Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN INTRA NATAL PADA NY “M” DENGAN PRE


EKLAMSIA BERAT DI RUANG VK BERSALIN
RSUD DR. SOEDJONO SELONG

Oleh

ANNISA FITRIANI,S.KEP
016.02.0608

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XII-C


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN INTRA NATAL PADA NY “M” DENGAN PRE


EKLAMSIA BERAT DI RUANG BERSALIN
RSUD DR. SOEDJONO SELONG

Telah diperiksa dan disetujui pada:

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa

ANNISA FITRIANI,S.Kep

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( MOH.ARIP.,S.Kep.Ners ) ( HUSTINIYATI,Amd.Kep )

Kepala Ruangan

( HUSTINIYATI, Amd.Kep )
LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)

A. Konsep Dasar Pre Eklamsia


1. Pengertian

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi

disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan

setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang

disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat

kelainan neurologi (Mansjoer, dkk, 2001).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda

hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena

kehamilan (Wiknjosastro, 2005).

Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik

kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-

20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah

normal. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi

dengan proteinuria dan edema atau keduanya. (Bobak,

2005).

2. Penyebab

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum

diketahui dengan pasti. Banyak teori–teori dikemukakan

oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.

Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum


ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat

suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu:

a. Spasmus arteriola
b. Retensi Na dan air
c. Koagulasi intravaskuler

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai

sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan

tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua

hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak

hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang

menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara

faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar

ditemukan mana yang sebab mana yang akibat

(Wiknjosastro, 2005).

3. Patofisiologi

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah

disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi

ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.

Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian

sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel

darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh

mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai

usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi

jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat

badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air

yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum

diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan


garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme

arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus

(Mochtar, 2005).

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat

terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan

sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme

dan iskemia (Cunniangham, 2003). Wanita dengan

hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan

respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti

prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus

dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat

yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf

lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria.

Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler

menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes

fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler

meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya

kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh

perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati

menyebabkan anemia dan trobositopeni.

Infark plasenta dan obstruksi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan

kematian janin dalam rahim (Michael, 2005).

Perubahan pada organ:


a. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah

sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia.

Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan

dengan peningkatan afterload jantung akibat

hipertensi, preload jantung yang secara nyata

dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik

ditingkatkan oleh larutan onkotik/kristaloid

intravena, dan aktifasi endotel disertai

ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru

(Cunningham, 2003).

b. Metablisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia

dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya . jumlah

air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada

penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada

wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi

kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang

diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi

glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali

tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan

protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada

preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan


klorida dalam serum biasanya dalam batas normal

(Trijatmo, 2005).

c. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme

pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio

retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan

terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan

pada preeklampsia berat yang mengarah pada

eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan

ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan

dikorteks serebri atau didalam retina

(Rustam,1998).

d. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya

ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,

pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan

perdarahan (Trijatmo, 2005).

e. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan

menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada

preeklampsia dan eklampsia sering terjadi


peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan, sehingga terjad partus prematur.

f. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia

biasanya disebabkan oleh edema paru yang

menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena

aspirasi pnemonia atau abses paru (Mochtar, 2005).

4. Tanda dan gejala

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan

adanya dari tiga gejala, yaitu:

a. Edema
b. Hipertensi
c. Proteinuria

Berat badan yang berlebihan bila terjadi

kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat

sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki,

jari tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau

tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan

diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien

beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada

trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut

dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila

terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24

jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2;

atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan

dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal

2 kali dengan jarak waktu 6 jam.


Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala

(Mansjoer, Arif dkk. 2001):

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥

110 mmHg.
b. Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
c. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam)
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri epigastrum dan ikterus.
f. Trombositopenia.
g. Pertumbuhan janin terhambat.
h. Mual muntah
i. Pusing
j. Penurunan visus
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk

menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.


b. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar

ureum darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal)

dan kadar hemoglobin.


c. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada

pembuluh darah retina.


d. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan

esteriol di dalam plasma serta urin untuk menilai

faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)


e. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan

pembesaran ventrikel dan kardiomegali.


6. Penatalaksanaan medis

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan

gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka

perawatan dibagi menjadi:

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau

diterminasi ditambah pengobatan medisinal.


Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum

perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan


pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG).

Indikasi:
1) Ibu
a) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
b) Adanya tanda-tanda atau gejala impending

eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu

setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi

kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam

perawatan medisinal, ada gejala-gejala status

quo (tidak ada perbaikan).


2) Janin
a) Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
b) Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
3) Laboratorium

Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan

peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)

b. Pengobatan mediastinal

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia

berat adalah:

1) Segera masuk rumah sakit.


2) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital

perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella

setiap jam.
3) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter

diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500

cc.
4) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak

dan garam.
5) Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat

(MgSO4).
a) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam

20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25


cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti

segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di

pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no

21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri

dapat diberikan xylocain 2% yang tidak

mengandung adrenalin pada suntikan IM.


b) Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6

jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang

diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana

pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

c) Syarat-syarat pemberian MgSO4


- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium

gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)

diberikan IV dalam 3 menit.


- Refleks patella positif kuat.
- Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam

sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4

dihentikan bila :
- Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan

otot, refleks fisiologis menurun, fungsi

jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan

dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian

karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada

serum 10 U magnesium pada dosis adekuat

adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis

menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar

12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan


otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi

kematian jantung.
- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4:

Hentikan pemberian MgSO4, berikan calcium

gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara

IV dalam waktu 3 menit, berikan oksigen,

lakukan pernapasan buatan, dan MgSO4

dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca

persalinan sedah terjadi perbaikan

(normotensi).
6) Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada

tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif

atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi

40 mg IM.
7) Anti hipertensi diberikan bila:
a) Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik >

110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran

pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg

(bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan

perfusi plasenta.
b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis

antihipertensi pada umumnya.


c) Bila diperlukan penurunan tekanan darah

secepatnya dapat diberikan obat-obat

antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5

ampul dalam 500 cc cairan infus atau press

disesuaikan dengan tekanan darah.


d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral

dapat diberikan tablet antihipertensi secara

sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5

kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual

maka obat yang sama mulai diberikan secara

oral (syakib bakri,1997)


c. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap

dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.


1) Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37

minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending

eklampsia dengan keadaan janin baik.


2) Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan

medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading

dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup

intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri

dan 4 gram pada pantat kanan.


3) Pengobatan obstetri:
a) Selama perawatan konservatif : observasi dan

evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya

disini tidak dilakukan terminasi.


b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai

tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-

lambatnya dalam 24 jam.


c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka

dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus

diterminasi.
d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan

maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV.


4) Penderita dipulangkan bila :
a) Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-

tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat

selama 3 hari.
b) Bila selama 3 hari tetap berada dalam

keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat

dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia

ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2

minggu).
7. Kompikasi
a. Stroke
b. Hipoxia janin
c. Gagal ginjal
d. Kebutaan
e. Gagal jangtung
f. Kejang
g. Hipertensi permanen
h. Distress fetal

B. Konsep Dasar Asuhan keperawatan


1. Pengkajian

a. Identitas klien dan penanggung jawab

b. Keluhan utama klien saat ini

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya

bagi klien multipara

d. Riwayat penyakit keluarga

e. Keadaan klien meliputi :

1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin

terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama

prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL

2) Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi

sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif

pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan

labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,

menarik diri, atau kecemasan.

3) Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet

ditentukan).

4) Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat

anestesi spinal epidural.

5) Nyeri/ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber

karena trauma bedah, distensi kandung kemih ,

efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin

ada.

6) Pernapasan

Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.

7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering

dan utuh.

8) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.

Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator

nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma

jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/luka kering bekas operasi

c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan

perawatan post operasi

d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat

tindakan anestesi dan pembedahan

e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

3. Intervensi keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator

nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma

jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

1) Tujuan

Nyeri klien berkurang/terkontrol

2) Kriteria hasil

a) Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol


b) Wajah tidak tampak meringis

c) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan

beraktivitas sesuai kemampuan

3) Intervensi

a) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang

nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan

faktor presipitasi.

b) Observasi respon nonverbal dari

ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)

terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi

secara efektif.

c) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas

hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat,

rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan

sosial)

d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik

(relaksasi progresif, latihan napas dalam,

imajinasi, sentuhan terapeutik.)

e) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang

dapat mempengaruhi respon pasien terhadap

ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan

suara)

f) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik,

jika perlu.
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/luka kering bekas operasi

1) Tujuan

Klien tidak mengalami infeksi

2) Kriteria hasil

a) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor,

rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)

b) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5-

37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/ menit)

c) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)

3) Intervensi

a) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang

ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.

b) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor,

dolor, tumor, fungsio laesa)

c) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

d) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat /

rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi

e) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci

tangan sebelum/sesudah menyentuh luka

f) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan

laboratorium jumlah WBC/sel darah putih

g) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat

perkiraan kehilangan darah selama prosedur

pembedahan

h) Anjurkan intake nutrisi yang cukup


i) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai

indikasi

c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan

perawatan post operasi

1) Tujuan

Ansietas klien berkurang

2) Kriteria hasil

a) Kclien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah

b) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya

berkurang

3) Intervensi

a) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan

ketersediaan sistem pendukung

b) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan

menunjukkan rasa empati

c) Observasi respon nonverbal klien (misalnya:

gelisah) berkaitan dengan ansietas yang

dirasakan

d) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping

e) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur

pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post

operasi

f) Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak

pada masa lalu


g) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien

secara verbal

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas

Ed 4. Jakarta: EGC

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8.

Jakarta: EGC

Cunningham, Gary. F, DKK. 2005. Obstetri William Ed: 21.

Jakarta: EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan

Maternal/Bayi. Jakarta: EGC

Mochtar, R. 2005. Sinopsis obstetri, obstetri operatif,

obstetri sosial. Jakarta: EGC

Sarwono P. 2006. Ilmu Kebidanan edisi 3. Jakarta: Bina

Pustaka

Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jogjakarta:

Nuha Medika

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai