ASKEP EKLAMSIA
B. Etiologi / Penyebab
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan
benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan
ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda
asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi
modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan
atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi
tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan
bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin
angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan
mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada membran
glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal
bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat
reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua
elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron
rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari
atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas
yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami
iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak
dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar
lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi
tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh
darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh
vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal
bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang
menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh
yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh
darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu
berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang
sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Plasenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero
placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam
lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi
menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi
kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi
kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan
kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin,
kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot
sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan
menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium
dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
C. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural
pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium
yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau
hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila
memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan
peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin
menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia
uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema
generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
E. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:
a. Eklampsia gravidarum
· Kejadian 50% sampai 60%
· Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
· Kejadian sekitar 30% sampai 35%
· Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu
c. Eklampsia puerperium
· Kejadian jarang yaitu 10%
· Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
F. Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :
a) Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b) Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c) Hemolisis
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal
ini disebabkan karena payah jantung.
g) Nekrosis hati
Cara memeriksa :
Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik, kemudian tidur
terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu bedakan diastol, tidur miring
dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT (+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika
perbedaan < 15 mmHg.
· Pemberian infus angiotensin II
· Mean Arterial Pressure yaitu : tekanan siastole + 2 tekanan diastole
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu,
penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila
terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan
yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan
bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar
penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan
lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa
obat, misalnya:
Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak
kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan
resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan
perlahan-lahan.
Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis,
dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g
dalam larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat
bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis
harus melebihi 600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat
diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40%
MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan
selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara
infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita.
Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam
pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut
keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti
keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :
a. Data subyektif :
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
b. Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi
edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk mengetahui
adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika
refleks + )
Pemeriksaan penunjang ;
- Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
- Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar
hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
- Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
- Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
- USG ; untuk mengetahui keadaan janin
- NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
-
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta
c. Risiko cedera pada janin b.d tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
d. Gangguan psikologis (cemas) b.d koping yang tidak efektif terhadap proses
persalinan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Ketidakefektifa Tujuan : 1) Anjurkan pasien untuk Menurunkan risiko aspirasi
n kebersihan Setelah dilakukan mengosongkan mulut dari atau masuknya sesuatu benda
jalan nafas b.d tindakan keperawatan benda atau zat tertentu atau asing ke faring.
kejang diharapkan bersihan alat yang lain untu
jalan nafas maksimal. menghindari rahang
mengatup jika kejang terjadi.
Kriteria Hasil : 2) Letakkan pasien pada Meningkatkan aliran secret,
Pasien akan posisi miring, permukaan mencegah lidah jatuh dan
mempertahankan datar, miringkan kepala menyumbat jalan nafas
pola pernafasan selama serangan kejang.
efektif dengan jalan 3) Tanggalkan pakaian Untuk memfasilitasi usaha
nafas paten atau pada daerah leher atau dada bernafas atau ekspansi dada
aspirasi dicegah dan abdomen.
4) Lakukan penghisapan Menurunkan risiko aspirasi
sesuai indikasi atau aspiksia dapat
5) Berikan tambahan Menurunkan hipoksia
oksigen atau ventilasi cerebral
manual sesuai kebutuhan.
2. Resiko tinggi Tujuan : 1. Monitor DJJ sesuai Peningkatan DJJ sebagai
terjadinya foetal Setelah dilakukan indikasi indikasi terjadinya hipoxia,
distress pada tindakan perawatan prematur dan solusio plasenta
janin be.d tidak terjadi foetal Penurunan fungsi plasenta
perubahan pada distress pada janin 2. Kaji tentang pertumbuhan mungkin diakibatkan karena
plasenta. janin hipertensi sehingga timbul
Kriteria Hasil : IUGR
DJJ ( + ) : 12-12-12 Ibu dapat mengetahui tanda
Hasil NST : Normal 3.Jelaskan adanya tanda- dan gejala solutio plasenta
Hasil USG : Normal tanda solutio plasenta ( nyeri dan tahu akibat hipoxia bagi
perut, perdarahan, rahim janin
tegang, aktifitas janin turun ) Reaksi terapi dapat
4. Kaji respon janin pada menurunkan pernafasan janin
ibu yang diberi SM dan fungsi jantung serta
aktifitas janin
USG dan NST untuk
5. Kolaborasi dengan mengetahui
medis dalam pemeriksaan keadaan/kesejahteraan janin
USG dan NST
3. Risiko cedera Tujuan : 1. Istirahatkan ibu Dengan mengistirahatkan ibu
pada janin b.d agar cedera tidak diharapkan metabolism tubuh
tidak terjadi pada janin menurun dan peredaran darah
adekuatnya ke placenta menjadi adekuat,
perfusi darah ke sehingga kebutuhan O2
placenta untuk janin dapat dipenuhi
Dengan tidur miring ke kiri
2 Anjurkan ibu agar tidur diharapkan vena cava
miring ke kiri dibagian kanan tidak tertekan
oleh uterus yang membesar
sehingga aliran darah ke
placenta menjadi lancar.
Untuk mengetahui keadaan
3. Pantau tekanan darah ibu aliran darah ke placenta
seperti tekanan darah tinggi,
aliran darah ke placenta
berkurang, sehingga suplai
oksigen ke janin berkurang.
Dapat mengetahui keadaan
4. Memantau bunyi jantung jantung janin lemah atau
ibu menurukan menandakan
suplai O2 ke placenta
berkurang sehingga dapat
direncanakan tindakan
selanjutnya
Dapat menurunkan tonus
5. Beri obat hipertensi arteri dan menyebabkan
setelah kolaborasi dengan penurunan after load jantung
dokter dengn vasodilatasi pembuluh
darah, sehingga tekanan
darah turun. Dengan
menurunnya tekanan darah,
maka aliran darah ke
placenta menjadi adekuat.
4. Gangguan Tujuan : 1. Kaji tingkat kecemasan Tingkat kecemasan ringan
psikologis Setelah dilakukan ibu dan sedang bisa ditoleransi
(cemas) b.d tindakan perawatan dengan pemberian pengertian
koping yang kecemasan ibu sedangkan yang berat
tidak efektif berkurang atau hilang diperlukan tindakan
terhadap proses medikamentosa
persalinan Kriteria Hasil : 2. Jelaskan mekanisme Pengetahuan terhadap proses
Ibu tampak tenang proses persalinan persalinan diharapkan dapat
Ibu kooperatif mengurangi emosional ibu
terhadap tindakan yang maladaptive
perawatan 3. Gali dan tingkatkan Kecemasan akan dapat
Ibu dapat menerima mekanisme koping ibu yang teratasi jika mekanisme
kondisi yang dialami efektif koping yang dimiliki ibu
sekarang efektif
4. Beri support system pada Ibu dapat mempunyai
ibu motivasi untuk menghadapi
keadaan yang sekarang
secara lapang dada asehingga
dapat membawa ketenangan
hati
4. Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan
5. Evaluasi
Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten atau aspirasi dicegah
Dx 2 :
· DJJ ( + ) : 12-12-12
· Hasil NST : Normal
· Hasil USG : Normal
Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
Dx 4 :
· Ibu tampak tenang
· Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
· Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya,
oleh karena itu disebut “penyakit teori”, namun belum ada memberikan jawaban yang
memuaskan.Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsi adalah teori
“eskemia plasenta”.Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) mengapa frekuensi
menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa; (b) mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan,
umumnya pada triwulan III; (c) mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila
terjadi kematian janin dalam kandungan; (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah
pada kehamilan berikutnya; dan (e) penyebab timbulnya hipertensi, protenuria,
edema, dan konvulsi, sampai koma. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa
bukan bahwa hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan
preeklamsi dan eklamsi.(Rustam ; 2011)
C. Klasifikasi Preeklamsia
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
(Sujiyatini, 2009).
Gejala klinis preeklamsi ringan meliputi:
1. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau
lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau
lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160; diastol 90 mmHg sampai
kurang 110 mmHg
2. Proteinuria: secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2)
3. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
4. Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-
turut
5. Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsi berat.
(Sujiyatini, 2009 ).
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. ( Sujiyatini, 2009)
Gejala klinis preeklamsi berat meliputi:
a. Peningkatan tekanan darah yang berat (didefinisikan sebagai tekanan darah ≥
160/110 pada dua kali pengukuran dengan jarak setidaknya 6 jam)
b. Proteinuria 5gr atau lebih per liter
c. Oliguria yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc / 24 jam
d. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium
e. Terdapat edema paru dan sianosis ( Rustam, 2011 )
Pengelolaan Cairan
Perawatan yang penting pada pre eklamsi berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita pre eklamsi mempunyai resiko tinggi untuk terjadi edema paru,
dan oliguria. sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor
yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hypovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid /
pulmonarycapillary wedge pressure .
Oleh karena itu, monitoring input cairan dan output cairan menjadi sangat
penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan
dimasuk kan dan dikeluarkan.
Pemberian Obat Anti Kejang
MgSO4 : Magnesium sulfat dapat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps.pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dengan
menghambat kerja magnesium sulfat.
a) Cara Pemberian Magnesium Sulfat
Loading Dose: 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10cc) selama 15
menit.
Maintenance Done: Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer / 6 jam
atau diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance Dose diberikan
4 gram IM tiap 4-6 jam.
b) Syarat-syarat Pemberian MgSO4
Harus tersedia anti datum MgSO4 bila terjadi intokulkasi yaitu kalsium
glukosa 10 % - 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan 3 menit.
Reflek patella (+) kuat
Frekuensi pernafasan 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres nafas
c) MgSO4 dihentikan bila :
Ada tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
d) Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah
satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau
fenitoin.
Masih banyak pendapat tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah untuk
pemberian antihipertensi, misalnya, Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah
> 160/110 mmHg dan MAP > 126 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara
bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah
diturunkan mencapai <160/105 atau MAP <125.
Jenis hipertensi yang diberikan :
a) Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : Dosis 10 – 20 mg per oral, di ulangi maksimum 120 mg dalam 24
jam.
b) Antihipertensi lini kedua
Sodium Nitroprusside : 0,25 ug IV / kg / menit, infus : ditingkatkan 0,25 ug IV /
kg / 5 menit (Saifuddin, 2008).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pengkajian Kegawatdaruratan :
Pada keadaan pre eklamsi tidak di temukan adanya gangguan yang berarti pada
A, B atupun C. Namun pada keadaan eklamsi akan menunjukkan gangguan pada
A, B dan C.
A (Airway)
Terdapat resiko aspirasi air liur akibat produksi berlebih pada saat kejang.
B (Breating)
Terjadi perubahan pola nafas menjadi takipnea saat kejang namun melambat
pasca kejang.
C (Circulation)
Terdapat gangguan jika muncul hipoksia pada saat periode kejang tanpa
penanganan yang benar (adanya aspirasi air liur).
2) Data subyektif :
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan preeklampsia atau eklampsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
3) Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika
refleks +)
4) Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun,
BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu b.d penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan tekanan darah)
b. Kelebihan volume cairan b.d penurunan tekanan osmotik,perubahan
permeabilitas pembuluh darah, serta retensi sodium dan air.
c. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta
d. Gangguan psikologis (cemas) b.d koping yang tidak efektif terhadap proses
persalinan
3. Intervensi Keperawatan
Kelebihan volume Tujuan : 1) Pantau dan catat intake Dengan memantau intake
cairan b.d Setelah dilakukan dan output setiap hari. dan output diharapkan dapat
penurunan tekanan tindakan perawatan diketahui adanya
osmotik,perubaha tidak ditemukan odem keseimbanngan cairan dan
n permeabilitas Kriteria Hasil : dapat diramalkankeadaan
pembuluh darah, Odem Berkurang dan kerusakan glomerulus.
serta retensi Tidak ada Dengan memanatu TTV dan
sodium dan air. dehidrasi 2) Pemantauan TTV pengisian kapiler dapat
dijadikan pedoman untuk
penggantian cairan atau
menilai respon dari
kardiovaskular.
Dengan memantau berat
badan ibu dapat diketahui
berat badan yang
3) Memantau atau
merupakan indikator yang
menimbang berat badan
tepat untuk menentukan
ibu.
keseimbangan cairan.
Keadaan edema merupakan
indikator keadaan cairan
dalam tubuh.
Diet rendah garam akan
4) Observasi keadaan edema mengurangi terjadinya
kelebihan cairan.
Kelebihan beban atau
5) Berikan diet rendah garam kegagaln sirkulasi dapat
sesuai hasil kolaborasi menyebabkan edema
dengan ahli gizi. pulmoner yang memerlukan
6) Kolaborasi untuk terpi agresif. Sebaliknya, hal
pemberian terapi ini dikontra indikasikan bila
diuretika. ini mungkin menyebabkan
dehidrasi.
4. Implementasi
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.
5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan
C. SOLUSIO PLASENTA
B. Etiologi
Etiologi dari solusio belum diketahui secara pasti. Namun, faktor predisposisi
yang mungkin adalah hipertensi kronik, trauma eksternal, tali pusat pendek, defisiensi
gizi, merokok, konsumsi alkohol, penyalah gunaan kokain, umur ibu yang tua
C. Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis
yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada
mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan,
kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian
tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro
plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan
plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi
dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan
pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan
selaput ketuban.
D. Klasifikasi
a. Menurut derajat lepasnya plasenta
o Solusio plasenta partsialis : Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari
tempat pelekatnya.
o Solusio plasenta total : Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat
pelekatnya.
o Prolapsus plasenta : Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada
pemeriksaan dalam.
E. Manifestasi Klinis
a. Perdarahan pervagina
b. Nyeri tekan uterus/nyeri pinggang
c. Gawat janin
d. Persalinan premature idiopatik
e. Kontraksi berfrekuensi tinggi
f. Uterus hipertonik
g. Kematian janin
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia,
maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif
fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasentayang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.
Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain terlihat daerah
terlepasnya plasenta, janin dan kandung kemih ibu, dan tepian plasenta.
G. Komplikasi
a. Langsung (immediate) : perdarahan, infeksi, emboli dan syok obtetric.
b. Tidak langsung (delayed) :
· Couvelair uterus, sehinga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post
partum.
· Hipofibrinogenamia dengan perdarahan post partum.
· Nikrosis korteks neralis, menyebabkan anuria dan uremia
· Kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis.
H. Penatalaksanaan
Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke
kiri, tidak melakukan senggama , menghindari peningkatan tekanan rongga perut.
Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan berikan cairan
peroral.
Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya
hipotensi / syok akibat perdarahan, pantau pula DJJ & pergerakan janin.
Bila terdapat renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah, bila
tidak teratasi, upayakan penyelamatan optimal. Bila teratasi perhatikan keadaan
janin.
Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau
persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama. Bila renjatan tidak
dapat diatas, upayakan tindakan penyelamatan optimal.
Setelah syok teratasi dan janin mati, lihat pembukaan. Bila lebih dari 6 cm
pecahkan ketuban lalu infus oksitosin. Bila kurang dari 6 cm lakukan seksio
sesarea.
Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestase kurang dari 37 minggu / taksiran
berat janin kurang dari 2.500 gram.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri
dari informasi subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan yang
diidentifikasi pada daftar diagnosa keperawatan pada tahun 1992 yang dikembangkan
oleh NANDA. Data subjektif yang dilaporkan oleh klien dan orang terdekat,
informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa yang seseorang inginkan untuk
berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian yang dapat
menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan, mitos, kesalahan
konsep, atau rasa takut.
Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges yang
dimana pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solutio plasenta (tergolongi
intrapartum) terdiri dari :
a. Identitas klien secara lengkap
b. Aktivitas atau istirahat
Dikaji secara subyektif yang terdiri dari data tidur istirahat 24 jam terakhir,
pekerjaan, kebiasaan aktivitas atau hobi. Dan secara obyektif, data terdiri dari
pengkajian neuro muscular.
c. Sirkulasi.
Secara subyektif mulai dari riwayat, peningkatan tekanan darah, masalah jantung,
keadaan ekstremitas serta kelaian-kelainan yang disamapaikan oleh klien perihal
sirkulasi. Dan secara obyektif yang terdiri dari TD berbagai posisi (duduk, berbaring,
berdiri, baik kanan maupun kiri), nadi secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas
(suhu, warna, pengisian kapiler, tanda hofman, varises), warna/sianosis diberbagai
region tubuh.
d. Integritas Ego
Secara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan, pengalaman
melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi, harapan selama persalinan, hubungan
keluarga, pendidikan dan pekerjaan (ayah), masalah financial, religious, faktor
budaya, adanya faktor resiko serta persiapan melahirkan. Dan secara obyektif, terdiri
dari respon emosi terhadap persalinan, interaksi dengan orang pendukung, serta
penatalaksanaan persalinan.
e. Eliminasi
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan eliminasi.
f. Makanan atau cairan
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan makanan atau
cairan yang masuk kedalam tubuh baik secara parenteral maupun enteral serta
kelainan-kelainan yang terkait.
g. Higiene
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kebersihan diri
klien.
h. Neurosensori
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kondisi
neurosensori dari klien.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan rasa nyeri atau
ketidaknyamanan dari klien akibat dari proses persalinan.
j. Pernafasan
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan pernafasan serta
kelainan- kelainan yang dialami dan kebiasaan dari klien.
k. Keamanan
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan alergi/sensitivitas,
riwayat PHS, status kesehatan, bulan kunjungan prenatal pertama, masalah dan
tindakan obstetric sebelumnya dan terbaru, jarak kehamilan, jenis melahirkan
sebelumnya, tranfusi, tinggi dan postur ibu, pernah terjadi fraktur atau dislokasi,
keadaan pelvis, persendian, deformitas columna fertebralis, prosthesis, dan alat
ambulasi. Dan data objektif diperoleh dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam, luka,
memar, jaringan parut), parastesia, status dari janin mulai dar frekuensi jantung
hingga hasil, status persalinan serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari ketuban,
golongan darah dari pihak ayah ataupun ibu, screening test dari darah, serologi, kultur
dari servik atau rectal, kutil atau lesi vagina dan varises pada perineum.
l. Seksual
Data subjektif di dapat dari periode menstruasi akhir serta keadaankeadaan
terkait seksual dari ibu8 ataupun bayi dan juga riwayat melahirkan. Data objektif di
dapat dari keadaan pelvis, prognosis untuk melahirkan, pemeriksaan bagian
payudarah dan juga tes serologi.
m. Interaksi Sosial
Data subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun berhubungan
anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga besar, orang pendukung, leporan masalah.
Data objektif di dapat dari komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/orang
terdekat, pola interaksi social (perilaku).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin
c. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur infasive.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Nyeri (akut) Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri secara
berhubungan dendan dapat beradaptasi komprehensif (lokasi, durasi,
trauma jaringan. dengan nyeri yang kualitas, dan faktor presipitasi)
dibuktikan dengan 2. Bantu dengan penggunaan
tehnik pernafasan.
Kriteria Hasil : 3. Anjurkan klien untuk
Klien dapat menggunakan teknik relaksasi.
melakukan Berikan instruksi bila perlu.
tindakan untuk 4. Berikan tindakan kenyamanan
mengurangi nyeri. (pijatan, gosokan punggung,
Klien kooperatif sandaran bantal, pemebrian kompres
dengan tindakan sejuk, dll).
yang dilakukan. 5. Kolaborasi memberikan sedatif
sesuai dosis.
4. Implementasi
D. PLASENTA PREVIA
B. Etiologi
Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat
diterangkan . bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada
desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa , tidaklah
selalu benar . Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak
cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun
akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali
pembukaan jalan lahir .Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur
lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30
tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25
tahun.
C. Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20
minggu saat sekmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan menipis.
Umumnya terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus dan
pembukaan servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tak
dapat dihindarkankarena adanya ketidakmampuan selaput otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
Klasifikasi Plasenta Previa :
Plasenta Previa totalis : seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta
Plasenta Previa Lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan (ostium internus servisis)
tertutup oleh jaringan plasenta.
Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan (ostium internus servisis).
Plasenta letak rendah, apabila plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir atau plasenta berada
3-4 cm diatas pinggir permukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan
jalan lahir.
D. Gejala Klinis
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada
mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina
setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya
perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-
kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam
keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta
previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut)
atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan kedalam vagina namun jauh dari
mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya
kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa
pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-
wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic
mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang
keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan
kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak
terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi
tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi
faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga
menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati
jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta
previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam
vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko
perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
E. Komplikasi
a) Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding Rahim
b) Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan
histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
c) Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta
d) Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu)
e) Kecacatan pada bayi
F. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan darah : hemoglobin, hematocrit
b) Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta
atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
c) Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukansumberperdarahan dari karnalis servisis atau sumber lain (servisitis,
polip, keganasan, laserasi/troma)
G. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien,
dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat dirumah sakit dan tidak dilakukan
pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat.
Dirumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar,
dandilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak memerlukan
transfusi.Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan janin,
presentasi,dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk
mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan
dan umur kehamilan janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan
darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa memperhitungkan umur
kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan
jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini cenderung
berulang,ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin
mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus kehamilan
dapat dilanjutkan hingga 36 minggu ; kemudian pilihan melahirkan bergantung
padaapakah derajat plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yag memiliki
derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu kelahiran sampai term atau
denganinduksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat
mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang ditentukan oleh pasien
ataudokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal yang disepakati,
karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat
b) Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring
total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghidari
peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit buang air
besar). Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal
peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 manit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan.
Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.Bila terjadi renjatan, segera lakukan
resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidakteratasi, upaya penyelamatan optimal,
bila teratasi, perhatikan usia kehamilan.Penanganan di RS dilakukan
berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia gestasi kurang dari 37
minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka :
Bila perdarahan sedikit, rawat sampai sia kehamilan 3 7 m i n g g u , lalulakukan
mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3hari.
Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi
(PemeriksaanDalam Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti
kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan usia gestaji 37 minggu atau
lebih, taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata
plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus
pervaginam.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengumpulan data
1) Anamnesa
Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, medicalrecord dll.
Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu/trimester III.
Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi intravaginal/rectal.
Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluh darah dan placenta.
2) Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
3) Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
Sering dijumpai kesalahan letak
Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya
kepala masih goyang/floating
B. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnyaagar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada
kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong
persalinan
Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan.
Komplikasi pada bayi
Rencana menyusui bayi
2) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran
persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir
(HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan
rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun
disesuaikan.
3) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,
ibu, a t a u keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada
saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum
kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat
berakibat buruk pada pembentukan organ seksual pada janin.
4) Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat
infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di
dokumentasikan
D. Pemeriksaan fisik
a. Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1) Rambut dan kulit
2) Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
3) Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
4) Laju pertumbuhan rambut berkurang.
5) Wajah
6) Mata : pucat, anemis
7) Hidung
8) Gigi dan mulut
9) Leher
10) Buah dada / payudara
Peningkatan pigmentasi areola putting susu
Bertambahnya ukuran dan noduler
11) Jantung dan paru
Volume darah meningkat
Peningkatan frekuensi nadi
Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
Diafragma meningga.
Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
12) Abdomen
Menentukan letak janin
Menentukan tinggi fundus uteri
13) Vagina
Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
Hipertropi epithelium
14) System musculoskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur
Gaya berjalan yang canggung
Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis
rectal
b. Khusus
1) Tinggi fundus uteri
2) Posisi dan persentasi janin
3) Panggul dan janin lahir
4) Denyut jantung janin
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah yang
besar.
b. Ansietas yang berhubungan dengan perdarahan kurangnya pengetahuan
mengenai efek perdarahan dan menejemennya.
c. Resiko tinggi cedera (janin) b/d Hipoksia jaringan / organ, profil darah abnormal,
kerusakan system imun.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Penurunan Setelah dilakukkanya 1. Kaji dan catat TTV, Pengkajian yang akurat
kardiak output tindakan keperawatan 2 X TD serta jumlah mengenai status hemodinamik
berhubungan 24 jam diharapkan perdarahan. merupakan dasar untuk
dengan penurunan kardiak output perencanaan, intervensi,
perdarahan tidak terjadi atau teratasi evaluasi.
dalam jumlah dengan kriteria hasil : 2. Bantu pemberian Memperbaiki volume vaskuler
yang besar o Volume darah intravaskuler pelayanan kesehatan membutuhkan terapi IV dan
dan kardiak output dapat atau mulai sarankan intervensi farmakologi.
diperbaiki sampai nadi, terapi cairan IV atau Kehilangan volume darah
tekanan darah, nilai terapi transfusi darah harus diperbaiki untuk
hemodinamik, serta nilai sesuai kebutuhan. mencegah komplikasi seperti
laboratorium menunjukkan infeksi, gangguan janin dan
tanda normal gangguan vital ibu hamil.
Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Terapi bersama Kehadiran perawat dan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 pasangan dan pemahaman secara empati
dengan diharapkan ansietas dapat menyatakan perasaan. merupakan alat terapi yang
kurangnya berkurang dengan kriteria potensial untuk
pengetahuan hasil : mempersiapkan pasangan
efek 1. Pasangan dapat untuk menanggulangi situasi
perdarahan dan mengungkapkan yang tidak diharapkan.
manejemennya harapannya dengan kata- 2. Menentukan tingkat Hal yang diberikan perawat
. kata tentang manajemen pemahaman pasangan akan memperkuat penjelasan
yang sudah direncanakan, tentang situasi dan dokter dan untuk memberitahu
sehingga dapat mengurangi manajemen yang sudah dokter jika ada penjelasan
kecemasan pasangan. direncanakan. yang penting.
3. Berikan pasangan Pendidikan pasien yang
informasi tentang diberikan merupakan cara
manajemen yang sudah yang efektif mencegah dan
direncanakan. menurunkan rasa cemas.
Pengetahuan akan mengurangi
ketakutan akan ha-hal yang
tidak diketahui.
Resiko tinggi Kriteria evaluasi : 1. Kaji jumlah darah Hemoragi berlebihan dan
cedera (janin) Menunjukkan profil darah yang hilang. Pantau menetap dapat mengancam
b/d hipoksia dengan hitung SDP, Hb, tanda/gejala syok hidup klien atau
jaringan/ dan pemeriksaan koagulasi mengakibatkan infeksi
organ,profil DBN normal. pascapartum, anemia
darah pascapartum, KID, gagal
abnormal,kerus ginjal, atau nekrosis hipofisis
akan system yang disebabkan oleh hipoksia
imun. jaringan dan malnutrisi.
2. Catat suhu, hitung Kehilangan darah berlebihan
SDP, dan bau serta dengan penurunan Hb
warna rabas vagina, meningkatkan risiko klien
dapatkan kultur bila untuk terkena infeksi.
dibutuhkan.
3. Catat Penurunan perfusi ginjal
masukan/haluaran urin. mengakibatkan penurunan
Catat berat jenis urin. haluaran urin.
4. Berikan heparin, bila Heparin dapat digunakan pada
diindikasikan KID di kasus kematian janin,
atau kematian satu janin pada
kehamilan multiple, atau
untukmemblok siklus
pembekuan dengan
melindungi factor-faktor
pembekuan dan menurunkan
hemoragi sampai terjadi
perbaikan pembedahan
5. Berikan antibiotic Mungkin diindikasikan untuk
secara parenteral mencegah atau meminimalkan
infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri
dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor
kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi dapat berupa : masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian.
E. PERDARAHAN POSTPARTUM
B. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4) Trauma jalan lahir
Episiotomi yang lebar
Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan Rahim
Rupture ute
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
Perdarahan yang banyak.
Solusio plasenta.
Kematian janin yang lama dalam kandungan.
Pre eklampsia dan eklampsia.
Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6) Hematoma
7) Inversi Uterus
8) Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan, yaitu;
1) Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
Grande multipara (lebih dari empat anak).
Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
Bekas operasi Caesar.
Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
2) Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
Uterus yang lembek akibat narkosa.
Inversi uteri primer dan sekunder.
C. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin,
mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a) Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain).
b) Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera
setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c) Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d) Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
e) Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak
tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau
berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada
ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya
fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan
lahir adalah:
a) Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah tersebut menjadi kuat.
b) Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl.
Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil
4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi,
masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
F. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan
kuat, uterus harus diurut :
a. Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian
bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada
terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus,
mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan
lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain
atoni uteri.
b. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri.
Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
c. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai
selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna
merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen
plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra
indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
d. Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk
setelah 12 jam.
e. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran
jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah
untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum
dilakukan diruang persalinan.
f. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal,
terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan
mengurut uterus secara efektif
g. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
h. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter
foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
i. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.
G. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari
suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat
hipovolemia
Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia
yang semakin berat.
Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
Sistem vaskuler
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya-
Tensi diawasi tiap 8 jam
Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi
kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
Sistem Reproduksi
Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian
tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta
konsistensinya
Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan
bau
Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka
jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi)
Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau
tidak, spontan dan lain-lain
Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian
yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan
evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis,
berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara
dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dan lain – lain
b. Riwayat kesehatan
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat
pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat
implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak
(>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
e. Riwayat kesehatan keluarg
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit
jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
f. Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada
abortus, retensi plasenta
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong,
tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau
mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI
cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan
kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
Hamil muda, keluhan selama hamil muda
Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi
badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi
akibat mual, keluhan lain
Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa
kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.
Pola aktifitas sehari-hari:
Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik
sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum
pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah –
buahan.
Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.
Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan
peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok
gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan
mengganti balutan atau duk.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Imlpememtasi keperawatan
Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai
dengan prioritas masalah dan kondisi pasien.
5. Evaluasi
a. Volume cairan kembali adekuat.
b. Perfusi jaringan adekuat.
c. Cemas berkuarang atau hilang.
d. Volume cairan seimbang.
e. Infeksi tidak terjadi.
f. Nyeri berkurang atau hilang.
g. Pengetahuan klien bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak M.I dkk 2004 Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta PT Buku
Kedokteran EGC
Doenges M, Dkk, 1999 Rencana Asuhan Keperawatan; Edisi Ke Tiga,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta,
Farer H, 2001 Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta PT Buku Kedokteran
Mansjoer Dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI Jakarta
Sukrisno, Adi. 2014. Instant Access Ilmu Kebidanan. Pamulang: Binarupa Aksara
Publisher
Wiknjosastro H, Prawiroharjo. 2008. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan
Kelak, dalam: Ilmu Kebidanan Edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo