Anda di halaman 1dari 64

EKLAMSIA

1. Definisi

Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan dengan
adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang – kadang tidak
diketahui terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia adalah onset baru hipertensi gestasi yang diikuti
dengan kejang grand mal (Zeeman, Fleckenstein, twickler,& Cunningham,2004), dan kejang pada pre-
eklampsia yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang pada
eklampsia tidak berhubungan dengan kondisi otak dan biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

2. Etiologi

Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia
sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal,
antara lain:
1. Status primigravida
2. Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
3. Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
4. Suami baru
5. Usia ibu yang ekstrem (< 20 tahun, > 35 tahun)
6. Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun
7. Diabetes Mellitus
8. Kehamilan ganda

3. Manifestasi Kinis

Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang
dipengaruhinya, antara lain yaitu:

 Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam
 Nyeri Epigastrium

 Penglihatan kabur

 Dyspnea

 Sakit kepala

 Nausea dan Vomitting

 Scotoma

 Kejang

Kebanyakan kasus dihubung- hubungkan dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria
tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat
fase.

I. Stadium Premonitory

Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata berputar –
putar ketika otot wajah dan tangan tegang.

1
II. Stadium Tonik

Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal. Terkadang ibu
menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku.
Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu berhenti bernafas. Stadium ini
berlangsung selama sekitar 30 menit.

III. Stadium Klonik

Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa, saliva yang
bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua
menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus menuju gagal jantung.

IV. Stadium coma

Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa menit atau
bahkan dapat menetap sampai beberapa jam.

4. Patofisiologi

Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat. Meskipun meningkat, tekanan
darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena wanita hhamil
menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat
karena efek beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan endothelium
derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat. Tromboxane diproduksi oleh ginjal
dan jaringan trophoblastic, menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet.
Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah, yang akan merusak sel endothelial dan
menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah.
Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
 Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR); sehingga urea
nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
 Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini menyebabkan protein
dapat melewati membrane glomerular yang pada normalnya adalah impermeable terhadap molekul
protein yang besar. Kehilangan protein menyebabkan tekanan koloid osmotic menurun dan cairan
dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan
volume intravascular, yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit. Respon
untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan dikeluarkan untuk
memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses patologik: penambahan angiotensin II
semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi carian dan
edema akan semakin parah.
 Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema hepatic dan
perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis. Di manifestasikan
dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
 Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan menghancurkan dinding tipis
kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan
penglihatan, seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
 Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler pulmonal mengakibatkan
edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
 Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor resiko abruptio
placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta berkurang, mengakibatkan
pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami hipoksemia dan asidosis.

WOC terlampir

2
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria +2 atau +4
Proteinuria (5 g dalam urine 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN) kurang dari 10
Kreatinin serum meningkat
Klirens kreatinin 130-180
Trombositopenia (Trombosit < 100.000/mm3)
AST meningkat
Hipofibrinogenemia
Oligohydramnion: amniotic fluid index  50 mm
Asam urat: 7 mg/100ml
pH darah janin: < 7,20
b. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : terlihat adanya ptekie/edema

6. Komplikasi

Komplikasi yang biasanya terjadi pada eklamsia adalah:

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta
disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia,
maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati
atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit
lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-
enzimnya.
8. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria
sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia
aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

7. Terapi

Secara singkat intervensi emergensi untuk wanita dengan Eklamsia adalah sebagai berikut:

Pada eklamsia yang harus diperhatikan adalah terjadinya kejang. Perawat harus mengetahui tugasnya, tetap
tenang, meyakinkan anggota keluarga yang lain, dan menjelaskan pada mereka dan pada pasien kemudian
apa yang terjadi dan mengapa intervensi tertentu dilakukan. Magnesium sulfat adalah antikonvulsan

3
terbaik untuk pasien eklamsia. Apabila magnesium diberikan terlalu cepat ( infuse dibawah 15 menit),
dapat terjadi hipotensi berat, bradikardi, dan tahanan jantung dan pernafasan. Monitor tanda – tanda vital
setiap 15 menit selama infuse. Keracunan magnesium dapat di terapi dengan kalsium glukonat parenteral
( 10 ml dari pengenceran 10 %) di infuskan tidak melebihi 1-2 ml/menit (100-200 mg/menit). Efek
samping dari magnesium antara lain:

Selama kejang fase tonik, balikan tubuh pasien kea rah samping untuk memungkinkan mengalirnya
saliva dari mulut. Memasukan helai bantalan lidah dapat mencegah cedera pada mulut bila hal tersebut
dapat dilakukan tanpa paksaan. Pengaman tempat tidur harus diberikan bantalan atau diletakkan bantal
pada sisi – sisi nya. Mintalah bantuan. Ketika fase klonik mulai, tetaplah berada di dekat pasien dan Bantu
insersi jalan napas oral, pemberian oksigen, pengamatan tanda – tanda vital janin, dan pemberian
magnesium sulfat untuk mencegah kejang. Ibu tetap dalam posisi rekumben lateral untuk menurunkan
tekanan pada aorta dan vena kava inferior.

Hipoventilasi dan asidosis sering terjadi selama kejang. Walaupun kejang hanya berlangsung
beberapa menit, sangat penting untuk tetap menjaga oksigenasi dengan pemberian oksigen melalui masker
dangan atau tanpa oksigen reservoir sebanyak 8 – 10 L/ menit. Setelah kejang berhenti dan pasien mulai
bernafas kembali, oksigenasi merupakan masalah yang jarang terjadi. Bagaimanapun juga, maternal
hipoksemia dan asidosis dapat berkembang pada wanita dengan kejang berulang dan dengan aspirasi
pneumonia, edema paru, atau kombinasi factor – factor ini. Monitoring pulse oxymetri terus menerus
dianjurkan pada pasien eklamsia. Analisa gas darah diperlukan apabila monitoring oksimetri menunjukkan
hasil yang abnormal ( saturasi O2 92% atau kurang). Karena penyebaran lesi yang diasebabakan oleh
edema vasogenicq mungkin diadahului oleh peningkatan tekanan darah tiba – tiba, maka diperlukan
pengontrolan hipertensi yang berat. Pencegahan kejang multiple sangat penting karena mayoritas wanita
dengan kejang multiple memiliki angka kjeadian infark cerebral.

Menjaga tekanan darah sistolik pada 140-160 mmHg dan diastolic antara 90 dan 110 mmHg. Hal
ini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah pada rentang yang aman tapi pada saat yang bersamaan
menghindari terjadinya hipotensi. Alas an mengatasi hipertensi yang berat adalah untuk menghindari
kehilangan autoregulasi cerebral dan mencegah gagal jantung tanpa membahayakan tekanan perfusi
cerebral atau aliran darah uteroplasenta jeopardizing, yang memang sudah menurun pada kehamilan
beberapa wanita dengan eklamsia (Sibai, 2005). Terapi untuk hipertensi dikarenakan kehamilan diberikan
ketika tekanan diastolic mencapai atau lebih dari 105-110mmHg (Martin et al., 2005). Drug of choice
untuk antihipertensi pada eklamsia berdasarkan rekomendasi American College of Obstetricians and
Gynecologists adalah labetol, karena labetol efektif dalam menurunkan tekanan perfusi cerebral tanpa
membahayakan perfusi cerebral, dengan cara menurunkan tekanan darah sistemik(Martin et al., 2005).

Pada eklamsia persalinan harus terjadi dalam 12 jam setelah kejang. Apabila persalinan per
vaginam tidak terlaksana dalam 12 jam maka dilakukan caesarean

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Telephone :

Suami :
Pekerjaan :
No.Telephone :

4
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
- Pernah mengalami pre-eklampsia
- Pernah mengalami eklampsia
- Hipertensi vaskular
- Diabetes Mellitus
- Penyakit ginjal
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Kehamilan Ganda
- Mola Hidatidosa
- Nyeri kepala di daerah frontal
- Penglihatan kabur
- Scotoma
- Muntah
- Mual keras
- Nyeri di epigastrium
- Hiperrefleksia
- Kejang
- Dyspnea
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ada keluarga yang juga mengalami pre – eklampsia
- Keluarga mengalami eklampsia
d. Riwayat Obstetri
G2 P1 H1 A0

Anak Ke Lahir BB Keluhan Keterangan


1 Cecsio caesarea 2,5 kg Anak lahir premature pada usia Ibu mengalami pre eklamsia
kehamilan 8 bulan

Riwayat menstruasi:
- Ibu pertama kali mendapatkan menstruasi pada umur 12 tahun
- Setelah 3 bulan menstruasi ibu mulai teratur, ibu tidak mengalami keluhan selama
menstruasi
Riwayat KB:
Ibu tidak menggunakan KB

Riwayat Konsumsi:
Ibu menyukai makanan bergaram

3. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital :

TD: Sistolik > 160 mmHg P: < 14 x/menit


Diastolik > 110 mmHg S: 40oC
MAP: 160/110 = 127
N: < 80 x/menit
Eliminasi :
- Fungsi ginjal menurun
- Proteinuria
- Output urine < 400ml/24 jam

Makanan/Cairan:
- Mual/Muntah
- Edema yang dapat meliputi ekstremitas, wajah, dan sistem organ. Edema dinilai dari
distribusi, derajat dan pitting. Jika di periorbital atau wajah tidak jelas, ibu ditanyai apakah
5
edemanya lebih jelas saat ia baru bangun tidur. Edema dapat digambarkan sebagai dependen
atau pitting.
- Malnutrisi (kurang berat badan 20% atau lebih besar); masukan protein/kalori kurang
- Penambahan berat badan 2+lb (0,9072 kg) atau lebih dalam 1 mgg, 6 lb (2,72 kg) atau lebih
per bulan.

Neurosensori:
- Sakit kepala frontal
- Penglihatan kabur
- Scotoma
- Fotofobia
- Hiperrefleksia +3 atau lebih; klonus di pergelangan kaki.
- Kejang
- Pemeriksaan funduskopi: edema atau spasme vaskuler

Nyeri/Ketidaknyamanan:
- Nyeri Epigastrium (regio kuadran kanan atas)

Pernapasan:
- Mungkin ada krekels
- Frekuensi < 14 x/menit

Seksualitas:
- Gerakan bayi berkurang
- Tanda – tanda abrupsi placenta
- Gestasi multipel
- Primigravida
- Mola hidatidosa
- Hidramnion

Pada Janin:
- DJJ: deselerasi lambat
- IUGR pada fetus

II. Analisa Data


Data Masalah Keperawatan
DO: Kekurangan volume cairan
- Edema
- Proteinuria: 5 gr/urine 24 jam
- Oliguri: < 400 ml/24 jam
- Hemokonsentrasi
- Penambahan berat badan secara tiba - tiba
DS:
- Klien mengatakan jarang berkemih
- Klien mengatakan bahwa klien merasa mual dan muntah

DO: Penurunan curah jantung


- Hipovolemia
- Edema
- Dyspnea
DS:
- Klien mengatakan bahwa nafas klien sesak

DO: Perubahan perfusi jaringan utero-


- Hipovolemia placenta
6
- DJJ: < 100x/menit
- Scoring profil biofisik: 8/10, cairan berkurang
- NST non reaktif
DS:
- klien mengatakan tidak merasakan janinnya bergerak

DO: Perubahan rasa nyaman: nyeri


- Klien tampak memegang bagian perut
- Wajah klien tampak meringis

DS:
- Klien mengatakan bahwa bagian perut atas klien terasa
sakit
Factor Resiko: Resiko tinggi cedera
- Kejang tonik-klonik
- Waktu pembekuan darah memanjang
- Hipoksia jaringan
Faktor Resiko: Resiko tinggi Perubahan nutrisi: kurang
- Mual/Muntah dari kebutuhan tubuh
- Masukan tidak adekuat

III. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan protein plasma
2. Penurunan curah jantung b.d hipovolemia
3. Resiko tinggi cidera b.d kejang tonik – klonik, penurunan jumlah platelet
4. Perubahan perfusi jaringan utero-placenta b.d vasospasme arteri spiral
5. Perubahan rasa nyaman: Nyeri
6. Resiko tinggi perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan tidak adekuat
(nausea, vomit)

IV. Intervensi
Diagnosa I : Resiko tinggi cedera b.d kejang tonik-klonik
Kriteria Hasil:
1. Berpartisipasi dalam tindakan dan/atau modifikasi lingkungan untuk melindungi diri dan
meningkatkan keamanan
2. Bebas dari tanda – tanda iskemia serebral (gangguan penglihatan, sakit kepala, perubahan
pada mental)
3. Menunjukkan kadar factor pembekuan dan enzim hepar normal.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji adanya masalah SSP (mis., sakit kepala, peka Edema serebral dan vasokonstriksi dapat
rangsang, gangguan penglihatan atau perubahan pada evaluasi dari masa perubahan gejala, perilaku
pemeriksaan funduskopi) atau retina
Tekankan pentingnya klien melaporkan tanda – Keterlambatan tindakan atau awitan progresif
tanda/gejala – gejala yang berhubungan dengan SSP gejala – gejala yang dapat mengakibatkan
Perhatikan perubahan pada tingkat kesdaran kejang tonik-klonik
Kaji tanda – tanda eklamsia: hiperaktivitas (3+ Pada kemajuan HKK, vasokonstriksi dan
sampai 4+) dari reflek tendon dalam, klonus vasospasme pembuluh darah serebral
pergelangan kaki, penurunan nadi dan pernafasan, menurunkan konsumsi oksigen 20% dan
nyeri epigastrik, dan oliguria (kurang dari 50 ml/jam) mengakibatkan iskemia serebral
Lakukan tindakan untuk menurunkan kemungkinan Edema/vasokonstriksi umum,
kejang; mis., pertahankan lingkungan tenang dan dimanifestasikan oleh masalah SSP berat, dan
lampu temaram, batasi pengunjung, rencanakan dan masalah ginjal, hepar, kardiovaskuler dan
atur perawatan, dan tingkatkan istirahat. pernafasan, mendahului kejang.
7
Menurunkan factor – factor lingkungan yang
dapat merangsang kepekaan serebrum dan
menyebabkan kejang.
Implementasikan tindakan pencegahan kejang per Menurunkan resiko cedera bila kejang terjadi
protocol.
Pada kejadian kejang, miringkan klien; pasang jalan Mempertahankan jalan nafas dengan
napas/blok gigitan bila mulut rileks; hisap daerah menurunkan resiko aspirasi dan mencegah
nasofaring, sesuai indikasi; lepaskan pakaian yang lidah menyumbat jalan nafas.
ketat; jangan membatasi gerakan; dan Memaksimalkan oksigenasi. (catatan:
dokumentasikan masalah motorik, durasi kejang, dan waspada dengan penggunaan jalan nafas/blok
perilaku paska kejang. gigitan; jangan mencobanya bila rahang keras
karena dapat terjadi cedera)
Palpasi nyeri tekan uterus atau kekakuan uterus; Tanda – tanda ini dapat menandakan abrupsi
periksa perdarahan vagina. Perhatikan riwayat plasenta, khususnya bila terdapat masalah
masalah medis lain. medis sebelumnya seperti diabetes mellitus
atau kelainan ginjal atau jantung yang
menyebabkan masalah vascular
Pantau tanda – tanda dan gejala persalinan atau Kejang meningkatkan kepekaan uterus;
kontraksi uterus. persalinan dapat dimulai
Pantau adanya tanda – tanda KID: mudah/spontan Abrupsi plasenta dengan pelepasan
memar, perdarahan lama, epistaksis, perdarahan GI tromboplastin membuat klien cenderung pada
KID
Kolaborasi
Rawat di rumah sakit bila ada masalah SSP Terapi yangs egera dilakukan membantu
menjamin keamanan dan membatasi
kmplikasi
Berikan amobarbital atau diazepam, sesuai indikasi. Menekan aktivitas serebral; mempunyai efek
sedative kalau kejang tidak terkontorl oleh
MgSO4
Berikan MgSO4 I.M(dengan metode Z-Track) atau MgSO4, deprsan SSP, menurunkan pelepasan
I.V dengan metode pompa infuse asetilkolin, memblok transmisi
neuromuscular, dan mencegah kejang. Ini
mempunyai efek sementara menurunkan TD
dan meningkatkan haluaran urine dengan
mengubah respon vascular pada substansi
yang menekan. Meskipun pemberian MgSO4
dengan cara I.V lebih mudah pengaturannya
bila ada kejadian reaksi toksik, ebebrapa
keluarga dapat tetap menggunakan rute I.M
bila survey kontinu tidak mungkin dan/atau
bila alat penginfusan yang tepat tidak ada.
(Catatan: tambahan 1 ml dari lidokain 2 %
pada injeksi I.M dapat menurunkan
ketidaknyamanan)
Pantau TD sebelum, selama, setelah pemberian Kadar terapeutik dari MgSO4 dicapai dengan
MgSO4. catat kadar serum magnesium pada kadar serum 4,0-7,5 mEq/L atau 6 sampai 8
hubungannya dengan frekuensi pernapasan, reflek mg/dl. Reaksi merugikan/toksik terjadi di atas
patella, dan haluaran urine. 10-12 mg/dl, yang pertama terjadi adalah
kehilangan refleks, paralysis pernapasan
antara 15 sampai 17 mg/dl, atau blok jantung
terjadi pada 30 sampai 35 mg/dl.
Sediakan kalsium glukonat. Berikan 10 ml (1g/10 ml) Bertindak sebagai antidote untuk melawan
lebih dari 3 menit sesuai indikasi. efek – efek merugikan/toksik dari MgSO4
Lakukan pemeriksaan funduskopi setiap hari. Membantu mengevaluasi perubahan atau
Pantau hasil tes dari masa pembekuan, PT, PTT, beratnya masalah retina
8
kadar fibrinogen, dan FSP/FDP Tes – tes ini dapat menandakan penurunan
factor – factor koagulasi dan fibrinolisis, yang
menandakan KID
Trombositopenia dapat terjadi karena
Pantau jumlah trombosit sekeunsial. Hindari perekatan pada endothelium yang rusak atau
amniosintesis jika kadar trombosit kurang dari kadar prostasiklin menurun (hambatan kuat
50.000/mm3. bila trombositopenia ada selama dari agregasi trombosit). Anestesi
prosedur operatif, gunakan anestesi umum. Transfuse memerlukan pungsi jarum (seperti
trombosit, gunakan anesthesia umum, packed red spinal/epidural) dapat mengakibatkan
blood cells, plasma beku segar, atau darah lengkap perdarahan berlebihan.
sesuai indikasi. Kesampingkan sindrom HELLP. Peningkatan enzim hepar dan kadar bilirubin,
Pantau enzim – enzim hepar dan bilirubin; perhatikan anemia hemolitik mikroangiopatik, dan
hemolisis dan adanya sel – sel Burr pada smear trombositopenia dapat menandakan adanya
peripheral. sindroma HELLP, menandakan perlunya
kelahiran sesaria segera bila kondisi serviks
tidak memungkinkan untuk induksi
persalinan.
Bila oksigenasi janin sangat menurun karena
Siapkan kelahiran sesaria, bila HKK berat, fungsi vasokonstriksi dalam malfungsi plasenta,
plasenta menurun, dan serviks tidak matang atau pemberian oksigen dengan segera diperlukan
tidak responsive terhadap induksi. untuk menyelamatkan janin.

