PATOFISIOLOGI Pada penelitian, injeksi mediator tersebut pada tikus, menyebabkan disfungsi
endotel sistemik yang mirip dengan preeklampsia, termasuk hipertensi berat,
proteinuria, endoteliosis glomerular, dan sindroma HELLP.3 Progresivitas
disfungsi endotel sistemik pada ibu berefek terutama pada hati, otak, dan
ginjal.2 Otak berperan sentral pada sindrom preeklampsia eklampsia.
Dengan eknologi abnormalitas serebrovaskuler yang dipicu preeklampsia
eklampsia, juga efek hipertensi pada perfusi serebral dapat digambarkan
dengan lebih baik.
Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang
eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak,
dan fokus perdarahan di korteks otak.18 Kejang juga sebagai manifestasi
tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis.10
GEJALA KLINIS Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu
atau lebih tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110
mmHgatau lebih 2) Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+
pada pemetiksaankualitatif 3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam
24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.
Prosentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia adaah sakit kepala
yang berat dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-30%), nyeri
epigastrium (20%), mual muntah (10-15%), perubahan mental sementara
(5-10%).
DIAGNOSIS Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu
atau lebih tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110
mmHgatau lebih
2) Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada
pemetiksaankualitati
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang
terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah
kejang. Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma belangsung
lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih
kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali
namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan
dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia
dampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang
berat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang
terjadi, apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan
pada susunan saraf pusat.
Proteinuria hampirselalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat
hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini
merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema
menghilang dalam waktubeberapa hari sampai dua minggu setelah
persalinan apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal
ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
TATALAKSANA Magnesium merupakan salah satu ion yang paling berkontribusi pada
beberapa proses fisiologis termasuk penyimpanan, metabolisme, dan
pemanfaatan energi. Magnesium pada otak terikat pada chelator seperti
adenosine triphosphate (ATP) dan berkontribusi terhadap glikolisis dan
produksi ATP dan berfungsi sebagai stabilisator membran sel. Pada sistem
saraf pusat, magnesium adalah pemblokir non-kompetitif dari N-metil
reseptor d-aspartate (NMDA) glutamat dan memodulasi arus kalsiumarus.
Peran fisiologisnya sebagai penghambat saluran kalsium dan modulator arus
natrium dan kalium melalui aksinya pada pompa ion. Magnesium juga
memiliki peran sentral dalam fungsi jantung, kontraksi otot, tonus pembuluh
darah, dan konduksi impuls saraf serta merupakan kofaktor di lebih dari 300
reaksi enzimatik. Beberapa penelitian berasumsi bahwa magnesium bekerja
pada system serebrovaskuler menyebabkan vasodilatasi dan melepaskan
vasospasme. Penelitian lainmenunjukkan magnesium sulfat hanya
mempunyai sedikit efek pada hemodinamik serebral dan aliran darah
otak.4,7 Penelitian dengan isolat dan arteri serebral bertekanan, magnesium
menunjukkan efek vasodilator, tetapi respon sensitivitasnya selama
kehamilan dan masa postpartum menurun. Pada penelitian klinis,
magnesium sulfat lebih efektif mencegah kejang eklamptik dibandingkan
nimodipin (ca-channel blocker). Temuan-temuan ini mendukung asumsi
bahwa aksi utama magnesium sulfat mencegah eklampsia bukan berefek
pada vasospasmenya.4 Banyak penelitian melaporkan efek magnesium
sulfat menurunkan permeabilitas sawar darah otak dan pembentukan edema
pada berbagai kondisi cedera otak; cedera otak akibat trauma, ensefalopati
pada sepsis, hipoglikemia, dan injeksi mannitol hiperosmoler. Euser dkk
menunjukkan bahwa magnesium sulfat selama kehamilan menurunkan
permeabilitas sawar darah otak terhadap Evans blue sebagai respon terhadap
hipertensi akut. Efek tersebut terutama terjadi pada otak posterior, regio otak
paling mudah
terjadi pembentukan edema pada eklampsia.
Teknik pencitraan digunakan untuk memahami mekanisme serebrovaskuler
pada sindrom preeklampsia, termasuk angiografi, CT-scan, dan MRI.
Perkembangan MRI sangat berguna memberi informasi etiopatogenesis
manifestasi serebral pada preeklampsia.