Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan Pre-eklamsia dan Eklamsia

I. Konsep Dasar Teori

A. Pengertian
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih
(Rustam Muctar, 1998).
Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba (1998) mendefinisikan
bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang
disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan
cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan. Selain itu, Mansjoer (2000) mendefinisikan bahwa
preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
(Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah
toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan
proteinuria.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
preeklampsia  (  toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul ada
wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema(penimbunan
cairan dalam tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) dan
poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan.
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau
masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan
saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia.
PE-E hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan
pertama (nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur
ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yangberumur lebih dari
35 tahun.
Eklamsia adalah suatu penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita
hamil atau nifas dengan tanda-tanda pre eklamsia. (sarwono, 2005). Eklamsia
adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapt
disebabkan oleh hal lain. (Cunningham, 2005). Eklamsia adalah pre eklamsia tang
disertai kejang-kejang, kelainan akut pada ibu hamil. (Maimunah, 2005)
Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti
sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap inibisa dikatakan penyakit berada pada
tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami
kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan
selama 10-30 menit.Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma
berkepanjangan bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagaljantung, gagal ginjal,
terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.

B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang
belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-
musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban
yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal
berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. Penyebab
PIH tidak diketahui; namun demikian, penelitian terakhir menemukan suatu
organisme yang disebut hydatoxi lualba.

Faktor Risiko :
1. Kehamilan pertama
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine,
dan tekanan darah tinggi)
6. Kehamilan kembar

C. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik
yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik
menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan
aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit
deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan
perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati
mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan
menyebabkan gangguan faal hemostasis.  
Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai
organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan
selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol
menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat
dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen
mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain
menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal
untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan  menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi
organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,
darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan
sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik.
Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti
vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran
gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan
memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume
cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan
GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri
atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak
protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada
mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan
perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin
Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat
janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus
gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan
terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl
meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan
terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah
sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob
menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan
pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang
diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul
diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti
dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut
terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat
sakit kepala lain
2. Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara
berisik atau gangguan lainnya
4. Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan
muntah
5. Gangguan pernafasan sampai cyanosis
6. Terjadi gangguan kesadaran

E. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, sebaiknya 6 jam.
- Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg
atau lebih per minggu.
- Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream.
2. Preeklampsia Berat
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
- Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
- Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
- Terdapat edema paru dan sianosis.

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan timbul proteinuria
2. Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium;
gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
3. Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
4. Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N=
15-45 u/ml )
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat
( N= <31 u/l)
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
2. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
H. Komplikasi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang
termasuk komplikasi antara lain:
1. Pada Ibu
 Eklampsia
 Solusio plasenta
 Pendarahan subkapsula hepar
 Kelainan pembekuan darah ( DIC )
 Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver, enzymes dan low platelet
count )
 Ablasio retina
 Gagal jantung hingga syok dan kematian.
2. Pada Janin
 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
 Prematur
 Asfiksia neonatorum
 Kematian dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pre-eklamsia
1. Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan
a. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
b. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya,
tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman
140-150/90-100 mmhg).
c. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang
hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
d. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
e. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
f. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat
antihipertensi : metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau
nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari,
atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
g. Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
h. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1
minggu
i. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah
2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu
2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-
eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
j. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-
eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
k. Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio
plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38
minggu, janin sudah dinyatakan matur.
l. Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau
dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala ii.
2. Penatalaksanaan pre-eklampsia berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.  Aktif berarti : kehamilan
diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif
berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG,
kardiotokografi !!!
3. Penatalaksanaan Eklamsia
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau
koma. Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan
neurologik lain). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-
eklampsia disertai kejang dan atau koma.
Tujuan pengobatan : menghentikan / mencegah kejang,
mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia / asidosis,
kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan,
serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, sebagai
penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
Sikap obstetrik : mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal
mungkin untuk ibu. Pengobatan medisinal : sama seperti pada pre-
eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2 g intravena bila timbul
kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian
terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja. Jika masih
kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L /
MENIT !! Perawatan pada serangan kejang : dirawat di kamar isolasi
dengan penerangan cukup, masukkan sudip lidah ke dalam mulut
penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur
secukupnya.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1. Data subyektif :
 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau >
35 tahun
 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
 Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya
 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
 Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.

2. Data Obyektif :
- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress
- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM ( jika refleks+)
- Pemeriksaan penunjang :
o Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur
2 kali dengan interval 6 jam
o Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream
( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada
skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat,
serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
o Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
o Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya
kelainan pada otak
o USG ; untuk mengetahui keadaan janin
o NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder
terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2
dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out
put.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder
terhadap penurunan cardiac out put
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann  ekspansi paru.

C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder
terhadap vasopasme pembuluh darah:
Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat danTercapai secara optimal.
Intervensi:
o Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu ( cemas 
bingung, letargi, pingsan )
o Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab, cacat
kekuatan nadi perifer.
o Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi )
eritema, edema
o Dorong latihan kaki aktif / pasif
o Pantau pernafasan
o Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/  mual,
distaensi abdomen, kontipasi
o Pantau masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2
dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out
put.
Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai  Umur
37 minggu dan atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
o Anjurkan penderita untuk tidur  miring ke kiri
o Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan
masa kehamilan:
- 1 x/bln pada trisemester I
- 2 x/bln pada trisemester II
- 1 x/minggu pada trisemester III
o Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
o Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder
terhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
o Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
o Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
o Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
o Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
o Berikan diet rendah natrium atau garam.
o Delegatif pemberian diet yang tepat
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
Tujuan: ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
o Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer
berikut : nadi 20/m diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan
tekanan darah, Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan,
berkeringat, pusing atau pingsang.
o Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon
hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang taidak berat.
o Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan
kelemahan dan kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian
pada aktifitas dan perawatan diri.
o Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.
o Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL
pasienn.
o Anjurkan pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen,
mengejan saat defekasi.
o Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi
duduk diatas tempat tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari
tempat tidur, belajar berdiri dst.
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
Tujuan : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat. 
Intervensi:
o Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi.
Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut
dll.
o Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang
salah )
o Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
o Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas,
tingkatkan partisipasi bila mungkin.
o Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang
konsisten, ulangi bila perlu.
o Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif
dalam perawatan.
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann  ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas yang efektif. 
Intervensi:
o Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
o Atur posisi fowler atau semi fowler.
o Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
o Berikan obat sesuai petunjuk.
o Sediakan oksigen tambahan.

Anda mungkin juga menyukai