Anda di halaman 1dari 19

PERHITUNGAN DATA

(EVALUASI, EFEKTIVITAS DAN RESIKO)

Dwi Pasca Cahyawati


N 111 18 089

PEMBIMBING
dr. Indah Puspasari Kiay Demak,.M.Med,.Ed
1. Perhitungan data (Evaluasi, Efektivitas dan Resiko)
beserta contoh yang didapat dari jurnal, web atau berita
ODDS RATIO
• Data rasio (atau skala rasio) merupakan data yang menunjukkan urutan ranking,
memberikan jarak perbedaan (interval) antara tingkatan yang satu dengan tingkatan yang
lainnya, sekaligus menunjukkan jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh suatu obyek.
Data rasio memiliki nilai 0 (nol) secara mutlak (Karnowahadi. 2016).

• Rumus Odds Ratio :


Istilah Odds Ratio sering ditampilkan dalam singkatan OR. Hasil Odds Ratio biasanya
digunakan dalam penelitian medis. Odds Ratio merupakan perhitungan matrix dengan ordo 2
x 2 seperti terlihat pada Tabel 1. Rumus dari Odds Ratio adalah “ad/bc”, yang menjelaskan
empat cell yang berbeda; Simbol “a” merupakan cerminan dari isi cell a. Demikian pula
simbol “b”, “c”, dan “d” masing-masing merupakan cerminan dari cell b, c, dan cell d
(Karnowahadi. 2016).
Kartu Keputusan Pembeli
Tidak Ya
Tidak A B
Ya C D

Contoh :
Data rasio antara lain penggunaan satuan berat (1 ton = 100 kuintal, 1 kuintal
= 100 kilogram, 1 kilogram = 10 ons), penggunaan satuan waktu (1 hari = 24
jam, 1 jam = 60 menit, 1 menit = 60 detik), dan lain sebagainya (Karnowahadi.
2016)
RISK RATIO
Risk Rasio atau disebut juga Relative risk (RR) merupakan rasio dari risiko untuk terjadinya
penyakit pada kelompok terpapar dibandingkan kelompok yang tidak terpapar. mendefinisikan
resiko relatif sebagai ukuran yang dapat menunjukkan berapa kali risiko untuk mengalami penyakit
pada populasi terpapar relatif dibandingkan dengan populasi tidak terpapar. Insidensi Kumulatif
KelompokTerpapar Proporsi kasus baru pada kelompok yang terpapar insidensi kumulatif kelompok
tidak terpapar Proporsi kasus baru pada kelompok yang tidak terpapar (Najmah Usman.2016).

Rumus Risk Rasio:


• Biila hasil perhitungan = 1, artinya tidak ada asosiasi antara paparan dan penyakit
• Bila hasil perhitungan > 1, artinya paparan merupakan faktor risiko penyakit, paparan
meningkatkan resiko terkena penyakit tertentu
• Bila hasil perhitungan < 1, artinya paparan memiliki efek protektif terhadap penyakit, paparan
melindungi atau mengurangi resiko penyakit tertentu (Najmah Usman.2016).
Contoh :

Sebuah penelitian kohort ingin melihat risiko orang yang merokok untuk
terkena kanker paru di Provinsi X. Pada awal penelitian sebanyak 5000
orang yang merokok dijadikan subyek penelitian dan 5000 orang lainnya
sebagai kelompok pembanding (tidak merokok). 20 tahun kemudian
diketahui di antara 5000 orang yang merokok 200 orang di antaranya
mengalami kanker paru, dan di antara 5000 orang yang tidak merokok
terdapat 50 orang yang mengalami kanker paru. Hitunglah risiko relatif
kelompok yang merokok untuk terkena penyakit kanker paru dibandingkan
dengan kelompok yang tidak terpapar ! (Najmah Usman.2016).
Paparan/Penyakit Merokok Tidak Merokok Jumlah

Kanker Paru 200 50 250

Tidak Kanker Paru 4800 4950 9770

Jumlah 5.000 5.000 10.000

Tabel 1 Data penelitian kohort merokok untuk terkena kanker paru

Tabel 1. Data penelitian kohort merokok untuk terkena kanker paru di Provinsi
X Insidensi kelompok terpapar = 200/5000 = 0,04 Insidensi kelompok tidak
terpapar = 50/5000 = 0,01

Berdasarkan perhitungan diatas, maka dengan RR sebesar 4 dapat


diinterpretasikan sebagai risiko orang yang merokok untuk terkena kanker paru
adalah 4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok(Najmah Usman.2016).
ABSOLUTE RISK REDUCTION (ARR)
Absolute Risk Reduction (ARR) yaitu selisih proporsi kesembuhan
atau kegagalan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Perhitungan kemudian dilanjutkan dengan NNT (number needed to
treat) dan NNH (number needed to harm). NNT menunjukkan
jumlah pasien yang harus diobati untuk memperoleh tambahan 1
hasil yang baik atau menghindarkan 1 kegagalan, sedang NNH
berarti jumlah pasien yang diobati untuk menambah 1 orang
.mendapat efek yang tidak diinginkan. (Partini Puiastuti. 2015).
Contoh :
sebuah uji klinis acak, buta ganda, membandingkan obat E yang merupakan obat baru penurun
tekanan darah dengan obat C sebagai kontrol, yang telah lama dipakai sebagai obat
antihipertensi. Kedua obat tersebut diberikan selama 1 tahun. Target yang diharapkan adalah
penurunan tekanan darah diastolik sampai di bawah 90 mmHg. Kejadian yang ingin dihindarkan
ialah stroke. Obat E ini mempunyai efek samping menimbulkan batuk ringan. Hasil uji klinis ini
dimasukkan ke dalam tabel seperti di bawah ini: (Partini Puiastuti. 2015).
Nama Kejadian Stroke Jumlah
Obat Tidak Ya

E 40 10 50
C 30 20 50
Terjadinya stroke dianggap sebagai kegagalan obat :
• Kejadian stroke pada kelompok kontrol (control event rate,CER) = 20/50 =0,4
• Kejadian stroke pada kelompok eksperimen (experimental event rate,EER) = 10/50 = 0,2
• Relative risk reduction (RRR) menunjukkan berapa persen obat E dapat menurunkan kegagalan
terapi, dihitung dengan rumus RRR=(CER-EER)/CER, maka RRR = (0,4-0,2)/0,4 = 50%, artinya
obat E dapat menurunkan kegagalan sebanyak 50% dibandingkan dengan obat C. Kelemahan dari
RRR ialah angka ini menunjukkan suatu rasio, sehingga meskipun perbedaan kejadian antara
kelompok dan eksperimen sangat kecil, yang secara klinis tidak bermakna, dapat memberikan ARR
yang besar. Sebagai contoh: bila CER = 0,0004. dan EER= 0,0002, maka ARR = 50% juga,
padahal perbedaan kejadian yang 2 per 10.000 kasus tersebut secara klinis tak bermakna.
• Absolute risk reduction (ARR) menunjukkan perbedaan kegagalan aktual antara obat E dan obat
C. ARR dihitung dengan menggunakan rumus ARR = CER-EER, maka ARR = 0,4 - 0,2= 0,2 (20%),
berarti selisih kegagalan obat E dibandingkan obat C sebesar 20%. Tampak bahwa ARR lebih
informatif dari pada RRR.
Nama Kejadian Stroke Jumlah
Obat Tidak Ya

E 15 30 50
C 40 20 50

 NNT dihitung dengan menggunakan rumus NNT=1/ARR, sehingga didapatkan


NNT= 1/0,2 = 5, artinya hanya diperlukan 5 orang yang diberi obat E selama 1
tahun, untuk dapat menghindarkan 1 orang dari kejadian stroke. Bila dilihat dari
efek samping obat, maka hasil uji klinik ini dapat dimasukkan ke dalam table di
bawah ini: • Kejadian efek samping pada kelompok kontrol (CER) = 10/50 = 0,2 •
Kejadian efek samping pada kelompok terapi (EER) = 35/50 = 0,7
 Relative risk increase (RRI) menunjukkan berapa persen obat E meningkatkan
risiko memperoleh efek samping, dihitung dengan rumus RRI = ( CER-EER ) /
CER = ( 0,2-0,7 ) / 0,2 = 250%, berarti dengan menggunakan obat E selama
setahun meningkatkan risiko mendapat efek samping obat 25 kali
 Absolute risk increase (ARI) menunjukkan perbedaan aktual antara obat E dan
obat C dalam menimbulkan efek samping, dihitung dengan rumus ARI = ( CER-
EER ) = ( 0,2-0,7 ) = 0,5 (50%)

 NNH = 1/ARI = 1/0,5 = 2, artinya diperlukan mengobati 2 pasien dengan obat E


selama 1 tahun untuk menambah 1 orang memperoleh efek samping (dalam
contoh ini efek samping batuk) (Partini Puiastuti. 2015).

Dari contoh di atas jelaslah bahwa NNT dan NNH memberikan pengertian berapa
besar usaha yang dilakukan untuk mencegah atau menyebabkan tambahan 1 hasil
yang tidak diinginkan, yang juga memberikan nuansa perbandingan antara usaha yang
dilakukan dengan hasil yang diperoleh. Hal ini merupakan kelebihan dari cara
pandang ini dibandingkan dengan hanya melihat nilai p saja. Nilai p hanya
menunjukkan kemaknaan secara statistik saja, namun seringkali secara klinis
perbedaan tersebut tidak bermakna (Partini Puiastuti. 2015).
ATTRIBUTABLE RISK
• Resiko terjadinya penyakit yang dapat disebabkan oleh paparan spesifik

•Seberapa besar penyakit yang terjadi dapat disebabkan oleh paparan faktor tertentu

•Jumlah atau proporsi dari insiden peyakit atau resiko penyakit yang dapat disebabkan oleh
paparan spesifik (Putri Handayani. 2016).

• Jika RR penting untuk mengetahui hub. etiologi maka AR lebih penting dalam praktek
klinik dan kesh. masy AR dapat menentukan seberapa banyak resiko terjadinya penyakit
dapat kita harapkan untuk dicegah jika dapat membatasi paparan Dengan AR maka
subyek (masy.) sebagai sasaran program pencegahan dapat terlindungi berdasarkan
perhitungan meyakinkan(Putri Handayani. 2016).

• Terdapat 2 AR yaitu AR pada paparan dan AR pada populasi total Population Attributable
Risk Jika penyakit disebabkan faktor tunggal maka AR pada penyakit tsb. 100%
Kenyataannya kebanyakan peny. tidak disebabkan faktor tunggalAR pada paparan A.
Insiden peny yang disebabkan oleh paparan pada group terpapar
• Rumus :
(Insidence in exp group) - (Insidence in non exp.group) Proporsi total insiden pada group terpapar yang
disebabkan oleh paparan Rumus : (Incidence in exp group)-(incidence in non exp. group) Incidence in
exposed group (Putri Handayani. 2016).
• Contoh :
perhitungan Hub merokok dengan CHD (Coronary Heart Disease) Develop CHD Do not Dev CHD Total
Incidence rate Smoke ,0/1000 Do not smoke ,4/1000 Racun rokok Ca paru Pencegahan Video lungs
vascular
Insiden CHD group terpapar yang disebabkan merokok, rumus : (Incidence in exp group) - (Incidence in
non exp.group) 28,0 17,4 10,6 = Artinya : jika menghentikan merokok sec. efektif maka berharap dapat
mencegah 10,6 dari 28/1000 angka kejadian CHD pada perokok tersebut Proporsi total insiden CHD
pada group terpapar yang disebabkan oleh paparan Rumus : (Incidence in exp group) - (Incidence in
non exp. group) Insidence in exposed group 28,0 17,4 10,6 = = 0,379 = 37,9% 28,0 28,0 (Putri
Handayani. 2016).
Artinya : 37,9% angka kejadian CHD pada perokok yang disebabkan oleh merokok dapat dicegah
dengan berhenti merokok video coba rokok ganja
AR pada populasi A. Insiden peny yang disebabkan oleh paparan pada total populasi terpapar. Rumus :
(Insidence in total pop.) - (Insidence in non exp.group) D. Proporsi total insiden pada populasi terpapar
yang disebabkan oleh paparan. Rumus : (Incidence total in pop.)-(incidence non exp. group) Incidence in
totap pop (Putri Handayani. 2016).
POPULATION ATTRIBUTABLE RISK (PAR)
• Population Attributable Risk (PAR) yang terkenal ke populasi tertentu dan
menghubungkannya dengan kejadian penyakit, mengubah PAR dari ukuran risiko relatif
menjadi risiko absolut. (Putri Handayani. 2016).

• Komponen untuk perhitungan adalah sebagai berikut: Penyebut populasi (ukuran


populasi); Proporsi populasi dengan penyakit; Proporsi populasi yang terpapar faktor
risiko atau proporsi tambahan dari populasi yang sakit yang memenuhi syarat untuk
intervensi yang diusulkan (yang terakhir membutuhkan proporsi aktual atau taksiran yang
saat ini menerima intervensi yang 'dikurangi' dari tujuan praktik terbaik dari pedoman
atau target, disesuaikan untuk kemungkinan kepatuhan dengan intervensi); Risiko dasar -
probabilitas hasil yang menarik dalam populasi ini atau yang serupa; dan Risiko Relatif
dari hasil yang diberikan paparan faktor risiko atau Pengurangan Risiko Relatif yang
terkait dengan intervensi. (Putri Handayani. 2016).
• Rumus :
PAR / F, Populable Attributable Risk (atau Fraction),
dihitung untuk dua atau beberapa strata. Rumus dasar
untuk menghitung PAR untuk variabel dikotomis adalah PAR
= Pe * (RR-1) / 1 + Pe * (RR-1). Dimana: Pe adalah
prevalensi populasi dalam setiap strata pendapatan sebagai
paparan, dan RR adalah prevalensi faktor risiko dalam
setiap strata relatif terhadap pendapatan kelima tertinggi.
(Putri Handayani. 2016).
CASE FATALITY RATE (CFR)
• case fatality rate (CFR) adalah angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit tertentu pada periode waktu tertentu dibagi jumlah kasus dari
penyakit tersebut. Oleh sebab itu, tingkat fatalitas kasus biasanya
digunakan dalam penyakit yang timbul dalam waktu yang terbatas seperti
wabah, penghitungan tingkat fatalitas akan selesai setelah tak ditemukan
lagi pasien yang mengidap penyakit tersebut (baik meninggal ataupun
dinyatakan sembuh). (Dwi Prahasto. 2014)

• Tingkat fatalitas kasus seringkali disalahpahami dengan beberapa


konsep lain dalam epidemiologi seperti rasio fatalitas kasus yang
merupakan perbandingan antara dua tingkat fatalitas kasus yang
berbeda dan biasa diwujudkan dalam rasio, rasio fatalitas kasus juga
biasa digunakan untuk membandingkan dua penyakit yang berbeda atau
menilai hasil dari sebuah intervensi medis. (Dwi Prahasto. 2014)
• Selain rasio fatalitas kasus, tingkat fatalitas kasus juga seringkali
disalahpahami dengan konsep tingkat kematian. Tingkat kematian digunakan
untuk mengukur angka kematian secara umum maupun yang disebabkan oleh
kasus tertentu dalam sebuah populasi, skala besar suatu populasi per unit
waktu.

• Tingkat fatalitas kasus diwujudkan dalam satuan persen (0% hingga 100%)
dan sebenarnya hanya menghitung risiko atau proporsi kejadian meninggal
dalam diakibatkan penyakit tertentu dalam kurun waktu tertentu, dan bukan
melambangkan rasio, tidak juga menggambarkan tingkat atau kepadatan
kasus penyakit tertentu. Tingkat fatalitas kasus juga dapat dikategorisasikan
misalnya dibedakan atas umur penderita dan jenis kelamin. (Dwi Prahasto.
2014)
• Rumus :

• Contoh :
Beberapa penyakit/wabah yang pernah dihitung menggunakan metode CFR ini di antaranya:
• Flu Spanyol tahun 1918 memiliki tingkat fatalitas kasus mencapai lebih dari 2.5%
• Demam kuning memiliki tingkat fatalitas kasus mencapai sekitar 15%.
• Wabah Ebola memiliki tingkat fatalitas yang berbeda-beda di tiap negara dari rentang 25% hingga
90%, namun rata-rata mencapai 50%
• Rabies yang tidak segera ditangani khususnya di hari pertama ketika positif terjangkit memiliki tingkat
fatalitas tertinggi yang hampir mencapai 100%
• Pandemi koronavirus di Indonesia yang terjadi di tahun 2020 memiliki tingkat fatalitas kasus sebesar
9.36% per 1 April 2020 (Dwi Prahasto. 2014)

Anda mungkin juga menyukai