Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN INTERNA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU REFARAT

RHEUMATOID ARTHRITIS

Disusun Oleh:
Dwi Pasca Cahyawati
(N 111 18 089)

Pembimbing :
dr. Arfan Sausi.,Sp.PD

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN INTERNA RSU UNDATA PALU
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Dwi Pasca Cahyawati
Stambuk : N 111 18 089
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Refarat : Rheuatoid Arthritis
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

BAGIAN INTERNA RSU UNDATA PALU


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

Pembimbing Klinik

dr. Arfan Sanusi.,Sp.PD

2
PENDAHULUAN

BAB I

Penyakit reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur


disekitarnya yang terdiri lebih dari 100 jenis. Salah satu jenis dari penyakit
reumatik adalah Rheumatoid Arthritis [1]. Rheumatoid Arthritis (RA) adalah
penyakit autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang menyerang sistem
muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan sistem tubuh secara
keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi
jaringan sinovial yang disertai gangguan pergerakan diikuti dengan kematian
prematur [2].
Prevalensi penderita rheumatoid artritis di dunia setiap tahun mengalami
peningkatan. Penderita rheumatoid artritis di seluruh dunia telah mencapai angka
355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita rheumatoid artitis.
Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih
dari 25% akan mengalami kelumpuhan. WHO melaporkan bahwa 20% penduduk
dunia terserang penyakit rheumatoid artritis dimana 5-10% adalah mereka yang
berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun prevalensi rheumatoid
artritissekitar 1% pada orang dewasa [3].

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi,
dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi [5].
Artritis reumatoid (AR) adalah salah satu penyakit autoimun di
bidang reumatologi yang paling banyak ditemukan dalam praktik sehari-
hari. Penyakit autoimun ini bersifat sistemik dan non-organ spesifik,
sehingga selain manifestasi artikuler (sinovitis poliartikular), juga
didapatkan manifestasi ekstra-artikuler. Salah satu manifestasi ekstra-
artikuler yang saat ini menjadi perhatian para klinisi dan para peneliti
adalah keterlibatan kardiovakuler, yang secara signifikan memberikan
kontribusi peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien AR .

2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penderita rheumatoid artritis di dunia setiap tahun
mengalami peningkatan. Penderita rheumatoid artritis di seluruh dunia
telah mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini
menderita rheumatoid artitis. Diperkirakan angka ini terus meningkat
hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami
kelumpuhan.

2.3 FAKTOR RESIKO


Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA
dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Dapat Dimodifikasi
1. Gaya Hidup
 Status Sosial Ekonomi
 Merokok
 Diet Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya
adalah makanan yang mempengaruhi perjalanan RA. ya.
 Infeksi
 Pekerjaan

4
2. Faktor Hormonal
3. Bentuk Tubuh
[2]
.
b. Tidak Dapat Dimodifikasi
1. Faktor genetiK
2. Usia
3. Jenis Kelamin
[2]
.

2.4 ETIOPATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana
merupakan penyakit autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca)
dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan psikologis).
Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering
faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai
faktor pencetus.
Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun
komplek dan reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai
pencetus awal, mungkin infeksi virus. Terjadi pembentukan faktor
rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal, sehingga terjadi
reaksi imun komplek (autoimun).
Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas
diketahui, dan teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi
berbagai peran yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi,
autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan
berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling
terkait dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan
kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin
merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin
berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama
dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel
mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta
merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix
metalloproteases (MMPs) [2].

2.5 MANIFESTASI KLINIS, PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN


DIAGNOSIS

5
a. Manifestasi klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau
bulan. Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas.
Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan
keluhan diluar sendi [2].
1. Keluhan umum
Keluahn umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan
berat badan.
2. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi
pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya
juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula,
panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada
leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari,
pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan di luar sendi
 Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
 Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang
didapatkan
 Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif
dan kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
 Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang
sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di
ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
 Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika)
berupa kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan
skleromalase perforans
 Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan
spleenomegali, limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan
neutropeni [2].

b. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Penanda inflamasi
Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C Reactive
Protein (CRP) meningkat
 Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif
namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis

6
 Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya
digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan
spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun hubungan
antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
2. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan
ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi
[2]
tulang, atau subluksasi sendi .

c. Diagnosis
Terdapat beberapa kesulitan dalam mendeteksi dini penyakit RA.
Hal ini disebabkan oleh onset yang tidak bisa diketahui secara pasti
dan hasil pemeriksaan fisik juga dapat berbeda-beda tergantung pada
pemeriksa.
2.6
1. Pencegahan
Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti,
namun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk menekan faktor risiko:
a. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk
mengurangi risiko peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses
Health Study AS yang menggunakan 1.314 wanita penderita RA
didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin berjemur di
bawah sinar UV-B.
b. Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi.
Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-
bangun, menarik kaki ke belakang pantat, ataupun gerakan untuk
melatih otot lainnya. Bila mungkin, aerobik juga dapat dilakukan
atau senam taichi.
c. Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan
bekerja lebih berat untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat
badan dengan diet makanan dan olahraga dapat mengurang risiko
terjadinya radang pada
sendi.
d. Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang
polong, jeruk, bayam, buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim.
Selain itu vitamin A,C, D, E juga sebagai antioksidan yang mampu
mencegah inflamasi
akibat radikal bebas.

7
e. Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan
pelumas pada sendi juga terdiri dari air. Dengan demikian
diharapkan mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup dapat
memaksimalkan sisem bantalan sendi
f. Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa
merokok merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah
satu upaya pencegahan RA yang bisa dilakukan masyarakat ialah
tidak menjadi perokok akif maupun pasif [8].

2. Penanganan
NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi.
NSAID yang dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen,
naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID
tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari
proses destruksi.
a. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
b. Kortikosteroid
c. Rehabilitasi
d. Pembedahan
e.
2.8 DIAGNOSIS BANDING
RA harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya seperti
artropati reaktif yang berhubungan dengan infeksi, spondiloartropati
seronegatif dan penyakit jaringan ikat lainnya seperti Lupus Eritematosus
Sistemik (LES), yang mungkin mempunyai gejala menyerupai RA.
Adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan. Artritis gout jarang
bersama-sama dengan RA, bila dicurigai ada artritis gout maka
pemeriksaan cairan sendi perlu dilakukan. Selain itu, osteoartritis juga
memiliki kemiripan gejala dengan RA [5].

8
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


1. Tn. : AS
2. Umur : 41 tahun
3. Alamat : Jalan Maleo
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : buruh bangunan
6. Agama : Islam
7. Tanggal Pemeriksaan : 31/ 03/ 3019
8. Ruangan : Seroja

3.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Bengkak dan nyeri pada kedua kaki dan tangan

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak dan nyeri pada
persendian tangan dan kaki sejak 2 bula yang lalu. Pasien juga
mengalami sesak dan seluruh tubuh mengalami squama. BAB (+)
lancar dan BAK (+) lancar.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


-
4. Riwayat Penyakit Keluarga
-

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : Baik/ Sakit sedang
2. Kesadaran : Komposmentis
3. TTV
a. TD :100/70 mmHg
b. S : 36,6 0 C
c. R : 24 x/menit
d. N : 83 x/menit
4. Kepala
a. Wajah : Simetris
b. Deformitas : Tidak Ada
c. Bentuk : Normocephal

9
5. Mata
a. konjungtiva : Anemis (+/+)
b. Sklera : Ikterik (-/-)
c. Pupil : isokor
d. Mulut :Sianosis (-)
6. Leher
a. Kelenjar GB : Hipertrofi (-)
b. Tiroid : Hipertrofi (-)
c. JVP :-
d. Massa Lain : Tidak ada
7. Paru-paru
a. Inspeksi : Simetris Bilateral
b. Palpasi : Vokal fremitus Ka=Ki
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
8. Jantung
a. Inspeksi : Tidak Tampak IC
b. Palpasi : Tidak Teraba IC
c. Perkusi
Batas Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC VI Linea parasternalis sinistra
d. Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, Regular, Mur-mur (-)
9. Abdomen
a. Inspeksi : Kesan Datar, tampak squama di seluruh
kulit
b. Auskultasi : Peristaltik Normal
c. Perkusi : Tympani
d. Palpasi : Nyeri tekan (-)
10. Ekstremitas
Atas : Edema kedua tangan dan terdapat squama
di seluruh kulit
Bawah : Edema kedua kaki dan terdapat squama di
seluruh kulit

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
1) Darah rutin :
WBC = 8,2 x 103/ul
HBG = 12,2 g/dl

10
PLT = 148 x 103/ul
2) Fungsi ginjal :
Creatinin = 2,58 mg/dl
Urea = 109,2 mg/dl
b. Radiologi
USG = subchronic renal disease bilateral, hydronefrosis sinistra grade 1

3.5 RESUME
Laki-laki umur 41 tahun dengan keluhan nyeri dan bengkak pada kedua
sendi tangan dan kaki yang di alami sejak 2 bula yang lalu. Pasien juga
mengalami squama diseluruh kulit, pasien juga mengeluhkan lemas
seluruh badan (+), susah berjalan (+), penurunan nafsu makan dan berat
badan (+). BAB (+) dan BAK (+) lancar.

3.6 DIAGNOSIS
- Rheumatoid Artritis
- CKD stage IV

3.7 DIAGNOSIS BANDING


- Osteoartritis
- Gout Artritis

3.8 PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Pengaturan pola diet
b. Medikamentosa
- INFD Na Cl 0,9% : 20 tpm
- Ranitidin injeksi : 1 amp/ 12 jam
- Allupurinol : 300 mg 0-1-0
- Recofor : 0,5 3x1
- Metilprednisolon injeksi : 1 amp/ 12 jam

3.9 PROGNOSIS
Dubia ad Bonam jika penanganan dan terapi dilakukan dengan baik

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan


inflamasi kronik yang menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat
melibatkan organ dan sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan
pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai
gangguan pergerakan. RA merupakan penyakit autoimun dimana etiologinya
masih belum jelas namun terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu
terjadinya RA. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah adanya faktor
genetik, jenis kelamin perempuan, dan usia diatas 40 tahun. Pada faktor risiko
yang dapat dimodifikasi, terdapat faktor gaya hidup yang meliputi sosial ekonomi
yang rendah, merokok terutama yang lebih dari 10 tahun, diet tinggi daging merah
dibanding sayur-sayuran dan buah-buahan, adanya infeksi virus maupun bakteri,
dan pekerjaan yang terpapar zat kimia utamanya silica ataupun pestisida seperti
pada petani dan pekerja tambang, dan bentuk tubuh obesitas memperburuk faktor
risiko.
Pada pasien ini merupakan laki-laki berusia 41 tahun dengan faktor
predisposisi genetik yang tidak diketahui karena pasien menyangkal adanya
riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama dan tidak dilakukan
pemeriksaan genetika. Pasien berpendidikan akhir sebagai lulusan SMA dan
bekerja sebagai buruh bangunan yang memiliki penghasilan pas-pasan dalam
menghidupi kebutuhan sehari-hari. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan
merokok. Pasien juga memiliki kebiasaan konsumsi makanan yang biasa saja dan
menyangkal sering makan daging merah karena keterbatasan ekonomi. Pasien
mengakui jika jarang mengonsumsi buah-buahan. Pasien memiliki status gizi
cukup.

Pasien ini mengeluhkan nyeri sendi lutut kanan dan kiri hingga tidak bisa
berjalan. Pasien juga mengeluhkan kaku dan nyeri sendi di jari-jari tangan serta
pergelangan tangan kanan dan kiri. Nyeri dirasakan sejak 2 bulan SMRS dan
semakin lama semakin memburuk. Pasien juga mengeluhkan badan yang lemas
sejak 1 hari SMRS. Demam, sesak, penurunan nafsu makan dan berat badan
disangkal pasien.
Pemeriksaan penunjang pada pasien RA ditemukan adanya Rheumatoid
Factor (RF) positif namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Dari hasil
pemeriksaan radiologis berupa USG abdomen dapat terlihat adanya subchronic
renal disease bilateral dan hydronefrosis sinistra grade I.
Hasil laboratorium pasien ini pada saat masuk RS (31/03/2019)
menunjukkan WBC 8,2 x 103/mm3, RBC 4,63 x 106/mm3 , HGB 12,2 g/dl

12
(menurun), HCT 36,5 % (menurun), PLT 148 x 10 3/mm3 , creatinin 2,58 mg/dl
(meningkat), urea 109,2 mg/dl (meningkat). Penegakan diagnosis berdasarkan
kriteria ARA tahun 1987 pada pasien ini terpenuhi karena trdapat minimal 4
kriteria dari 7 kriteria.
Penanganan pada penderita RA meliputi mencakup terapi farmakologi,
rehabilitasi dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan
keluarga. Terapi farmakologi awal dapat diberikan NSAID untuk mengurangi
nyeri dan inflamasinya. Selain itu juga diberikan DMARDs segera setelah
diagnosis RA ditegakkan untuk mengurangi atau mencegah kerusakan sendi,
mempertahankan integritas dan fungsi sendi. Dapat pula diberikan kortikosteroid
dosis rendah sambil menunggu efek DMARDs setelah 4-16 minggu.

13
BAB V
KESIMPULAN

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan


inflamasi kronik yang menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat
melibatkan organ dan sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan
pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai
gangguan pergerakan diikuti dengan kematian prematur. Terdapat banyak faktor
risiko terjadinya RA diantaranya ada yang bersifat tidak dapat dimodifikasi
(genetik, ras, jenis kelamin, dan usia) dan yang dapat dimodifikasi (gaya hidup,
infeksi, dan bentuk tubuh).
Manifestasi klinis RA dapat berupa keluhan umum, kelainan sendi, dan
kelainan diluar sendi. Dengan penegakkan diagnosis berdasarkan kriteria ARA
tahun 1987 ataupun ACR tahun 2010 dimana meliputi dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien perempuan 49 tahun
ini didapatkan tanda tanda yang serupa dengan manifestasi klinis artritis yang
mengarah ke diagnosis rheumatoid arthritis dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang yang mendukung. Berdasarkan prosedur penatalaksanaan RA, saat ini
pasien menjalani perawatan di rumah sakit dan mendapatkan terapi suportif dan
medikamentosa untuk menghilangkan inflamasi dan mencegah destruksi jaringan
lebih lanjut.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Nainggolan,Olwin. Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di


Indonesia. Maj Kedokt Indon, vol.59, no.12, pp.588-594.
Fromhttp://scholar.google.co.id. 2009
2. Masyeni , K A M. RHEUMATOID ARTHRITIS. Universitas Udayana.
2018
3. Apriliyasari, R W et al. Kemandirian Dalam Melakukan Aktivitas Sehari
Hari Pada Pasien Rheumatoid Artritis. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
Masyarakat. Vol 1 (5). From http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id .
2016
4. Sumariyono, H.I. Predictor Of Joint Damage In Rheumatoid Arthritis.
Indonesian Journal of Rheumatology, vol.03, no.02, pp. 15-20. From
http://www.ncbi.nlm.nih.govpubmed. 2010
5. Hidayat, R. Risiko Kardiovaskuler pada Pasien Artritis Reumatoid. Jurnal
penyakit dalam Indonesia. Vol 4 (2). From
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id. 2017
6. Mujaddid, E. et al. Hubungan Derajat Aktivitas Penyakit dengan Depresi
pada Pasien Artritis Reumatoid. Jurnal ilmu penyakit dalam. Vol 4 (4).
Fromhttp://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id . 2017

15

Anda mungkin juga menyukai