Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TUTORIAL II

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH TEMA 16


(Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks I)
Dosen Pembimbing: Dr. Rika Nurhasanah, M.Keb

Disusun Oleh:
Anisa Kurnia Ramdhini (314118009)

PROGRAM STUDI SARJANA DAN PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2021
A. SKENARIO KASUS
KASUS
Ny. Andi berusia 20 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 33 minggu datang
bersama suami ke PMB karena keluar air-air dari jalan lahir saat sedang
istirahat. Berdasarkan pengkajian data subjektif ibu merasa agak demam 5
hari yang lalu, kontraksi tidak dirasakan dan ibu mengelak keluar lendir
campur darah. Pemeriksaan TFU 38cm, tanda tanda vital dalam batas
normal, denyut jantung janin 134kali/menit. Pemeriksaan pervaginam
dengan menggunakan lakmus pH 8. Pemeriksaan inspekulo tampak air
ketuban keluar dari portio, tidak terjadi mekonial. Ibu khawatir dengan
keadaan yang terjadi.
Ny. Andi oleh bidan dirujuk ke RS, untuk mencegah janin distress.
Sebelum dirujuk bidan memastikan bahwa ibu dan janin dalam keadaan
baik. Hasil pemeriksaan NST reaktif.
Bagaimanakah saudara menjelaskan tentang scenario tersebut di atas.

B. Learning Objective
1. Apakah yang dimaksud dari polyhidramnion ?

Polihidramnion atau yang biasa juga disebut hidramnion merupakan


peningkatan abnormal dari volume cairan amnion. Peningkatan volume cairan
amnion dapat didiagnosa biasanya dalam masa trimester kedua ataupun ketiga.
(Dashe, 2018)
Peningkatan abnormal pada cairan amnion merupakan komplikasi 1-2% pada
kehamilan. Kondisi klinis ini dihubungkan dengan tingginya resiko prognosis
kehamilan yang buruk. (Cunningham, 2014)
Polihidramnion (hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan berupa
kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban. Hal ini biasanya didiagnosis jika
indeks cairan amnion (AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar dari 20 cm (≥ 20
cm). Di mana volume dari air ketuban > 2000 ml.
Hidramnion adalah Suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih
banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter (Amriewibowo, 2010).
Hidramnion adalah suatu jumlah cairan amnion yang berlebihan (lebih dari
2000 ml). Normal volume cairan amnion meningkat secara bertahap selama
kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 1000 ml antara 34 sampai 36 minggu
(Admin, 2011).
Adapun klasifikasi hidramion
a. Hidramnion kronis
Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam
beberapa minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut.
b. Hidramnion Akut
Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat
dalam waktu beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan muda
pada bulan ke-4 atau ke-5 (Amriewibowo, 2010).
2. Apa sajakah penyebab dari polyhidramnion ?
Secara klinis, polihidramnion merupakan hasil dari produksi berlebihan
cairan amnion ataupun terganggunya eliminasi cairan dari rongga amnion.
Walaupun seringnya polihidramnioin yang ringan idiopatik, namun 2
penyebab tersering dari polihidramnion adalah diabetes melitus maternal dan
anomaly janin. Polihidramnion juga mungkin dapat disebabkan oleh infeksi
kongenital dan alloimmunization. (Fardizar, 2017)
Literatur mengatakan etiologi-etiologi yang berpotensial menyebabkan
polihidramnion sebagai berikut: (Dashe, 2018)
a. Malformasi janin dan kelainan genetik (8-45%)
b. Diabetes melitus pada ibu (5-26%)
c. Kehamilan multipel (8-10%)
d. Anemia janin (1-11%)
e. Penyebab lainnya, seperti infeksi virus, Bartter Syndrome, gangguan
neuromuskular, hiperkalsemia pada ibu. Infeksi virus yang dapat
menyebabkan polihidramnion meliputi parvovirus B19, rubella,
cytomegalovirus. Infeksi lainnya seperti toxoplasmosis dan sifilis dapat
juga menyebabkan polihidramnion.
Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion
berlebihan bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya
dapat diketahui pada beberapa kondisi klinis lainnya. Penyebabnya dapat
meliputi:
a. Kehamilan kembar dengan sindrom transfusi antar janin kembar
(peningkatan cairan ketuban pada janin kembar penerima dan penurunan
cairan ketuban pada janin kembar pendonor) atau kehamilan multipel.
b. Anomali janin, termasuk atresia esofagus (biasanya berhubungan dengan
fistula trakeoesofageal), atresia duodenum, dan atresia usus lainnya.
c. Kelainan SSP dan penyakit neuromuskuler yang menyebabkan disfungsi
menelan.
d. Anomali irama jantung kongenital terkait dengan hidrops, perdarahan
janin-ke-ibu, dan infeksi parvovirus.
e. Diabetes mellitus tidak terkontrol pada ibu.
f. Kelainan kromosom, trisomi 21 yang paling umum, diikuti dengan trisomi
18 dan trisomi 13.
g. Sindrom akinesia janin dengan tidak adanya proses menelan pada janin.
Secara teori hidramnion bisa terjadi karena:
a. Produksi air ketuban bertambah
Diduga menghasilkan air ketuban ialah epitel amnion, tetapi air ketuban
juga bertambah karena cairan lain masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya
air kencing anak atau cairan otak pada anensefal.
b. Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang telah dibuat dilahirkan dan diganti dengan yang baru.
Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus
dan dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Jalan
ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan, seperti pada atresia
esophagus, anensefal, atau tumor-tumor plasenta.
Pada anensefal dan spina bifida diduga bahwa hydramnion terjadi karena
transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sumsum belakang.
Selain daripada itu anak anensefal tidak menelan dan pertukaran air
terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak kencing berlebihan.
Pada atresia oesophagei hydramnion terjadi karena anak tidak
menelan.Pada gemelli mungkin disebabkan karena salahsatu janin pada
kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat dan
karena itu juga menghasilkan banyak air kencing.Mungkin juga karena
luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar.
3. Bagaimanakah patofisiologi dari polyhidramnion ?

Dibawah kondisi fisiologis terdapat kesimbangan dinamis antara


produksidan reabsorbsi cairan amnion. Jumlah cairan dipengaruhi oleh urinasi
janin dan produksi cairan paru janin. Cairan amnion diserap dengan cara
ditelan oleh janin dan penyerapan intramembran dan intravaskular. Hubungan
relatif dari masing-masing mekanisme ini bervariasi selama kehamilan.
Gangguan keseimbangan dapat menyebabkan gangguan fungsi menelan atau
meningkatnya urinasi danmenyebabkan polhidramnion. (Hamza, 2013)
Polihidramnion dihasilkan dari kelebihan produksi cairan amnion atau
gangguan dalam pemindahan cairan dari rongga amnion. Penyebab dapat
dibagi menjadi berasal dari ibu ataupun berasal dari janin (tabel 2.2). Penyebab
polihidramnion utama dari ibu adalah diabetes melitus, dimana
berkontribusihingga 25 % dari kasus. Penyebab yang pasti pada diabetes ibu
tampaknya pada peningkatan gradien osmotik pada aliran darah janin dari
plasenta disebabkan hiperglikemia.
Penyebab yang berasal dari janin dapat dibagi menjadi dua
kategori:gangguan neurologi pada mekanisme menelan pada janin dan
obstruksi mekanikatau gangguan menelan dan penyerapan sistem
gastrointestinal (tabel 2.3).Gangguan neurologi pada mekanisme menelan dan
kemungkinan hambatan darimekanisme regulasi homeostasis cairan amnion,
bisa diakibatkan kelainankongenital seperti pada aneuploid atau kelainan
neuromuskular atau kondisi-kondisi didapat seperti infeksi virus uterus yang
bermanifestasi pada sistem saraf pusat. Penyebab yang paling umum adalah
obstruksi mekanik pada menelan,seperti atresia pada esofagus atau usus atau
obstruksi pada salurangastrointestinal oleh massa intraabdomen. Penyebab
yang jarang pada polihidramnion adalah anemia janin yang berat dihubungkan
hidrops fetalis biasanya disebabkan oleh isoimunisasi atau perdarahan fetal-
maternal.Peningkatan cairan amnion dapat terjadi akibat tingginya cardiac
output dariginjal, dengan peningkatan produksi urinatau dari gagal ginjal dan
berkurangnyamekanisme menelan. 40%-60% kasus polihidramnion tidak
mempunyai penyebab yang jelas selama kehamilan, sehingga disebut
polihidramnionidiopatik dapat terjadi pada janin yang sehat, walaupun
evaluasi neonatal secarahati-hati telah dilakukan. 8
4. Bagaimanakah tanda dan gejala polyhidramnion ?
Tanda-tanda dan gejala polihidramnion merupakan hasil dari tekanan yang
diberikan dalam uterus dan pada organ terdekat.
Tanda-tanda yang didapatkan dapat berupa :
• Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
• Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit
dilakukan
• Denyut Jantung Janin (DJJ) sulit terdengar
• Balotemen janin jelas
Polihidramnion ringan menujukkan sedikit tanda atau gejala. Polihidramnion
berat dapat menyebabkan:
- Sesak napas atau ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali ketika berdiri
- Pembengkakan pada ekstremitas bawah, vulva dan dinding perut
- Penurunan produksi urin
- Gangguan pencernaan
- Edema
- Bila polihidramnion terjadi antara minggu ke 24 – 30 maka keadaan ini
sering berangsung secara akut dengan gejala nyeri abdomen akut dan rasa
seperti “meledak” serta rasa mual.
- Kulit abdomen mengkilat dan edematous disertai striae yang masih baru
5. Apakah yang dimaksud dengan ketuban pecah dini ?

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes


(PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses
persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of
the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and Strauss, 1998; Brian and Mercer,
2003; Mamede dkk., 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran
pembukaan servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan
pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.
Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan
(Cunningham, 2010; Soewarto, 2010).
Menurut Morgan (2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan
oleh beberapa faktor meliputi :
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap
kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan
(Julianti, 2001). Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu
adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut
akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003).
Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem
reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang
kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
b. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa
uang yang mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan
hidupnya. Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang
menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya
pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak
mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan (BPS, 2005).
c. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak
pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas
yaitu primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah
seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin
mancapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah
seorang wanita yang telah mengalami kehamilan dengan usia
kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkanbuah
kehamilanya 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara adalah
seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan
minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih
dari 5 kali (Wikjosastro, 2007). Wanita yang telah melahirkan
beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan
sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih
beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen,
2008).
d. Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan
mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan
anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume
30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34
minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan
ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan
yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia
pada janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin,
prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah
infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus,
persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban
pecah dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his,
retensio plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri
(Manuaba, 2009). Menurut Depkes RI (2005), bahwa anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan dapat digolongkan menjadi (1) HB >
11 gr %, tidak anemia, (2) 9-10 gr % anemia sedang, (3) < 8 gr %
anemia berat
e. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang
intensitas tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok
mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk
karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.
Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini,
dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003). f. Riwayat
KPD Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan
kejadian KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi
kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali
mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD
secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada
kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan
berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah
mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang
menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
f. Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan
lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi
yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri
dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).
g. Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya :
1) Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah (Saifudin. 2002)
6. Apa sajakah penyebab terjadinya KPD ?
Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 meliputi antara
lain
(1) Serviks inkompeten,
(2) Faktor keturunan,
(3) pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia),
(4) overdistensi uterus ,
(5) malposisi atau malpresentase janin,
(6) faktor yang menyebabkan kerusakan serviks,
(7) riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih,
(8) faktor yang berhubungan dengan berat badan sebelum dan selama hamil,
(9) merokok selama kehamilan,
(10) usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari
pada usia muda,
(11) riwayat hubungan seksual baru-baru ini,
(12) paritas,
(13) anemia,
(13) keadaan sosial ekonomi.
Sebuah penelitian oleh Getahun D, Ananth dkk tahun 2007 menyebutkan
bahwa asma bisa memicu terjadinya ketuban pecah dini.
Predisposisi dan etiologi ketuban pecah dini Menurut Nugroho (2010)
penyebab KPD belum diketahui dan ditentukan secara pasti. Ada
kemungkinan terjadinya KPD berhubungan dengan banyak faktor. Sujiyatini,
Muflidah, dan hidayat (2009) berpendapat bahwa faktor yang berhubungan
dengan terjadinya KPD terjadi pada selaput ketuban maupun. yang pertama
adalah infeksi infeksi dari vagina yang merambat keatas. Faktor kedua adalah
serviks inkompeten yaitu kondisi serviks yang kurang lentur sehingga tidak
mampu menahan kehamilan. Faktor yang ketiga adalah tekanan intrauterin
yang meningakat. Peningkatan tekanan intra uterin dapat disebabkan oleh
trauma fisik seperti hubungan seksual, pemeriksaan dalam maupun
amniosintesis, faktor keempat adalah ketegangan rahim yang berlebihan yang
dapat disebabkan karena hidramnion atau kehamilan ganda. faktor lain yang
dapat menyebabkan KPD adalah ketidaksesuaian panggul dengan kepala bayi,
kehamilan multigravida dan kurang gizi terutama dari tembaga dan vitamin c.
Menurut Nugroho (2010) salah satu faktor yang dapat menyebabkan KPD
adalah kekurangan vitamin c. Tetapi pendapat tentang vitamin c tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Spinnato (2008) yang menjelaskan
bahwa vitamin C dan vitamin E yang diminum oleh ibu selama kehamilan
tidak berpengaruh terhadap kejadian KPD. Caughey, Julian, Robinson, dan
Errol (2008) menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan KPD adalah
hubungan seksual, pemeriksaan dengan spekulum, aktifitas fisik, dan jumlah
kehamilan.
7. Bagaimanakah patofisiologi dari KPD ?
Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan
terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami
devaskularisasi. Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi selanjutnya
kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat yang menyangga
ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan
adanya infeksi yang mengeluarkan enzim yaitu ensim proteolotik dan
kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah spontan. Menurut Sujiyatini,
Muflidah, dan Hidayat (2009) menjelaskan bahwa KPD biasanya terjadi
karena berkurangnya kekuatan membran dan peningkatan tekanan intra
unterine ataupun karena sebab keduanya Kemungkinan tekanan intrauterine
yang kuat adalah penyebab dari KPD dan selaput ketuban yang tidak kuat
dikarenakan kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban. Hubungan serviks inkompeten dengan
kejadian KPD adalah bahwa cervik yang inkompeten adalah leher rahim yang
tidak mempunyai kelenturan, sehingga tidak kuat menahan kehamilan. Selain
karena infeksi dan tekanan intra uterin yang kuat, hubungan sexual pada
kehamilam tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh
prostaglandin yang terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi,
tetapi bisa juga karena faktor trauma saat hubungan seksual. Pada kehamilan
ganda dapat menyebabkan KPD karena uterus meregang berlebihan yang
disebabkan oleh besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang
lebih banyak (Oxorn, 2003).
8. Bagaimanakah tanda dan gejala KPD ?
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009).
Menurut Sujiyatini (2009) tanda yang terjadi pada KPD adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina. Menurut Menurut Kasdu (2005)
ketuban yang pecah ditandai dengan adanya air yang mengalir dari vagina
yang tidak bisa dibendung lagi. Untuk membedakan antara air ketuban dengan
air seni dapat diketahui dari bentuk dan warnanya. Biasanya, air seni berwarna
kekuning-kuningan dan bening, sedangkan air ketuban keruh dan bercampur
dengan lanugo (rambut halus dari janin) dan mengandung fernik kaseosa
(lemak pada kulit janin). Sebagai informasi cairan ketuban adalah cairan putih
jernih agak keruh kadang-kadang mengandung gumpalan halus lemak dan
berbau amis dan akan berubah warna jika diperiksa dengan kertas lakmus
(Huliana, 2006). Menurut Kasdu (2005) jika kebocoran kulit ketuban tidak
disadari oleh ibu maka sedikit demi sedikit air ketuban akan habis dan jika air
ketuban habis maka dapat menimbulkan rasa sakit ketika janin bergerak
karena janin langsung berhubungan dengan uterus.
9. Bagaimana komplikasi pada ibu dan janin ?
a. Komplikasi pada janin
Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) komplikasi yang
sering terjadi pada janin karena KPD adalah sindrom distres pernapasan
dan prematuritas. Sindrom distres penapasan terjadi karena pada ibu
dengan KPD mengalami oligohidramnion. Pendapat ini sesuai dengan
pendapat dari Nugroho (2010) yang berpendapat bahwa komplikasi yang
sering terjadi pada janin terutama sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distres pernapasan. Selain sindrom distres pernapasan
komplikasi pada janin juga dapat terjadi prolap tali pusat dan kecacatan
terutama pada KPD preterm.
b. Komplikasi pada ibu
Menurut Achadiat (2004) komplikasi yang sering terjadi pada ibu karena
KPD yang pertama adalah infeksi sampai dengan sepsis. Menurut
Caughey, Julian, Robinson, dan Errol (2008) membran janin berfungsi
sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya infeksi. Setelah
ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi hal ini terjadi karena
setelah ketuban pecah maka akan ada jalan masuk mikroorganisme dari
luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi
yang kedua adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan
komplikasi yang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban habis,
sehingga tidak ada pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi
sehingga uterus mudah mengalami kerusakan. (Achadiyat, 2004)
Komplikasi yang biasa terjadi pada KPD meliputi ;
(a) mudah terjadinya infeksi intra uterin,
(b) partus prematur,
(c) ) prolaps bagian janin terutama tali pusat (Manuaba, 2009).
Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu
(a) peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas,
(b) komplikasi selama persalinan dan kelahiran,
(c) resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi
karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap
masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2010).
10. Bagaimanakah diagnosa dari kasus tersebut ?
G1P0A0 UK 33 Minggu, Janin hidup, Tunggal, Intrauterine dengan ketuban pecah
dini
Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah ketuban benar
sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan kanalis servikal belum ada
atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD dapat dilakukan dengan berbagai cara
yang meliputi :
a. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di
vagina.
b. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa,
rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada infeksi.
c. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan
servikalis.
d. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa)
bila ketuban sudah pecah.
e. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu
dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta serta
jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit esterase, bila
leukosit darah lebih dari 15.000/mm3 , kemungkinan adanya infeksi (Sarwono,
2010).
11. Bagaimanakah asuhan kebidanan sesuai dengan kasus tersebut ?
A. Terapi hidramnion dibagi menjadi 3 fase:

1. Pada masa kehamilan


Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion
sedang dengan beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak
perlu intervensi sampai persalinan atau sampai selaput membran pecah
spontan. Jika terjadi sesak nafas atau nyeri pada abdomen, terapi khusus
diperlukan. Bed rest, diuretik dan air serta diet rendah garam sangat
efektif. Terapi indomethacin biasa digunakan untuk mengatasi gejala-gejala
yang timbul menyertai hidramnion. Kramer dan koleganya (1994) melalui
beberapa hasil penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin
mengurangi produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi,
menurunkan produksi urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam
membran amnion. Dosis yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi
padahidramnion berat maka penderita harus dirawat dan bila keluhan
terlalu hebat dapat dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel cairan
ketuban melalui dinding abdomen).Prinsip dilakukan amniosintesis adalah
untuk mengurangi distress pada ibu. Selain itu, cairan amnion juga bisa di
tes untuk memprediksi kematangan paru-paru janin.
2. Pada masa persalinan
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah menunggu.
Jika pada waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk
menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan jari
tangan kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban
keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya tidak terjadi solusio plasenta,
syok karena tiba-tiba perut kosong atau perdarahan postpartum karena
atonia uteri.
3. Pada masa nifas
Observasi perdarahan postpartum
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi :
a. Konserpatif
1) Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, <32-34 minggy, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, b3lum in partu, tidak ada infeksi,
tes buss negative beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, terminasi pasa kehamilan 37 minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan
diakhiri.
3) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang penatalaksanaan KPD
adalah :
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu
sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin.
d. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,
dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan
e. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga
sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan
dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus
mengorbankan janinnya.
f. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan kematangan paru.
g. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-24
jam bila tidak terjadi his spontan

MORE INFO :
1.Data penunjang dari diagnosis KPD
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan
PHnya.
1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(Manuaba, 2009).
2.Cara membaca NST

Pemeriksaan Non Stress Test (NST). NST adalah cara pemeriksaan janin
dengan menggunakan Merupakan tindakan non-invasif. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk melihat interaksi antara perubahan denyut jantung dengan gerakan janin.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada saat kehamilan maupun persalinan.
Pemeriksaan frekuensi denyut nadi melalui Doppler ultrasound, bersamaan dengan
tekanan otot rahim [4].
Fungsi dari NST ini adalah :
1. Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin
(djj) dalam hubungannya dengan gerakan/ aktivitas janin. Adapun penilaian NST
dilakukan terhadap frekuensi dasar djj (baseline), variabilitas (variability) dan
timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan / aktivitas janin (Fetal Activity
Determination / FAD).
2. Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan
apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia kandungan
minimal 26-28 minggu, atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi.
3. Yang dinilai adalah gambaran djj dalam hubungannya dengan gerakan atau
aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat peningkatan
frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik, pergerakan bayi
tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut jantung janin.
Aktifitas dinamika jantung dipengaruhi oleh sistem saraf autonom yaitu
simpatis dan parasimpatis. Bunyi jantung dasar dan variabilitas dari jantung janin
normal terjadi bila oksigenasi jantung normal. Bila cadangan plasenta untuk nutrisi
(oksigen) cukup, maka stres intrinsik (gerakan janin) akan menghasilkan akselerasi
bunyi jantung janin, dan stres ekstrinsik (kontraksi rahim) tidak akan
mengakibatkan deselerasi.
Cara Membaca pemeriksaan NST:
a. Reaktif, bila :
1. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit.
2. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit.
3. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau
lebih dalam 20 menit.
4. dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian.
5. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari,
tipe yang lain diulang setiap minggu.
b. Tidak reaktif, bila :
1. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit.
2. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit.
3. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit.
4. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan
dari luar.
c. Sinusoidal, bila :
1. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal.
2. Tidak ada gerakan janin.
3. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin
matur, janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH.
d. Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif)
apabila ditemukan :
1. Bradikardi
2. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm,
yang lamanya 60 detik atau lebih.
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin
sudah viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik
sampai 1 minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan
ulang dianjurkan 1 minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti
hipertensi/gestosis, DM, pendarahan atau oligohidramnion hasil NST yang reaktif
tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap baik sampai 1 minggu
kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (dibawah 1 minggu).
Beberapa ahli percaya bahwa pemeriksaan NST tidak diperlukan pada
kehamilan beresiko rendah.Pemeriksaan NST ini mengharuskan pasien tetap diam,
gerakan akan mengganggu sinyal dan pembacaan mesin yang tidak akurat.
Beberapa ahli merasa bahwa NST mengarah kekelahiran cesar atau vakum selama
persalinan vaginal.

MINDMAP
DAFTAR PUSTAKA
Brian S Carter, MD, FAAP. Pediatric Polyhydramnios. Available at URL:
http://emedicine. medscape.com/article/ 975821
Cunningham FG, MacDonald PC, Leveno KJ, Gillstrap LC. Williams Obstetrics.
21ed. Connecticut: Appleton and Lange, 2001
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.1984. Obstetri Patologi.Elstar
Offset;Bandung
Hacker and mooree. Essensial Obstetric and Gynaecologi .2/e. Philadelpia: WB
saunders company, 1992.
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Mayo Clinic Staff. Polyhydramnios. Available at URL: http://www.
mayoclinic.com/health/polyhydramnios,
Mochtar R. Sinopsis obstetrik, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2004
Prawirohardjo, S.2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
Saifudin.2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Varney, H. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai