Anda di halaman 1dari 5

PAPER BASED LEARNING 1

PEB
Seorang perempuan usia 16 tahun G1P0A0 hamil 29 minggu saat ini menyatakan sejak 3
hari yang lalu pusing, nyeri ulu hati, pandangan mata kabur, nyeri abdomen kanan atas.
Hasil pemeriksaan tekanan darah 140/115 mmHg nadi : 84 x/mnt, RR= 18 x, T: 37,3 C.
Mengalami oedem anasarka, pemeriksaan leopold TFU setinggi pusat, L1 :bokong, L2=
punggung, L3=bag.kecil, L4= kepala, Unine protein (+2) Hb=12 gr%/dl.

a. Klasifikasi istilah
- Hypertesi
Gejala yang paling dulu timbul ialah hypertensi. Sebagai batas diambil tekanan
darah 140 mmHg sistolis dan 90 mmHg diastolis tapi juga kenaikan sistolis 30
mmHg atau diastolis 15 mmHg di atas merupakan pertanda pre-eklampsi (Obstetri
Patologi Unpad)
Pre eklampsi ditandai dengan tekanan darah > 140/90 mmHg dan terjadi pada
kehamilan diatas 20 minggu (ACOG, 2013)
- Oedema
Timbulnya oedema didahului oleh tambah berat badan yang berlebihan .
penambahan berat badan ½ kg/minggu pada ibu hamil adalah normal. Namun bila
penambahan 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsi harus dicurigai.
Tambah berat badan yang cepat ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan
kemudian baru oedema nampak. Oedem tidak hilang setelah istirahat (Obstetri
Patologi Unpad)
- Proteinuria
Proteinuria sering ditemukan pada pre-eklampsi, rupanya pada vasospasmus
pembuluh-pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari
hypertensi dan tambah berat (Obstetri Patologi Unpad)
- Nyeri ulu hati
Karena regangan selaput hati oleh oedema, atau sakit karena ada perubahan pada
lambung. (Obstetri Patologi Unpad)
- Pusing
Terjadi karena vasospasmus atau odema otak (Obstetri Patologi Unpad)
- Gangguan penglihatan
Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini
disebabkan karena vasospasmus, oedema atau ablatio retinae (Obstetri Patologi
Unpad)

b. Identifikasi masalah
1. Diagnosa
Diagnosa kasus diatas adalah PEB hal ini ditegakkan karena TD> 140/115
mmHg, protein urin +2, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan, odeme anasarka.
Menurut Rukiyah tahun 2010, Pre-eklampsi adalah penyakit dengan tanda-tanda
hipertensi, proteinuria, dan oedema yang terjadi pada kasus kehamilan.
2. Faktor predisposisi
- Usia ibu
- Paritas
- Usia kehamilan
3. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Meskipun
penelitian yang dilakukan pada penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru
didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian. Oleh karena itu pre-
eklampsi disebut juga “deases of theory”. (Rukiyah, 2010)
- Usia ibu
Menurut Benson dan Pernoll Pre eklampsia dalam kehamilan dapat terjadi
pada primigravida muda, usia >35 tahun atau < 20 tahun. Pada usia muda keadaan
ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, secara umum faktor
usia ibu berhubungan dengan kejadian PEB. Pada kasus tersebut menunjukkan
bahwa usia ibu masih berusia 16 tahun dan itu merupakan penyebab terjadinya
PEB.
Hasil penelitian menyebutkan usia < 20 tahun beresiko 1,6 kali lebih tinggi
terjadi kematian dikarenakan pre-eklampsia, usia > 35 tahun mempunyai resiko
1,2 kali dan untuk usia 20-35 tahun mempunyai resiko terjadinya kematian karena
pre-eklampsia adalah 0,87 kali (Raharja, 2012).
- Paritas
Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk mengalami preeklampsia
daripada multigravida karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang
pertama kali terpapar vilus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut
mekanisme imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh
HLA-G (human leukocyte antigen G) terhadap antigen plasenta belum terbentuk
secara sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu
menjadi terganggu. Primigravida juga rentan mengalami stres dalam menghadapi
persalinan yang akan menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan kortisol. Efek
kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan
tekanan darah juga akan meningkat (Oktarina Denantika, jurnal fk.unnad).
Pre-eklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan primigravida karena pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, yang akan sempurna pada kehamilan berikutnya (Rukiyah, 2010)
- Usia kehamilan
Pre-eklampsia berat terjadi pada usia kehamilan ≥ 20 minggu (ACOG, 2013)

4. Penyulit atau komplikasi pada kasus diatas


Pada Janin : Pada kasus tersebut TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan,
seharusnya untuk usia 29 minggu adalah 3 jari diatas pusat(Kemenkes, 2013).
Menunjukkan bahwa janin mengalami IUGR. IUGR pada janin dapat terjadi karena
spasmus arteriol spinalis deciduas menurunkan aliran darah ke plasenta, yang
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Kerusakan plasenta ringan dapat
menyebabkan penyerapan nutrisi untuk janin terganggu sehingga menyebabkan IUGR
(Lestariningsih, 2018)
Janin yang dikandung ibu hamil pengidap pre eklampsia akan hidup dalam rahim
dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh
darah yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit. Karena buruknya nutrisi,
pertumbuhan janin akan terhambat sehingga terjadi IUGR. (Rukiyah, 2010)
Pada Ibu : Muncul tanda impending eklampsia ditandai dengan mata kabur, nyeri ulu
hati, kepala nyeri. Kerusakan pada organ tubuh seperti gangguan fungsi hati, gagal
ginjal, gagal jantung dapat dilihat dari adanya odema anasarka (Rukiyah, 2010). Pada
kasus menunjukkan bahwa ibu mengalami nyeri pada abdomen kanan atas (akibat
teregangnya kapsula glisson) yang dapat berakibat pada penyakit kardiovaskuler
(Sarwono,2014).
5. Penatalaksanaan
Menurut Sarwono 2014, penatalaksanaan pada kasus diatas adalah :
1. Dilakukan pemeriksaan fisik ibu: tekanan darah, berat badan-edema, proteiuria.
Pemeriksaan janin : gerakan janin, jantung janin, air ketuban. Konsultasi dokter:
dilakukan cek laboratorium, dan lakukan rujukan bila ada di faskes I.
2. Penderita pre-eklampsi berat harus masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan untuk tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
4. Perawatan yang paling penting pada pre-eklampsia berat adalah pengelolaan
cairan karena penderita pre-eklampsi dan eklampsi mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu, monitoring input cairan
(melalui oral maupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat
penting. Artinya harus dihitung secara tepat berapa cairan yang dimasukkan dan
keluar melalui urin.
5. a. Memberikan cairan 5% ringer-dekstore atau cairan garam faali jumlah tetesan <
125 cc/jam atau,
b . Infus dekstrose 5% yang setiap liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat
(60-125 cc/jam) 500 cc
6. dipasang foley catether untuk mengukur pengeluaran urine. Oliguria terjadi
apabila > 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
7. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam
8. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
9. Pemberian MgSO4
- Loading dose : inital dose
4 gr MgSO4 : i.v (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
- Maintenance dose :
Diberikan infus 6 gram larut dalam Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram
i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam
- Syarat :
Harus tersedia antidotum yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gr (10% dalam 10 cc)
diberikan i.v 3 menit.
Refleks patella (+) kuat
RR > 16 kali., tidak ada tanda distress nafas
10. Memberikan obat anti hipertensi.
Nifedipin diberikan secara oral
Dosis awal : 10-20 mg, diulangi setiap 30 menit bila perlu. Dosis maksimal 120
mg per 24 jam
11. Kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian obat
medikamentosa.
Pada ibu dengan pre-eklampsi berat dengan usia kehamilan diantara 24-34 minggu
kehamilan tetap dipertahankan apabila tidak terjadi keadaan ibu tetap terkontrol
dengan menggunakan obat antihipertensi, tidak ada tanda-tanda gawat janin, dan
tidak terjadi IUGR. Bila terjadi hal tersebut maka dilakukan terminasi kehamilan.
(Joseph Hurt, 2011)

Sumber :
Kemenkes. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculaplus Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Bagian Obstetri dan Ginekologi Unpad.1994. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info
Media
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT bina pustaka sarwono
prawirohardjo
Lestariningsih. 2018. Pengaruh Usia Kehamilan terhadap Resiko pre-eklampsi. Vol. 13
Nomor 1 Januari 2018 – Jurnal Medika Respati
Dessy Hasmawati. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre-eklampsi.
Handayani, Ayu Putri., Moch Maroef., Sri Nadila.2013. “Hubungan Usia Ibu hamil beresiko
dengan kejadian pre eklampsia/eklampsia di RSU haji surabaya. 4192-1089-1-PB
Oktarina, Denantika. 2017. Hubungan Usia dan Paritas terhadap kejadian Pre eklampsi di
RSUD Bukittinggi. jurnal fk.unnad
The American Collage of Obstetricians and Gynecologist. 2013. Hypertension in Pregnancy.
Hypertension, Pregnancy-Induced-practice guideline.WQ 244
Hurt, Joseph., Mattew W.Guile., Jessica L.Beinstock. 2011. The Johns Hopkins Menual of
Gynecology and Obstetricks.

Anda mungkin juga menyukai