DISUSUN OLEH :
GLEDIA LINDA MASARRANG
N 111 18 018
PEMBIMBING KLINIK :
dr. Ni Made Astijani, Sp. OG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. 4,5
Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang
mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi
kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.Berdasarkan tempat implantasinnya,
kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan:4
Tuba Fallopii
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
2. 2 EPIDEMIOLOGI
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per
1000 total konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan
banyak abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih
kecil dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan
ektopik asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini
mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang
sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan
di literature, bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak
metodologi yang digunakan sama , maka dapat dibandingkan secara tepat.7
2.3 ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian
besar penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai
dengan pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus
telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau
nidasinya di tuba dipermudah.1,2,6
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan
berjalan kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang
mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan
resiko terjadinya kehamilan ektopik.6,9
4. Faktor lain :
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus. Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implantasi premature;
b) Fertilisasi in vitro.2
2.4 PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
8
terjadi oleh invasi trofoblas.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya,
tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam
tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum
terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding
tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan
pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar
korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada
trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering
terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada
kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka
muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Gambar 3 : Ruptur tuba
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan
ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena
invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-
kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat
diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi
kehamilan abdominal sekunder.
2.5 GAMBARAN KLINIK
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan
penggunaan tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan
untuk menegakkan diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala.
Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal
muncul karena keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul
gejala. Bila memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala,
maka kita sebut kehamilan ektopik belum terganggu. 4,5
2.6 DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus
dahulu sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan
anamnesis yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik,
namun untuk menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik
yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat
bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus
dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.2
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk
mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku
pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah
bantuan yang amat berguna.
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan
dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun,
dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi
penyulit dari laparaskopi.
Dalam penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166
kehamilan ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal
diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-
negatif.
Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan
informasi untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan
beberapa hari untuk melakukan serial tes, maka pengukuran kadar
progesterone serum tunggal oleh beberapa kelompok dapat dipakai untuk
membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan normal intrauterin.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan
korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan
korpus luteum pada kehamilan normal. Stern dkk. mengukur sampel kadar
progesterone pada beberapa wanita hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6.
Mereka melaporkan bahwa pada minggu ke-4 dengan kadar kurang dari 5
ng/ml, sensitifitas yang didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun
seiring meningkatnya umur gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25
ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan kepastian 97,4%.
Ultrasonography
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan
pada tahun 1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan
tidak ada kantong gestasi pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi,
teknik ini tidak berguna secara klinik, karena banyak wanita (90%) dengan
kehamilan ektopik mempunyai level hCG yang jauh dibawah nilai diatas.
Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38
hari, atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada
kantong gestasi interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase
kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang
dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan
apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku
93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi
koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis
kehamilan ektopik dapat dibuat dan dilakukan tindakan.
2.8 PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya
bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti
adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien
harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila
terjadi rupture harus dioperasi.2,8,6,10
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih
baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika
diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan
salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat
dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan
trofoblastik melalui fimbriae.12
Gambar 8 : Kehamilan ektopik tuba kanan yang terlihat pada
laparaskopi.
Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan
ligasi tuba
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit
waktu yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau
total salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan
riwayat penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko
untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah
kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik
yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post
operasi sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.6,10
2.8 PROGNOSIS
KESIMPULAN
Kehamilan Ektopik ialah kehamilan dimana sel telur setelah dibuahi (fertilisasi)
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri.
1. Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau
ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi
misalnya tuba.
2. Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa pada tahun
2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau
0,02%.
3. Beberapa faktor penyebab terjadinya kehamilan ektopik adalah faktor dalam lumen
tuba, faktor dinding tuba, faktor luar dinding tuba dan faktor lainnya.
4. Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam.
DAFTAR PUSTAKA