Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEBIDANAN PADA BERSALIN

NY.S UMUR 32 TAHUN G2P1A0 DENGAN


PRE EKLAMSIA BERAT
DI PUSKESMAS NGADIREJO

Disusun Oleh :

Nama : DIANTI SAFITRI


Nim : P1337424818106

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN SEMARANG
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


AKI menurun sangat lambat dekade terakhir, sedangkan target MDG’s
yang ditegaskan dalam Keppres No. 5 tahun 2010 adalah 102/100.000
kelahiran hidup. Dibandingkan dengan negara – negara ASEAN AKI di
Indonesia menempati peringkat teratas. (Depkes RI, 1999 ).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara berkembang karena kehamilan,
persalinan dan nifas merupakan masalah yang komplek dan berkepanjangan.
Bahkan sampai saat ini masalah tersebut belum teratasi. Di negara miskin,
sekitar 25-50 % kematian wanita subur disebabkan oleh hal yang berkaitan
dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama
mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitas (Saefudin: 2006:3).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Healht Organization
(WHO) menjelaskan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
menduduki pringkat ke-6 dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
AKI di Indonesia pada tahun 2007 AKI adalah 248/100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan pada tahun 2011 AKI adalah 228 /100.000AKI mengalami
penurunan dari tahun 2007 sampai 2011 (Depkes RI, 2008).
Mengingat semakin meningkatnya kasus Eklampsia terutama di
Negara-negara berkembang, disusunlah makalah dengan tema Pre-Eklampsia
berat dan Eklamsia, guna menegakkan diagnosis dini pre-eklampsia dan pre
eklamsi berat mencegah agar jangan berlanjut menjadi Eklampsia sehingga
kematian ibu dan perinatalnya dapat dicegah.Dari hal tersebut maka penulis
mengambil asuhan Kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun G2P1A0 bersalin
dengan preeklamsia Berat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan Kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun
G2P1A0 bersalin dengan preeklamsia Berat
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengumpulan data subjektif pada pada Ny. S umur 32 tahun
G2P1A0 bersalin dengan preeklamsia Berat
b. Untuk mengumpulkan data Objektif pada Ny. S umur 32 tahun
G2P1A0 bersalin dengan preeklamsia Berat
c. Untuk mengumpulkan diagnosa pada Ny. S umur 32 tahun G2P1A0
bersalin dengan preeklamsia Berat
d. Untuk melakukan penatalaksanaan Ny. S umur 32 tahun G2P1A0
bersalin dengan preeklamsia Berat
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pre Eklamsia
Pre eklampsia merupakan kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan postpartum. Dari gejala – gejala klinik yang dibagi menjadi pre
eklampsia ringan dan preeklamsia berat.
Pembagian pre eklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti
adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita
dengan pre eklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh
dalam koma.
Gambaran klinik preeclampsia bervariasi luas dan sangat individual.
kadang – kadang sukar untuk menentukan gejala pre eklampsia mana yang
timbul lebih dahulu. Secara teriotik urutan – urutan gejala yang timbul pada
pre eklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria sehingga bila
gejala – gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan pre
eklampsia.
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria
merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita
seringkali mengeluhkan adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan,
atau nyeri epigastrum, maka penyakit ini sudah cukup lanjut (Sarwono, 2009).
1. Pre eklampsia berat
a. Pengertian
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan/ atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmhg dan tekanan darah diatolik ≥110 mmHgdisertai
proteinuria lebih 5 g/24 jam (Sarwono, 2009).
b. Diagnosis (Sarwono, 2009)
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat
sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan
preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut
1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmhg dan tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg, tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
2) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
3) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
4) Kenaikan kadar kreatinin plasma
5) Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur
6) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
( akibat teregangnya kapsula glisson )
7) Edema paru – paru dan sianosis
8) Hemolisis mikroangiopatik
9) Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm2 atau penurunan
trombosit dengan cepat
10) Gangguan fungsi hepar ( kerusakan hepatoseluler ) peningkatan
kadar alanin dan aspartate aminotransferase
11) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
12) Sindrom help
c. Pembagian preeklampsia berat (Sarwono, 2009)
Preeklampsia berat dibagi menjadi :
1) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
2) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia
Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai
gejala – gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan virus,
muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif
tekanan darah.
d. Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat (Sarwono, 2009)
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan
kejang, Pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif
terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk
persalinan.
e. Monitoring selama di rumah sakit (Sarwono, 2009)
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang
tanda – tanda klinik berupa nyeri kepala, gangguan visus, Nyeri
epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, Pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG dan NST.
f. Manajemen umum perawatan eklampsia berat (Sarwono, 2009)
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan dibagi menjadi dua unsur :
1) Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat – obatan atau
terapi medisinalis
2) Sikap terhadap kehamilannya ialah :
Aktif manajemen agresif, kehamilan diakhiri ?( terminasi ) setiap
saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.
g. Sikap terhadap Penyakit pengobatan dengan Medikamentosa
(Sarwono, 2009)
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi ( kiri ).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah
pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang
sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolemia, vasospame, kerusakan sel endotel, penurunan gradien
tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan ( melalui oral ataupun
infus ) dan output cairan ( melalui urin ) menjadi sangat penting.
artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan
yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda – tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa :
1) 5 % ringer dextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan > 125
cc/jam.
2) Infus dextrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus
ringer laktat ( 60 – 125 cc/jam ) 500 cc.
Dipasang foley cateter untuk mengukur pengeluaran urin.
oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 – 3 jam atau <
500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung
sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi
asam lambung yang sangat asam. Diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam.
Pengobatan Medisinal (Sujiyatini dkk, 2009)
Pengobatan medicinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
1) Segera masuk rumah sakit.
2) Tirah baring miring ke salah satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap
30 menit, reflex patella setiap jam.
3) Infuse dextrose 5 % dimana setiap 1 liter dengan infuse RL ( 60 –
125 cc/jam ) 500 cc.
4) Antasida.
5) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6) Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat.
7) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema
paru, payah jantung kongestif atau edema anasaraksa. Diberikan
furosemida injeksi 40 mg/IM.
8) Antihipertensi diberikan bila :
a) Desakan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolik lebih dari
110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolik kurang 105 mmHg ( bukan kurang 90
mmHg ) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat-obat antihipertensi parenteral ( tetesan
kontinyu ), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul
dalam 500 cc cairan infus atau press di sesuaikan dengan
tekanan darah.
d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4- 5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.
( Syakib Bakri, 1997 ).
9) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.
10) Lain-lain :
a) Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata
b) Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5
derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alcohol atau xylomidon 2 cc IM
c) Antibiotik diberikan atas indikasi (4) diberikan ampicillin 1
gr/6 jam/ IV/ hari
d) Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali
saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir
Macam obat anti kejang adalah : (ilmu kebidanan)
1) MgSO4
2) Contoh obat-obatan lain yang dipakai untuk antikejang :
a) Diazepam
b) Fenitoin
Difenihidantoin obat anti kejang untuk epilepsi telah
banyak dicoba pada penderita eklampsia. Beberapa peneliti
telah memakai bermacam – macam regimen. Fenotoin sodium
mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk
jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi
intravena. Fenotoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg
berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit.
Hasilnya tidak lebih dari magnesium sulfat. Pengalaman
pemakaian fenotoin dibeberapa senter di dunia masih sedikit.
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih
efektif dibanding fenetoin. Berdasarkan cochrane review terhadap
enam uji klinik, yang melibatkan 879 penderita eklampsia. obat
antikejang yang banyak dipakai di indonesia adalah magnesium
sulfat (MgSO47h2o). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan
kadara asetikolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat
transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan
kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
( terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion
magnesium ). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. magnesium sulfat sampai
saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara pemberian magnesium
sulfat.
1) Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat :
a) Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV ( 20 % dalam 20 cc)
selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4
(dalam 3-5 menit ) . Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4
gram dibokong kanan ( 40 % dalam 10 cc )dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc
xylocain 2 % yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan
IM.
b) Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40 % setelah 6
jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram
IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3
hari.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
(1) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1
gram ( 10 % dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3
menit
(2) Refleks patella positif kuat
(3) Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit
(4) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5
cc/kgBB/jam ).
MgSO4 dihentikan bila :
a) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun , fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada
serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot
pernapasan dan lebih 15 mEq/liter rerjadi kematian jantung.
b) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
(1) Hentikan pemberian magnesium sulfat
(2) Berikan calcium gluconase 10 % 1 gram ( 10 % dalam 10
cc ) secara IV dalam waktu 3 menit
(3) Berikan oksigen
(4) Lakukan pernapasan buatan
c) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu lebih keadaan
dibawah ini :
a) Ibu
(1) Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan paidas
mengambil batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk
preeclampsia ringan dengan batasan umur kehamilan ≥ 37
minggu untuk preeclampsia berat
(2) Adanya tanda – tanda/gejala – gejala impending eklampsia
(3) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :
keadaan klinik dan laboratorik memburuk
(4) Diduga terjadi solusio plasenta
(5) Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
b) Janin
(1) Adanya tanda – tanda fetal distress
(2) Adanya tanda – tanda intra uterin growth retriction ( IUGR)
(3) NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
(4) Terjadinya oligohidramnion
c) Laboratorik
(1) Adanya tanda – tanda sindroma HELLP khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat
(2) Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasar keadaan
obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum
Berikut penjelasan mengenai cara terminasi kehamilan yang
belum dan saat inpartu : (Sujiyatini dkk)
a) Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartum
(1) Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai
Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
(2) Seksio sesaria bila :
(a) Fetal assesment jelek.
(b) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop
kurang dari 5 ) atau adanya kontraindikasi tetesan
oksitosin.
(c) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum
masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan
untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
b) Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu
Kala I
(1) Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan
seksio sesaria.
(2) Fase aktif :
Amniotomi saja bila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (
bila perlu dilakukan tetesan oksitosin ).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan
dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian
pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang,
bila keadaan memungkinkan, terminasi di tunda 2 kali 24 jam
untuk memberikan kortikosteroid.
2) Perawatan konservatif (Sujiyatini dkk)
Perawatan Konservatif
a) Indikasi : bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan
janin baik.
b) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal
pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak
diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram
pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
c) Pengobatan obstetri :
(1) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan
terminasi.
(2) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
(3) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.
(4) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka
diberi lebih dahulu MgSO4 20 % 2 gram intravenous.
d) Penderita dipulangkan bila :
(1) Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda
preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
(2) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan
preeklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan
dirawat sebagai preeklampsia ringan ( diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu )
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny.S maka dapat
disimpulkan bahwa Pengkajian kasus ini dilaksanakan tanggal 11-05-2019
jam 09.10 wib dengan bersalin dengan preklamsia berat. Pengkajian
dilakukan dengan pengambilan data dari wawancara, pemeriksaan pada
Ny.S pada saat dilakukan wawancara NY.S kooperatif dengan petugas.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan diagnosa dapat ditentukan
yaitu Ny.S umu32 tahun D2P1A0 UK 39minggu+4hari janintunggal hidup
intra uterin dengan preeklasmia berat.
Asuhan ketebidanan dilakukan sesuai rencana dan hasilnya ibu
mengerti ibu bersedia dirujuk unutk mendapakan penanganan lebih baik .
Dalam melakukan asuhan kebidanan ada beberapa faktor yang menjadi
penghambat dan penunjang :
a. Faktor penunjang
Klien kooperatif sehingga klien memberikan kepercayaan pada
petugas untuk mengungkap masalah
b. Faktor penghambat
Adanya keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dalam
memberikan asuhan kebidanan
B. Saran
1. Untuk tenaga kesehatan
Dalam memberikan asuhan kehamilan hendaknya betul betul
memperhatikan kebuuhan sesuai dengan masalah yang dialami
klien
2. Ibu nifas
Agar memeriksakan masa nifas secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2008. Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika, Yogyakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai