Anda di halaman 1dari 45

Presentasi kasus

P1A0 PARTUS PREMATURUS (30-31 MINGGU) SPONTAN DENGAN PEB + CHF NYHA IV ec. KARDIOMIOPATI PERIPARTUM + B20

Pembimbing : Dr. Samsudin, SpOG

Disusun oleh : Lisa (110.2008.140)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD GUNUNG JATI 2012

BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia berat sebagai penyulit kehamilan masih sering ditemukan dan merupakan salah satu dari tiga besar yang menjadi penyebab utama kematian ibu di dunia, selain perdarahan dan infeksi. Preeklampsia berat menyebabkan 16% kematian maternal dan 45% kematian perinatal baik secara langsung maupun tidak langsung, insidensi preeklampsia berat pada umumnya sebesar 5-7% dari seluruh kehamilan, meskipun terdapat variasi yang sangat besar, yang dipengaruhi oleh paritas, lingkungan dan predisposisi ras / genetik.1,2 Pada akhir tahun 2002, UNAIDS memperkirakan di seluruh dunia terdapat 42 juta orang yang hidup dengan HIV; 19,2 juta di antaranya perempuan dan 3,2 juta anak di bawah usia 15 tahun. Selama tahun 2002 terdapat 800.000 kasus baru dan 610.000 kematian anak yang menderita HIV. Sebagian besar (91%) anak tersebut tertular HIV dari ibunya. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus HIV baru akibat penularan vertikal dari ibu ke anaknya. 3 Jumlah kasus HIV-AIDS pada kehamilan di Indonesia dan di dunia semakin meningkat. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kasus pada penggunaan narkoba suntikan yang pada umumnya digunakan pada usia subur (usia reproduksi). Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Pelita Ilmu dan Bagian Kebidanan FKUI di daerah pemukiman kumuh di Jakarta menunjukkan bahwa infeksi HIV-AIDS di kalangan ibu hamil yang mengikuti layanan testing dan konseling sukarela melebihi 2%.4 Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari sistem

kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat menimbulkan mortalitas ibu yang signifikan. Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil nampaknya mempersulit diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung fisiologis sering ditemukan pada wanita hamil normal, demikian pula dengan dyspnea dan edema.5

BAB II KERANGKA TEORI PRE EKLAMPSIA BERAT 2.1. Definisi Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.6 2.2 Epidemiologi Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.7

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia. a. Primiravida, primipaternitas b. Hiperplasentosis, misalnya molahidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar c. Umur yang ekstrim d. Faktor keturunan, riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil f. Obesitas. 8

2.3. Patofisiologi Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 1. Faktor Iskemia Plasenta Menurut Smasaron dan Sargent pada preeklampsia terjadi perubahan pada plasenta. Tahap pertama adalah proses yang mempengaruhi arteri spiralis, yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke plasenta. Tahap kedua terjadi efek iskemia plasenta pada bagian ibu dan janin. 9

2. Faktor Trofoblast Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkin terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir. 10 3. Faktor Imunologik Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.10 4. Faktor Genetik Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain: a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia. c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.10

2.4. GEJALA KLINIS PEB Gejala preeklampsia adalah : 1. Hipertensi 2. Edema 3. Proteinuria 4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.7

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut : 1. TD 160 / 110 mmHg 2. Proteinuria > 5 gr / 24 jam atau kualitatif 3+ / 4+

3. Oliguria 500 cc / 24 jam 4. Kenaikan kadar kreatinin plasma 5. Gangguan visus dan serebral, penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. 6. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula glisson) 7. Edema paru dan sianosis 8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR) 9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts) Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan proteinuria.7 Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :7 1. Nyeri kepala hebat 2. Gangguan visus 3. Muntah-muntah 4. Nyeri epigastrium 5. TD naik secara progresif 1.5. Manajemen umum perawatan preeklampsia berat 11 Sikap terhadap penyakit : Pengobatan medikamentosa pengelolaan cairan . monitoring input dan output. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5% ringerdextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: <125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus ringer laktat (60-125cc/jam) 500cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. Pemberian anti kejang : MgSO4 , contoh obat lain : diazepam, fenitoin. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.

Cara pemberian : Loading dose : initial dose

4 gr MgSO4 : intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya Maintenance dose diberikan 4 gram im. Tiap 4-6 jam. Syarat-syarat pemberian MgSO4 : Harus tersedia antidotum MgSO4 , bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 gram ( 10% dalam 10 cc ) diberikan i.v 3 menit. Refleks patella (+) kuat Frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan Magnesium sulfat diberhentikan bila Ada tanda-tanda intoksikasi Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 Dosis terapeutik Hilangnya refleks tendon Terhentinya pernafasan Terhentinya jantung 4-7 mEq/liter 10 mEq/liter 15 mEq/liter >30 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl 12 mg/dl 18 mg/dl 36 mg/dl

Pemberian Magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemida. Pemberian anti hipertensi. Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Sikap terhadap kehamilannya a. Aktif (aggressive management ) : berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan aktif bila didapatkan 1/ lebih keadaan dibawah ini : Ibu . Umur kehamilan 37 minggu. Adanya tanda/gejala impending eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan laboratorik memburuk.

Diduga terjadi solusio plasenta Timbul onset persalinan ketuban pecah atau perdarahan. Janin .

Adanya tanda-tanda fetal distress Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR) NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan ) dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah in partu atau belum. b. Konservatif ( ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi bila kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya adalah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. 1.6. PROGNOSIS Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.11

2.2. HIV/AIDS A. Definisi AIDS (Aquired Immuno Deficiensy Syndrome) adalah sindroma dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi virus Human Immunodeficliency Virus (HIV). Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. 75% penularan terjadi melalui hubungan seksual. Virus ini cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.8 B. Tanda dan Gejala 12 1. HIV Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CD4 di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu : a. Infeksi Akut : CD4 : 750 1000/ml Gejala infeksi akut biasanya timbul sesudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anoreksia, malaise, gejala kulit (bercakbercak merah, urtikarta), gejala saraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif ), gangguan gastrointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.

b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml. c. Infeksi Kronis Simtomatik Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas penderita. o Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 500 Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari subfase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDSRelated (ARC). o Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200/ml Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.12

2. AIDS AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan mayor karena tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. 13

Tanda dan Gejala AIDS13 1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama. gejala Mayor 1) Penurunan berat badan lebih dari 10% 2) Diare kronik lebih dari satu bulan 3) Demam lebih dari satu bulan Gejala Minor 1) Batuk lebih dari satu bulan 2) Dermatitis preuritik umum 3) Herpes zoster recurrens 4) Kandidiasis orofaring 5) Limfadenopati generalisata 6) Herpes simplek diseminata yang kronik progresif yang lain seperti

2. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain. Gejala Mayor 1) Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal 2) Diare kronik lebih dari 1bulan 3) Demam lebih dari1bulan Gejala minor 1) Limfadenopati generalisata 2) Kandidiasis oro-faring 3) Infeksi umum yang berulang 4) Batuk persisten 5) Dermatitis

C. Penularan / Penyebaran ibu ke bayi. 13 Ibu hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu : a) intrauterin (5-10%) b) saat persalinan (10-20%) c) pascapersalinan (5-20%). Kelainan yang dapat terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, lahir preterm, dan abortus spontan.8 Pada tahun 1999 the institute of medicine (IOM) telah merekomendasikan pemeriksaan HIV untuk semua perempuan hamil sepengetahuan perempuan tersebut, disertai hak pasien untuk menolak. Rekomendasi ini juga telah diadopsi oleh American Academy of Pediatrics, American College of Obstetricians and Gynecologists serta United States Public Health Services (USPHS) Antibodi virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3 hingga 6 bulan sesudah infeksi. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan western blot (WB) cukup mahal, sebagai penggantinya dapat dengan melakukan 3(tiga) pemeriksaan ELISA sebagai tes penyaring memakai reagen dan teknik berbeda.8 D. Penanganan 1) Penanganan Umum a. Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat replikasi virus. b. Pengobatan infeksi-infeksi opportunistik seperti obat antibiotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan antivirus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah 2) Penanganan Khusus a. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut. b. Upayakan ketersediaan uji serologik c. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkaitan dengan kehamilan dan risiko yang dihadapi

d. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom) e. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik f. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis g. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginam atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

Rekomendasi

pemberian

ART

untuk

mengurangi

transmisi

perinatal

Situasi kehamilan 1. Odha hamil yang belum pernah menggunakan antiretrovirus sebelumnya 2. Odha hamil yang sedang mendapatkan ART dan hamil 3. Odha hamil datang pada saat persalinan dan belum mendapat ART 4. Jika bayi dari ibu odha datang setelah persalinan, sedangkan ibu belum mendapatkan ART selama kehamilan/intrapartum a. Odha yang hamil menjalani pemeriksaan klinis, imunologis, dan virologi standar. Pertimbangan inisiasi dan penelitian ART sama dengan odha yang tidak hamil dengan pertimbangan efek terhadap kehamilan.

Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama tanpa memandang kadar hiv ibu. Regimen kombinasi

direkomendasikan pada odha status klinis, imunologis dan virologisnya berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL. Jika odha datang pada trimester pertama kehamilan, pemberian AZT dapat di tunda sampai usia kehamilan 10-12 minggu. b. Jika kehamilan diketahui setelah trimester pertama, terapi ART sebelumnya diteruskan, sebaiknya dengan menyertakan Zidovudin. Jika kehamilan diketahui pada terimester pertama, odha diberikan konseling tentang keuntungan dan resiko ART pada trimester pertama. Jika odha memilih menghentikan AZT selama trimester pertama, semua obat harus dihentikan untuk kemudian diberikan secara stimulant setelah trimester pertama untuk

mencegah resisitensi obat. Tanpa mempertimbangkan regimen sebelumnya, AZT dianjurkan untuk diberikan selama intrapartum.14 c. Ada beberapa regimen yang dianjurkan: 1) Nevirapindosis tunggal pada saat persalinan dan dosis tunggal pada bayi pada usia 48 jam 2) AZT dan 3TC oral pada persalinan,diikuti AZT/3TC pada ayi selama seminggu 3) AZT intravena intrapartum dikuti AZT pada bayi selama 6 minggu 4) Dua dosis neviraprin dikombinasi dengan AZT intravena selama persalinan diikuti AZT pada bayi selama 6 minggu

Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan d. AZT sirup diberikan pada bayi selama 6 minggu, dimulai secepatnya dalam 612 jam setelah kelahiran. Beberapa dokter dapat memilih kombinasi AZT dengan ART lain, terutama jika ibunya diketahui resisten terhadap AZT. Namun efikasi regimen ini belum diketahui dan dosis untuk anak belum sepenuhnya diketahui. Segera setelah persalinan, odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan. Bayi menjalani pemeriksaan diagnostik awal agar ART dapat diberikan sesegera mungkin jika ternyata HIV positif. PENATALAKSANAAN PERSALINAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV

Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada saat intrapartum, beberapa peneliti mencoba membandingkan tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan partus pervaginam. Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.14

Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu ke anak 1. Odha hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum mendapat ART, dan sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4 yang diperkirakan ada sebelum persalinan.

2. Odha hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi ART dan kadar HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada minggu ke-36 kehamilan 3. Odha hamil yang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu ke-36 kehamilan. 4. Odha hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun datang pada awal persalinan atau setelah ketuban pecah Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea untuk mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan resiko operasi lain padanya. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai 3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan meneruskan AZT setelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemer iksaan kadar virus CD4 Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling bahwa kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL sebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan operasi. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai minimal 3 jam sebelumnya. ARAT lain dapat diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara persalinan harus memepertimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio. AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi servik minimal dan diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan seksio sesarea atau pitosin untuk memepercepat persalinan. Jika odha diputuskan untuk menjalani persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6 minggu.14

1.3 Kardiomiopati Peripartum Epidemiologi Pada thun 1971 Demakis dan kawan-kawan menemukan 27 pasien yang pada masa nifas menunjukkan gejala kardiomegali, gambaran elektrokardiografi yang abnormal dan gagal jantung kongestif, kemudian disebut sebagai kardiomiopati peripartum. Kesepakatan dari European Society of Cardiology menetapkan definisi dari kardiomiopati peripartum tersebut sebagai salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi dengan tanda-tanda gagal jantung pada bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan pasca melahirkan. Pasien dengan kardiomiopati peripartum biasanya retensi cairan, aritmia atau tromboemboli. Pasien dengan gagal jantung di tatalaksana dengan terapi standar gagal jantung dan evaluasi berkala fungsi ventrikel. Terapi antikoagulan kadang-kadang diperlukan karena risiko tromboemboli tinggi. Biasanya kondisi jantung akan membaik dalam satu atau beberapa tahun tapi ada pula yang mengalami perburukan. Kardiomiopati peripartum ini relatif jarang terjadi tetapi dapat mengancam jiwa. Di negara maju seperti Amerika Serikat saja, diketahui diperkirakan terdapat 1 dari setiap 2.289 kelahiran hidup. Dan keadaan ini lebih sering mengenai wanita Afrika Amerika, angka kejadian pastinya sendiri sangat bervariasi, angka tertinggi dapat ditemukan di Haiti dengan kejadian 1 dari 300 kelahiran hidup, yang mana 10 kali lebih tinggi dari Amerika Serikat.15 Etiologi Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk dari penyakit miokardial primer idiopatik yang berhubungan dengan kehamilan. Beberapa keadaan yang diperkirakan dapat menjadi penyebab ataupun mekanisme terjadinya Kardiomiopati peripartum adalah : 1. Miokarditis : Melvin dkk pernah membuktikan adanya miokarditis dari biopsy endomiokardial pada pasien dengan Kardiomiopati peripartum. Dikatakan bahwa hipotesis menurunnya sistem imunitas selama hamil, dapat meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan terjadinya miokarditis meningkat. 2. Infeksi viral yang bersifat kardiotropik 3. Apoptosis dan inflamasi bermanifestasi gagal jantung dengan

4. Respon abnormal dari hemodinamik pada kehamilan : perubahan hemodinamik selama kehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta menurunnya afterload , sehingga respons dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya hipertropi sesaat. 5. Faktor-faktor penyebab lain : efek tokolisis yang lama, kardiopati dilatasi idiopatik, dll.15 Wanita yang beresiko : 1. Multiparitas

2. Usia maternal yang lanjut (walaupun penyakit ini bisa mengenai semua usia, insiden akan meningkat pada wanita berumur >30 tahun) 3. Kehamilan multifetal 4. Pre-eklampsia 5. Hipertensi gestasional 6. Ras Afrika Amerika.15 Manifestasi klinis Keadaan Kardiomiopati peripartum melibatkan disfungsi sistolik dari ventrikel kiri pada seorang ibu hamil yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Diagnosis ini hanya dapat dibuat apabila penyebab lain dari kardiomiopati tidak ditemukan. Kriteria diagnostik dari Kardiomiopati peripartum adalah (semua harus ditemukan) adalah : 1. Kriteria klasik Gagal jantung yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan setelah melahirkan Tidak ditemukan penyebab lain dari gagal jantung Tidak diketahui adanya penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan tersebut 2. Kriteria tambahan Gambaran ekokardiografi menunjukkan : disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan fraction shorthening yang menurun atau nilai fraksi ejeksi yang juga menurun. Gejala gagal jantung seperti sesak nafas, sakit kepala, edema tungkai dan orthopnea dapat ditemukan bahkan pada kehamilan yang normal. Sehingga seringkali seorang wanita dengan

Kardiomiopati peripartum menganggap hal tersebut sebagai keadaan normal dalam kehamilan. Keadaan lain yang sering ditemukan adalah: 1. Aritmia : pada beberapa kasus malah dapat menyebabkan terjadinya kematian mendadak 2. Pre-eklampsia : seharusnya dapat disingkirkan pada awal diagnosis, karena tatalaksana akan berbeda 3. Penegakan diagnosis yang terlambat akan menyebabkan tingkat morbiditas penyakit yang meningkat bahkan dapat menyebabkan kematian. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan ekokardiografi : sangat membantu dalam membuat diagnosis awal, dan sebaiknya selalu dilakukan pada kecurigaan Kardiomiopati peripartum 2. Cardiac MRI (Magnetic Resonance Imaging ): merupakan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan dapat menjelaskan mekanisme terjadinya Kardiomiopati peripartum tersebut. Pada pemeriksaan ini dapat dilakukan pengukuran kontraksi miokard secara global dan segmental. Penatalaksanaan selama kehamilan : Dapat menyebabkan defek pada janin, walaupun obat-obat tersebut merupakan terapi standar pada gagal jantung pada umumnya. Efek teratogenik pada umumnya timbul pada trimeter kedua dan ketiga. Digoksin Beta blockers Loop diuretic Hydralazine dan nitrat : obat-obatan yang dapat menurunkan afterload . cukup aman diberikan selama kehamilan. Tatalaksana post partum ACE dan ARB dapat diberikan post partum, dosis diberikan dengan target setengah dari dosis antihipertensi. Diuretika

Spironolakton atau digoksin Beta blockers : direkomendasikan untuk kardiomiopati peripartum, dikatakan dapat memperbaiki gejala klinis, fraksi ejeksi dan angka kelangsungan hidup. Pilihan beta blockers yang dianjurkan : carvedilol dan metoprolol.

Antikoagulan : karena kejadian tromboembolisme akan meningkat pada kasus-kasus kardiomiopati peripartum akibat : a. Dilatasi dimensi ruang-ruang jantung. b. Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan c. Seringkali disertai dengan fibrilai atrial. Sehingga pemberian antikoagulan sangat dianjurkan, yang dilanjutkan sampai fungsi sistolik ventrikel kiri kembari normal.

Transplantasi jantung Ventricular assit device : dibutuhkan sebagai terapi antara sebelum dilakukan transplantasi kardiak Obat-obat baru : Pentoksifilin Immunoglobin intravena Terapi imunosupresif Bromocriptine.15

BAB III ILUSTRASI KASUS DATA PASIEN NAMA USIA : NY. D/ SMA : 25 TAHUN NAMA USIA : TN. B/ SMA : 34 TAHUN

PEKERJAAN : SWASTA AGAMA : ISLAM

PEKERJAAN : SWASTA AGAMA : ISLAM

SUKU/BANGSA: JAWA/INDONESIA ALAMAT : PERTATEAN CIREBON

SUKU/BANGSA : JAWA/INDONESIA

Tanggal masuk RS : 15/10/12 pukul 16.25 WIB Datang sendiri ke RS bukan karena rujukan II. Anamnesis 1. Keluhan utama : OS mengeluh sesak nafas dan kepala pusing 2. Riwayat penyakit sekarang : Seorang dengan G1P0A0 mengaku sedang hamil 7 bulan dan pergerakan janin masih dirasakan. mengatakan : Pada tanggal 13/10/12 Jam 10.00 WIB OS mengeluh sesak nafas setelah pulang dari pasar dan kepala pusing, membaik setelah beristirahat. Kemudian keluhan berkurang dengan sendirinya. Pada tanggal14/10/12 Jam 18.00 WIB OS mengeluh sesak nafas lagi setelah menyapu halaman, sesak nafas semakin berat pasien mencoba beristirahat lagi, kemudian berkurang (tapi sesak hilang tidak secepat yang pertama)

Pada tanggal 15/10/12 Jam 14.00 WIB OS mengeluh sesak semakin berat dan pergi ke RSUD Gunung Jati. Jam 16.25 WIB OS tiba di VK

3. Riwayat penyakit terdahulu : 25/09/12- dirawat IcvCU dengan eklampsia 08/10/12- dirawat di ruang vk dengan PEB Riwayat asma disangkal Riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat DM disangkal

4. Riwayat operasi : OS tidak pernah di operasi sebelumnya

5. Riwayat perkawinan : Perkawinan yang ke 1, lama perkawinan sekarang 6 bulan

6. Riwayat obstetri : No. 1. Kehamilan/partus Sekarang Umur Keadaan anak Keterangan

7. Kehamilan sekarang : HPHT HPL : 17 - 03- 2012 : 24- 12- 2012

8. Riwayat ANC 6 kali di klinik panti abdi darma

STATUS PRAESENS 1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 160/120 mmHg

Nadi Respirasi

: 88 x/menit : 37 x/menit

Tinggi badan : 157 cm Berat badan 3. Anemis Ikterik 4. Mamae 5. Jantung 6. Paru-paru 7. Edema : ya : tidak : simetris, puting menonjol : bunyi jantung reguler : ronki (-), wheezing (-) : tampak edema pada kedua ekstremitas bawah (kaki) : 64 kg

PEMERIKSAAN OBSTETRI 1. Pemeriksaan luar : TFU : 19 cm TBJ : 930 gr

Letak anak : memanjang, punggung kanan, presentasi kepala DJJ His : 170 x/menit : negatif

2. Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan 3. Pemeriksaan panggul : Tidak dilakukan PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium darah 1. Hb 2. Leukosit 3. Trombosit 4. Glukosa 5. Ureum 6. Kreatin 7. Gol darah/ rhesus 8. HbsAg 9. HIV 10. Lain-lain : 16,7 : 10.500 : 204.000 : 94 : 48,2 : 2,78 g/dl m3 m3 ( 11,0 18,8) ( 4,0 11,0) ( 150.000- 400.00)

mg/dl ( < 140 ) mg/dl (15-45 ) mg/dl (0,5-0,5 )

: tidak diperiksa : negatif : positif :-

b. Urine Protein c. USG Tidak dilakukan DIAGNOSA G1P0A0 gravida preterm (30 31 minggu) dengan PEB +fetal dystress+ B20 + sesak nafas PENATALAKSANAAN IVFD D5 % 20 gtt/mn MgSO4- boka, boki Cotrimoksazol Tanggal 15/10/12 Jam 17. 10 WIB -> consul dr. Samsudin Sp.OG : Vital sign : TD : 160/120 mmHg, N : 98 x/mnt, R : 37 x/mnt, S : 37,8 0C Terpasang O2 5 liter DJJ : 160 x/mnt Jam 15.40 WIB -> SM boka-boki. advice : rawat ICU/ICCU, protab PEB lanjutkan : +++

Jam 18. 05 WIB -> consul dr. Samsudin Sp.OG : Vital sign : TD : 150/110 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 37 x/mnt, S : 37,8 0C Terpasang O2 5 liter DJJ : 163 x/mnt Tanggal 16/10/12 Jam 06.20 WIB -> konsul dr. Samsudin Sp.OG Vital sign : TD : 160/100 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 34 x/mnt, S : 37,8 0C Acc rawat ICCU konsulkan ke dr. Jantung Adv : lasix 1 ampul via telpon dr. Jaga ruangan

Terpasang O2 5 liter DJJ : 135 x/mnt Jam 19.40 WIB -> masuk lasix 1 ampul. Jam 00.40. WIB -> SM boka Adv : Dopamed 3 x 250mg Jam 07.40 WIB -> konsul dr. Edial SpJP Vital sign : TD : 160/100 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 34 x/mnt, S : 37,8 0C Terpasang O2 5 liter DJJ : 135 x/mnt Rencana visite jam 10.00 WIB Jam 09.00 WIB -> konsul dr. Samsudin Sp.OG Vital sign : TD : 160/100 mmHg, N : 102 x/mnt, R : 34 x/mnt, S : 37,8 0C Terpasang O2 5 liter DJJ : 130 x/mnt Advice : konsul untuk terminasi Dr. Edial, SpJP , Dr. H. Doddi,SpOG: Dr. Edial, SpJP : Advice : pro labor susp CHF dopamed 3x250 mg fargoksin 4 x1/2 tab tiarid 3x1 trizedon 2x1 acc rawat ICCU

jam 11.00 WIB -> visite Dr. H. Doddi,SpOG adv pasang metrolisa -> drip Jam 14. 50 WIB -> telah dilakukan pemasangan metrolisa dengan cairan 60 cc, oksitosin drip sampai 40 gtt/mn , pindah ICU Jam 19. 10 WIB -> dilakukan pemeriksaan dalam v/v porsio pembukaan : t.a.k : tebal, lunak : 2-3 cm

ketuban kepala

:+ : masih tinggi

Pemeriksaan DJJ His

: 166x/menit : 2x/10-> 20

D/ G1P0A0 parturien preterm 30 -31 minggu kala I fase laten dengan PEB + fetal dystress + B20 Tanggal 17/10/12 Jam 01.35 WIB -> metrolisa lepas -> pasien menolak di PD Jam 02.15. WIB -> dilakukan pemeriksaan dalam v/v porsio pembukaan ketuban kepala : t.a.k : tidak teraba : lengkap :: II-III

Jam 04.05 WIB -> P1A0 partus prematurus spontan dengan PEB + sesak nafas +B20 TD : 150/110 mmHg RR : 32 x/menit HR : 106 x/menit

Terapi : Pindah ruang IV. amoxicillin 500 mg 3x1 tab Sulfas ferrous 1x1 tab Paracetamol

Tanggal

CATATAN

INSTRUKSI

17/10/12 Keluhan utama : sesak t/ interna : nafas Keadaan umum catapres 3x1 digoksin 1x1 infus dextrose 5% transfusi 3 labu

: tampak sakit berat Kesadaran : komposmentis Konjungtiva anemis,

sklera tidak ikterik Vital sign : TD :150/90 mmHg N : 88 x/mnt RR : 28x/mnt S : 37,5 0C

Thoraks : BJ tidak I/II ada reguler, suara

tambahan Tidak wheezing, ada rhonki Belum keluar ASI ada tidak

Abdomen : TFU : 4 jari

dibawah pusat, kontraksi baik Lochia rubra Edema tampak kaki ekstremitas pada kedua uterus

SSO : BAB (-), BAK (+) -> terpasang kateter

Hb : 6,2 g/dl Leukosit : 30.100 Terpasang O2

d/ P1A0 partus prematurus dengan PEB dan B20

18/10/12

Keluhan utama : lemas Keadaan umum : tampak sakit berat

sudah dilakukan konseling terhadap keluarga pasien. Sementara ARV belum dimulai ( CD4 masih diatas 350,belum indikasi ARV) Terapi mengikuti dr. SpOG dan dr. SpOG

Kesadaran : komposmentis

Konjungtiva

anemis, keluar : 4 jari

sklera tidak ikterik Vital sign : TD : 90/60 mmHg N : 80 x/mnt RR : 20x/mnt S : 38 0C Hasil darah lengkap : Glukosa sewaktu: 84 Leukosit: Ureum: Hb Kreatinin trombosit Protein T albumin globulin 27,9

Konsul penyakit dalam Adv : cek albumin , foto rontgen, EKG

mg/dL

(<140)

Thoraks : BJ I/II reguler, tidak ada suara tambahan Tidak ada wheezing, tidak ada rhonki Belum ASI

103/mm3 (4-11) (15-45) (11-18) (0,5-0,9) (6,4 8,3) (3,8 4,4) (2,8 -3,1)

129,6 mg/dL 4,2 2,58 g/dL mg/dL

146 103/mm3 (150-400) 3,95 g/dL 1,53 g/dL 2,42 g/dL

Abdomen : TFU

dibawah pusat, kontraksi uterus

baik Lochia rubra Edema ekstremitas

tampak pada kedua kaki SSO : BAB (-), BAK (+) -> terpasang kateter d/ P1A0 partus prematurus dengan PEB dan B20

Tanggal 27/09/12

Hasil pemeriksaan rontgen : COR : CTR < 50 % Pulmo : hilus dan vaskular kasar, Tidak tampak infiltrate Kalsifikasi di suprahiller kiri Sinus diafragma baik Kesan : kardiomegali ringan, TB inaktif Hasil EKG

19/10/12

Keluhan utama keluhan

: tidak ada

Keadaan umum : sakit berat

tampak

Kesadaran komposmentis

Konjungtiva anemis, tidak ikterik

sklera

Vital sign : TD : 140/60 mmHg N : 80 x/mnt : 38 0C

RR : 36 x/mnt S

Thoraks : BJ I/II reguler, tidak ada suara tambahan Tidak ada wheezing, tidak ada rhonki Belum keluar ASI

Abdomen : TFU : 4 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik

Lochia rubra Edema ekstremitas tampak

pada kedua kaki SSO : BAB (-), BAK (+) -> terpasang kateter d/ P1A0 partus prematurus

dengan PEB dan B20 + susp. Decomp cordis

20/10/12

Keluhan utama kiri

: nyeri dada

Keluhan tambahan mual, muntah,

: batuk,

konsul dr. Edial SpJP - acc alih rawat interna - tambah albumin.

terlentang harus 3 bantal Keadaan umum : sakit berat Kesadaran komposmentis Konjungtiva anemis, tidak ikterik Vital sign : TD : 140/60 mmHg N : 80 x/mnt RR : 36 x/mnt S : 38 0C sklera : tampak

Thoraks : BJ I/II reguler, tidak ada suara tambahan Tidak ada wheezing,

tidak ada rhonki Belum keluar ASI

Abdomen : TFU : 4 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik

Lochia rubra Edema ekstremitas tampak pada kedua kaki

SSO : BAB (-), BAK (+) -> terpasang kateter

d/ P1A0 partus prematurus dengan

PEB dan B20 + susp. Decomp cordis

Follow up interna / follow up ruang 6 Keluhan utama : sesak nafas tampak

Keadaan umum : sakit berat

Kesadaran komposmentis

Kepala Konjungtiva

: anemis, sklera sianosis,

tidak ikterik, tidak edema wajah (-) Leher

massa tumor (-), pembesaran kelenjar (-) Vital sign : TD : 150/80 mmHg N : 90 x/mnt : 38 0C

RR : 24x/mnt S

Thoraks : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (+) Pulmo : VBS +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : Tidak teraba massa di 4 kuadran Tidak nyeri tekan, tidak nyeri lepas dan tidak nyeri ketuk di keempat

kuadran Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis SSO : BAB (-), BAK (+) Konjungtiva

21/10/12

Keluhan utama : sesak nafas Keluhan tambahan : nyeri dada sebelah kiri, batuk, mual

IVFD Nacl B complex 1x1 tab Cotrimoksazol 2x1 tab Koreksi Hb > 10 Koreksi albumin > 2,7

Keadaan umum : sakit berat

tampak

Kesadaran : komposmentis Kepala :

anemis, sklera tidak ikterik, tidak wajah (-) Leher : sianosis, edema

massa tumor (-), pembesaran kelenjar (-) Vital sign : TD : 160/90 mmHg N : 112 x/mnt : 38 0C

RR : 24 x/mnt S

Thoraks : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (+) Pulmo : VBS +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : Tidak teraba massa di 4 kuadran Tidak nyeri tekan, tidak nyeri lepas dan tidak

nyeri ketuk di keempat kuadran Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis SSO : BAB (-), BAK (+)

22/10/12

Keluhan utama

: sesak nafas :

Fargoksin 4x1/2 tab Paracetamol 3x1 tab Selebihnya terapi lanjut.

Keluhan tambahan

nyeri dada sebelah kiri, batuk, mual Keadaan umum : sakit berat Kesadaran komposmentis Kepala Konjungtiva anemis, : sklera sianosis, : tampak

tidak ikterik, tidak edema wajah (-) Leher

massa tumor (-), pembesaran kelenjar (-) Vital sign : TD : 160/100 mmHg N : 100 x/mnt : 38,7 0C

RR : 24 x/mnt S

Thoraks : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (+) Pulmo : VBS +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : Tidak teraba massa di 4

kuadran Tidak nyeri tekan, tidak nyeri lepas dan tidak nyeri ketuk di keempat kuadran Ekstremitas : edema (+)

pretibial dan dorsum pedis SSO : BAB (-), BAK (+)

23/10/12

Keluhan utama semakin berat

: sesak nafas Konsul ke Sp.Saraf. Advice : : -pemeriksaan ct-scan kepala

Keluhan tambahan

nyeri dada sebelah kiri, batuk, mual Keadaan umum : sakit berat Kesadaran : somnolen Kepala :Konjungtiva Hasil CT- scan kepala tampak Kesimpulan : Infark multiple di basal ganglia

bilateral dan lobus oksipital DD :

anemis, sklera tidak ikterik, cerebritis ensefalitis tidak (-) Leher : massa tumor (-), sianosis, edema wajah toxoplasmosis

pembesaran kelenjar (-) Vital sign : TD : 170/90 mmHg N : 120 x/mnt : 38 0C

RR : 24 x/mnt S

Thoraks : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (+) Pulmo : VBS +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : Tidak teraba massa di 4 kuadran Tidak nyeri tekan, tidak nyeri lepas dan tidak nyeri ketuk di keempat kuadran

Ekstremitas

edema

(+)

pretibial dan dorsum pedis Akral hangat di keempat

ektremitaas 24/10/12 SSO : BAB (-), BAK (+) Keluhan tambahan Keadaan umum sakit berat Kesadaran : (penurunan kemarin sore) Kepala : Konjungtiva somnolen kesadaran dari : :tampak

anemis, sklera tidak ikterik, tidak (-) Leher : massa tumor (-), sianosis, edema wajah

pembesaran kelenjar (-) Vital sign : TD : 120/70 mmHg N : 64 x/mnt : 39,6 0C

RR : 48 x/mnt S

Thoraks : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (+)

Pulmo : VBS +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : Tidak teraba massa di 4 kuadran Tidak nyeri tekan, tidak nyeri lepas dan tidak nyeri ketuk di keempat kuadran

Ekstremitas

edema

(+)

pretibial dan dorsum pedis Akral hangat di keempat

ektremitaas SSO : BAB (-), BAK (+)

Jam 10.00 WIB

Ku : penurunan kesadaran Kesadaran : koma GCS : E1 V1 M1 =3 Vital sign : TD N RR S : 140/70 mmHg : 96 x/mnt : 44 x/mnt : 40,1 0C

Jam 10.20 WIB : Konsul dr. Kusdrajat Sp.PD Advice : Ceftriaxon 3x1 gr Sanmol infus -> panas Konsul Sp. Saraf Cek ureum, kreatinin (CITO)

RCL/RCTL = -/ : tampak : koma

24/10/12

Keluhan utama kesadaran Keadaan umum sakit berat Kesadaran

: penurunan

Hasil ct-scan : infark di ganglia basalis

bilateral dan lobus occipital DD cerebritis ensefalitis,

toxoplasmosis Hasil pemeriksaan darah WBC HB : 27,9 103/mm3 (4-11) : 4,2 g/dL (11-18)

GCS : E1 V1 M1 =3

Refleks meningeal = kk (+), k(-), B I/II = -/-

Refleks fisiologis : APR = menurun/menurun, menurun/menurun, menurun/menurun, menurun/menurun KPR BPR TPR = = =

Protein T (6,4 8,3) Albumin (3,8 4,4) Ureum

: 4,04 g/dL

: 2,24 g/dL

:129,6 mg/dL (15-45 (0,5 -0,9)

Refleks patologis : BB (-), C (- ), H (-), T(-)

Kreatinin 2,58 mg/dL

Motorik dan sensorik : sulit Advice : dinilai SSO : BAK (+), BAB (-), keringat (-) pro ICU citicolin 2x1 amp kalmetason 3x1 konsul Sp.PD Saraf kranial

N II : RCL/RCTL N III/ IV/ VI tidak dapat dinilai NV tidak dapat dinilai N VII tidak dapat dinilai

: -/:

N IX, X, XI, XII : tidak dapat dinilai Diagnosis klinis : penurunan kesadaran, refleks fisiologis menurun

Diagnosis topis : basalis bilateral,

ganglia lobus

occipital dextra Diagnosis klinis : cerebritis toxoplasmosis DD ensefalitis,

jam WIB

13.55

konsul dr. Kusdrajat Sp.PD adv : - triofusin 3x1gr transfusi 2 labu PRC

Jam WIB

15.15 keadaan umum : koma T : 90/70 mmHg RR : 48 x/mnt

konsul dr. Jaga ruangan Konsul dr. Kusdrajat Sp.PD Adv : kosul dr. Edial Sp.JP

Konsul dr. Edial Sp.JP Adv: farmadel infus (sebelum tranfusi sampai suhu turun), infus 2 jalur

Jam WIB

15.25 Kesadaran : koma, Apneu Resusitasi Jantung Paru

Jam WIB

15.35 Kesadaran : koma Pupil midriasis maksimal Reflex cahaya (-/-) Suara paru (-/-) BJ I/II (-/-)

Pasien meninggal dengan gagal nafas, gagal jantung, B20

Diagnosis kerja multiple abses cerebri

: ODHA +

Diagnosa tambahan toxoplasmosis

CHF

BAB IV PEMBAHASAN 1. Kenapa pasien di diagnosa dengan P1A0 partus prematurus (30-31 minggu) spontan dengan PEB + CHF NYHA IV ec. Kardiomiopati peripartum + B20? a. Preeklampsia berat Tekanan darah saat pasien datang Pemeriksaan Urine Protein : 160/120 mmHg : +++

Tampak edema pada kedua ektremitas bawah

b. CHF NYHA IV Diagnosa decompensatio cordis menurut framingham : Mayor : Dispneu nocturnal paroksismal/ortopneu Peningkatan tekanan vena jugularis Rhonki basah tidak nyaring Kardiomegali Edema paru akut Irama derap s3 Refleks hepatojugular

Minor : Edema pergelangan kaki Batuk malam hari Dispneu d effort Hepatomegali Efusi pleura Takikardia

Untuk mencapai diagnosa harus memenuhi 2 mayor dan 2 minor, pada pasien ini ditemukan : Dispneu nocturnal paroksismal/ortopneu Kardiomegali

Irama derap s3 Edema pergelangan kaki Batuk malam hari Dispneu d effort Takikardia Klasifikasi NYHA- tahapan gagal jantung KELAS Kelas I (ringan) Gejala Tidak ada pematasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan berlebihan, palpitasi, atau dyspnea (sesak nafas) Kelas II (mild) Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat.

Kelas III ( moderate) Ditandai pembatasn aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat, aktivitas berat menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dyspnea Kelas IV (berat) Tidak dapat melaksanakan setiap aktifitas fisik tanpa merasa kelelahan,gejala insufisiensi jantung saat istirahat. Jika ada aktifitas fisik yang dilakukan, ketidaknyamanan meningkat. pada pasien ini mengluhkan sesak dan lelah meskipun hanya berbaring di tempat tidur. c. Kardiomiopati peripartum Kriteria diagnostik dari Kardiomiopati peripartum semua ditemukan pada pasien ini : Kriteria klasik Gagal jantung yang terjadi dalam 1 bulan setelah melahirkan Tidak ditemukan penyebab lain dari gagal jantung Tidak diketahui adanya penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan tersebut Kriteria tambahan Gejala gagal jantung seperti sesak nafas, sakit kepala, edema tungkai dan orthopnea dapat ditemukan pada pasien ini Selain itu pasien memiliki gambaran rontgen kardiomegali, gambaran ekg dengan sinus takikardia. d. B20 Hasil pemeriksaan darah menunjukkan HIV/AIDS positif dengan kadar CD4 >350

2.Apakah ada hubungan PEB dan gangguan sistem kardiovaskular pada pasien ini? Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia atau eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya berhubungan dengan peningkatan afterload yang diakibatkan oleh hipertensi dan aktivasi endotelial berupa ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular terutama di paru-paru. Dibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau eklampsia memiliki peningkatan curah jantung yang signifikan pada fase preklinik , namun tidak ada perbedaan pada tahanan perifer total. Sedangkan pada stadium klinik, pada kasus preeklampsia atau eklampsia terjadi penurunan tingkat curah jantung dan peningkatan tahanan perifer total yang signifikan dibandingkan dengan kasus normal. Hemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang berat. Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil dengan eklampsia tidak terjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada seorang wanita dengan usia rata-rata, biasanya terjadi peningkatan volume darah dari 3500 mL saat tidak hamil menjadi 5000 mL beberapa minggu terakhir kehamilan. Dalam kasus eklampsia, peningkatan volume 1500 mL ini tidak ditemukan. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan vasokonstriksi luas yang diperburuk oleh peningkatan permeabilitas vaskular. Telah dibahas sebelumnya, pada kardiomiopati peripartum, etiologi belum jelas, diduga miokarditis dapat mendasarinya. Pada pasien ini, dengan adanya infeksi HIV, diduga mempermudah terjadinya miokarditis, dan dengan adanya PEB akan memperberat kerja jantung karna efek jejas endotel yang disebabkannya. Sehingga jantung pada awalnya mengkompensasi keadaan tersebut yang lama kelamaan dapat mejadi gagal jantung. 3. Apakah indikasi terminasi kehamilan pada pasien ini ? Ibu memiliki riwayat eklampsia dan pengobatan PEB lebih dari 2x24 jam dan tidak memberikan perbaikan, Terjadi fetal dystress

4. Pada pasien HIV bagaimana pemilihan persalinannya? American college of obstetricians and gynecologist ( ACOG ), mengusulkan SC elektif sebagai cara persalinan yang terpilih, karena dapat menurunkan angka penularan dari ibu ke bayi, tetapi harus memberikan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan dilakukan.

BAB V PENATALAKSANAAN 1. Preeklampsia berat Infus RL atau dextrosa 5% MgSO4 (pencegahan dan terapi kejang) Dosis awal : 10 g IM (dibagi 2 boka dan boki) Dosis lanjutan : 5g IM tiap 4-6 jam bergantian salah satu bokong Terminasi kehamilan dengan indikasi : keadaan ibu dengan pemberian protab PEB 2x 24 jam tidak membaik, hasil laboratorium memburuk, terdapat tanda-tanda fetal distress pda janin 2. kardiomiopati peripartum Tatalaksana selama kehamilan Digoksin Beta blockers Loop diuretic Hydralazine dan nitrat : obat-obatan yang dapat menurunkan afterload . cukup aman diberikan selama kehamilan. Tatalaksana post partum ACE dan ARB dapat diberikan post partum, dosis diberikan dengan target setengah dari dosis antihipertensi. Diuretika Spironolakton atau digoksin Beta blockers : direkomendasikan untuk kardiomiopati peripartum, dikatakan dapat memperbaiki gejala klinis, fraksi ejeksi dan angka kelangsungan hidup. Pilihan beta blockers yang dianjurkan : carvedilol dan metoprolol. Antikoagulan : karena kejadian tromboembolisme akan meningkat pada kasus-kasus kardiomiopati peripartum akibat : a. Dilatasi dimensi ruang-ruang jantung. b. Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan c. Seringkali disertai dengan fibrilai atrial. Sehingga pemberian antikoagulan sangat dianjurkan, yang dilanjutkan sampai fungsi sistolik ventrikel kiri kembari normal

BAB VI KESIMPULAN pada pasien ODHA ( orang dengan HIV/AIDS ) memiliki resiko tinggi untuk menghadapi sebuah kehamilan. Karena kemudahan terjadinya infeksi selama kehamilan akan menjadi penyulit selama kehamilan, persalinan dan nifas dan memiliki defek terhadap janin. Yaitu persalinan prematur, fetal distress dan IUGR. Pada pasien ini, terjadi infeksi HIV/AIDS, preeklampsia berat, serta gagal jantung yang diduga karena kardiomiopati peripartum. Dimana keadaan ini berhubungan satu dengan lainnya. Preeklampsia akan memperberat kerja jantung dan tahanan pembuluh darah perifer karena berusaha untuk mensuplai oksigen dan nutrisi terhadap janin sehingga dapat terjadi kardiomiopati sementara (kompensasi dilatasi), selain itu jantung diperberat dengan adanya dugaan infeksi pada otot jantung dan infeksi di otak dan HIV/AIDS sehingga terjadi kegagalan kerja jantung kiri dalam memompakan darah ke seluruh tubuh. Dalam kasus ini, preeklampsia bukanlah penyebab tunggal untuk mencapai sebuah gagal jantung. Dan berdasarkan tinjauan pustaka, PEB bukan lah sebuah penyebab, tapi merupakan pemberat terhadap gagal jantung. Gagal jantung pada pasien ini lebih mengarah disebabkan oleh kardiomiopati peripartum yang didasari oleh adanya gangguan jantung yang berhubungan selama kehamilan, adanya infeksi dengan leukosit 27,9 103/mm3.

DAFTAR PUSTAKA 1. Kusuma BJ. Risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan dengan kadar -hCG serum yang tinggi. Majalah Obstetetri Ginekologi Indonesia 2007: 196-200 2. Wiknjosastro H. Plasenta dan liquor amnii dalam Wiknjosastro H ed. Ilmu kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999: 58-67, 281 300 3. McFarland, Elizabeth J. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection in : Current Pediatric Diagnosis&Treatment. 16th edition. Singapore : McGraw&Hill Company. 2003. (1140-50). 4. Yunihastuti E, Wibowo N, Djauzi S, Djoerban Z. Kelompok Studi Kasus AIDS FKUI/RSUPN dr.Ciptomangunkusumo. Infeksi HIV pada Kehamilan. Jakarta : FKUI. 2003. (1 32). 5. Easterling TR, Otto C. Heart disease. In: Gabbe, editor. Obstetrics-normal and problem pregnancies. 4 th ed. London: Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 1005-30. 6. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari :

http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/. Di akses pada tanggal 29 Oktober 2012. 7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-daneklampsia/. Di akses pada tanggal 29 Oktober 2012. 8. Prawiroharjo, sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: yayasan bina pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2005. 9. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan. ilmu kedokteran fetomaternal. Edisi Perdana. Jilid 2. himpunan kedokteran fetomaternal POGI: Surabaya, 2004: 500-5 10. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 4, Cetakan Ketiga, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999 : 281 300 11. Angsar, M,D. Ilmu Kebidanan: Hipertensi dalam Kehamilan (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia . 2010. hal. 530-561. 12. Murati T P. Acquired Immunodeficiency Syndrome. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 1996.. (543-50).

13. Djauzi, Samsuridjal&djoerban, Zubairi. Penatalaksanaan Infeksi HIV di Pelayanan Kesehatan Dasar. Edisi kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003. 14. Ichsan, x. Makalah HIV/AIDS. Diunduh dari :

http://ichsanx.blogspot.com/2011/05/makalah -hiv-aids.html.2011 Di akses pada tanggal 29 Oktober 2012. 15. Nasution, Sally, Ryan ranitya. Kehamilan pada penyakit jantung. Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi 4. Jakarta : FKUI. 2009. (1822-1829)

Anda mungkin juga menyukai