Diagnosa II: Kekurangan volume cairan b.d kehilangan protein plasma


Kriteria Hasil:
1. Pemeriksaan laboratorium: menunjukkan Hematokrit dalam batas normal
2. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan ketat dari berat badan,
TD, protein urine, dan edema
3. Berpartisipasi dalam regimen terapeutik dan pemantauan sesuai indikasi.
4. Bebas dari tanda – tanda edema umum (mis., mual/muntah, nyeri epigastrik)

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Timbang berat badan klien secara rutin. Anjurkan Penambahan berat badan bermakna dan tiba –
klien untuk memantau berat badan di rumah antara tiba (mis., lebih dari 1,5 kg/bulan dalam
waktu kunjungan trimester II atau lebih dari 0,5 kg/minggu
trimester ketiga) menunjukkan retensi cairan.
Gerakan cairan dari vascular ke ruang
intersisial, mengakibatkan edema.
Bedakan edema kehamilan yang patologis dan Adanya edema pitting (ringan, 1+ sampai 2+;
fisiologis. Pantau lokasi derajat pitting. berat , 3+ sampai 4+) pada wajah, tangan,
kaki, area sacral, atau dinding abdomen, atau
edema yang tidak hilangn setelah 12 jam tirah
baring, adalah bermakna
Perhatikan tanda edema berlebihan atau berlanjut Edema dan deposisi fibrin intravaskuler (pada
(mis.,nyeri epigastrik/KKaA, gejala – gejala serebral, sindrom HELLP) dalam hepar terselubung
mual, muntah). dimanifestasikan dengan nyeri KKaA,
dispnea menandakan adanya hubungan
dengan pulmonal, edema cerebral
kemungkinan mengarah pada kejang, mual
serta muntah menandakan edema
gastrointestinal.
Perhatikan perubahan pada kadar Hb/Ht. Mengidentifikasi derajat hemokonsentrasi
yang disebabkan oleh perpindahan cairan.
Bila Ht kurang dari 3 kali kadar Hb, terjadi
9
hemokonsentrasi
Kaji ulang masukan diet dari protein dan kalori. Insiden hipovolemi dan hipoperfusi prenatal
Berikan informasi sesuai kebutuhan. dapat diturunkan dengan nutrisi yang adekuat;
ketidakadekuatan protein/kalori
meningkatkan resiko pembentukan edema dan
HKK. Untuk menggantikan kahilangan
mungkin diperlukan masukan protein 80-100
g per hari
Pantau masukan dan haluaran. Perhatikan warna Haluaran urine adalah indicator sensitive dari
urine, dan ukur berat jenis sesuai indikasi. sirkulasi volume darah. Oliguria dan berat
jenis 1,040 menandakan hipovolemia berat
dan ada masalah pada ginjal. (catatan:
pemberian magnesium sulfat dapat
menyebabkan peningkatan haluaran urine
sementara)
Tes rabas urin bersih terhadap protein setiap Membantu dalam menentukan darajat
kunjungan, atau setiap hari/jam bila dirawat di rumah beratnya/kemajuan kondisi. Hasil 2+
sakit. Laporkan temuan 2+ atau lebih besar. menandakan edema glomerular atau spasme.
Proteinuria mempengaruhi perpindahan cairan
dari percabangan vascular. (Catatan: urin
terkontaminasi oleh sekresi vagina dapat
menghasilkan tes positif terhadap protein)
Kaji adanya bunyi paru dan frekuensi/usaha Dispnea dan krekels dapat mengindikasikan
pernafasan adanya edema paru, yang membutuhkan
tindakan segera
Pantau TD dan nadi. Peningkatan TD dapat terjadi karena respons
terhadap katekolamin, vasopressin,
prostaglandin, dan sebagai anjuran temuan,
terjadi penurunan prostasiklin
Jawab pertanyaan dan tinjau ulang rasional untuk Diuretic nantinya meningkatkan kondisi
menghindari penggunaan diuretic utnuk mengatasi dehidrasi dengan penurunan volume
edema. intravascular dan perfusi plasenta, dan hal ini
dapat menyebabkan trombositopenia,
hiperbilirubinemia, atau perubahan
metabolisme karbohidrat pada janin/bayi baru
lahir.(Catatan: mungkin bermanfaat pada
Kolaborasi adanya edema pulmonal)
Jadwalkan kunjungan prenatal setiap minggu Mungkin perlu untuk memantau perubahan
lebih ketat.
Tinjau ulang masukan natrium sedang sampai 6 Beberapa masukan natrium perlu karena
g/hari. Instruksikan klien untuk menghindari maknan kadar di bawah 2 sampai 4 g/hari
tinggi natrium (mis., daging babi diasinkan, daging, mengakibatkan dehidrasi lebih besar pada
hot dog, dan keripik kentang) beberapa pasien
Lakukan tirah baring dengan aturan ketat pada klien; Posisi rekumben miring kiri menurunkan
anjurkan posisi miring kiri tekanan pada vena kava, meningkatkan aliran
balik vena dan volume sirkulasi. Ini
meningkatkan perfusi plasenta dan ginjal,
menurunkan TD dan menggantikan
penurunan berat badan 4 lb (1,81 kg) dalam
periode 24 jam selama diuresis
Gantikan cairan baik secara oral atau parenteral, Penggantian cairan memperbaiki
melalui pompa infuse, sesuai indikasi. hipovolemia, yang harus diberikan dengan
hati – hati untuk mencegah kelebihan beban,
khususnya bila cairan intersisial mengalir
balik ekdalam sirkulasi bila aktivitas
10
dikurangi. Pada masalah ginjal masukan
cairan dibatasi; mis., bila haluaran berkurang
(kurang dari 700 ml/24 jam), masukan cairan
total dibatasi untuk mengira – ngira haluaran
dan kehilangan tidak kelihatan.
Bila kekuarangan cairan berat dan klien di rawat di Memungkinkan pemantauan lebih akurat
rumah sakit: terhadap perfusi haluaran/ginjal
Pasang kateter indwelling bila haluaran ginjal Memberikan pengukuran volume cairan yang
berkurang atau kurang dari 50 ml/jam lebih akurat. Pada kehamilan normal, volume
Bantu dengan pemasangan jalur dan/atau plasma meningkat 30-50%, peningkatan ini
pemantauan parameter hemodinamik invasive, tidak terjadi pada klien dengan HKK
seperti tekanan vena sentral (CVP) dan tekanan
baji arteri pulmonal (PAWP)
Berikan ekspander plasma atau diuretic osmotic, Dapat membantu untuk mengalirkan kembali
bila perlu. cairan ke dalam ruang intracaskular. Tindakan
ini controversial karena dapat menurunkan
fungsi jantung dan sirkulais plasenta
Peningktan kadar, khususnya asam urat,
Pantau asam urat serum dan kadar kreatinin, dan menandakan kerusakan fungsi ginjal,
nitrogen urea darah (BUN) memburuknya kondisi ibu dan hasil janin
buruk.

Diagnosa III: Penurunan curah jantung b.d Hipovolemia


Kriteria Hasil:
1. Tetap normotensif selama sisa masa kehamilan
2. Melaoprkan tidak adanya atau menurunnya kejadian dyspnea
3. Mengubah tingkat aktivitas sesuai kondisi
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Pantau TD dan Nadi Klien dengan HKK tidak menunjukkan respons
kardiovaskuler normal pada kehamilan
(hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan volume
plasma, relaksasi vaskuler dengan penurunan
tahanan perifer). Hipertensi (manifestasi kedua
HKK setelah edema) terjadi karena peningkatan
kepekaan pada angiotensin II, yang
meningkatkan TD, emningkatkan pelepasan
aldosteron pada peningkatan reabsorbsi
natrium/air dari tubulus ginjal, dan
mengkonstriksikan pembuluh darah.
Kaji tekanan arteri retina (MAP) pada gestasi minggu Edema paru dapat terjadi, pada perubahan
ke-22. tekanan 90 mmHg dipertimbangkan prediktif tahanan vaskuler perifer dan penurunan pada
HKK. Kaji krekels, gurgle, dan dyspnea; perhatikan tekanan koloid osmotic plasma
frekuensi/upaya pernafasan.
Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung,
kiri dan perfusi ginjal/plasenta
Pantau parameter hemodinamik invasive. Memberikan gambaran akurat dari perubahan
vascular dan volume cairan. Konstriksi vaskuler
yang lama, peningkatan hemokonsentrasi, dan
perpindahan cairan menurunkan curah jantung.
Berikan obat antihipertensi seperti hidralazin Bila TD tidak berspon terhadap tindakan
(Apresoline) P.O,/I.V., sehingga diastolic menjadi konservatif, mungkin perlu pemberian obat.
antara 90-110 mmHg. Ikuti dengan pemberian Obat antihipertensi bekerja secara langsung
metildopa (Aldomet) untuk mempertahankan terapi pada arteriol untuk meningkatkan relaksasi otot
11
sesuai kebutuhan. polos kardiovaskuler dan membantu
meningkatkan suplai darah ke serebrum, ginjal,
uterus, dan plasenta. Hidralazin adalah obat
pilihan karena tidak menghasilkan efek
samping pada janin.
Pantau TD dan efek samping obat antihipertensi. Efek – efek samping meliputi takikardia, sakit
Berikan propanolol dengan tepat. kepla, mual, muntah, dan palpitasi; dapat diatasi
dengan propanolol. Obat – obatan lebih baru,
seperti ketanserin, dan natrium nitroprusid
(khususnya pada sindrom HELLP) digunakan
dengan beberapa keberhasilan untuk
menurunkan TD
Siapkan untuk kelahiran janin dengan sesaria, bila Prosedur bedah merupakan satu – satunya cara
kelahiran pervagina tidak mungkin. Kondisi eklamsia mengatasi masalah hipertensif bila tindakan
distabilkan. konservatif tidak efektif dan induksi persalinan
dikesampingkan

Diagnosa IV: Perubahan perfusi jaringan utero-placenta b.d vasospasme arteri spiral
Kriteria Hasil:
1. Mendemonstrasikan reaktivitas SSP normal pada NST; bebas dari deselerasi lanjut; tidak
ada penurunan DJJ pada CST/OCT.
2. Cukup bulan,AGA
3.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Berikan informasi mengenai pengkajian/pencatatan Penurunan aliran darah plasenta mengakibatkan
gerakan janin dirumah setiap hari. penurunan pertukaran gas dan kerusakan fungsi
nutrisi plasenta. Perfusi plasenta yang buruk
potensial menghasilkan malnutrisi, bayi berat
lahir rendah dan prematuritas berkenaan dengan
kelahiran dini, dan kematian janin. Penurunan
aktivitas janin menandakan kondisi yang
membahayakan janin dan terjadi lebih dahulu
supaya perubahan denyut jantung janin dapat
dideteksi.
Identifikasi factor – factor yang mempengaruhi Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa
aktivitas janin. serum, bunyi lingkungan, waktu dalam sehari,
dan siklus tidur-bangun janin dapat
meningkatkan atau menurunkan gerakan janin
Tinjau ulang tanda – tanda abrupsi plasenta (mis., Pengenalan dan intervensi dini meningkatkan
perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri kemungkinan ahsil yang positif
abdomen, dan penurunan aktivitas janin)
Berikan nomor yang dapat dihubungi klien untuk Memberikan kesempatan untuk mengemukakan
bertanya, melaporkan perubahan gerakan janin setiap masalah/kesalahan konsep dan mengatasinya
hari, dan sebagainya. dengan cara yang tepat sesuai indikasi.
Evaluasi pertumbuhan janin; ukur kemajuan Penurunan fungsi placenta dapat menyertai
pertumbuhan fundus setiap kunjungan HKK, mengakibatkan IUGR, stress intrauterus
kronik dan insufisiensi uteroplasenta
menurunkan jumlah kontribusi janin pada
penumpukan cairan amniotic
Perhatikan respon janin pada obat – obatan seperti Efek depresan dari medikasi dapat menurunkan
MgSO4, fenobarbital, dan diazepam pernapasan dan fungsi jantung janin serta
tingkat aktivitas janin, meskipun sirkulasi
plasenta mungkin adekuat
Pantau DJJ secara manual atau elektronik, sesuai Mengevaluasi kesejahteraan janin. Peningkatan
12
indikasi DJJ dapat menandakan respons kompensasi
pada hipoksia, prematuritas, atau abrupsi
Kolaborasi plasenta
Kaji respon janin pada kriteria BPP atau CST, sesuai BPP membantu mengevaluasi janin dan
indikasi status ibu. lingkungan janin pada lima parameter khusus
untuk mengkaji fungsi SSP dan kontribusi janin
pada volume cairan amniotic. CST mengkaji
fungsi dan cadangan plasenta
Bantu dengan pengkajian maturitas dan kesejahteraan Pada adanya deteriorasi kondisi ibu/janin, risiko
janin dengan menggunakan rasi L/S, adanya pg, melahirkan bayi preterm didesak melawan
kadar estriol, gerakan pernafasan janin (FBM), dan resiko melanjutkan kehamilan, dengan
memulai sonografi berurutan pada gestasi minggu ke- menggunakan hasil dari pemeriksaan evaluatif
20 sampai ke-26. terhadap maturitas paru dan ginjal,
pertumbuhan janin, dan fungsi placenta. IUGR
dihubungkan dengan penurunan volume ibu dan
perubahan vaskuler.
Bantu dengan pengkajian terhadap volume plasma Untuk mengidentifikasi risiko IUGR dan
ibu pada gestasi minggu ke-24 sampai 26 dengan kematian janin intrauterus yang berhubungan
menggunakan evans blue dye jika diindikasikan. dengan penurunan volume plasma dan perfusi
plasenta
Bantu dengan mengkaji ukuran plasenta dengan Penurunan fungsi dan ukuran plasenta
menggunakan ultrasonografi dihubungkan dengan HKK
Apabila memerlukan kelahiran premature pada Kortiksteroid dianggap menyebabkan maturitas
gestasi antara minggu ke-28 dan 34, berikan janin (produksi surfaktan) dan mencegah
kortikosteroid (deksametason, betametason) I.M sindrom distress pernafasan, sedikitnya pada
selama sedikitnya 24-48 jam tetapi tidak lebih dari 7 kelahiran janin secara premature karena kondisi
hari sebelum melahirkan atau ketidakadekuatan fungsi plasenta. Hasil
terbaik didapatkan bila janin kurang dari
minggu ke-34 dan kelahiran terjadi dalam satu
minggu dari pemberian kortikosteroid.

13
EKSTRAKSI FORSEP/CUNAM
Definisi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang
dikepalanya.
Forsep mempunyai sejarah yang panjang. Mulai dengan penemuan Albucasis pada tahun 1112, yang
lengkungannya mempunyai gigi, sehingga hanya dipakai untuk janin yang telah amti. Selanjutnya
Chamberlein pada abad 17 menemukan forsep yang hanya mempunyai lengkungan kepala saja. Forsep
Chamberlein dikembangkan oleh Kiellan. Lengkungan pelvis dikembangkan oleh Levret pada tahun 1747
dan Smellie pada tahun 1751 dan selanjutnya disempurnakan menjadi forsep Naegle.
Prinsip forsep adalah:
a. kedua daun forsep dapat dipisahkan, kanan dan kiri.
b. terjadi persilangan saat mengunci.
c. setiap daun forsep mempunyai:
 blade-pemegang kepala dengan pintunya
 tangkai
 kunci
 pemegang untuk melakukan tarikan
d. daun forsep mempunyai:
 lengkungan kepala untuk menjepit.
 lengkungan pelvis sesuai denngan jalan lahir.
e. bentuk kuncinya
 sistem Inggris tanpa menyangga, dapat bergeser.
 sistem Prancis, dengan penyangga, tidak mungkin bergeser.
Fungsi forsep
Fungsi forsep yang sampai sekarang masih berlaku ialah:
1. esktraktor
2. rotator
3. ekstraktor dan rotator bersama-sama
Pemilihan jenis cunam yang akan dipakai hendaknya disesuaikan dengan fungsi cunam
Tujuan pertolongan persalinan forsep:
1. melakukan putaran sehingga hipomoklion terletak pada posisi yang tepat
2. tarikan untuk pertolongan persalinan
Bentuk dan bagian-bagian forsep
1. Sepasang cunam terdiri dari 2 sendok, yaitu sendok kiri dan sendok kanan. Sendok kiri ialah
sendok yang dipegang oleh tangan kiri dan diletakkan dis ebelah kiri panggul ibu. Sendok kanan
ialah sendok yang dipegang oleh tangan kanan dan diletakkan dise belah kanan panggul ibu.
2. Sendok cunam mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:
a. Daun cunam.
Bagian yang dipakai untuk mencengkam kepala janin. Umumnya mempunyai 2
lengkungan, yaitu lengkungan panggul (pelvic carve) ialah lengkungan daun cunam yang
sdisesuaikan dengan lengkungan panggul dan lengkungan kepala (chepalic curve) ialah
lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan kepala janin.
Contoh daun cunam yang mempunyai lengkungan panggul dan hanya mempunyai
lengkungan kepala saja, yaitu pada cunam Kielland.
Daun cunam dapat berlubang (fenstra) misalnya cunam Simpson dan cunam Naegele, dan
solid, misalnya cunam Tucker Mc. Lane. Daun cunam yang solid dapat mencekam kepala
lebih kuat.
b. Tangkai cunam (shank)

14
Bagian antara daun dan kunci cunam. Terdiri 2 macam : tangkai terbuka dan tangkai
tertutup
c. Kunci cunam (lock)
Terdiri dari:
Kunci Prancis : tangkai cunam dipersilangkan kemudian disekrup.
Kunci Inggris : kedua tangkai cunam disilangkan dan dikunci dengan cara kait mengkait
(interlocking) misalnya cunam Naegele.
Kunci Jerman : bentuk kunci cunam yang merupakan kombinasi antara bentuk kunci
Perancis dan kunci Inggris, misalnya cunam Simpson.
Kunci Norwegia : bentuk kunci cunam yang dapat diluncurkan (slidinglock) misalnya
cunam Kielland.
d. Pemegang cunam (handle)
Bagian yang dipakai memegang pada waktu ekstraksi.
Jenis forsep berdasarkan bentuknya :
1. Tipe Simpson
Bentuk cunam ini mempunyai tangkai cunam yang terbuka, sehingga lengkungan kepala lebih
mendatar dan lebih besar. Bentuk cunam ini baik untuk kepala janin yang sudah mengalami
moulase.
2. Tipe Elliot
Bentuk tipe cunam ini mempunyai tangkai yang tertutup, sehingga lengkungan kepala lebih bundar
dan lebih sempit. Cunam jenis ini baik untuk kepala yang bundar dan belum mengalami moulase.
3. Tipe khusus
Ada bentuk khusus cunam, misalnya: cunam Piper yang dipakai untuk melahirkan kepala janin
pada letak sungsang.
Etiologi
Melakukan tindakan ekstraksi forsep perlu memperhitungkan petunjuk (indikasi) yang tepat, sehingga
komplikasinya ringan. Indikasi pertolongan ekstraksi forsep adalah:
1. Indikasi Ibu
a. Persalinan distosia (kemacetan persalinan)
 persalinan terlantar
 rupture uteri imminen
 kala dua lama
b. Profilaksis penyakit sistemik ibu
 gestosis
 hipertensi
 penyakit jantung
 penyakit paru-paru
2. Indikasi Bayi
a. Distres janin
b. Kedudukan ganda kepala dengan
 anggota badan (ekstremitas)
 prolapsus funikuli
3. Indikasi Waktu
a. Indikasi Pinard
 2 jam mengejan tidak lahir
b. Modifikasi Remeltz
 setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin
 tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan ekstraksi forsep
Tindakan Pertolongan Persalinan Forsep
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi:
1. forsep rendah
 dilakukan setelah kepala bayi mencapai Hodge III atau lebih
 kepala bayi mendorong perineum, forsep dilakukan dengan ringan disebutkan outlet forsep
2. forsep tengah
15
 pada kedudukan kepala antara Hodge II/III
 salah satu bentuk forsep tengah adalah forsep percobaan untuk membuktikan disproporsi
panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forsep berat, membuktikan terdapat disproporsi
kepala-panggul. Forsep percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vakum.
3. forsep tinggi
 dilakukan pada kedudukan kepala di antara Hodge I/II
 forsep tinggi sudah diganti dengan seksio sesarea
Aplikasi Ekstraksi Forsep
1. Persiapan
a. persiapan untuk ibu
1. posisi lithotomic
2. rambut vulva dicukur
3. kandung kemih dan rectum dikosongkan
4. desinfeksi vulva
5. infuse bila diperlukan
6. narcosis bila diperlukan
7. kain penutup pembedahan
8. gunting episiotomi
9. alat-alat untuk menjahit robekan jalan lahir
10. uterotonika
b. persiapan untuk janin
1. alat-alat pertolongan persalinan
2. alat penghisap lendir
3. oksigen
4. alat-alat untuk resusitasi bayi
c. persiapan untuk penolong
1. mencuci tangan
2. sarung tangan suci hama
3. baju operasi suci hama
2. Prosedur
Untuk meningkatkan keamanan operasi ekstraksi forsep hanya pada letak belakang kepala dalam
operasi forsep rendah. Daun forsep dipasang melintang terhadap kepala dan melintang terhadap
jalan lahir.
Aplikasi forsep dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Operator membayangkan pemasangan daun forsep melintang terhadap kepala bayi dan
melintang terhadap jalan lahir.
2. Daun forsep kiri dipasang di sebelah kiri penderita dan dipegang oleh tangan kiri.
3. Pemasangan daun forsep kanan dengan tangan kanan dan dipasang di sebelah kanan penderita.
4. Teknik pemasangan daun forsep sebagai berikut:
 Dua jari tangan kanan masuk vagina sedalam mungkin
 Forsep dipegang tangan kiri seolah-olah memegang pensil, dengan gagang forsep berada di
atas pelipatan paha.
 Daun forsep dipasang dengan tuntutan dua jari kanan
 Daun forsep didorong perlahan-lahan, sampai lengkungan forsep berada di tulang parietalis
 Setelah terpasang gagang forsep dijepit antara jari amnis dan kelingking tangan kiri.
 Dua jari tangan kiri dimasukkan ke dalam liang senggama. Forsep kanan dipegang dengan
cara sama seperti forsep kiri, dimasukkan dengan tuntunan dua jari tangan kiri.
 Setelah kedua forsep ditempatkan sesuai dengan posisinya, forsep dikunci.
 Setelah terkunci dilakukan evaluasi, guna mencari apakah tidak terdapat bagian ibu
(serviks) yang terjepit antara kepala janin dan daun forsep.
 Dilakukan tarikan percobaan, dengan ringan serta jari menyentuh kepala bayi
 Tarikan percobaan berhasil bila kepala bayi ikut tertarik
 Setelah tarikan percobaan berhasil, dilakukan tarikan definitive dengan melakukan tarikan
cunam ke abwah sehingga hpomoklion berada di bawah simfisis
16
 Dilakukan tarikan ke atas untuk melahirkan ubun-ubun besar, hidung, muka-dagu, kepala
bayi seluruhnya.
 Setelah kepala lahir daun forsep dilepaskan
 Kepala diberikan kesempatan untuk melakukan putar paksi luar
 Kepala bayi ditarik curam ke bawah dank e atas untuk melahirkan bahu depan dan bahu
belakang.
 Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk emlahirkan badan bayi
 Lendir pada jalan nafas dibersihkan
 Setelah bayi menangis tali pusat dipotong dan bayi diserahkan untuk drawat sebagaimana
mestinya
 Persalinan plasenta ditunggu sampai terdapat tanda lepasnya plasenta atau dilakukan tes
plasenta lepas dengan metode Kustner, Straassman, Klein, atau Manuaba.
 Plasenta dilahirkan dengan tekanan ringan pada fundus uteri secara Crese atau dengan
plasenta manual.
 Dilakukan eksplorasi ke dalam rahim untuk mencari kemungkinan rupture uteri, sisa
plasenta, atau membrane.
 Selanjutnya luka bekas episiotomi dijahit kembali
 Pada kala IV dilakukan observasi intensif terhadap kesadaran penderita; tekanan darah;
nadi; pernapasan; dan suhu; kontraksi rahim untuk menhentikan perdarahan; pengeluaran
darah dari vagina atau luka episiotomi.
 Observasi dilakukan selama 2 jam. Bila semua berjalan dengan baik, penderita dipindahkan
ke ruangan.
Komplikasi Ekstraksi Forsep
A. Komplikasi langsung akibat aplikasi forsep dibagi menjadi:
1. Komplikasi ibu
Komplikasi ibu bersumber dari “trias komplikasi” ibu.
a. perdarahan terjadi karena:
 Atonia uteri
 Retensio plasenta
 Trauma jalan lahir: rupture uteri, rupture serviks, robekan forniks-
kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum
b. infeksi terjadi karena:
 sudah terdapat sebelumnya
 Aplikasi alat menimbulkan infeksi
 Plasenta rest atau membrane bersifat benda asing, yang dapat memudahkan infeksi
dan menyebabkan subinvolusi uteri
 Saat melakukan pemeriksaan dalam

c. Robekan jalan lahir:


 ruptura uteri
 rupture serviks
 robekan forniks-kolpoforeksis
 robekan perineum
 sinfisiolisis
2. Komplikasi segera pada bayi: “Trias komplikasi bayi.”
a. Asfiksia
 terlalu lama di dasar panggul, terjadi rangsangan pernapasan menyebabkan
aspirasi lender dan air ketuban
 jepitan langsung forsep yang menimbulklan perdarahan intracranial, edema
intracranial, kerusakan pusat vital di emdulla oblongata, trauma langsung jaringan
otak.
a. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi
b. Trauma langsung forsep
17
 fraktura tulang kepala
 dislokasi sutura tulang kepala: kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma
langsung pada mata, telinga dan hidung, trauma langsung pada persendian tulang
leher, gangguan fleksus brakialis/paralysis Erb
 kerusakan saraf trigeminus dan fasialis
 hematoma pada daerah tertekan
B. Komplikasi kemudian atau terlambat
1. komplikasi terlambat untuk ibu
bersumber juga pada “tria komplikasi ibu” dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Perdarahan
 Plasenta rest
 Atonia uteri sekunder
 Jahitan robekan jalan lahir yang terlepas
b. Infeksi
Penyebaran infeksi makin meluas
c. Tauma jalan lahir
 terjadi fistula vesiko-vaginal
 terjadi fistula rekto-vaginal
 terjadi fistula utero-vaginal
2. komplikasi terlambat pada bayi
a. Trauma ekstraksi forsep
 cacat karena aplikasi forsep
b. Infeksi
 Infeksi yang berkembang menjadi sepsis dan dapat menyebabkan kematian
 Ensefalitis sampai meningitis
c. Gangguan susunan saraf pusat
 Trauma langsung pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan
intelektual
 Gangguan pendengaran dan keseimbangan
Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi
vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea
pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput
transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per
vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan
terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang
dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.
WOC
Terlampir
Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan
observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya trias komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan,
robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi forsep memerlukan profilaksis
pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim
menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.
Yang cukup penting untuk diperhatikan adalah kemungkinan terjadi “fistel”, sehingga memerlukan
pemasangan dauer kateter selama tiga sampai lima hari. Fistel vesiko-vaginal, rekto-vaginal merupakan
komplikasi yang serius dan memerlukan tindakan operasi yang sulit.
Pertimbangan Keperawatan
Perawat menyiapkan forsep yang ditentukan dokter. Denyut jantung janin diperiksa, dilaporkan, dan
dicatat sebelum forsep dipasang. Ibu diberi informasi bahwa bilah forsep akan digunakan seperti dua
sendok makan yang mengelilingi telur. Bilah ini akan masuk sampai ke telinga bayi.denyut jantung janin
akan diperiksa kembali, dilaporkan, dan dicatat sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang.

18
Penekanann tali pusat di antara kepala dan forsep akan menyebabkan frekuensi denyut jantung janin turun
mendadak. Dokter kemudian akan melepas dan memasang kembali forsep tersebut.
Pemeriksaan Fisik
A Keadaan umum
* Kesadaran
* TTV : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
B.Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi forsep):
1. Besar dan konsistensi kepala dalam batas normal
2. Janin dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi sefalopelvik)
3. Pembukaan serviks lengkap
4. Kepala janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi engagement)
5. Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam
6. Janin hidup
7. Ketuban sudah pecah/dipecahkan

EKSTRAKSI VAKUM
Definisi
Suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (vakum) pada
kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventouse.
Sejarah
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum, mula-mula dipelajari oleh
Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetrik di
negara-negara Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum bermacam-macam
inti ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya
pada tahun 1952-1954 Tage Malmstrom dari Gothenberg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang
setelah emngalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak tahun 1956 menjadi
sangat populer dipakai dalam klinik-klnik obstetrik sampai saat ini.
Bentuk dan Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah
kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm. pada dinding belakang mangkuk terdapat
tonjolan, untuk tanda letak denominator.
2. Botol
Tempat membuat tenaga negative (vakum). Apda tutup botol terdapat manometer, saluran menuju
ke pompa pemghisap, dan saluran menuju ke mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
3. Karet Penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa Penghisap (vacuum pump)
Etiologi
A. Ibu
 memperpendek kala II. misalnya:
a. Penyakit jantung kompensata
b. Penyakit paru-paru fibrotik
 waktu: kala II yang memanjang.
B. Janin
 gawat janin (masih kontroversi)
Kontra Indikasi
A. Ibu
 Ruptura uteri membakat
 Pada penyakit-penyakit di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan, misalnya payah
jantung, preeklamsia berat
B. Janin

19
 Letak muka
 After coming head
 Janin preterm
Komplikasi Ekstraksi vakum
A. Ibu
1. Perdarahan
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi
B. Janin
1. Ekskoriasi kulit kepala
2. Sefalhematoma
3. Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang
mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak
berat.
4. Nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), yang dapat menimbulkan alopesia.
Prosedur Ekstraksi Vakum
1. Ibu tidur dalam posisi lithotomi
2. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila pada waktu pemasangan mangkuk, ibu
mengeluh nyeri, dapat diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara
ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang
amngkuk saja.
3. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai
dengan pembukaan serviks. Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5.
Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah
kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak
denominator.
4. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga -0,2 kg/cm2 dengan interval 2
menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : -0,7 sampai -0,8 kg/cm2. ini membutuhkan waktu
kurang lebih 6-8 menit. Denagn adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk
kaput suksedaneum artifisial (chignon).
5. Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan
lahir yang ikut terjepit.
6. Bersamaan dengan timbulnya HIS, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah
sumbu panggul. Pada waktu melakukan tarikan ini ahrus ada koordinasi yang baik antara tangan
kiri dan tangan kanan penolong.
7. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan
dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk
selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan
meloncat kea rah muka penolong.
8. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan ahrus mengikuti puaran apksi dalam, sampai akhirnya
suboksiput berada di bawah simfisis. Bila HIS berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi
dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan HIS.
9. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan
gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian
kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri
penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk ke dalam
botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas.
10. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala
membuka vulva.

Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal


1. Waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali.
Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. tenaga vakum terlalu rendah

20
b. tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang
mengisi seluruh mangkuk.
c. selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat
mencengkam dengan baik.
d. bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik
f. traksi terlalu kuat
g. cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. adanya dispropporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu
persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi.
2. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi
vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea
pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput
transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per
vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan
terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang
dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.
WOC
Terlampir
Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan
observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan,
robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi vacum memerlukan
profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot
rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk meng hindari infeksi.
Pertimbangan Keperawatan
Dalam membantu wanita yang melahirkan melaluui penggunaan ekstraksi vacum, perawat berperan
sebagai pendukung dan pendidik. Perawat dapat menyiapkan ibu untuk melahirkan dan mendorongnya
untuk tetap aktif dalam proses melahirkan yakni dengan menganjurkan ibu untuk mendorong saat
kontraksi. Denyut jantung janin juga harus sering dinilai selama prosedur tersebut. Setelah lahir, bayi harus
diobservasi untuk melihat tanda infeksi pada tempat pemasangan mangkuk dan iritasi serebral (misalnya,
akibat pengisapan yang buruk, ketidakberdayaan). Orang tua perlu diyakinkan bahwa kaput suksedaneum
akan hilang setelah beberapa jam. Para tenaga perawatan neonatus harus menyadari bahwa bayi tersebut
dilahirkan dengan ekstraksi vakum.
Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum
 Kesadaran
 TTV : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
B. Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi vakum)
 Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pasa multigravida)
 Penurunan kepala janin (boleh) pada hodge II
 Kontraksi rahim dan tenaga mengejan.
Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
1. Keunggulan
 pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
 tidak diperlukan narkosis umum
 mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang ahrus melalui jalan lahir
 ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum
lengkap
 trauma pada kepala janin lebih ringan
2. Kerugian
 persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
21
 tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan,
karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
 Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus
selalu kedap udara.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Telp :
Suami :
Pekerjaan :
No. Telp :
2. Riwayat Kesehatan
a. RKD
- Adanya riwayat abortus
- Section secarea pada persalinan sebelumnya
b. RKS
- Distosia (kesulitan persalinan).
- Penyakit jantung, eklampsia
- Fetal distres
- Janin berhenti berotasi
- Posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse
- Ketidakmampuan mengejan
- Keletihan
- Kala II yang lama
c. RKK
- Adanya penyakit keturunan (jantung)
d. Riwayat Obstetri
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
Eliminasi
- Retensi urine
Makanan/cairan
Seksualitas
- adanya laserasi servik uteri dan vagina
Pada janin/bayi
- DJJ sebelum forsep dipasang.
- DJJ sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang.
- Fraktur tengkorak, subdural hematoma, edema
- Perdarahan intrakranial
- Adanya lecet dan abrasi pada pemasangan bilah/laserasi kulit kepala
- Paralisis fasial

II. ANALISA DATA


NO DATA PENUNJANG MASALAH KEPERAWATAN
1. DO: Kekurangan volume cairan
- hipotensi
22
- peningkatan frekuensi nadi
- penurunan tekanan nadi
- urin menurun/terkonsentrasi
- penurunan pengisian vena
- perubahan mental
2. DO: Resti infeksi
- laserasi kemerahan
- adanya pus pada laserasi
- leukosit meningkat
3. - adanya perdarahan Resti cedera
- adanya laserasi serviks uteri dan vagina
4. - meminta informasi Kurang pengetahuan
- pernyataan salah konsep
- perilaku berlebihan

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
2. Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap
patogen.
3. Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas, efek-efek obat/penurunan sensasi.
4. Kurang pengetahuan.

IV. RENCANA KEPERAWATAN


Diagnosa I : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
Tujuan : Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil: Tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran
serta berat jenis urin adekuat secara individual.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tinjau ulang catatan kehamilan dan Membantu dalam membuat rencana
persalinan/kelahiran, perhatikan factor-faktor penyebab perawatan yang tepat dan memberikan
atau pemberat pada situasi hemoragi (mis: laserasi, kesempatan untuk mencegah atau membatasi
fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, terjadinya komplikasi.
emboli cairan amniotic, atau retensi janin mati selama
lebih dari 5 mgg).

Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan;


timbang dan hitung pembalut; simpan bekuan dan Perkiraan kehilangan darah, arterial versus
jaringan untuk dievaluasi oleh dokter. vena; dan adanya bekuan-bekuan membantu
membuat diagnosa banding dan menentukan
kebutuhan penggantian. (1 gram peningkatan
berat pembalut sama dengan kira-kira 1ml
Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. kehilangan darah.
Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu
tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam
simfisis pubis. diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas
miometrium dapat menurunkan kehilangan
darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis
pubis mencegah kemungkinan inversi uterus
Perhatikan hipotensi atau takikardi, pelambatan selama masase.
pengisian kapiler, atau sianosis dasar kuku, membrane
mukosa, dan bibir. Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik
dan terjadinya syok. Perubahan pada TD tidak
dapat dideteksi sampai volume cairan telah
menurun sampai 30%-50%. Sianosis adalah
23
Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena tanda akhir dari hipoksia.
sentral atau tekanan baji arteri pulmonal, bila ada.
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 Memberikan pengukuran lebih langsung dari
derajat dan tubuh horizontal. volume sirkulasi dan kebutuhan pengisian.

Perdarahan dapat menurunkan atau


menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan
posisi yang tepat meningkatklan aliran balik
vena, menjamin persediaan darah ke otak dan
Pertahankan aturan puasa saat menentukan organ vital lainnya lebih besar.
status/kebutuhan klien.
Mencegah aspirasi isi lambung dalam
kejadian di mana sensorium berubah dan atau
Pantau masukan dan haluaran; perhatikan berat jenis intervensi pembedahan diperlukan.
urin.
Bermanfaat dalam memperkirakan
luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan
Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
melakukan pemeriksaan vaginal dan/atau rectal.
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi
psikologis. servikal, vaginal atau perineal atau hematoma
terjadi.
Kaji terhadap nyeri perineal menetap atau perasaan
penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi
labial atau perineal. Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas
dan kebutuhan metabolik.
Hematoma sering merupakan akibat dari
Pantau klien dengan akreta plasenta (penetrasi sedikit perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
dari miometrium dengan jaringan plasenta), HKK, atau
abrupsio plasenta terhadap tanda-tanda KID. Tromboplastin dilepaskan selama upaya
pengangkatan plasenta secara manual yang
Kolaborasi dapat mengakibatkan koagulopati.
Mulai infuse 1 atau 2 I.V. dari cairan isotonic atau
elektrolit dengan kateter 18G atau melalui jalur vena
sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah Perlu untuk infus cepat atau multipel dari
(missal: plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai cairan atau produk darah untuk meningkatkan
indikasi. volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.

Berikan obat-obatan sesuai indikasi:


- oksitosin, metilergononovin maleat, prostaglandin
F2ά.
Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang
menonjol dan miometrium, menutup sinus
vena yang terpajan, dan menghentikan
- Magnesium sulfat (MgSO4) hemoragi pada adanya atoni.

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan


MgSO4 memudahkan relaksasi uterus selama
- Heparin pemeriksaan manual.

Bila cara-cara lain gagal, heparin dapat


digunakan dengan kewaspadaan untuk
- Terapi antibiotic (berdasarkan pada kultur dan menghentikan siklus pembekuan.
sensitivitas terhadap lokhia)
24
Antibiotik bertindak secara profilaktik untuk
mencegah infeksi atau mungkin diperlukan
untuk infeksi disebabkan atau diperberat pada
- Natrium bikarbonat. subinvolusi uterus atau hemoragi.
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
- Hb dan Ht Mungkin perlu untuk memperbaiki asidosis

Membantu dalam menentukan jumlah


- Kadar pH serum kehilangan darah. Setiap ml darah membawa
0,5 mgHb.

Pada syok lama, hipoksia jaringan dan


- Trombosit, FDP, fibrinogen, dan APTT. asidosis dapat terjadi sebagai respon terhadap
metabolisme anaerobik.

- Pasang kateter urinarius indwelling. Membantu menentukan beratnya masalah dan


efek dari terapi.

Bantu dengan prosedur-prosedur sesuai indikasi: Memberikan pengkajian lebih akurat terhadap
- separasi manual dan penglepasan plasenta fungsi ginjal dan perfusi relatif volume cairan.

Hemoragi berhenti bila fragmen-fragmen


- pemasangan kateter indwelling besar ke dalam kanal plasenta dilepaskan dan uterus berkontraksi,
servikal. menutup sinus-sinus vena.

Beberapa pemeriksaan telah melaporkan


keberhasilan dalam pengontrolan hemoragi
yang disebabkan oleh implantasi plasenta ke
dalam segmen servikal nonkontraktil dengan
menempatkan kateter indwelling dalam kanal
- Penempatan kembali uterus atau tampon bila inverse servikal dan mengisi balon dengan larutan
kira-kira akan terjadi. salin 60 ml untuk bekerja sebagai tamponade.

Penempatan kembali uterus memungkinkan


Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi, missal, uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena
penggalian/perbaikan untuk menutup sobekan, laserasi dan mengontrol perdarahan.
atau pelebaran episiotomi, evakuasi hematoma, dilatasi
dan kuretase (D dan K), ligasi bilateral dari arteri Perbaikan pembedahan terhadap
hipogastrik, histerektomi sepraservikal, atau lasersi/episiotomi, insisi/evakuasi hematoma,
histerektomi abdominal segera. dan pengangkatan jaringan tertahan akan
menghentikan perdarahan. Histerektomi
abdominal segera diindikasikan untuk
perlekatan plasenta abnormal.

Diagnosa 2 : Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb,
pemajanan terhadap patogen
Tujuan : Bebas dari infeksi.
Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
INTERVENSI MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi,
sebelumnya. menimbulkan potensial risiko infeksi atau
penyembuhan luka yang buruk.
Infeksi dapat mengubah penyembuhan luka.
25
Kaji terhadap tanda/gejala infeksi (mis. peningkatan Menurunkan resiko infeksi asenden.
suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna
rabas vagina.

Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam. Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki
insisi, menurunkan risiko infeksi pascaoperasi.
Kolaborasi
Lakukan persiapan kulit praoperatif, scruc sesuai Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi
protokol. dan tingkat keterlibatan.

Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai Risiko infeksi pasca-melahirkan dan
indikasi. penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb
Catat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), catat rendah dan kehilangan darah berlebihan.
perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan. Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk
Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada mencegah terjadinya proses infeksi, atau sebagai
praoperasi. pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

Diagnosa 3: Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas,efek-efek


obat/penurunan sensasi
Tujuan : Bebas dari cedera
INTERVENSI MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Lepaskan alat prostetik (mis, lensa kontak, gigi Menurunkan resiko cedera kecelakaan.
palsu/kawat gigi) dan perhiasan.

Tinjau ulang catatan persalinan, perhatikan frekuensi Dapat menandakan retensi urin atau
berkemih, haluaran, penampilan, dan waktu berkemih menunjukkan keseimbangan cairan atau
pertama. dehidrasi pada klien yang sedanga bersalin.

Pantau haluaran dan warna urin setelah insersi kateter Menunjukkan tingkat hidrasi, status sirkulasi
indwelling. Perhatikan adanya darah dan urin. dan kemungkinan trauma kandung kemih.

Kolaborasi
Dapatkan specimen urin untuk analisis rutin, protein, Risiko meningkat pada klien bila proses
dan berat jenis. infeksi atau keadaan hipertensif ada.

Diagnosa 4: Kurang pengetahuan


Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi ekstraksi forsep/vakum.
Mengenali ini sebagai metode alternatif kelahiran bayi.
INTERVENSI MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Kaji kebutuhan belajar Metode kelahiran ini didiskusikan pada kelas
persiapan melahirkan anak, tetapi banyak klien
gagal untuk menyerap informasi karena ini tidak
mempunyai makna pribadi pada waktunya.
Klien yang mengalami lagi kelahiran melalui
ekstraksi forsep/vakum tidak dapat mengingat
dengan jelas atau memahami detil-detil
melahirkan sebelumnya.
Catat tingkat stress dan apakah prosedur
26
direncanakan atau tidak. Mengidentifikasi kesiapan klien/pasangan untuk
menerima informasi.
Berikan informasi akurat dengan istilah-istilah
sederhana. Anjurkan pasangan untuk mengajukan Memberikan informasi dan mengklarifikasi
pertanyaan dan mengungkapkan pemahaman mereka. kesalahan konsep. Memberikan kesempatan
untuk mengevaluasi pemahaman klien/pasangan
terhadap situasi.
Tinjau ulang indikasi-indikasi terhadap pilihan
alternatif kelahiran. Perkiraan satu dari 5 atau 6 kelahiran melalui
ekstraksi forsep/vakum, seharusnya dilihat
sebagai alternative bukan cara yang abnormal,
untuk meningkatkan keselamatan dan
Gambarkan prosedur sebelum tindakan dengan jelas, kesejahteraan maternal/janin.
dan berikan rasional dengan tepat. Informasi memungkinkan klien mengantisipasi
kejadian dan memahami alasan
Berikan penyuluhan setelah tindakan, termasuk intervensi/tindakan.
instruksi latihan kaki, batuk dan napas dalam. Memberikan teknik untuk mencegah komplikasi
Diskusikan sensasi yang diantisipasi selama yang berhubungan dengan stasis vena dan
melahirkan dan periode pemulihan pneumonia hipostatik.

Mengetahui apa yang dirasakan dan apa yang


“normal” membantu mencegah masalah yang
tidak perlu.

Daftar Pustaka
Bobak,dkk.2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas, ed 4.Jakarta:EGC.
Reeder,dkk.1997.Maternity Nursing, ed 18.Philadelphia:Lipincott.
Scott, James.R,dkk.2002.Buku Saku Obstetri & Gynekologi.
Jakarta:Wedia Medika.
Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi, ed 2.
Jakarta: EGC.
Murray,Sharon Smith.2002.Foundations of Maternal-Newborn Nursing.Philadelphia: WB Saunders
Company.
White,Ann.2006. Emergency Care of Postpartum Patients with Preeclampsia and Eclampsia.
http//www.nursingcenter.com
Mayes,M.2007.Eclampsia.http//wikipedia.com

27
KETUBAN PECAH DINI

I. 1. Definisi
Pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum adanya tanda-tanda persalinan.

I. 2. Etiologi
Pada kebanyakan kasus belum duketahui.
Faktor predisposisi ketuban pecah dini :
- Infeksi vagina atau servik
- Servik inkompeten
- Gameli
- Hidramion
- Kehamilan preterm
- Fetal abnormal / malpersentasi
- Amniosentesis
- Defissiensi nutrisi
- Solusio plasenta

I. 3. Komplikasi
- Infeksi maternal atau fetal
- Partus preterm
- Prolap tali pusat
- distosia ( partus kering / Oligohidramion )
- Karioamnionitis
- Gawat janin ( RDS pada fetal )

I. 4. Manifestasi Klinis
- Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
- Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
- Janin mudah diraba
- Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.
Adapun tanda gejala yang biasanya timbul :
Kemungkinan yang terjadi Gejala yang timbul serta tanda Tanda dan gejala yang
dan gejala yang biasanya kadang kala timbul
timbul
Pecah ketuban sebelum > Rabas vagina berair  Cairan menetes secara
persalinan berkala atau terpancar
secara tiba-tiba
 Cairan terlihat pada
introitus
 Tidak ada kontraksi dalam 1
jam
Amnionitis  Rabas vagina berair dan  Riwayat kehilangan
berbau busuk setelah gestasi cairan
22 minggu  Nyeri tekan uterus
 Demam/menggigil  DJJ cepat
 Nyeri abdomen  Pendarahan pervagina
28
ringan
Vaginitis  Rabas vagina berbau busuk  Gatal
 Tidak ada riwayat  Rabas berbusa / warna
kehilangan cairan didih
 Nyeri abdomen
 Disuria
Kemungkinan persalinan Rabas vagina berair atau lendir  Pembukaan dan
term / preterm bercampur darah pelunakan serviks
 Kontraksi
Hemoragik antepartum Rabas vagina berdarah  Nyeri abdomen
 Kehilangan pergerakan
pada janin
 Pendarahan pervaginam
I. 5. Pemeriksaan Penunjang
o Letakan Pembalut pada vulva dan periksa pembalut tersebut (secara visual dan melalui baunya)
satu jam kemudian
o Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untuk pemeriksaan pervagina :
 Cairan dapat terlihat berasal dari servik atau membentuk genangan di forniks posterior.
 Minta ibu untuk batuk karena hal ini dapat menyebabkan cairan memancar.
o Pemeriksaan leukosit darah : > 15.000/mm3 bila terjadi infeksi ( N : 5000-9000), suhu > 38 oC,
takikardi.
o Pemeriksaan nitrazin : bergantung pada fakta bahwa sekresi vagina dan urin bersifat asam
sementara cairan amnion bersifat basa. Pegang satu lembar kertas nitrazin pada hemostat dan
sentuhkan kertas tersebut ke genangan cairan di ujung spekulum. Perubahan warna kertas kuning
menjadi biru menunjukan alkalinitas ( adanya cairan amnion). Darah dan beberapa infeksi vagina
memberi hasil positif palsu.
o Amniosentesis
o USG : menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurang.
o Penentuan volume cairan ketuban bisa membantu dalam mengidentifikasi pasien dengan
peningkatan resiko gawat janin.
o Pemeriksaan servik bila telah ada kontraksi yang sakit dan teratur.

I. 6. Terapi
Penatalaksanaan Umum :
- Konfirmasikan keakuratan perhitungan usia gestasi
- Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untik mengkaji rabas vagina (jumlah, warna, bau )
dan singkirka diagnosa inkontinensia urine
- Jika terdapat pendarahan per-vagina dengan nyeri abdomen konstan, curigai terjadinya abrupsio
plasenta
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi ( demam, rabas vagina berbau busuk) berikan antibiotik
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan kehamilan kurang dari 37 minggu (janin imatur) :
 Berikan anti biotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan neonatus karena infeksi dan
memperlambat pelahiran
# Eritromisin 250 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
# Ditambah amoksilin 500 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
 Pertimbangkan memindahkan beyi ke layanan yang paling tepat untuk perawatan bayi baru
lahir jika mungkin
 Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk meningkatkan kematangan paru janin
 Lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin pada gestasi 37 minggu dan
berikan antibiotik profilaksis untuk membantu mengurangi infeksi streptokokus pada
neonatus walaupun ibu telah mendapatkan antibiotik sebelumnya.
 Jika kontraksi teraba dan terdapat rabas lendir bercampur darah, curigai terjadi persalinan
preterem
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan usia kehamilan 37 minggu atau lebih ( matur )
29
 Jika ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan penisilin atau ampisilin profilksis untuk
membentu mengurangi infeksi streptokokus grup B pada neonatus. Jika terdapat tanda-
tanda infeksi setelah pelahiran hentikan pemberian antibiotik
 Kaji servik :
# Jika kondisi servik baik ( lunak, tipis, membuka sebagian ) lakukan induksi persalinan
dengan menggunakan oksitosin
# Jika kondisi servik tidak baik ( keras, tebal, tertutup ), matangkan servik dengan
menggunakan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan janin melalui sesaria.

Asuhan Keperawatan KPD


1. Pengkajian
> Sirkulasi
Kehilangan darah yang keluar bersamaan dengan rabasan vagina, . Hipertensi, penyakit
jantung seblumnya.
> Integritas Ego
Peka rangsang, sangat cemas dan ketakutan
> Makanan / cairan
Ketidak adekuatan nutrisi, mual / muntah
> Nyeri / Ketidaknyamanan
Pengeluaran rabas vagina warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan dalam
jumlah sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba atau kontraksi yang dapat diraba.
Dapat disertai demam > 38 o C.
Kontraksi uterus yang lemah ( his + atau his - ).
> Keamanan
Dilatasi servik, penurunan janin, dan prolap tali pusat
Kekeringan cairan ketuban.
Bayi praterm atau kecil untuk usia gestasi ( kemungkinan untuk persalinan cepat /
Persalinan prematur ).
Janin dalam malposisi
Servik mungkin kaku/tidak siap
> Seksualitas
primipara atau multipara
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramion, gestasi multipel, janin besar
Peningkatan tekanan intrauterin
Infeksi genitalia

2. Pemeriksaan Diagnostik
Tes pranatal : dapat memastikan polihidramion, janin besar, gestasi multipel
Tes kontraksi : mengkaji keejahteraan janin
Ultrasound : Menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion
Pemeriksaan jumlah sel leukosit darah: penentu terjadinya infeksi
Pemeriksaan spekulum : pengkajian rabas vagina ( jumlah, warna dan bau )
Pemeriksaan Nitrazin : Penentuan sekresi vagina atau cairan amnion

3. Diagnosa Keperawatan
 Resiko tinggi infeksi b. d Peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
 Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi
plasenta.
 Resiko tinggi infeksi terhadap maternal b. d pemajanan patogen dan pecahnya ketuban.
 Resiko tinggi cidera pada janin b. d malpersentasi dan pencetus kelahiran,
 Resiko tinggi cidera pada maternal b. d obstruksi mekanis, penurunan otot dan keletihan maternal.
 Kerusakan pertukaran gas b. d ketidakadekuatan kadar surfaktan, imaturitas otot anteriol pulmonal
dan imaturitas sistem saraf pusat (SSP).
30
 Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d kejadian yang cepat, kontraksi otot kuat ; isu-isu psikologis.
 Berduka b. d kematian janin/byi
 Asientas ( ketakutan b. d krisis situasional, ancaman yang dirasakan pada klien/janin dan
penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan.

4. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi b. d Peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Kriteria hasil : Bebas dari infeksi
Intervensi Rasional
Mandiri
Berikan sebanyak mungkin privasi dalam kasus kelahiran Menurunkan kemungkinan kontaminasi
diluar rumah sakit yang tidak direncanakan. Siapkan alas
melahirkan yang bersih dengan menggunakan handuk
bersih, pakaian yang dibalik, atau koran yang tidak
dipakai letakan dibawah bokong.

Cuci tangan, kenakan sarung tangan steril, tempatkan


handuk seril dibawah bokong, dan semprotkan larutan
povidon-iodin ( betadin ) ke perineum bila waktu Menurunkan kemungkinan infeksi pasca
memungkinkan di rumah sakit. melahirkan.

Bungkus tali pusat yang berada di vulva dengan kain


hangat yang dilapisi plastik bila terjadi prolap tali pusat

Kolaborasi
Angkat kain penghalas / koran bila basah Untuk menghindari terpajanya dengan
kuman patogen.
Catat waktu pecah ketuban. Perhatikan jumlah dan warna
darinase.

Menghambat media yang dapat mendukung


pertumbuhan patogen

Pecah ketuban dapat meningkatkan resiko


infeksi asenden. Karakteristik drainase
dapat menandakan adanya infeksi.

2. Resiko tinggi cidera pada janin b. d malpersentasi dan pencetus kelahiran. Dan KPD
Tujuan : Berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan
faktor resiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil : menunjikan denyut jantung janin ( DJJ ) dalam batas normal
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji DJJ secara manual atau elektronik. Perhatikan Mendeteksi respon abnormal, seperti
variabelitas, perubahan periodik, dan frekuensi dasar. variabelitas yang dilebih-lebihkan, bradikardi
Bila pada pusat kelahiran alternatif (PKA), periksa dan takikardi yang mungkin disebabkan oleh
irama jantung janin antara kontraksi dengan stres, hipoksia, asodosis atau sepsis
menggunakan doptone. Jumlahkan selama 10 mnt,
istirahatkan selama 5 mnt dan jumlahkan lagi selama
10 mnt. Lanjutkan pola ini sepanjang kontraksi sampai
pertengahan diantaranya dan setelah kontraksi.

Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase


kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila
31
tersedia. Tekanan istirahat lebih besar dari 30 mmHg
atau tekanan kontraksi lebih dari 50 mmHg
menurunkan atau mengganggu oksigenasi
Identifikasi faktor-faktor maternal dehidrasi, asidosis, dalam ruang intravilos.
asientas atau sindrom vena kava.
Kadang-kadang, prosedur sederhana (seperti
membalikan klien ke posisi rekumben lateral)
meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke
Kolaborasi uterus dan plasenta serta dapat mencegah atau
Perhatikan frekuensi kontraksi uterus. Beri tahu dokter memperbaiki hipoksia janin.
bila frekuensi 2 mnt atau kurang.
Kontraksi yang terjadi tiap 2 mnt kurang tidak
Kaji malposisi dengan menggunakan manuver Leopold mungkinkan Oksigenasi adekuat dari ruang
dan temuan pemeriksaan internal (lokasi fontanel dan intravilos
sutura kranial). Tinjau ulang hasil ultrasonografi.
Menentukan pembaringan janin, posisi, dan
Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam persentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor
hubungannya dengan kolumna vetebralis iskial. yang memperberat disfungsional persalinan.

Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila Penurunan yang kurang dari 1 cm/jam untuk
malposisi dideteksi pada klien PKA. primipara tau kurang 2 cm/jam untuk
multipara, dapat menandakan KPD atau mal
Siapkan untuk metode melahirkan yang palin layak, posisi.
bila janin pada persentase kening, wajah atau dagu.
Resiko cidera atau kematian janin meningkat
Kaji terhadap henti transversa dalam dari kepala janin. dengan melahirkan pervaginam bila persentasi
verteks

Persentasi ini meningkatkan resiko KPD,


karena diameter lebih besar dari tengkorak
Biarkan klien memilih posisi tangan dan lutut atau janin masuk ke pelvis .
posisi sim lateral pada sisi berlawanan di mana oksiput
janin diarahkan bila janin pada posisi Op. Kegagalan verteks untuk memutar penuh dari
posisi oksiput posterior ke posisi oksiput
anterior dapat mengakibatkan posisi
Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah transversa, penghentian persalinan dan
ketuban. kebutuhan kelahiran sesaria.

Posisi ini mendorong pemutaran anterior


dengan memungkinkan kolumna vetebralis
janin turun ke arah anterior dinding abdomen
klien (70 % janin pada posisi OP memutar
secara spontan).

Kelebihan volume amnion menyebabkan


Observasi terhadap prolap tali pusat samar atau dapat
distensi uterus berlebihan yang dihubungkan
dilihat bila pecah ketuban dan untuk deselerasi variabel
dengan anomali janin. Cairan amnion
pada strip pemantauan, khususnya bila janin pada mengandung mekonium pada persentasi
persentasi bokong. verteks diakibatkan dari hipoksia yang
menyebabkan stimulasi vagal dan relaksasi
Perhatikan bau perubahan warna cairan amnion pada sfingter anal. Tidak adanya karakteristik
pecah ketuban lama. cairan amnion mewaspadakan staf terhadap
potensial kebutuhan bayi baru lahir.
Prolap tali pusat lebih memungkinka terjadi
32
Dapatkan kultur bila temuan abnormal. pada persentase bokong, karena begian
Berikan antibiotik pada klien sesuai indikasi. perentase tidak menonjol kuat, juga tidak
secara total memblok tulang seperti pada
Siapkan untuk melahirkan pada posisi posterior, bila presentase verteks.
janin gagal memutar dari op ke oa ( wajah ke pubis).
Sedangkan penggunaan ganda forsep dapat digunakan Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan
untuk memutar dan melahirkan janin. takikardi dapat terjadi pada pecahan ketuban
lama.
Siapkan untuk melahirkan sesar bila persentasi bokong
terjadi, janin gagal turun, kemajuan persalinan berhenti Mencegah/ mengatasi infeksi asenden dan
atau teridentifikasi CPD. akan melindungi janin juga.

Melahirkan dalam posisi posterior


mengakibatkan insiden lebih tinggi dari
laserasi maternal. Melahirkan dengan
menggunakan aplikasi ganda forsep.

3. Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi
plasenta.
Tujuan : - Mempertahankan kontrol pernafasan
- Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.
Kriteria hasil : Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ DBN
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji station janin, dan posisi. Bila janin pada posisi Janin sangat rentan pada bradikadi dan
posterior oksiput, tempatkan klien menyamping. hipoksia, yang dihubungkan dengan stimulasi
vagal selama kompresi kepala. Malpresentasi
seperti wajah, dagu atau kening dapat
memperlambat persalinan dan meningkatkan
resiko terhadap hipoksia dan kemungkinan
perlunya kelahiran sesaria. Posisi posterior
meningkatkan durasi persalinan. Posisi
rekumben lateral memudahkan rotasi dari
posisi posterior oksiput ke posisi anterior
oksiput.
Posisikan klien pada rekumben lateral atau posisi tegak
atau miring dari sisi ke sisi sesuai indikasi Meningkatkan perfusi plasenta, mencegah
sindrom hipotensif supine, dan memindahkan
tekanan dari bagian presentasi dari tali pusat,
meningkatkan oksigenasi janin menperbaiki
Hindari menempatkan klien pada posisi dorsal pola DJJ
rekumben
Menimbulkan hipoksia dan asidosis janin,
menurunkan dasar variabilitas dan sirkulasi
Kaji pola pernafasan klien. Perhatikan laporan sensasi plasenta.
kesemutan dari wajah atau tangan, pusing atau spasme
karpopedal. Mengidentifikasi pola pernafasan tidak efektif.
Pada awalnya, hiperventilasi mengakibatkan
alkalosis respiratorik dan meningkatkan PH
serum, menuju akhir persalinan, pH turun dan
asidosis terjadi karena asam laktat yang
33
Kaji DJJ, dengan fetoskop atau monitor janin, selama dibentuk dari aktivitas miometrik
dan setelah setiap kontraksi atau upaya mendorong
Deselerasi dini karena stimulasi vegal dari
Pantau perubahan periodik DJJ terhadap deselerasi kopresi kepala harus kembali pada pola dasar
berat, sedang atau lama. Perhatikan adanya deselerasi diantara kontraksi
variabel atau lambat.
Deselerasi variabel meandakan hipoksia
karena kemungkinan terjebaknya tali pusat
atau pada tali pusat nukal atau
Perhatikan variabilitas DJJ jangka pendek dan jangka pendek.Deselerasi lambat menandakan
panjang insufisiensi uteroplasenta, yang tidak boleh
dizinkan bila menetap selama lebih dari 30
Kolaborasi ment.
Lakukan pemeriksaan vagina steril, rasakan prolap. Rata-rata perubhan denyut per denyut harus
Bila prolap ada, angkat verteks dari tali pusat. direntang dari 6 sampai 10 dpm, menandakan
integritas SSP janin.
Pindahkan pada lingkungan perawatan akut, bila klien
pad pusat kelahiran alternatif. Peninggian verteks membantu membebaskan
tali pusat, yang dapat ditekan diantara bagian
presentasi dan jalan lahir.
Pantau DJJ secara elektronik dengan lead internal. Bila Pada kasus bradikardi atau penurunan
bradikardi berat, muncul deselerai lambat atau variabilitas DJJ, pemantauan lebih invasif,
deselerasi variabel lama : peralatan perawatan akut atau kelahiran
sesaria dapat dilakukan.

 Posisikan klien pada posisi miring kiri, Pemantauan elektronik memungkinkan


tingkatkan cairan IV biasa. pengkajian akurat dan kontiniu. Elektroda
 Berikan Oksigen pada klien kulit kepala langsung secara akurat
mendeteksi respon janin abnormal dan
penurunan pada variabilitas denyut per denyut.
Meningkatkan volume darah sirkulasi ibu dan
perfusi plasenta

 Bantu sesuai kebutuhan pada pengambilan Meningkatkan ketersediaan oksigen sirkulasi


sampel kulit kepala janin intermiten untuk ambilan janin. Selama tahap persalinan
ini, naiknya proses metabolik meningkatkan
 Siapkan untuk intervensi bedah bila kelahiran konsumsi O2 dua kali kadar nomal.
spontan pervaginam atau melahirkan dengan
forsep tidak memungkinkan Menentukan kecendrungan pada status asam
basa janin. Selama tahap persalinan ini
naiknya proses metabolik meningkatkan
konsumsi O2 dua kali kadar normal.
Cara kelahiran yang cepat harus
diimplementasikan bila janin mengalami
hipoksia atau asidosis berat atau tidak pulih.

34
INDUKSI PERSALINAN

Defenisi
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada
tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.

Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena:
1. Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan
(kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi
persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi
dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
a. Pertumbuhan janin makin melambat.
b. Terjadi perubahan metabolisme janin.
c. Air ketuban berkurang dan makin kental.
d. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan
kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi
oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu
mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well
health mother dapat tercapai.

2. Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau
menderita diabetes.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara
langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan
dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
a. Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan
pada minggu-minggu awal kehamilan).
b. Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi.
c. Hidramnion.
d. Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena
dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
e. Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada
kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat.
f. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat
bawaan.

3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
4. Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika
selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion.
Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan
dini infeksi setelah ketuban ruptur.

5. Mempunyai riwayat hipertensi.


Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan
tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin.
Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan,

35
sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan
penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu
ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit
vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala
dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta
lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi
nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan
kesadaran mental dan tingkat kesadaran.
Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia.
Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama
nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau
didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam
minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.

Indikasi pokok untuk induksi persalinan:


1. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan lebih
baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
2. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau masalah-
masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.

Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat
usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta
yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan
oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya,
preeklamsia berat.
Kontra indikasi induksi persalinan antara lain adalah:
1. Bagi ibu
a. Plasenta previa.
b. Grande multipara.
c. Infeksi herpes genital aktif.
d. Riwayat insisi uterus klasik atau bedah uterus.
e. Distensi rahim yang berlabihan, misalnya pada hidramnion.
2. Bagi bayi
a. Disproporsi sefalopelvis.
b. Malposisi dan malpresentasi janin.
c. Denyut janung janin yang meragukan.

Manifestasi klinis
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa
lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang
berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani.
Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses
induksi kemudian dilakukan operasi caesar.

Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang
menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan
terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga
otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot
rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim.
Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan
kesakitan perinatal.
36
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun
setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen (< 4
ug/ml). Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan kejadian gawat janin. Akibat dari proses penuaan
plasenta maka pasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Janin
mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat. Dalam hal ini dapat disebut dismatur. Sirkulasi
uteroplasenter akan berkurang jadi 50% menjadi 250 ml/menit. Jumlah air ketuban yang berkurang
mengakibatkan perubahan abnormal jantung janin. Kematian janin akibat kehamilan lewat waktu adalah
terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam persalinan, dan 15% dalam posnatal. Penyebab utama
kematian perinatal ini adalah hipoksia dan apirasi mekonium. Komplikasi yang terjadi oleh bayi baru lahir
adalah suhu yang tidak stabil, hipoglikemi, polisistemia, dan kelainan neurologik.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemasokan makanan pada janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa berdifusi secara tetap melalui
plasenta pada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir sama dengan kadar darah ibu. Insulin ibu
tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar
gula dipengaruhi oleh insulin, disamping hormon estrogen, steroid, dan plasenta laktogen. Absorbsi
makanan yang lambat terjadi hipoglikemia yang lama dan menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm
kebutuhan insulin meningkat 3 kali dari keadaan normal.ini disebut sebagai tekanan diabetojenik dalam
kehamilan. Secara fisiologi terjadi resistensi insulin yaitu bila ditambah insulin eksogen takkan mudah
terjadi hipoglikemi.
Yang jadi masalah bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif
hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan (diabetes yang timbul hanya dalam
kehamilan). Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin, kortisol,
dan plasenta laktogen. Hormon ini mempengaruhi reseptor insulin pada sel, sehingga mengurangi afinitas
insulin.
Pada ketuban pecah dini, dapat disebabkan oleh selaput ketuban yang terlalu tipis, adanya infeksi.
Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat naik masuk ke dalam kantong amnion
maka dapat terjadi amnionitis dan plasentitis. Meski selaput utuh, mikroorganisme dapat naik dan
menyebabkan ketuban pecah dini.
Pada preeklamsia, volume plasma yang beredar menurun, hingga terjadi hemokosentrasi dan
peningkatan hematokrit maternal. Ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi unit
janin-uretroplasenta. Vasospasme menurunkan fungsi perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah
merah, sehingga kapasitas oksigen maternal turun. Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensitifitas
terhadap tekanan peredaran darah. Selain kerusakan endotelial, vasospasme arterial turut menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler. Ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume
intravaskular, mmpredisposisikan pasien yang mengalami preeklamsia mudah menderita edema paru.

Woc (terlampir)
Terapi
Induksi dapat dilakukan dengan:
1. Surgikal
Dengan cara:
a. Melepaskan/memisahkan selaput kentong ketuban dari segmen bawah uterus (stripping). Ada
dua cara, yaitu:
 Manual, dengan jari tengah/telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis
 Dengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen bawah uterus melalui
kanalis servikalis, diisi cairan, diharapkan akan mendorong selaput ketuban di
segmen bawah uterus sampai terlepas.
Hambatan yang dihadapi dalam tindakan ini adalah:
a. Serviks yang belum dapat dilewati oleh jari
b. Bila didapatkan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan.
c. Bila kepala belum cukup turun
dalam rongga panggul.

37
b. Memecahkan selaput kantong ketuban (amniotomi)
Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecah ketuban baik dibagian bawah depan
(fore water) maupun dibagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus (Drewsmith
catheter – Macdonald klem). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana
pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
Beberapa teori mengemukakan bahwa:
a. Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi
rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
b. Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira-kira 40 menit
setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot rahim dan
keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim.
c. Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana
didalamnya terdapat banyak syaraf-syaraf yang merangsang kontraksi rahim.
Setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda permuaan persalinan,
maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan infus
oksitosin.
Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit, antara lain:
a. Infeksi
b. Prolapsus funikuli
c. Gawat janin
d. Tanda-tanda solusio plasenta (bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara cepat).

Teknik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah kanan dimasukkan dalam jalan lahir sampai sedalam kanalis
servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah
sedemian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke arah atas. Tangan kiri kemudian
memasukkan pengait khusus kedalan jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang sudah
berada di dalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah yang didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk
dan merobek selapu ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini juga dapat dilakukan dengan
satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, lalu
dimasukkan dalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Waktu tindakan ini dikerjakan,
seorang asisten menahan kepala janin ke dalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban
mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedang jari tangan yang di dalam
memperlebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk
menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin gawat janin dan
solutio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir.

2. Medisinal
Dengan menggunakan obat-obat
untuk menstimulasi aktifitas uterus, misalnya spartein sulfat, prostaglandin, dan oksitosin.
Pemerian cairan hipertonik intraamnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan
38
dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai adalah dapat berupa cairan garam hipertonik
20%, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk
memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Tapi cara ini dapat menimbulkan penyakit yang
berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi, dan gangguan pembekuan darah.

Pemberian oksitosin
Oksitosin merupakan hormon yang dalam keadaan normal diproduksi oleh kelenjar hipofifis
posterior, merangsang kontraksi uterus. Indikasi pemberian oksitosin yaitu; bahaya pada janin yang
dicurigai, kebutuhan untuk menstimulasi uterus, ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu,
penyakit diabetes/hipertensi. Kontraindikasi pemakaian oksitosin yaitu; disporposisi sefalopelvis
(CPD), denyut jantung janin meragukan, plasenta previa, riwayat insisi uterus, infeksi herpes
genital.
Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik
pada ibu manupun janin, maka diperlukan syarat-syarat antara lain:
a. Kehamilan atterm.
b. Ukuran panggul normal.
c. Tidak ada disproporsi antara pelvis dan janin.
d. Janin dalam presentasi kepala.
e. Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan sudah mulai
membuka. Untuk menilai servik memakai skor Bishop.

Cara pemberian oksitosin:


1. Semalam sebelum infus oksitosin, hendaknya ibu tidur nyenyak.
2. Pagi harinya penderita diberi pencahar.
3. Infus oksitosin hendaknya dikerjakan di pagi hari dengan observai yang baik..
4. Siapkan cairan Dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin.
5. Cairan yang mengandung 5 ml U oksitosin dialirkan secara intravena melalui saluran infus
dengan jarum no 20 G.
6. Jarum suntik intravena dipasang di bagian volar lengan bawah.
7. Tetesan permulaan dibuat agar kadar oksitosin mencapai 2 mU permenit.
8. Timbul kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit his tetap
lemah, tetesan dapat dinaikkan. Umumnya tetesan maksimal diperbolehkan mencapai kadar 30-
40m UI permenit. Bila sudah mencapai kadar ini, namun kontraksi rahim belum juga timbul,
maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatan
kontraksi lagi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.
9. Ibu dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania
uteri, tanda-tanda ruptura uteri, laserasi serviks, plasenta lepas secara prematur, pendarahan
setelah melahirkan, maupun tanda-tanda gawat janin.
10. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapt
dikurangi atau sementara dihentikan.
11. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai, yaitu sampai 1 jam
sesudah lahirnya plasenta.
12. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakuakan dengan periksa dalam bila his telah
kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infus oksitosin bila ternyata kemudian persalinan telah
berlangsung, maka infus oksitosin dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segara setelah kala
II dimulai, maka tetesan infus oksitosin dipertahankan dan ibu dipimpin mengejan atau
dibimbing dengan persalinan buatan sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tapi bila
sepanjang pemberian infus oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin, maka infus
oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan segera diselesaikan dengan seksio sesarea.

Pemberian prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim. Prostaglandin yang
spesifik untuk merangsang otot rahim adalah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk indikasi persalinan
39
prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal, rektal, dan intra amnion. Pada
kehamilan aterm, indikasi persalinan dengan prostaglandin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari
pemberian prostaglandin adalah muntah, mual, diare.

Tanda-tanda induksi yang baik adalah:


a. respon uterus berupa aktifitas kontraksi miometrium baik
b. kontraksi sietris, dominasi fundus, relaksasi baik (sesuai dengan tanda-tanda his yang
baik/adekuat)
c. nilai pelvik menurut Bishop

3. Rangsangan pada puting


susu (breast stimulation)
Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengeruhi hipofisis posterior untuk
mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Pada salah satu puting susu, atau daerah
areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah
tersebut, maka sebaiknya pada daerah puting dan areola mammae diberi minyak pelicin. Lamanya
tiap kali melakukan masase ini adalah ½ jam – 1 jam, lalu istirahat beberapa jam dan kemudian
dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan melakukan
tindakan ini pada kedua payudara secara bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan yang
berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri cara induksi seperti ini memberikan hasil yang baik.
Cara-cara ini baik sekali untuk melakukan pamatangan serviks pada kasus-kasus kehamilan lewat
waktu.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostic
- EKG
Mengkaji status kardiovaskuler
- Pelvimetri
Mengidentifikasi disproposisi sevalopelviks (CPD) atau posisi janin.
- Test fern dan/atau kertas nitrazin
Untuk memastikan pecah ketuban
- Ultrasonografi
Menentukan usia gestasi, ukuran janin, danya gerakan jantung janin, dan lokasi plasenta.
- Amnioskopi
Melakukan pemeriksaan pada liquor amnii
- Pembuatan foto rongten janin
Menentukan tua janin
- NST (Non Sterss Test)
Janin yang sehat akan bergerak aktif dilihat dari peningkatan denyut jantung janin,
mengevaluasi janin/fungsi plasenta.
- OCT (Oxytocin Challange Test)
Untuk indikasi persalinan induksi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Proteinuri (5gr dalam urin 24 jam)
- Kreatinin: 2mg/100 ml
- Glikosuria
- Hitung sel darah lengkap (Hb, Ht, trombosit, sel darah merah), untuk menentukan adanya
anemia dan infeksi, serta tingkat hidrasi.
- Golongan darah dan faktor Rh
40
- pH kulit kepala, untuk menandakan derajat hipoksia
- Rasio lesitin-sfingomielin (rasio L/S), mulai meningkat pada minggu ke 35 untuk
menentukan maturitas janin.
- Lendir vagina.
- Nitrogen urea darah (BUN) kurang dari 10 gr.

Pemeriksaan fisik
- TTV
- Kesadaran pasien
- Conjungtiva anemis/tidak
- Oedem
- Refleks bisep dan patella
- Kontraksi uterus (lama dan frekuensinya)
- Pemeriksaan Manuver Leopold
- Denyut jantung janin (DJJ)
- Pendarahan
- Kandung kemih dan rektum
- Cairan amnion (baik dari warna, jumlahnya, karakteristik atau adanya infeksi/tidak)

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama: Tanggal masuk:
No rek medis:
Usia
Bb:
Tb:
Pekerjaan:
No telp:
Alamat:
Suami:
Pekerjaan:
Alamat:

2 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
- Riwayat keputihan
- Riwayat penyakit kista
- Riwayat FAM
- Riwayat kehamilan ganda
- Riwayat penyakit ginjal
- Riwayat preeklamsi, eklamsi
- Riwayat DM, hipertensi
- Riwayat imunisasi Rh
- Korioamnitis
- Riwayat penyakit jantung maternal sianotik
- Riwayat ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
o Otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan

41
o Tidak timbulnya kontraksi atau kontraksinya lemah
o Nyeri epigastrium
o Oedem
o Nyeri kepala di frontal
o Kram abdomen
o Hipotensi
o Takikardi
o Nyeri di uterus akibat pemberian oksitosin
o Peningkatan kontraksi yang berlebihan
o Hiperrefleksia
o Dehidrasi
o Mual, muntah, diare
o Perubahan tingkat kesadaran dan mental
o Pusing, letih, cemas, gelisah
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
o Riwayat ketuban pecah dini
o Riwayat kehamilan lewat waktu
o Riwayat hipertensi
o Riwayat DM
o Riwayat preeklamsi, eklamsi

3. Riwayat Obstetri
- GPHA (gravid, partus, hidup, abortus)
- Anak yang ke berapa
- Lahir dengan cara apa
- Jenis kelamin
- BB lahir
- Keluhan
- Komplikasi saat melahirkan
- Persalinan yang tergesa-gesa pada kehamilan sebelumnya

4. Riwayat Menstruasi
- Kapan dapat menstruasi
- Lama menstruasi dan frekuensinya
- Siklus menstruasi
- Keluhan yang dialami saat menstruasi
- HPHT

5. Riwayat Pola Makan, Istirahat, BAB, BAK


- Riwayat merokok
- Riwayat mengkonsumsi alkohol, dan obat-obatan
- Intake makanan (jenis, jumlah, frekuensi)
- Pola istirahat/tidur
- Pola BAB, BAK
- Pola aktivitas
- Adanya penurunan berat badan ibu

6. Riwayat Keluarga Berencana


- Alat KB yang digunakan
- Lama dan waktu penggunaan
- Efek yang dirasakan

42
II. RENCANA KEPERAWATAN

ANALISA DATA
No Data Penunjang Masalah Keperawatan Diagnosa Keperawatan
1. Do: Nyeri Nyeri berhubungan dengan
- Klien terlihat menger- perubahan karakteristik
nyitkan dahi kontraksi yang dirangsang
- Klien terlihat meringis secara kimia, masalah
menahan nyeri psikologis.
- Nyeri di daerah uterus
- Klien terlihat ber-
keringat banyak
- Klien terlihat gelisah
- Adanya perubahan
psikologi dari klien
- Peningkatan kontraksi
yang berlebihan di uterus

Ds:
- Klien meringis mena- han
nyeri
- Klien mengatakan nyeri
di daerah uterus
-
2. Do: Resiko tinggi kerusakan pertukaran Resiko tinggi kerusakan
- Adanya hipoksia gas pada janin pertukaran gas pada janin
- Takikardi berhubungan dengan
- Adanya aspirasi perubahan aliran arah ke
mekonium plasenta atau melalui tali
- Paru-paru terlihat oedem pusat (prolaps)
- Adanya penurunan
pasokan oksigen dari ibu
ke janin
Ds:
- Terlihat membiru
- Penurunan berat janin
karena kurangnya
pasokan oksigen dari ibu
3. Do: Resiko tinggi cedera Resiko tinggi cedera
- Adanya kram abdomen berhubungan dengan
- Adanya kontraksi yang efek/respon merugikan
berlebihan terhadap intervensi
- Adanya peningkatan suhu terapeutik
tubuh
- Ruptur uteri
Ds:
- Ibu mengeluhkan
abdomennya kram
-
4. Do: Ketakutan, ansietas Ketakutan, ansietas
- Klien terlihat tegang, berhubungan dengan krisis
cemas, dan takut situasi, ancaman yang
- Klien telihat gelisah dirasakan pada klien/janin,
Ds: penyimpangan yang tidak
- Klien mengatakan merasa diantisipasi dari harapan
43
cemas, tegang, dan
gelisah
- Klien mengatakan cepat
merasa lelah, pusing

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan perubahan karakteristik kontraksi yang dirangsang secara kimia, masalah
psikologis.
2. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan perubahan aliran arah ke
plasenta atau melalui tali pusat (prolaps)
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan efek/respon merugikan terhadap intervensi terapeutik
4. Ketakutan, ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman yang dirasakan pada klien/janin,
penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan

INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan perubahan karakteristik kontraksi yang dirangsang secara kimia, masalah
psikologis.
Kriteria hasil:
- Berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan sensasi nyeri dan meningkatkan kenyamanan.
- Tampak rileks diantara kontraksi.
- Melaporkan nyeri berkurang/dapat diatasi.

Intervensi Rasional
Mandiri
Buat upaya yang memungkinkan klien/pelatih untuk Jawaban pertanyaan dapat menghilangkan
merasa nyaman mengajukan pertanyaan. rasa takut dan meningkatkan pemahaman.

Diskusikan perubahan/perbedaan yang dianisipasi dalam Membantu menyiapkan klien karena prosedur
pola persalinan dan kontraksi. induksi, kontraksi sering, yang secara negatif
sering mengganggu kemampuan klien untuk
menggunakan teknik koping yang dipelajari,
yang memperlambat terbentuknya pola
kontraksi yang mungkin.
Tinjau ulang/berikan instruksi dalam teknik pernapasan Mendorong relaksasi dan memberikan klien
sederhana cara mengatasi dan mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Relaksasi dapat membantu menurunkan
Berikan instruksi bila perlu. tegangan dan rasa takut, yang memperberat
nyeri dan menghambat kemajuan persalinan.
Berikan tindakan kenyamanan (mis: masase, gosokan Meningkatkan relaksasi, menurunkan
punggung, sandaran bantal, pemberian kompres sejuk, tegangan dan ansietas, dan meningkatkan
memberikan es batu/pelembab bibir). koping dan kontrol klien.
Anjurkan dan bantu klien dalam perubahan posisi dan
penyelarasan EFM. Mencegah/membatasi keletihan otot;
Tinjau ulang analgesik yang ada dan tepat untuk klien, meningkatkan sirkulasi.
dan jelaskan faktor waktu dan pembatasannya.
Meningkatkan kemampuan klien untuk
mengontrol situasi dan memberikan informasi
yang perlu untuk membut pilihan informasi.
Bila klien diberi obat sebelum ia dilatasi 5 cm,
kemajuan persalinan mugkin melambat; bila
Berikan dorongan; pertahankan supaya klien tetap kelahiran sebentar lagi (dalam 2-4 jam), obat
44
mendapatkan informasi tentang kemajuan. dapat menekan bayi baru lahir.
Meyakinkan klien/pelatih. Memberikan
penguatan positif terhadap upaya-upaya dan
Kolaborasi meningkatkan fokus pada masa depan.
Berikan obat analgesik saat dilatasi dan kontraksi
terjadi.
Menghilangkan nyeri; meningkatkan relaksasi
dan koping dengan kontraksi, memungkinkan
klien tetap berfokus pada kerja persalinan.

2. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan perubahan aliran darah ke
plasenta atau melalui tali pusat
(prolaps).
Kriteria hasil:
- Menunjukkan DJJ dalam batas normal, bebas dari deselerasi lambat
- Menunjukkan perilaku yang meningkatkan keamanan janin

Intervensi Rasional
Mandiri
Perhatikan maturitas janin berdasarkan pada riwayat Usia gestasi janin harus berusia 36 minggu atau
klien, PTK, dan pengukuran uterus. lebih untuk induksi atau augmentasi persalinan
untuk dilakukan kecuali kondisi ibu
memerlukan intervensi sebelum waktu ini.
Lakukan manuver Leopold dan pemeriksaan vagina Menentukan apakah janin pada presentasi
streril. Perhatikan presentasi dan posisi janin. verteks dan mengesampingkan CPD. Bila
bagian presentasi terlalu tinggi (-2 cm),
amniotomi mungkin perlu ditunda, karena
resiko prolaps tali pusat.
Posisi klien trelentang dengan bagian kepala pada Membantu mendaptakan strip pemantauan janin
tempat tidur ditinggikan dan bantal atau tempat eksternal adekuat untuk mengevaluasi pola
penopang ditaruh dibawah salah satu panggul, lebih kontraksi dan irama jantung janin. Penopang
disukai di kanan, sehingga klien miring. menghilangkan tekanan janin pada vena cava
dan meningkatkan sirkulasi plasenta.
Gunakan EFM (electronic fetal monotoring) 15-20 Menentukan kesejahteraan janin, dan
menit sebelum prosedur induksi. memberikan pengkajian dasar DJJ dan aktivitas
Pantau DJJ, sesuai indikasi, dalam hubungannya uterus.
dengan amniotomi. Menentukan DJJ sebelum dan setelah prosedur
memberikan informasi untuk menjamin
kesejahteraan janin. Akselerasi selama periode
pendek setelah amniotomi adalah normal;
nemun tanda-tanda distress dapat menandakan
hipoksia janin, karena kompresi tali pusat atau
deselerasi lambat.
Mungkin diperlukan untuk menegaskan posisi
Berikan tekanan pudendal, sesuai indikasi. bagian presentasi pada serviks untuk mencegah
prolaps tali pusat selama amniotomi.
Janin matur harus dilahirkan dalam 24 jam dari
Perhatikan pecah ketuban dan karakter dan konsistensi pecahnya ketuban untuk mengurangi resiko
cairan. infeksi asenden. (Catatan: bila janin tidak matur,
pengukuran dapat dilakukan untuk menghindari
kelahiran selama meungkin kecuali tanda-tanda
infeksi/distres terlihat).
Pengkajian yang tepat harus dilakukan untuk
menghindari hipoksia. Rentang normal DJJ
adalah 120-160 dpm. Untuk menjamin
45
Kaji reaksi DJJ terhadap kontraksi, perhatikan kesejahtearaan janin, oksitosin perlu dihentikan
bradikardia, dan deselerasi lambat atau bervariasi. dan dilakukan tindakan berbeda, tergantung
pada interpretasi pencitraan EFM.

Menentukan usia janin dan presentasi;


membantu mengidentifikasi CPD dan kebutuhan
Kolaborasi janin/neonatal lain selama dan setelah kelahiran.
Tinjau ulang hasil ultrasonografi dan amniosintesis, Elektroda janin internal harus digunakan untuk
pelvimetri dan rasio L/S. observasi lebih akurat, khususnya bila ada
tanda-tanda distres janin atau mekonium.
Kandung kemih penuh dapat mengganggu
Bantu sesuai kebutuhan dalam penggunaan elektroda posisi janin dan penempatan pemantau.
janin internal.

Izinkan klien berkemih sebelum pemberian oksitosin


dan sebelum penggunaan elektroda janin.

3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan efek/respon merugikan terhadap intervensi terapeutik.
Kriteria hasil:
- Mengembangkan/mempertahankan pola persalinan yang baik, mis: kontraksi masing-masing 2-3
menit, berakhir 40-50 detik dengan relaksasi uterus pada tonus normal diantara kontraksi.
- Menyelesaikan kelahiran tanpa komplikasi

Intervensi Rasional
Mandiri
Tinjau ulang catatan pranatal terhadap riwayak Memberikan informasi yang diperlukan dalam
kehamilan sebelumnya dan hasilnya, pemeriksaan membuat rencana asuhan perawatan. Membuat
laboratorium pranatal, pengukuran pelvis, alergi, perawat waspada terhadap kemungkinan
penambahan BB, tanda vital, periode menstruasi terjadinya masalah.
terakhir, dan perkiraan tanggal kelahiran (PTK).

Dapatkan riwayat berkenaan dengan insersi batang


laminaria atau supositoria prostaglandin vagina. Insersi batang laminaria pada malam sebelum
induksi melunakkan serviks dan memudahkan
induksi persalinan. (Catatan: terjadinya reksi
merugikan seperti hipertonisitas / aktivitas
uterus atau mual/muntah memerlukan
penghentian / pembuangan jel prostaglandin).
Lakukan pemeriksaan vagian steril untuk menentukan Penonjolan lunak, parsial (lebih dari 50%)
kesiapan atau kematangan serviks dan posisi janin. dan/atau dilatasi (sedikitnya 3 cm) serviks
Ulangi sesuai indikasi dengan reaksi klien dan pola ”matang” dengan sedikit atau tanpa dilatasi
kontraksi. memerlukan 2 atau 3 percobaan sebelum
induksi berhasil. Waktu amniotomi tergantung
pada posisi janin. Pemeriksaan berulang
menentukan kemajuan persalinan, tetapi untuk
menghidari infeksi, ini harus dibatasi sebanyak
mungkin setelah pecah ketuban.
Mengkaji kesejahteraan ibu dan mendeteksi
Periksa TD dan nadi setiap 15 menit setelah induksi terjadinya hipotensi / hipertensi. Oksitosin
mulai dan sebelum peningkatan oksitosin. diberikan dengan perlahan dalam jumlah yang
meningkat. 15-20 menit penginfusan perlu
untuk mencapai kadar darah terapeutik dari
oksitosin. Ini dengan cepat dimetabolisme dan
46
diekskresikan oleh ginjal, sehingga infus
konstan harus dipertahankan. Kontraksi teratur
dalam konsisten dari kualitas yang baik
diperlukan untuk mendilatasi serviks secara
efektif.
Pemantauan cermat penting untuk menentukan
respons klien/janin terhadap prosedur, untuk
Evaluasi pemantau pencitraan secara konstan. mengidentifikasi reaksi merugikan dan
Perhatikan frekuensi dan reaktifitas DJJ. menghasilkan pola persalinan efektif.
Pemanatauan uterus eksternal menandakan
frekuensi, bukan intensitas dari kontraksi.
Palpasi fundus untuk mengevaluasi frekuensi dan Persalinan / melahirkan cepat dapat terjadi,
durasi kontraksi. Observasi stimulasi berlebihan meningkatkan resiko trauma servikal dan
uterus (kontraksi tatenik). Catat intensitas dan tonus jaringan lunak. Stimulasi berlebihan
istirahat diantara kontraksi bila kateter intrauterus menyebabkan hipoksia janin, ruptur uterus dan
digunakan. pelepasan plasenta prematur. Bila kontraksi
berakhir lebih dari 60 detik atau masing-masing
terjadi lebih dari 2-3 menit, oksitosin harus
dihentikan.
Pencitraan pemantau adalah dokumen legal,
menunjukkan kemajuan induksi, respon
Dokumentasi tanda vital, medikasi, awitan oksitosin, janin/ibu, dan tindakan yang dilakukan staf
dan peningkatan dosis, perubahan posisi, pemberian perawatan kesehatan.
oksigen dan waktu pemeriksaan vagina steril pada
pencitraan pemantauan. Penurunan haluaran dengan peningkatan berat
Pantau masukan dan haluaran. Ukur berat jenis urin. jenis menunjukkan kekurangan cairan. Retensi
Palpasi kandung kemih. urin dapat menghambat persalinan dan turunnya
janin.
Intoksikasi air dapat terjadi tergantung pada
Perhatikan laporan kram abdomen, pusing, dan kecepatan/jenis cairan yang diberikan.
mual/muntah; adanya alergi, adanya letargi, hipotensi,
takikardia, dan disritmia jantung.
Menurunkan resiko infeksi dan/atau
Berikan perawatan perineal sesuai indikasi. Pantau memberikan deteksi dini terjadinya infeksi.
suhu setiap 2 jam. Perhatikan warna dan bau drainase Adanya kandungan mekonium menandakan
vagina. distres janin.

Kolaborasi
Tinjau ulang nilai-nilai laboratorium pranatal. Mengevaluasi status ibu dan janin dan
Lakukan tes fern atau kertas nitrazin, bila menentukan apakah ketuban telah pecah.
diindikasikan.
Memudahkan pematangan servikal; dapat
Bantu dengan apklikasi jel prostaglandin. merangsang persalinan dan/atau meningkatkan
keefektifan infus oksitosin.
Pecah ketuban dapat merangsang persalinan
Bantu dengan amniotomi. Tempatkan klien pada tanpa memerlukan infus obat (keberhasilan kira-
posisi semifowler rendah dengan lutut menekuk untuk kira 80% dari klien term), atau ini dapat
pemeriksaan vagina. dilakukan dalam hubungannya dengan
pemberian oksitosin. Amniotomi
dikontraindikasikan bila bagian presentasi
tinggi.
Kateter diameter besar disiapkan pada kasus
Mulai jalur I.V utama dengan kateter indwelling kebutuhan intervensi bedah, transfusi darah,
diameter besar. atau pemberian cairan/obat darurat.
47
Pemantauan internal secara akurat
memperbanyak intensitas dan frekuensi
Bantu sesuai kebutuhan dengan pemasangan kateter kontraksi dan membantu mengidentifikasi
intrauterus. stimulai berlebihan dan kemungkinan ruptur
uterus karena pemberian oksitosin berlebihan.
Hormon oksitosin sintetik merangsang otot
polos uterus, meningkatkan ekstabilitas sel-sel
otot, yang meningkatkan kekuatan kontraksi.
Encerkan dan berikan oksitosin dalam larutan Oksitosin dapat dihentikan bila perlu, dan sisi
elektrolit dengan sistem 2 botol (a two bottle I.V), utama dapat dengan cepat dibersihkan dan
oksitosin dihubungkan (piggybacking) dekat pada sisi tersedia untuk infus lain bila larutan diinfuskan
I.V, sesuai kebijakan unit dan prosedur. dekat dengan sisi I.V. Selain itu, intoksikasi air
dapat diakibatkan dari kelebihan atau pemberian
cairan yang cepat, khususnya bila D5W
digunakan sebagai pengganti larutan elektrolit.
Kesalahan atau fluktuasi dalam kecepatan
pemberian dapt menyebabkan obat yang
diberikan kurang atau berlebihan,
mengakibatkan ketidakadekuatan kontraksi atau
Observasi pencegahan yang aman berhubungan ruptur uterus. Pemberian obat dipastikan dengan
dengan penggunaan infus dan memberi label yang pemantauan yang ketat terhadap pompa dan
tepat pada larutan oksitosin. penurunan kadar cairan. Pencampuran larutan
dalam sistem 2 botol dapat mengakibatkan
overdosis obat.
Hiperstimulasi uterus (tekanan intrauterus lebih
besar dari 75 mmHg) menimbulkan abruptio
plasenta, tetani uterus, dan kemungkinan ruptur.
Meskipun waktu paruh sirkulasi oksitosin
adalah 3-4 menit, aktivitas uterus dari efek-efek
Hentikan oksitosin, sesuai indikasi, dan tingkatkan pemberian oksitosin dapat berakhir 20-30 menit
infus larutan biasa. Beri tahu dokter. setelah penginfusan dihentikan. MgSO4 dapat
diindikasikan untuk menghilangkan tetani uterus
Berikan magnesium sulfat (MgSO4) 1-2 gram dengan kerena oksitosin.
perlahan, bila perlu.

4. Ketakutan, ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman yang dirasakan pada klien/janin,
penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan.

Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji status psikologis dan emosional. Adanya gangguan kemajuan normal dari
persalinan dapat memperberat perasaan ansietas
dan kegagalan. Perasaan ini dapat mengganggu
kerja sama klien dan menghalangi proses induksi.
Klien mungkin takut atau tidak memahami
dengan jelas kebutuhan terhadap induksi
Ajarkan pengungkapan perasaan. persalinan. Rasa gagal karena karena tidak
mampu ”melahirkan secara alamiah” dapat
terjadi. (Catatan: Pada kasus kematian janin,
menjalani persalinan secara khusus mengganggu
dan memerlukan dukungan kuat).
Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa
menuduh diri sendiri.

48
Gunakan terminologi positif; hindari penggunaan Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi
istilah yang menandakan abnormalitas prosedur atau untuk membantu proses persalinan adalah refleksi
proses. negatif pada kemampuan dirinya sendiri.
Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun
Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kebanyakan dari apa yang sedang terjadi diluar
kehilangan harga diri. kontrolnya.
Membantu menurunkan ansietas dan
memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara
Berikan kesempatan pada klien untuk memberi aktif.
masukan pada proses pengambilan keputusan.
Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernafasan
dan latihan relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA

Farrer, Helen. 1996. Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC.


Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal – Bayi. EGC.
Mattson, Susan dan Judy E Smith. 2000. Core Curriculum for Maternal – Newborn Nursing. Saunders
Company.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC.
Wiknjosastro, Hanifah. 1989. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifah. 1989. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
www.medicastore.com. Kehamilan Beresiko Tinggi. Diakses tanggal 7 September 2007.
www.ayahbunda-online.com. Kelahiran. Diakses tanggal 7 September 2007.
www.conectique.com. Persalinan Normal dengan Induksi. Diakses tanggal 7 September 2007.
www.info-sehat.com. Tipe persalinan dengan Bantuan?. Diakses tanggal 7 September 2007.
Yulianti, Devi. 2005. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta. EGC.

49
SEKSIO CAESAREA

Defenisi

Adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
(laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)..(dunn j. Leen obstetrics and gynekology)

Sebab-Sebab

Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses
persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi
komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin.

3 faktor tersebut adalah :

o Jalan lahir (passage)


o Janin (passanger)
o Kekuatan yang ada pada ibu (power)

Indikasi

Didasarkan atas 3 faktor :

1. Faktor janin.

a. Bayi terlalu besar

Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.
Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan
juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah
dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang
dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan
dilakukan seksiocaesarea.

b. Kelainan letak

- Letak sungsang.

Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih
besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala
berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ;
pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu,
padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma
karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang
rangka dan viseral abdomen.

- Letak lintang.

50
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan
dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar
dan ukuran janin.

Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di
dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan
kerusakan otak janin.

c. Gawat janin

Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui
dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi
cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak
dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.

d. Janin abnormal

Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.

e. Plasenta

- Plasenta previa.

Posisi plasenta terletak sibawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam
keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ini sangat berbahaya menyebabkan janin
kekurangan oksigen dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC,
dikhawatirkan akan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks uteri dan SBR
menjadi tipis dan mudah robek.

- Solusio plasenta

Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan
untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai
dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.

- Plasenta accreta

Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel
sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.

- Yasa previa

Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak.

f. Kelainan tali pusat.

- Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)

Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat
telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.

- Terlilit tali pusat

51
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir
sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya
kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.

g. Bayi kembar

Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi
preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.

2. Faktor ibu

a. Usia

Ibu ynag melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko melahirkan dengan
seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM,
dan preeklamsia.

b. Cephalopevic disspiroprion.

Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan
dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari
145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila
konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12 cm. Panggul tengah dianggap sempit
bila ukuran distansia tuberum kecil atau sama dengan 8cm.

c. Persalian sebelumnya dengan seksio caesarea

Umunya seksio caesarea dilakukan pada persalinan kedua bila opersai sebelumnya mengguankan
sayatan vertikal (corporal) atau operasi dengan teknik sayat melintang dan terdapat hambatan untuk
persalinan pervaginam.

d. Hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir kaku dan tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan jalan lahir, tali pusat pendek. Keadaan ini meyebabkan
persalinan terlambat atau distosia.

e. Kelainan kontraksi rahim

Jika kontraksi rahim lemah, tidak terkoordinasi atau leher rahim tidak elastis, sehingga tidak dapat
melebar pada proses persalinan menyebabkan kepala janin tidak terdorong melewati jalan lahir.

f. Ketuban pecah dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus lahir segera. Kondisi ini
membuat air ketuban merembes keluar sehingga memudahkan masuknya bakteri melalui vagina.

Jenis- jenis seksio caesarea

1. Seksio caesarea transperitonel profunda

Teknik laparatomi transpertoneal profunda:

- pasang dauercatheter, pasien dalam posisi trendelenburg ringan

52
- buat insisi vertikal 2-3 cm digaris tengah dibawah umbilikus sampai ke rambut pubis melalui kulit
sampai fasia
- pegang tepi fasia dengan forsep dan perpanjang insisi ke atas dan ke bawah dengan menggunakan
gunting
- gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot dinding abdomen
- gunakn jari untuk membuka peritoneum dekat umbilikus. Gunakan gunting untuk memperpanjang
insisi ke atas dan kebawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan gunting untuk memisahkan
lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah peritoneum dengan hati- hati guna mencegah
sedera kandung kemih.
- Letakkan retraktor kadung kemih di atas tulang pubik.
- Gunakan forsep untuk mengangkat tulang peritoneum yang kendur yang menutupi permukaan
anterior segmen bawah uterus dan buat insisi dengan gunting.
- Lebarkan insisi dengan menempatkan gunting diantara uterus dan serosa yang longgar dan
menggunting sekitar 3 cm pada setiap sisi dalam bentuk melintang.
- Gunakan dua jari untuk mendorong kandung kemih ke bawah segemn bawah uterus. Letakkan
kembali retraktor kandung kemih di atas tulang pubik dan kandung kemih.

Membuka uterus

o Gunakan pisau bedah untuk membuat insisi melintang sepanjang 3 cm di segmen bawah uterus.
Insisi tersebut seharusnya berada sekitar 1 cm di bawah insisi serosa vesiko uterin yang dibuat
untuk menurunkan kadung kemih.
o Lebarkan insisi dengan menempatkan satu jari di setiap sisi dan menarik ke atas dan kesamping
secara hati –hati pada saat yang sama.
o Jika segmen bawah uterus tebal dan sempit, lebarkan insisi dalam bentuk sabit dengan
menggunakan gunting sebagai pengganti jari untuk menghindari pelebaran pembuluh darah uterus.

Pelahiran bayi dan plasenta

o Untuk melahirkan bayi, letakkan satu tangan ke dalam rongga uterus di antara uterus dan kepala
bayi.
o Pegang dan fleksikan kepaa dengan menggunakan jari-jari tangan.
o Angkat kepala bayi melalui insisi secara perlahan dan hati-hati agar tidak merobek insisi ke bawah
mendekati serviks.
o Tekan abdomen secara lembut di uterus bagian atas dengan tangan lain untuk membantu
melahirkan kepala.
o Bersihkan lendir pada mulut dan hidung bayi saat lahir.
o Lahirkan bahu dan tubuh.
o Berikan oksitosin 20 unit dalam 1 L cairan IV (salin normal atau ringer laktat) dengan kecepatan 60
tetes per menit selama 2 jam.
o Pasang klem dan potong tali pusat.
o Serahkan bayi ke asisten untuk perawatan awal.
o Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis setelah tali pusat di klem dan di potong.

- Ampisilin 2 g melalui IV
- Atau sefazolin 1 g melalui IV

o Pertahankan tarikan tali pusat yang lembut dan masase uterus melalui abdomen.
o Lahirkan plasenta dan ketuban, gunakan forsep cincin untuk memastikan bahwa selapuit
ketuban telah dikeluarkan.

Menutup insisi uterus

53
Catatan : jika uterus Couvelaire (membengkak dan berdarah) terlihat pada saat seksio caesarea,
tutup uterus dangan cara yang normal. Pantau perdarahan dan kaji tonus uterus. Bersiap- siap untuk
menangani koagulopati atau atonik utrus.

 Pegang ujung insisi uterus dengan klem.


 Pegang tepi insisi dengna klem. Pastikan insisi terpisah dari kandung kemih.
 Perhatikan adanya perluasan insisi uterus secara cermat.
 Jahit insisi dan perluasan insisi dengan jahitan jelujur mengunci (continous locking) menggunakan
benang catgut kromik (atau poli glikolik)
 Jika terdapat perdarahan lebih lanjut dari area insisi, tutup dengan jahitan berbentuk delapan. Tidak
perlu dilakukan jahitan lapisan kedua ynag rutin pada insisi uterus.

Menutup abdomen

Perhatikan insisi uterus, secara cermat sebelum menutup abdomen. Pastikan tidak ada
perdarahan dan uterus keras. Gunakan spon untuk mengeluarkan bekuan dari dalam abdomen.
Periksa adanya cedera pada kandung kemih secara cermat dan perbaiki cedera tersebut jika
memang terjadi.
Tutup fasia dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik ( atau poliglikolik)
Jika terdapat tanda –tanda infeksi, tutup jaringasn subkutan dengan kasa dan buat jahitan
longgar menggunakan benang catgut. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah infeksi
dibersihkan.
Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal dengan
menggunakan benang nilon ( atau sutra) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.

Dorong abdomen di atas uterus dengan lembut unutk mengeluarkan bekuan darah dari uterus dan
vagina.

Keunggulan seksiocaesarea transperitonel profunda :

 Perdarahan luka insisi minimal


 Bahaya peritonitis tidak terlalu besar karena menutup luka dengan retroperitoneal baik.
 Parut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri tidak begitu besar.

Kerugian seksiocaesarea transperitoneal profunda :

 Teknik operasi sulit


 Operasi lama
 Luka sayatan dapat melebar kiri dan kanan atau ke bawah.

2. Seksiocaesarea klasik

Seksiocaesarea klasik (insisi vertikal) pada korpus uteri di atas segmen bawah sampai fundus uteri.

Teknik seksio caesarea klasik :

Buka abdomen melalui insisi garis tengah yang melalui umbilikus. Sekitar sepertiga insisi harus
berada di atas umbilikus dan dua pertiga berada di bawah umbilikus.
Gunakan pisau bedah untuk membuat insisi.

o Periksa posisi ligamentum teres uteri dan pastikan bahwa insisi berada di garis tengah.
o Buat insisi uterus di garis tengah di atas fundus uteri. Panjang insisi harus sekitar 12-15 cm dan
batas bawahnya tidak boleh melebihi lipatan uterovesikalparetoneum.

54
Minta asisten (yang memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang didisinfeksi tinggi )
memberikan tekanan pada tepi insisi untuk mengontrol perdarahan
Buat insisi sampai ketuban, kemudian lebarkan insisi dengan menggunakan gunting.
Setelah memecah ketuban, pegang kaki bayi, dan lahirkan bayi.
Lahirkan plasenta dan ketuban.
Pegang tepi insisi dengan forsep allis atau forsep green armytage.
Tutup insisi minimal menggunakn tiga lapis jahitan.

o Tutup lapisan pertama yang trdekat dengan rongga uterus dengan jahitan jelujur dengan
menggunakan benang catgut kromik ( atau poliglikolik)
o Tutup lapisan kedua otot uterus dengan jahitan putus-putus menggunakan benang catgut kromik
dan jarum atraumatik
o Tutup abdomen seperti pada seksio caesarea segmen bawah uterus.

Keunggulannya :

 Mengeluarkan janin lebih cepat


 Teknik lebih mudah
 Tidak bertemu dengan kandung kemih
 Sayatan pada dinding uterus dapat diperbesar ke atas dan ke bawah.

Kerugiannya :

 Infeksi mudah menyebar intraabdominal (peritonitis)


 jaringan parut tidak kuat.
 Mudah terjadi ruptur uteri spontan pada kehamilan berikutnya.

Ibu tidak boleh melahirkan normal pada kehamilan berikutnya.

Pertimbangan dilakukan nya sayatan vertikal:

 Bayi harus cepat dilahirkan / preterm


 Perlekatan rahim pada selaput parut di bekas operasi seksio caesarea sebelumnya
 Kembar siam
 Tumor (mioma uteri) dari segmen bawah uterus, Ca serviks
 Hipervaskularisasi dari segmen bawah uterus pada plasenta previa
 Resiko perdarahan dilakukan sayatan melintang berhubungan dengan letak plasenta, misalnya
plasenta previa, janin letak miring, kembar dengan letak abnormal.

Pembedahan yang paling banyak dilakukan adalah seksiocaesarea transperitoneal profunda dengan
insisi dari bawah segmen uterus (sayatan melintang).

Pembiusan

Ada 3 macam pembiusan yang dilakukan dalam operasi seksio caesarea:

1. Anestesi lokal

Anestasi ini tidak dianjurkan dilakukan pada ibu hamil yang menderita eklamsia, preeklamsia berat,
obesitas atau alergi terhadap lignokain.

2. Anestesi regional

55
Pada persalinan ini, ibu menjalani persalinan tetap dalam keadaan sadar, yang mati rasa hanya saraf
dibagian perut termasuk rahim. Keuntungannya ibu lebih cepat bangun dan melakukan aktifitas.
Kerugiannya dapat menurunkan tekanan darah ibu dan tidak dianjurkan pada ibu yang mengalami
gangguan koagulasi. Pembiusan regional biasanya dilakukan dalam bius epidural, spinal dan ketamin.

3. Anestesi umum

Anestesi umum adalah pembiusan umum, yaitu ibu tidak sadar selama proses persalinan. Anestesi
umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin sehingga kadang bayi lahir apneu
dan janin mengalami depresi. Bius ini juga berpengaruh terhadap tonus rahim sehingga timbul
perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah gangguan
pernafasan atau muntah yang masuk kedalam paru-paru.

Konsep pesiapan operasi seksiocaesarea.

Persiapan operasi meliputi persiapan mental penderita dan persiapan mental penderita.

1. Persiapan mental penderita

Penderita diberikan penjelasan tentang operasi yang akan dilakukan. Penderita dan keluarganya
dapat menyetujui atau menolak tindakan operasi dan menyatakannya dalam surat persetujuan yang
disebut informed consent.

2. Persiapan fisik penderita

Mempersiapkan penderita secara fisik sangat penting agar dapat menurunkan penyulit operasi yang
terjadi. Persiapan fisik dimulai dengan :

1. Melakukan pemeriksaan dasar.

 keadaan umum : apakah penderita tampak sakit, anemia, dehidrasi, dan terjadi perdarahan.
 pemeriksaan tanda-tanda fital : tekanan darah, nadi , suhu ,dan pernafasan.
 pemeriksaan fisik khusus: pemeriksaan kebidanan, pemeriksaan dalam.
 pemeriksaan penunjang : laboratorium, ultrasonografi, foto rontgen(abdomen, toraks).

Tujuannya : untuk mengetahui data penderita, sehingga dapat ditetapkan data penderita unutuk
menetapkan langkah apakah langsung melakukan tindakan atau keadaan umum penderita diperbaiki,
seperti :

 Dehidrasi : infus cairan pengganti


 Anemia : transfusi darah
 Infeksi :pemberian antibiotik dan anti piretik.

2. Persiapan menjelang tindakan operasi

Setelah melakukan pemeriksaan lengkap, persiapan menjelang operasi dapat dapat dijabarkan
sebagai berikut ;:

a. Persiapan Pada Ibu

 Memeriksa denyut jantung bayi


 Masukan oral dihentikan 8 jam sebelum operasi
 Abdomen bawah dicukur termasuk rambut pubis
 Memasang kateter untuk memastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
56
 Infus intra vena (RL atau dekstrose 5 %) 1000 ml,dimulai
 Melepaskan alat-alat yang terpkai:kacamata, gigi palsu, kontak lens

b. Persiapan Narkosa.

Pemilihan narkosa dapat diserahkan kepada ahli narkosa untuk keamanan operasi.

c. Persiapan Tempat Operasi.

Kebersihan dan suci hama di daerah tempat operasi bertujuan untuk menghindari infeksi. Kulit
dibersihkan dan dicuci dengan sabun dan didesifektan dengan yodium-alkohol, asam pikrik, betadin,
hibiscrub, savlon, dan sebagainya.setelah bagian tersebut suci hama, kemudian ditutup denga duk
steril.

d. Persiapan alat operasi

Persiapan operasi kebidanan tergantung dari jenis tindakan dengan memperhitungkan:

- berdasarkan indikasi
- berdasarkan keadaan (kondisi)penderita
- tindakan yang paling ringan dan aman
- pengalaman pelaksaana operasi
- penyulit operasi.

e. Persiapan Untuk Bayi

Persalinan dengan operasi selalu memberatkan bayi, sehingga perlu diperhatikan dan
mempersiapkan secukupnya. Persiapan bayi lahir hidup perlu disediakan :

 Alat resusitasi pernapasan: alat pengisap lendir, laringoskop.


 Pemberian oksigen
 Obat perangsang pernafasan, jantung dan lainnya
 Alat bantu penghangat
 Tempat tidyr bayi khusus
 Tempat palsenta

Persiapan untuk bayi yang meninggal adalah tempat bayi serta pembungkusnya dan tempat plasenta.

Perawatan post operasi

Setelah diruang operasi, klien dibawa keruang pemulihan, berbagai pemeriksaan yang dilakukan di
ruangan ini adalah :

1. Pemeriksaan tingkat kesadaran


2. Tanda-tanda fital
3. Jum;lah urin yang tertampung
4. Hb
5. Jumlah dan bentuk cairan lochea
6. Pemantauan kondisi rahim (TFU, kontraksi)
7. Kondisi emosional

Hal diatas harus diobservasi setiap 4 jam pada hari pertama dan kedua, serta 2x sehari sampai
pulang.

57
Tujuannya adalah :

 Mengetahi kesehatan ibu dan anak


 Antisipasi atau deteksi dini terhadap ketidaknormalan

Pengetahuan yang dapat diberikan perawat pada klien dan keluarganya :

1. Waktu bayi dilahirkan : jeniskelamin, berat badan bayi dan kondisinya.


2. Beritahukan jika terdapat gangguan terhadap kesehatan ibu maupun fungsi reproduksinya.
3. Menjelskan resiko tinggi fungsi kehamilan atau reproduksi persalinan yang akan datang
sehubungan dengan seksio caesarea yang baru dilakukan.
4. Mendiskusikan rencana perawatan kesehatan dan perkiraan waktu pasien dapat pulang ke rumah.

Komplikasi tindakan

1. Komplikasi pada ibu.

Terjadi ”trias komplikasi” ibu, yaitu perdarahan, infeksi dantrauma jalan lahir.

a. Perdarahan

Perdarhan merupakan komplikasi yang paling gawat, memerlukan transfusi darah dan merupakan
penyebab kematian ibu yang palang utama. Penyebab perdarahan :

 Atonia uteri : sumber perdarahan pada implantsi palsenta.


 Robekan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, robekan forniks (kolfoporeksis), robekan vagina,
robekan perineum, dan perforasi-kuretage, semuanya dapat menimbulakan perdarahan ringan
sampai berat.
 Perdarahan karena mola hidatidosa/ koriokarsinoma.
 Gangguan pembekuan darah : kemetian janin dalam rahim >6 minggu solusio plasenta, dan emboli
air ketuban.
 Retensio plasenta atau plasenta rest, :gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari
tempat implantasi palsenta.
b. Infeksi

Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan
infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :

Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin,
sudah terdapat infeksi.
Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.
Terdapat retensio plasenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.

c. Trauma tindakan operasi persalinan .

Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan
lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut :

 Perluasan luka episiotomi


 Perlukaan pada vagian
 Perlukaan pada serviks
 Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
 Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
58
 Terjadi fistula dan ingkontinensia

2. Komplikasi pada janin

Terjadi ”trias komplikasi” bayi dalam bentuk : asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.

a. Asfiksia
 Tekanan langsung pada kepala yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat
vital pada medula oblongata
 Aspirasi oleh air ketuban, mekonium,dan cairan lambung
 Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
 Fraktura ekstremitas
 Dislokasi persendian
 Ruptur alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
 Fraktur tulang kepala
 Perdarahan atau trauma jaringan otak
 Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
c. Infeksi

Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.

Asuhan keperawatan pada klien post natal dengan seksio caesarea

I. Pengkajian

1. Identitas klien : nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.


2. Riwayat kesehatan sekarang

 Nyeri bekas insisi


 Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi spinal dan epidural
 Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung kemih
 Mulut terasa kering
 Perasaan penuh pada abdomen
 Kesulitan BAB
 Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan
 Klien merasa cemas, gelisah, gembira atau ekspresi lainnya.

3. Riwayat kesehatan dahulu

 Riwayat pada saluran urogenital


 Riwayat SC klasik
 Riwayat obstetri yang jelek
 Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan sebelumnya
 Riwayat tumor jalan lahir
 Riwayat stenosis serviks / vagina pada post partum terdahulu
 Riwayat primigravida tua

4. Riwayat kesehatan keluarga

o Riwayat DM
59
o Riwayat penyakit menular dalam keluarga

5. Riwayat menstruasi

o Siklus menstruasi
o Lama menstruasi
o Gangguan menstruasi seperti dismenorhea, hipermenorhea dll
o Umur menarche

6. Riwayat perkawinan

o Riwayat menikah
o Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan

7. Riwayat keluarga berencana

o Alat kb yang digunakan


o lama & waktu penggunaan
o Efek yang dirasakan

Pemeriksaan fisik:

1. Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.


2. Keadaan umum

 Bibir/ mulut kering


 Kesadaran : composmentis
 Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak mata

3. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan sekitar 600-800 ml.

4. Organ reproduksi

 Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis


 Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.

5. Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vesikuler

6. Eliminasi

Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.

7. Abdomen

Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.

8. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi spinal dan epidural

60
9. Keamanan

Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .

Pemeriksaan diagnostik

1. Hitung darah lengkap, Hb, Ht.


2. Urinalisis :kultur urin, darah, vagina, lochea.

II. Diagnosa keperawatan

Ketidaknyamanan : nyeri b.d trauma pembedahan, afek anestasi, efek hormonal, distensi
kandung kemih / abdomen.
Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin,
pemajanan pada patogen.
Resiko cidera b.d kehilangan darah berlebihan, trauma jaringan, perlambatan mobilisasi,
gastrik, efek anastesi,.
Ansietas b.d krisis situasi, ancaman pada konsep diri, kebutuhan tidak terpenuhi.
Perubahan eliminasi urin b.d trauma urogenotal, efek-efek hormonal, efek enestasi
Konstipasi b.d penurunan tonus otot, motilitas usus, nyeri perineal dan rektal.
Perubahan proses keluarga b.d penambahan jumlah anggota keluarga
Harga diri rendah b.d merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.

III. Intervensi keperawtan

Dx. 1 Ketidaknyamanan: nyeri b.d trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal,
distensi kandung kemih/abdomen.

Tujuannya : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.

Kriteria hasil :

1. Menunjukkan penurunan rentang nyeri


2. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan baik.
3. Ttv dalam batas normal

No Intervensi mandiri Rasional


1 Tentukan karakteristik dan lokasi Membedakan karakteristik pasca operasi dan
ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat terjadinya komplikasi
verbal&nonverbal
2 Evaluasi tekanan darah dan nadi Nyeri dapat meningkatkan tekanan darah dan
denyut nadi
3. Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya nyeri Selama 12 jam pp, kontraksi uterus kuat dan
penyerta teratur dan berlanjut sampai 2-3 hari,
meskipun frekuensi dan intensitasnya
menurun secara bertahap. Nyeri penyerta
akibat over kontraksi uterus, menyusui.
4. Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang Merilekskan dan mengalihkan perhatian ari
berbahaya dan berikan masase pungung sensasi nyeri
5. Palpasi kandung kemih Overdistensi kandung kemih dapat
menimbulkan ketidaknyamanan.
6. Anjurkan posisi berbaring datar Merinagnkan gejala sakit kepala akibat
61
peningkatan tekanan css
Intervensi kolaborasi
7. Beri analgesik setiap 3-4 jam, berikan obat 48-60 Meningkatkan kenyamanan
menit sebelum menyusui

8. Tinjau ulang penggunaan analgetik terkontrol dan Analgetik yang terkontrol dapt
sesuai indikasi menghilangkan nyeri dengan cepat dan tanpa
efek samping

Dx 2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan
hemoglobin, pemajanan pada patogen.

Tujuan :

o infeksi tidak terjadi pada ibu


o pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi

No Intervensi mandiri Rasional


1. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau
sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban. hemoragi, menimbulkan potensial resiko
infeksi atau penyembuhan luka yang buruk.
Resiko korioamnionitis meningkat dengan
berjalannya waktu, sehingga meningkatkan
resiko infeksi ibu dan janin.
2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum
peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, pembedahan dapat menyebabkan amnionitis
atau bau/warna rabas vagina). sebelum intervensi bedah dan dapat
mengubah penyembuhan luka.
3. Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 Menurunkan resiko infeksi asenden.
jam bila ketuban telah pecah.
Intervensi kolaborasi
4. Lakukan persiapan kulit pra operatif, scrub sesuai Menurunkan resiko kontaminan kulit
protokol. memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi
pasca operrasi.
5. Dapatka kultur darah, vagina, plasenta sesuai Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi
indikasi. dan tingkat keterlibatan.
6. Catat hb, dan ht, catat perkiraan kehilangan darah Resiko infeksi pasca melahirkan dan
selama prosedur pembedahan.

62
Tugas Kelompok Keperawatan Maternitas

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KOMPLIKASI INTRANATAL

Oleh:
Kelompok I

1. Kabirul Nugrahaeni 04121002


2. Rahmi 04121009
3. Sari Juwita 04121016
4. Idianola 04121023
5. Fira Firdausia 04121030

63
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
PADANG, 2007

64

Anda mungkin juga menyukai