan cepat dan dalam indikasi asidosis metabolic
Bising usus lemah atau tidak ada indikasi hipokalemia
Penilaian derajat dehidrasi: objektif dengan membandingkan BB sebelum dan selama diare, subjektif dengan
menggunakan kriteria.
Minimal Dehidrasi ringan – sedang Dehidrasi berat
Gejala
( < 3% BB) (3 – 9 % BB) ( > 9% BB)
Normal, lemas, gelisah,
Status mental Baik; sadar penuh Apatis, letargi, tidak sadar
iritabel
Minum normal, mungkin Sangat haus, sangat ingin
Rasa haus Tidak dapat minum
menolak minun minum
Takikardia, pada kasus
Denyut jantung Normal Normal/ meningkat
Pemeriksaan Fisik berat bradikardia
Kualitas denyut nadi Normal Normal/ menurun Lemah; tidak teraba
Pernapasan Normal Normal/ cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Pecah-pecah
Turgor kulit Baik < 2 detik > 2 detik
CRT Baik Memanjang Memanjang; minimal
Ekstrimitas Hangat Dingin Dingin
Output urin Normal/ menurun Menurun Minimal
Metode Pierce:
Dehidrasi ringan: 5% x BB (kg)
Dehidrasi sedang: 8% x BB (kg)
Dehidrasi berat: 10% x BB (kg)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, pemeriksaan lanjutan dibutuhkan untuk
Diagnosis
menegakkan diagnosis pasti dan terapi definitive
Mekanisme Penyakit Peradangan pada mukosa lambung dan usus halus
Pemberian ASI ekslusif; Pemberian MP-ASI sesuai usia; Penggunaan air bersih yang cukup; Mencuci tangan;
Pencegahan
Menggunakan jamban; Membuang tinja bayi dengan benar; imunisasi campak
Tatalakasana 1. Memberikan cairan dan diet adekuat
- Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi
- Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi lactase transien
- Hindari juga minumanan yang mengandung alcohol atau kafein; karena dapat meningkatkan motilitas dan
sekresi usus
- Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang mudah dicerna dan tidak mengandung gas
2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat antidiare untuk mengurangi gejala dan antimikroba
sebagai terapi definitif. Terapi antimikroba empiric diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami infeksi
bakteri invasif, traveller’s diarrhea; dan imunosupresi
Obat antidiare, antara lain:
1. Turunan opioid: loperamid atau tinktur opium, obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengalami
demam dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi
2. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti HIV, karena dapat meningkatkan risiko
terjadinya bismuth encephalopathy
3. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/ hari atau smectite 3 x 1 sachet diberikan tiap BAB encer
sampai diare berhenti
4. Obat antisekretorik atau antienkefalinase: racecadotril 3 x 1
Antimikroba antara lain:
1. Golongan kuinolon, yaitu siprofloksasin 500 mg/ 12 jam/ oral selama 5 -7 hari
2. Kotrimoksazol 960 mg/ 12 jam/ oral
3. Apabila diare diduga akibat infeksi Giardia spp, berikan metronodazol 500 mg/ 8 jam/ oral selama 7 hari
4. Jika etiologi diare akut diketahui, terapi sesuai etiologi
Apabila terjadi dehidrasi, tentukan derajat dehidrasi, lalu tangani dengan langkah berikut:
1. Menentukan jenis cairan yang digunakan: pada diare awal yang ringan, tersedia larutan oralit hipotonik yang
setiap liternya mengandung 29 g glukosa; 3,5 g NaCl; 2,5 g NaHCO 3; 1,5 g KCl, cairan ini diberikan secara oral
atau NGT. Cairan lain adalah cairan RL dan NaCl 0,9% yang diberikan secara intravena
2. Menentukan jumlah cairang yang akan diberikan: (skor Daldiyono/15) x 10% x BB x 1 liter/kgBB
3. Menetukan jadwal pemberian cairan:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ plasma atau skor
Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini.
b. Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan selama 2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono < 3, pemberian cairan bisa PO
c. Jam berikutnya, pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss.
LINTAS Diare untuk tatalaksana diare pada anak:
1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah
a. Diare tanpa dehidrasi (strategi A):
- Umur < 1 tahun: ¼ - ½ gelas setiap kali anak BAB (50 – 100 ml)
- Umur 1 – 4 tahun: ½ - 1 gelas setiap kali anak BAB (100 – 200 ml)
- Umur ≥ 5 tahun: 1 – 1 ½ gelas setiap kali anak BAB (200 – 300 ml)
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang (strategi B): berikan oralit 75 ml/ kgBB dalam 3 jam pertama,
selanjutnya sesuai dengan diare tanpa dehidrasi. Bila anak malas atau tidak mau minum, maka pemberian
cairan dilakukan secara intravena 70 ml/ kgBB dalam 5 jam ( < 12 bulan) atau 2,5 jam ( ≥ 12 bulan)
c. Diare dengan dehidrasi berat (strategi C): pemberian cairan rehidrasi harus melalui infus dengan dosis
Umur < 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama + 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
Umur ≥ 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 0,5 jam pertama + 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut, dengan dosis: (dapat dilarutkan dalam 1 sdm air matang atau ASI)
Umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg) perhari
Umur > 6 bulan: 1 tablet (20 mg) perhari
3. Teruskan pemberian ASI dan makanan: agar anak tetap kuat dan mencegah penurunan berat badan
4. Antibiotik selektif: antibiotik (Shigellosis dan kolera); antiprozoa (amoebiasis dan giardiasis)
5. Edukasi kepada orang tua/ pengasuh: cara pemberian obat dan cairan di rumah; bawa kembali jika terjadi diare
lebih sering; muntah berulang; sangat haus; makan/ minum sedikit; timbul demam; tinja berdarah; diare tidak
membaik dalam 3 hari
Pasien dirujuk bila:
Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat inap dan pemsangan infus
Edukasi
Rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tidak tercapai dalam 3 jam pertama penanganan
Diare persisten dan terjadi syok hipovolemik
Kriteria WHO untuk derajat dehidrasi pada anak
Penilaian A B C
Keadaan umum baik; sadar  gelisah, rewel  lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata Normal Cekung sangat cekung dan kering
Air mata Ada tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering sangat kering
minum biasa, tidak  Haus, ingin minum  Malas minum atau tidak bisa
Rasa haus
haus banyak minum
Turgor kulit kembali cepat  kembali lambat  kembali sangat lambat
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-sedang Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda (▀) + ≥ 1 Bila ada 1 tanda (▀) + ≥ 1 tanda
tanda lain lain
Rumus Holliday-Segar untuk cairan maintenance:
10 kg pertama: 100 cc/kgBB/hari atau 4 cc/kgBB/jam
10 kg kedua: 50 cc/kgBB/hari atau 2 cc/kgBB/jam
Lebihnya: 20 cc/kgBB/hari atau 1 cc/kgBB/jam

Malabsorpsi Makanan (4)


Gejala Klinis Diare (biasanya kronis); feses cair; steatore (malabsorpsi lemak)
Tanda-tanda anemia (defisiensi besi; asam folat; B12)  konjungtiva anemis; kulit pucat; status gizi kurang
Pemeriksaan Fisik
Gejala spesifik sesuai penyebab dasar malabsorpsi
Darah perifer lengkap:  pelacakan anemia
Diagnosis
Radiologi: foto polos abdomen
Mekanisme Penyakit Gangguan pencernaan makanan akibat defisiensi enzim tertentu atau gangguan mukosa usus tempat absorpsi zat
makanan tersebut.
Pencegahan
Rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak untuk mencari penyebab malabsorpsi, tatalaksana
definitif tergantung penyebab malabsorpsi. Tataksana tambahan diantaranya:
- Pembatasan nutrisi zat makanan yang dicurigai penyebab intoleransi makanan
- Suplemen vitamin dan mineral
Tatalakasana
- Suplemen enzim pencernaan
- Farmakoterapi berupa pemberian antibiotik jika penyebab malabsorpsi adalah overgrowth bakteri
enterotoksigenik: E. coli; K. pneumoniae; Enterobacter cloacae
*) pantau keberhasilan diet dan terapi yang diberikan kepada pasien
Edukasi kepada keluarga untuk membantu dalam membatasi pemberian nutrisi tertentu kepada pasien dan
Edukasi
mengamati keadaan selama pengobatan

Intoksikasi/ Keracunan Makanan (4)


Diare akut (< 2 minggu); disertai lendir/ darah (invasi mukosa usus); nyeri perut; kram otot perut (kehilangan
elektrolit); kembung
Gejala Klinis FR: riwayat makan/ minum tidak higienis; konsumsi daging/ unggas kurang matang ( Salmonella spp,
Campylobacter spp, toksin shiga E. coli, dan Clostridium perfringens); konsumsi seafood mentah (Norwalk-like
virus, Vibrio spp, atau Hepatitis A)
Perhatikan tanda dehidrasi: tekanan darah turun, nadi cepat dan lemah, mulut kering, keringat dingin, penurunan
Pemeriksaan Fisik produksi urin)
Nyeri tekan perut, bising usus meningkat atau melemah
Pemeriksaan mikrobiologi feses:
Diagnosis - Pemeriksaan langsung untuk identifikasi cacing atau parasit
- Pewarnaan gram, Koch dan Loeflfler methylen blue untuk membedakan penyakit invasive dan non-invasif
Mekanisme Penyakit Gangguan pencernaan akibat makanan/ minuman yang terkontaminasi bahan kimia atau mikroba patogen
Pencegahan Perbaikan kebersihan diri dan lingkungan (mis. konsumsi air yang matang)
- Rehidrasi yang cukup dan suplemen elektrolit: bisa menggunakan cairan rehidrasi oral (oralit, atau cairan yang
mengandung natrium dan glukosa), atau rehidrasi IV (NaCl 0,9%/ normal saline, ringer laktan)
- Obat absorben (mis. kaopectate dan aluminium hidroksida) dapat diberikan bila diare tidak segera berhenti
Tatalakasana
- Umumnya self limiting disease maka terapi khusus tidak diperlukan (10% kasus membutuhkan terapi antibiotic)
- Bila gejala menetap setelah 3-4 hari, etiologi spesifik harus ditentukan dengan kultur feses (segera tujuk)
- Modifikasi gaya hidup dan edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Edukasi kepada keluarga untuk menjaga kebersihan/ higienitas
Edukasi Pasien dirujuk ke layanan kesehatan dengan dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak, jika:
- Gejala tidak membaik setelah 3 hari ditangani dengan adekuat
- Pasien mengalami perburukan

Alergi Makanan (4)


Kulit: eksema dan urtikaria
Saluran napas: rhinitis dan asma
Saluran cerna: edema/ pruritus bibir, mukosa buccal, mukosa faring; mual; kram; distensi abdomen; diare
Gejala Klinis Hipersensitivitas terhadap susu sapi pada bayi dapat menyebabkan occult bleeding atau frank colitis
*) Diare kronis dan malabsorpsi terjadi akibat reaksi hipersensitivitas lambat non IgE-mediated, seperti pada
enteropati protein makanan dan celiac disease.
Ada riwayat alergi dalam keluarga
Pemeriksaan tanda-tanda alergi pada kulit, mukosa, dan saluran napas (eksema, urtikaria, angioedema, stridor,
Pemeriksaan Fisik
dan wheezing), reaksi alergi berat dapat menyebabkan syok anafilaksis
Bila ada kecurigaan alergi makanan secara klinis, kecurigaan dapat dibuktikan dengan uji provokasi dan skin prick
Diagnosis
test (hati-hati jika ada riwayat alergi berat atau syok anafilaksis)
Mekanisme Penyakit Terjadi bila allergen makanan menembus sawar gastrointestinal dan memacu reaksi IgE (hipersensitivitas tipe I)
Hindari makanan penyebab alergi: *) penyebab alergi paling sering
Pencegahan Anak-anak (susu, telur, kacang tanah, soya, terigu, dan ikan laut)
Dewasa (kacang tanah, ikan laut, udang, kepiting, kerang, dan telur)
Tatalakasana Farmakologi:
- Golongan antihistamin (Cetirizine 10 mg/ 24 jam/ oral; difenhidramin 20 mg/ IV)
- Golongan kortikosteroid (deksametason 5-10 mg/ IV)
Hindari uji provokasi makanan jika ada riwayat reaksi alergi berat/ syok anafilaksis
- Edukasi pasien untuk kepatuhan diet
- Menghindari makanan yang bersifat allergen (perlu konsultasi dengan dokter spesialis gizi)
- Perhatikan label pada makanan (label kandungan allergen)
Edukasi
- ASI ekslusif memberikan efek protektif terhadap alergi makanan
Pasien dirujuk apabila saat pemeriksaan uji kulit, uji provokasi makanan dan eliminasi makanan terjadi reaksi
anafilaksis

Disentri (Basiler; Amoeba) (4)


Nyeri perut (utamanya sebelah kiri); BAB encer terus menerus disertai lendir dan darah; muntah; nyeri kepala
Gejala Klinis *) bentuk berat (fulminating case) biasanya disebabkan S. dysentriae dengan gejala timbul mendadak dan berat
FR: personal hygiene dan sanitasi lingkungan kurang baik
Pemeriksaan Fisik Febris; nyeri tekan abdomen sisi kiri; tenesmus; tanda dehidrasi
Diagnosis Pada pemeriksaan mikrobiologi feses didapatkan kuman penyebab
Mekanisme Penyakit Diare disertai darah akibat invasi mikroorganisme ke mukosa usus
Pencegahan Perbaikan personal hygiene dan sanitasi lingkungan
1. Cegah dehidrasi + bed rest
2. Tangani segera bila terjadi dehidrasi
3. Diet makanan lunak sampai BAB < 5 kali/hari, kemudian berikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan
4. Farmakoterapi:
Tatalakasana - Untuk disentri amoeba: metronidazol 500 mg/ 8 jam/ oral selama 3–5 hari
- Untuk disentri basiler: siprofloksasin 500 mg/ 12 jam/ oral selama 3 hari; Azitromisin 1 gram dosis tunggal;
sefiksim 200 mg/ 12 jam/ oral selama 5 hari.
*) siprofloksasin tidak bisa diberikan pada anak-anak dan ibu hamil
*) di negara berkembang dengan S. dysentriae multiresisten obat, berikan asam nalidiksik 1 g/ 8 jam (5 hari)
Edukasi kepada pasien dan keluarganya untuk menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan
Edukasi
Pasien dirujuk bila mengalami kasus berat yang perlu perawatan intensif

Helmintiasis (Cacingan)
Askariasis/ Infeksi Cacing Gelang (4)
Nafsu makan menurun; perut membuncit; lemah; pucat; BB turun; mual/ muntah
Gejala Klinis
Larva di paru  Loeffler syndrome  batuk (dapat disertai darah); demam; eosinofilia  CXR: infiltrate
Pemeriksaan Fisik Konjungtiva anemis, terdapat tanda malnutrisi, nyeri abdomen jika terjadi obstruksi
Diagnosis Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan telur Ascaris lumbricoides
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Ascaris lumbricoide; soil-borne
Pencegahan Perbaikan personal hygiene dan sanitasi lingkungan
Farmakologis:
- Pirantel pamoat 10 mg/ kgBB/ hari, dosis tunggal; atau
Tatalakasana
- Mebendazol 100 mg/ 12 jam/ oral, selama 3 hari; atau
- Albendazol 400 mg dosis tunggal (untuk anak usia > 2 tahun)
Edukasi kepada masyarakat akan penitngya menjaga kebersihan diri dan lingkungan:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Menutup makanan
- Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga
Edukasi
- Menghindari kontak dengan tanah yang terkontaminasi tinja manusia
- Menggunakan sarung tangan saat mengolah limbah/ sampah
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
- Kondisi rumah dijaga tetap bersih dan tidak lembab
Syarat untuk pengobatan massal:
- Obat mudah diterima di masyarakat
- Aturan pemakaian sederhana
- Mempunyai efek samping yang minimal
- Bersifat polivalen  dapat berkhasiat untuk beberapa cacing
- Harga mudah dijangkau

Ankilostomiasis/ Infeksi Cacing Tambang (4)


Migrasi larva
Sewaktu menembus kulit  creeping eruption atau cuteneus larva migrans
Sewaktu melewati paru  pneumonitis (tidak sesering Ascaris lumbricoides)
Cacing dewasa (sepertiga proksimal usus halus):
Gejala Klinis
- Gangguan gastrointestinal: anoreksia, mual/ muntah, diare, penurunan BB, nyeri daerah sekitar duodenum,
jejunum dan ileum
- Pada anak dijumpai adanya korelasi positif antara infeksi sedang da berat dengan tingkat kecerdasan anak
- Jika berlangsung kronis, akan timbul gejala anemia, hipoalbuminemia, dan edema
Pemeriksaan Fisik Konjungtiva anemis, ground itch pada kulit (telapak kaki)
Diagnosis Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan telur; larva; cacing dewasa hookworm
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit cacing tambang Ancylostoma duodenal atau Necator americanus; soil-borne
Pencegahan Perbaikan personal hygiene dan sanitasi lingkungan
Farmakologis:
- Pirantel pamoat 10 mg/ kgBB/ hari, dosis tunggal; atau
- Mebendazol 100 mg/ 12 jam/ oral, selama 3 hari; atau
Tatalakasana - Albendazol 400 mg dosis tunggal (untuk anak usia > 2 tahun); usia < 2 tahun setengah dosis
Untuk creeping eruption:
- Tiabendazol topical selama 1 minggu
- Albendazol 400 mg diberikan selama 5 hari
Edukasi kepada masyarakat akan penitngya menjaga kebersihan diri dan lingkungan:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Menutup makanan
- Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga
Edukasi
- Menghindari kontak dengan tanah yang terkontaminasi tinja manusia
- Menggunakan sarung tangan saat mengolah limbah/ sampah
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
- Kondisi rumah dijaga tetap bersih dan tidak lembab

Strongiloidiasis (4)
Rasa gatal pada kulit
Pada infeksi sedang  nyeri seperti ditusuk-tusukdi daerah epigastrium dan tidak menjalar
Gejala Klinis
Mual/ muntah
Diare dan konstipasi saling bergantian
- Timbul kelainan kulit “creeping eruption” berupa papul eritema yang menjalar dan tersusun linear atau berkelok-
Pemeriksaan Fisik kelok menyerupai benang dengan kecepatan 2 cm/ hari. (terutama: telapak kaki; bokong; genital; dan tangan)
- Pemeriksaan generalis: nyeri epigastrium
Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan larva rabditiform Strongiloides stercoralis
Diagnosis
Pada pemeriksaan DPL: dapat ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Strongiloides stercoralis; soil-borne
Pencegahan Menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan (mis: menggunakan alas kaki)
Albendazol 400 mg/ 12 – 24 jam/ oral selama 3 hari; atau
Tatalakasana
Mebendazol 100 mg/ 8 jam/ oral selama 2 – 4 minggu
Edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan:
- Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga
- Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar tinja manusia
Edukasi - Menggunakan sarung tangan jika ingin mengolah limbah/ sampah
- Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah melakukan aktivitas
- Menggunakan alas kaki
Pasien dirujuk bila pasien strongiloidiasis dengan keadaan immunocompromised seperti penderita AIDS

Skistosomiasis (4)
Fase akut: demam, nyeri kepala, nyeri tungkai, urtikaria, bronchitis, nyeri abdomen; riwayat terpapar air danau/
sungai 4 – 8 minggu sebelumnya, kemudian berkembang manjadi ruam kemerahan (pruritic rash)
Fase kronis, keluhan tergantung letak kelainan
Gejala Klinis
- Hematuria; disuria  urinary schistosomiasis  S. haematobium
- Nyeri abdomen; diare berdarah  intestinal schistosomiasis  S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi
- Pembesaran perut; ikterus  hepatosplenic schistosomiasis  S. japonicum
Skistosomiasis akut  limfadenopati; hepatosplenomegali; gatal; demam; urtikaria; bloody stool
Pemeriksaan Fisik Skistosomiasis kronik  hipertensi porta dengan distensi abdomen, hepatosplenomegali; gagal ginjal dengan
anemia dan hipertensi; gagal jantung; intestinal polyposis; ikterus
Diagnosis Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses dan sedimen urin ditemukan telur Schistosoma spp
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Schistosoma spp; host intermediet berupa keong; water-borne
Pencegahan Hindari berenang di danau/ sungai endemic
Prazikuantel adalah DOC karena dapat membunuh semua spesies Schistosoma. Walaupun pemberian single dose
sudah bersifat kuratif, tetapi pengulangan setelah 2 – 4 minggu meningkatkan efektivitas pengobatan. Pemberian
prazikuantel dengan dosis sebagai berikut:
Spesies Schistosoma Dosis Prazikuantel
Tatalakasana S. mansoni; S. haematobium; S. intercalatum 40 mg/ kgBB/ hari PO, dibagi dalam 2 dosis perhari
S. japonicum; S. mekongi 60 mg/ kgBB/ hari PO, dibagi dalam 3 dosis perhari
*) Setelah 4 minggu dapat dilakukan pengobatan ulang
*) Pada pasien dengan telur cacing positif dapat dilakukan pemeriksaan ulang setelah satu bulan untuk memantau
keberhasilan pengobatan
Hindari berenang atau menyelam di danau atau sungai di daerah endemic skistosomiasis
Edukasi Minum air yang sudah dimasak untuk menghindari penularan melalui air yang terkontaminasi
Pasien dirujuk jika didiagnosis dengan skistosomiasis kronik disertai komplikasi (gagal ginjal; gagal jantung)

Taeniasis (4)
Gejala klinis akibat iritasi mukosa dan toksin dari cacing (rasa tidak nyaman pada lambung; mual; badan lemah;
berat badan menurun; nafsu makan menurun; nyeri kepala; konstipasi; pusing; pruritus ani; diare)
Gejala Klinis
FR: konsumsi daging mentah/ setengah masak dan mengandung larva sistiserkosis; hygiene yang rendah dalam
pengolahan daging; ternak tidak dijaga kebersihan kandang dan makanannya
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan generalis: nyeri ulu hati; tanda-tanda ileus jika terjadi obstruksi
Pada pemeriksaan mikroskopis specimen feses ditemukan telur Taenia spp; ditemukan proglotid pada tinja secara
Diagnosis maksroskopik;
DPL: leukositosis; eosinofilia; dan LED meningkat
Mekanisme Penyakit Infeksi parasit Taenia spp; zoonosis parasiter (T. saginata: sapi; T. solium: babi)
Pencegahan Mengolah daging sampai matang; menggunakan jamban keluarga
Albendazol 400 mg/ 24 jam/ oral selama 3 hari; atau
Mebendazol 100 mg/ 8 jam/ oral selama 2 – 4 minggu
Tatalakasana
*) Pengobatan cacing dewasa berhasil jika ditemukan skoleks pada tinja
*) Pengobatan sistiserkosis dilakukan dengan eksisi
Edukasi pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dengan:
- Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan hewan ternak
Edukasi - Setiap keluarga sebaiknya memiliki jamban keluarga
Pasien dirujuk bila ada tanda-tanda sistiserkosis

Filariasis (4)
Manifestasi akut:
- Demam berulang 3-5 hari, dapat hilang saat istirahat dan muncul setelah beraktivitas berat
- Limfadenitis yang tampak kemerahan, panas dan sakit
- Retrograde lymphangitis
Gejala Klinis - Filarial abses yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah/ darah
- Pembesaran tungkai, lengan, payudara, skrotum yang kemerahan dan terasa panas (early lymphoedema)
Manifestasi kronik: (berlangsung beberapa bulan sampai bertahun-tahun setelah episode akut)
Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, payudara, atau skrotum akibat adanya cacing
dewasa pada system limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif berupa occult filariasis
- Limfangitis dan limfadenitis yang berulang 3-15 hari, terjadi beberapa kali dalam setahun; lebih sering pada
ekstrimitas bawah daripada atas
- Hidrokel, limfedema, elephantiasis dan chyluria meningkat seiring pertambahan usia
Pemeriksaan Fisik
- Manifestasi genital lain: epididimitis kronis, funikulitis, dan edema skrotum (L)/ edema vulva (P)
*) Bancroftian filariasis mengenai organ genital, paha, dan tungkai bagian bawah (ukuran ~3 kali ukuran normal)
sedangkan brugian filariasis umumnya terbatas pada tungkai bagian bawah (ukuran ~2 kali ukuran normal)
Diagnosis - Pemeriksaan darah tepi: leukositosis dengan eosinofilia 10-30% (darah jari sekitar pukul 20.00 waktu setempat)
- Identifikasi microfilaria pada apusan darah tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa atau Wright (pengambilan
sampel 22.00 – 02.00)
- DEC provocative test (jika diperlukan)
Disebabkan oleh cacing filarial (Wucheria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori) yang ditularkan melalui gigitan
Mekanisme Penyakit nyamuk. Cacing dewasa tinggal di dalam kelenjar limfe dan mengganggu aliran limfatik, sedangkan microfilaria
berada di dalam darah.
Pencegahan Upaya eliminasi pada tahun 2020 dengan pengobatan massal DEC dan albendazol di daerah endemis
- Memelihara kebersihan kulit
- Fisioterapi pada limfedema kronis
- Obat anti-filaria (DEC dan ivermektin) bermanfaat bila diberikan pada fase akut (saat limfangitis)
*) DEC 6 mg/ kgBB, 3 dosis perhari setelah makan, selama 12 hari. Pada Tropical Pulmonary Eosinophylia
pengobatan diberikan selama 3 minggu. (ES: reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap protein yang dilepas
saat cacing dewasa mati. Reaksi sistemik berupa demam, nyeri kepala, nyeri badan, pusing, anoreksia,
Tatalakasana malaise dan muntah; reaksi local berupa limfadenitis, abses dan transien limfedema. ES DEC lebih berat pada
penderita onchorcerciasis)
*) Ivermektin 150 ug/ kgBB (dosis tunggal) diberikan setiap 6 atau 12 bulan (KI: ibu hamil, dan anak < 5 tahun)
- Pemberian antibiotic dan antijamur dapat mengurangi serangan berulang
- Antihistamin dan kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi efek samping pengobatan. Analgetik dapat
diberikan jika diperlukan
- Tindakan operatif, untuk hidrokel kronik dan chyluria yang tidak membaik dengan terapi konservatif
Pasien dan keluarga diberikan informasi mengenai pencegahan dan pengendalian penyakit ini dengan:
Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan jentik nyamuk
Edukasi
Mencegah gigitan nyamuk
Rencana tindak lanjut: setelah pengobatan, dilakukan kontrol ulang  jika masih terdapat gejala dan microfilaria
dalam darah  pengobatan dapat diulang 6 bulan kemudian
Masa prepaten
Masa inkubasi
Stadium
Gejala klinik akut
Gejala menahun

Penyakit Terkait Gigitan Nyamuk


Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (4)
Demam tinggi; terus menerus; selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan (petekie, epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena)
Nyeri kepala, mialgia, atralgis, nyeri retroorbita
Gejala gastrointestinal (mual/ muntah; nyeri epigastrium)
Gejala Klinis Gejala local (nyeri menelan; batuk; pilek)
Kondisi syok (lemah; gelisah; penurunan kesadaran)
Pada bayi, demam tinggi dapat menimbulkan kejang
FR: sanitasi lingkungan yang kurang baik (timbunan sampah dan barang bekas serta genangan air di tempat
tinggal pasien)
Tanda demam dengue:
- Suhu > 37,50 C
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa
- Rumple Leede (+)
Pemeriksaan Fisik
Tanda demam berdarah dengue:
- Tanda demam dengue
- Hepatosplenomegali
- Kebocoran plasma (efusi pleura; asites)
- Hematemesis/ melena
Diagnosis Diagnosis demam dengue secara klinis: demam khas + ≥ 2 tanda/gejala lain
Diagnosis demam berdarah dengue secara klinis: demam khas + ≥ 2 tanda/gejala lain + bukti kebocoran plasma
Darah perifer:
- Trombositopenia (Plt ≤ 100.000/ul)
- Leukopenia (WBC < 4.000/ul)
- Penigkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar (tanda kebocoran plasma pada DBD)
*) Tanda kebocoran plasma lain: Hipoalbuinemia/ hipoproteinemia; efusi pleura; asites
Serologi dengue: IgM dan IgG anti-dengue (dapat terdeteksi pada hari ke-5 demam); NS1 (demam hari ke 1-3)
*) pemeriksaan antigen
Diagnosis demam dengue secara klinis: demam khas + ≥ 2 tanda/gejala lain
Diagnosis demam berdarah dengue secara klinis: demam khas + ≥ 2 tanda/gejala lain + bukti kebocoran plasma
Infeksi virus dengue yang bereplikasi pada epitel, endotel, fibroblast, dan makrofag. Ditularkan melalui gigitan
Mekanisme Penyakit
nyamuk Aedes aegypti betina
Minghindari gigitan nyamuk
Pencegahan Melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur, dan menutup
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin
Tatalakasana 1. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Paracetamol 500-1000 mg/ 8 jam/ oral)
2. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
3. Pemeriksaan kadar trombosit dan hematokrik secara serial

5% deficit cairan

Terapi awal caitan kristaloid 6-7 ml.kgBB/jam

Evaluasi
3 – 4 jam

PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK


Ht dan HR meningkat, TD menurun, produksi urin menurun
Ht dan HR turun, TD membaik, produksi urin meningkat

Kurangi infus kristaloid Tanda vital dan Infus kristaloid


5 ml/kgBB/jam hematokrit memburuk 10 ml/kgBB/jam

PERBAIKAN PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK

Kurangi infus kristaloid Infus kristaloid


3 ml/kgBB/jam 15 ml/kgBB/jam

PERBAIKAN KONDISI MEMBURUK


Tanda syok
Terapi cairan dihentikan
24 48 jam Tatalaksana sesuai protokol
syok dan perdarahan
PERBAIKAN

Tatalaksan DBD pada pasien anak:


DBD tanpa syok
1. Bila anak dapat minum
a. Berikan anak banyak minum (1-2 liter/ hari atau 1 sdm tiap 5 menit)
b. Berikan cairan infus kristaloid (RL atau asering) sesuai kebutuhan untuk dehidrasi sedang
*) BB < 15 kg: 7 ml/kgBB/jam; BB 15-40 kg: 5 ml/kgBB/jam; BB > 40 kg: 3 ml/kgBB/jam
2. Bila anak tidak bisa minum, maka seluruh kebutuhan cairan diberikan secara IV
3. Lakukan pemantauan tanda vital dan dieresis serta darah rutin serial per 4-6 jam
a. Bila terjadi penurunan hematokrit dan perbaikan klinis, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai
keadaan klinis stabil
b. Bila terjadi perburukan klinis, lakukan tatalaksan DBD dengan syok
4. Bila anak demam berikan paracetamol 10-15 mg/kgBB/6-8 jam/oral  hindari ibuprofen dan asetosal
5. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi
DBD dengan syok
1. Kondisi ini merupakan gawat darurat dan mengharuskan rujukan segera ke RS
2. Tatalaksana awal:
a. Berikan oksigen 2-4 lpm via nasal kanul atau simple mask
b. Pasang akses intravena sambil melakukan pungsi vena untuk pemeriksaan DPL
c. Berikan infuse kristaloid (RL/ Asering) 20 ml/kgBB secepatnya
d. Lakukan pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer, dan dieresis) setiap 30 menit
e. Jika belum ada perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maks 30 menit),
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB/jam (maks. 30 ml/kgBB/ 24 jam)
f. Jika hematokrit dan hemoglobin turun tanpa perbaikan klinis, pertimbangkan terjadi occult bleeding.
Segera berikan transfuse darah dan cairan koloid. Segera rujuk
g. Jika terjadi perbaikan klinis kurangi pemberian cairan hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam. Kemudian
turunkan secara bertahap sesuai kondisi klinis dan laboratorium tiap 4-6 jam
h. Cairan infuse dapat dihentikan dalam 36-48 jam. Hati-hati dengan terjadinya overload cairan
3. Pengobatan suportif lainnya sesuai indikasi
Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan penyakit dan tatalaksananya: sesua
perjalanan alamiahnya, penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga tidak ada terapi medikamentosa untuk penyakit
ini, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit
Edukasi Pasien dirujuk bila:
Terjadi perdarahan masif, termasuk hematemesis dan melena
Dengan pemberian cairan kristaloid 15 ml/ kgBB/ jam kondisi belum membaik
Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim (kejang dan penurunan kesadaran)

Malaria (4)
Demam hilang timbul, saat demam hilang disertai menggigil dan berkeringat. Dapat disertai nyeri kepala, nyeri otot
dan sendi, penurunan nafsu makan, sakit perut, mual/ muntah dan diare
Gejala Klinis
FR: riwayat malaria sebelumnya, tinggal di daerah endemis, riwayat berkunjung ke daerah endemis (1-4 minggu),
riwayat transfuse darah
1. Tanda khas:
- Periode demam (kulit merah dan kering, panas, suhu bisa > 400 C; pucat; takikardi; takipneu)
- Periode dingin/ berkeringat (kulit dingin, berkeringat; nadi cepat dan lemah; penurunan kesadaran)
Pemeriksaan Fisik 2. Kepala: anemis; ikterik; sianosis; pada malaria serebral bisa ditemukan kaku kuduk
3. Abdomen: hepatosplenomegali; asites
4. Ginjal: urin coklat kehitaman; oligouri atau anuria
5. Ekstrimitas: akral dingin (tanda-tanda syok)
Pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnosis:
Diagnosis - Rapid Diagnostic Test untuk malaria
- Mikroskopik: ditemukan parasit (Plasmodium sp) pada apusan darah (biasanya dengan pewarnaan giemsa)
Infeksi Plasmodium sp yang menyerang eritrosit, sehingga dapat ditemukan bentuk aseksual dalam darah.
Mekanisme Penyakit
Ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina atau transfusi darah
- Menghindari gigiran nyamuk dengan kelambu atau repellen
Pencegahan
- Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari
Tatalakasana Malaria falsiparum
Lini I: FDC (dihydroartemisinin 40 mg + piperakuin 320 mg) + Primakuin
*) untuk BB ≤ 59 kg 3 tab FDC + 2 tab primakuin; BB ≥ 60 kg 4 tab FDC + 3 tab primakuin
*) FDC diberikan sekali sehari selama 3 hari, primakuin diberikan sekali pemberian
*) dosis DHA 2-4 mg/ kgBB; piperakuin 16-32 mg/ kgBB; primakuin 0,75 mg/ kgBB
Lini II: Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin
*) diberikan bila tidak respon dengan lini I
*) dosis kina 10 mg/kgBB/kali ( 3 x sehari); doksisiklin 3,5 mg/kgBB/dosis terbagi (untuk dewasa; 2 x sehari);
2,2 mg/kgBB/dosis terbagi (untuk anak-anak; 2 x sehari); Tetrasiklin 4-5 mg/kgBB/kali (4 x sehari)
*) kina, doksisiklin/ tetrasiklin diberikan selama 7 hari
Malaria vivax dan malaria ovale
Lini I: Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin
*) dosis dan pemberian dihydroartemisinin dan piperakuin sama dengan malaria falciparum
*) dosis primakuin 0,25 mg/ kgBB/ hari (diberikan selama 14 hari)
Lini II: Kina + Primakuin
*) diberikan bila tidak respon dengan lini I
*) dosis dan pemberian kina sama dengan malaria falciparum
Untuk malaria vivax yang relaps/ kambuh: diberikan regimen DHA + Piperakuin yang sama tetapi dosis primakuin
ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. (dugaan relaps apabila setelah pemberian primakuin selama 14 hari,
pasien kembali sakit dengan parasit (+) dalam waktu 3 minggu – 3 bulan setelah pengobatan
Malaria malariae
Cukup diberikan regimen DHA + Piperakuin dengan dosis dan cara pemberian sama dengan malaria lainnya,
tanpa diberikan Primakuin
Malaria pada ibu hamil
TM I: Kina tab 3 x 10 mg/kgBB + Klindamisin 10 mg/ kgBB (diberikan selama 7 hari)
TM II dan III: DHA + Piperakuin (diberikan selama 3 hari)
Pencegahan/ profilaksis
- Doksisiklin 100 mg/ hari, diminum 2 hari sebelum pergi sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis
*) tidak boleh untuk ibu hamil dan anak < 8 tahun
- Mefloquin 250 mg, diminum 1 kali perminggu dimulai 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 minggu setelah
keluar dari daerah endemis
*) hati-hati pada daerah resisten, pasien dengan riwayat kejang, gangguan konduksi jantung dan psikiatri
- Atoquine 250 mg/ proguanil 100 mg, diminum 1 kali/ hari dimulai 1-2 hari sebelum pergi sampai 7 hari setelah
keluar dari daerah endemis
*) tidak boleh untuk ibu hamil dan menyusui, anak < 5 tahun, dan pasien dengan gangguan ginjal berat
- Pada kasus yang berat sampaikan kepada keluarga mengenai prognosisnya yang mungkin tidak baik
- Pengobatan pasien harus sampai sembuh sehingga perlu pengawasan minum obat untuk memastikan
kepatuhan pasien
Edukasi Pasien dirujuk pada keadaan:
- Malaria dengan komplikasi (malaria serebral; anemia berat; gangguan ginjal akut; edema paru/ ARDS;
hipoglikemia; syok; perdarahan spontan dan DIC; kejang berulang; asidemia; hemoglobinuria makroskopik)
- Malaria berat, namun terlebih dahulu diberi dosis awal artemisinin atau artesunat per IM atau IV dengan dosis
awal 3,2 mg/ kgBB

Zoonosis
Leptospirosis (4)
Demam; menggigil; nyeri kepala; mialgia hebat (betis, paha, dan pinggang); mual/ muntah; diare; nyeri perut;
Gejala Klinis fotofobia; penurunan kesadaran.
Banyak terjadi pada musim hujan/ banjir.
Febris; ikterus; nyeri tekan pada otot (terutama m. gastrocnemius); ruam kulit; limfadenopati; hepatosplenomegali;
Pemeriksaan Fisik edema; bradikardi relative; konjungtiva suffusion; gangguan perdarahan (peteki, purpura, epistaksis dan
perdarahan gusi); kaku kuduk bila terjadi meningitis
Darah rutin: jumlah leukosit 3.000-26.000/ mm3 dengan pergerseran ke kiri; trombositopenia ringan
Urin rutin: sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyaline/ granular) dan peroteinuria, jumlah sedimen eritrosit
biasanya meningkat
Diagnosis
Pemeriksaan serologi anti leptospira dengan leptodipstick
Pemeriksaan mikrobiologi: ditemukan bakteri spirocetae pada mikroskop electron lapangan gelap ( Lesptospira sp:
berbentuk spiral, berflagel, bergulung-gulung tipis, motil, bersifat obligat anaerob)
Infeksi oleh bakteri Leptospira interogans yang didapatkan akibat kontak dengan tanah, air, makanan yang
Mekanisme Penyakit terkontaminasi dengan air seni atau kotoran hewan yang terinfeksi (mis. tikus atau golongan rodensia lainnya).
Dapat juga akibat kontak langsung dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi.
Pencegahan Sulit dilakukan di daerah tropis akibat banyaknya hospes perantara dan jenis serotype
Pengobatan supportive dengan observasi ketat untuk mengatasi dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gangguan
fungsi ginjal
Tatalakasana Pemberian antibiotic dilakukan secepat mungkin
Kasus ringan  doksisiklin 100 mg/ 12 jam/ oral
Kasus berat (Weil’s disease)  injeksi penisilin G 1,5 juta unit/ IV
Bagi yang berisiko tinggi tertular sebaiknya menggunakan pakaian yang dapat melindungi dari kontak dengan
bahan-bahan yang terkontaminasi urin hewan reservoir
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus; mencuci tangan sebelum makan;
mencuci tangan dan kaki serta bagian tubuh lainnya setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan
Edukasi tempat yang tercemar lainnya
Rencana tindak lanjut:
Kasus harus dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
Pasien dirujuk ke layanan kesehatan dengan dokter spesialis penyakit dalam dan fasilitas HD pada kasus berat

Anda mungkin juga menyukai