Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

RHEUMATOID ARTHRITIS
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi

Disusun oleh:
Dian Prastiwi
30101206775

Pembimbing :
dr. M. Nasir Zubaidi, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 Nama : Dian Prastiwi ( 30101206775 )


Judul : Rheumatoid Arthritis
Bagian : Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. M. Nasir Zubaidi, Sp.OT

Telah diajukan dan disahkan


September, 2017
Pembimbing,

dr. M. Nasir Zubaidi, Sp.OT

ii
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 Nama : Dian Prastiwi ( 30101206775 )


Judul : Rheumatoid Arthritis
Bagian : Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. M. Nasir Zubaidi, Sp.OT

Telah diajukan dan disahkan


September, 2017
Pembimbing,

dr. M. Nasir Zubaidi, Sp.OT

ii
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN.......
PENDAHULUAN.............................
............................................
............................................
.............................
....... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................
PUSTAKA........................................................
...................................
............. 2
1. Definisi........................
Definisi..............................................
............................................
..............................................
.....................................
............. 2
2. Epidemiologi..................................
Epidemiologi........................................................
............................................
........................................
.................. 2
3. Etiologi........................................
Etiologi..............................................................
............................................
...........................................
..................... 2
4. Faktor risiko............................................
risiko..................................................................
...............................................
...............................
...... 3
5. Patofisiologi...................
Patofisiologi.........................................
............................................
............................................
..................................
............ 3
6. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis..........................
Arthritis................................................
.......................................
................. 5
7. Gejala Klinis dan Tanda Fisik............................................
Fisik...................................................................
......................... .. 6
8. Pemeriksaan Penunjang 7
9. Penegakan Diagnosis.....................
Diagnosis...........................................
............................................
.......................................
................. 10
10. Diagnosis Banding...................................
Banding.........................................................
............................................
............................
...... 17
11. Penatalaksanaan......................
Penatalaksanaan..............................................
..............................................
...........................................
..................... 20
12. Komplikasi..................
Komplikasi........................................
............................................
............................................
.................................
........... 25
2.11 Prognosis.......................................
Prognosis.............................................................
............................................
.....................................
............... 26
BAB III KESIMPULAN...............................
KESIMPULAN.....................................................
............................................
............................
...... 27
DAFTAR PUSTAKA....................................
PUSTAKA..........................................................
............................................
............................
...... 28

iii
ABSTRAK

Rheumatoid Arhritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronis yang belum


diketahui pasti penyebabnya, yang ditandai dengan poliarthritis simetris dan
menyerang sendi perifer, terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan
kaki. Penatalaksanaan RA harus agresif dan sedini mungkin. Tujuan dari
 pengobatan rheumatoid arthritis tidak hanya mengontrol gejala penyakit, tetapi
 juga menekan aktivitas penyakit untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
 permanen. Terapi yang sering digunakan untuk RA saat ini adalah dengan
 pemberian Disease-Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs), seperti
hydroxychloroquine, methotrexate, sulfasalazine, dan leflunomide. Sistem
nanopartikel mampu meningkatan efektifitas dalam pengobatan terutama keadaan
RA.

Kata kunci: Rheumatoid Arthritis, etiologi, epidemiologi, diagnosis, manajemen,


 prognosis.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang belum
diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan poliarthritis simetris dan
menyerang sendi perifer terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan
kaki. Penyakit ini menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan, keterbatasan
gerak, dan kaku di pagi hari. Bila penyakit berlarut-larut, akan terjadi
 penghancuran jaringan sendi dan sekitarnya. Hal itu merupakan akibat dari
inflamasi arthritis kronis yang sering menimbulkan kerusakan sendi yang
 bertambah parah hingga cacat dan mengalami kelemahan fisik.1
Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat
menurunkan progresifitas penyakit. Terapi yang sering digunakan untuk RA saat
ini adalah dengan pemberian Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs
(DMARDs) sedini mungkin. DMARDs adalah perawatan tahap awal yang
diberikan untuk menghambat dan meredakan gejala rheumatoid arthritis, serta
mencegah kerusakan permanen pada persendian dan jaringan lainnya. Kerusakan
 pada ligamen, tulang, dan tendon akibat efek sistem kekebalan tubuh saat
menyerang persendian dapat dihambat oleh DMARDs. Beberapa DMARDs yang
 bisa digunakan adalah hydroxychloroquine, methotrexate, sulfasalazine, dan
leflunomide. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, maka akan terjadi destruksi
sendi, deformitas, dan disabilitas.2
2. Ruang Lingkup
Disini penulis akan menguraikan tentang apa itu Rheumatoid Arhritis,
etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, stadium, manajemen, dan prognosisnya.
3. Tujuan
Referat ini disusun sebagai bahan informasi bagi penulis serta para
 pembaca, khususnya kalangan medis, agar dapat lebih memahami tentang
etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, stadium, manajemen, dan prognosis dari
 penyakit Rheumatoid Arhritis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi sistemik autoimun,
terutama dari sendi. Rheumatoid arthritis ditandai dengan perubahan inflamasi
 pada membran sinovial dan struktur artikular, namun ciri khas dari rheumatoid
arthritis adalah polyarthritis simetris. Diagnosis rheumatoid arthritis
 bergantung pada riwayat dan ciri fisik dari penderita, serta pemeriksaan serum
dan radiologis. Diet sehat, terapi fisik, terapi okupasi, dan operasi sangat
 berperan dalam pengobatan rheumatoid arthritis, namun yang utama dalam
terapi ialah obat rheumatoid arthritis.2

2. Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi RA relatif konstan yaitu
 berkisar antara 0,5-0,1%. Di seluruh dunia, insiden RA tiap tahun adalah 3
kasus per 10.000 populasi per tahun. Prevalensi yang tinggi didapatkan di
Pima India dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%.
Prevalensi RA di Negara barat kurang lebih yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di
China dan di Indonesia prevalensinya kurang dari 0,4%. Hasil survey yang
dilakukan di Jawa Tengah sebesar 0,2% di daerah pedesaan dan 0,3% di
daerah perkotaan.3
Prevalensi RA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1, dan dapat terjadi pada semua kelompok
umur dengan angka kejadian tertinggi pada usia 40-50 tahun. 3

3. Etiologi
1. Hormon Sex
Berbagai observasi telah menimbulkan dugaan bahwa hormon sex
merupakan salah satu faktor predisposisi penyakit ini. Sebagai contoh,
 prevalensi AR diketahui 3 kali lebih banyak diderita kaum wanita

2
dibandingkan dengan kaum pria. Rasio ini dapat mencapai 5 : 1 pada
wanita usia subur. 3
2. Faktor Infeksi

Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya


onset penyakit ini terjadi secara mendadak dengan disertai gambaran
inflamasi yang mencolok. Agen infeksius yang diduga penyebab AR
antara lain adalah bakteri, mycoplasma atau virus.3

4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR
antara lain jenis kelamin (wanita), ada riwayat keluarga yang menderita AR,
umur lebih tua, dan paparan rokok. Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh
dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan risiko. 4

5. Patofisiologi
Arthritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
 biasanya mengalami kerusakan adalah membran sinovial yang melapisi
 persendian. Inflamasi akan menyebar ke struktur sekitar sendi, termasuk
kartilago artikular dan kapsula sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon
mengalami inflamasi. Inflamasi ini ditandai oleh akumulasi sel darah putih,
aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. 3
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas
sinovial setelah adanya faktor pencetus berupa autoimun atau infeksi. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang
selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat
mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi
 pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi
sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak sendi
dan tulang rawan. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor

3
 pertumbuhan yang dilepaskan sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan
komlikasi sistemik.3,5,6
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun tersebut terutama terjadi pada
 jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
 proliferasi membran synovial. 3,5,6
Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi dan
menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi
nekrosis sel dan respons inflamasi. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi
synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular.
Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus
masuk ke tulang subchondral. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi
nekrosis. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami
 perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot. 3,5,6
Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Pannus ini dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga
menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis) sehingga sendi
tidak dapat digerakkan terutama pada sendi tangan dna kaki. Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan
 bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
3,5,6
subcondral bisa menyebabkan osteoporosis setempat.

4
6. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
The American College of Rheumatology mengeluarkan kriteria untuk
2
mengelompokkan rheumatoid arthritis (RA):
1. Kaku pagi hari
2. Arthritis dari 3 atau lebih daerah sendi
3. Arthritis persendian tangan
4. Symmetric arthritis (serangan bersamaan pada sendi yang sama atau
dua sisi tubuh)
5. Rheumatoid Nodule
6. Serum RF
7. Perubahan radiografik yang khas RA pada radiograf posteroanterior
tangan dan pergelangan, yang pasti menyatakan erosi atau
dekalsifikasi tulang yang samar bertempat di dalam atau berdekatan
dengan sendi yang bersangkutan

Rheumatoid Arthritis diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu:


1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan. 1

5
7. Gejala Klinis dan Tanda Fisik
Gejala Klinis
Pasien RA biasanya menunjukkan gejala umum, termasuk tidak enak
 badan, demam, kelelahan, berat badan menurun, dan myalgia. Pasien juga
mengeluhkan kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari (seperti berpakaian,
 berdiri, berjalan, membersihkan diri, kesusahan untuk menggunakan tangan
mereka).3

Sign (Tanda fisik)

Keterlibatan sendi adalah ciri khusus dari RA. Secara umum, persendian
kecil di tangan dan kaki terserang dalam penyebaran yang relatif simetris.
Sendi yang paling umum terkena dari frekuensi terbesar ke kecil, meliputi :
metacarpophalangeal (MCP), pergelangan tangan, proximal interphalangeal
(PIP), lutut, metatarsophalangeal (MTP), bahu, pergelangan kaku/ankle,
tulang tengkuk, pinggul, siku, dan sendi temporomandibular. Sendi
menunjukkan peradangan dengan pembengkakan, pelunakan, hangat, dan
 berkurangnya jarak pergerakan. Atrhropi dari otot interosseous tangan adalah
tanda khas awal terjadinya RA. Kerusakan sendi dan tendon, dapat mengarah
ke perubahan bentuk seperti penyimpangan ulnar, bentuk boutonniere dan
 bentuk leher angsa, jari kaki palu, dan kadang sendi ankylosis.

Tanda musculoskeletal lain yang umum diamati termasuk tenosynovitis


dan pecahnya tendon karena serangan pada tendon dan ligament, paling umum
menyerang tendon ekstensor digital keempat dan kelima pada pergelangan
tangan. Kebanyakan pasien RA memiliki atrophy otot karena tidak terpakai,
yang merupakan efek sekunder dari peradangan se ndi. 3

6
Gambar 1. Contoh Deformitas pada AR. 3

8. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan cairan synovial 2,3

Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang


menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
 Pemeriksaan darah tepi 2,3

1. Leukosit : Leukosit 5.000 - 50.000/mm, menggambarkan adanya proses


inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).

 Pemeriksaan kadar sero-imunologi 3

a. Rheumatoid Factor (RF) adalah pemeriksaan penyaring untuk


mendeteksi adanya antibodi golongan IgM, IgG atau IgA yang
terdapat dalam serum pada penderita RA, yang merupakan antibodi
atau immunoglobulin yang dimiliki oleh sekitar 70 sampai 80

7
 persen orang dewasa yang memiliki RA menunjukkan hasil yang
 positif.
 b. Anti CCP (cyclic citrulinated peptide antibody) positif telah dapat
ditemukan pada arthritis rheumatoid. Tes ini digunakan untuk
mendeteksi adanya antibodi citrulline di darah. Asam amino
citrulline ditemukan dalam cairan sendi penderita RA. Adanya
citrulline ini akan menyebabkan sistem imun membentuk auto
antibodi terhadap citrulline (anti CCP). Anti CCP ini biasanya
dapat ditemukan pada sekitar 50-60% penderita RA awal sekitar 3-
6 bulan setelah timbulnya gejala
c. C-reaktif protein biasanya meningkat. Peningkatan ini tampak pada
70-80% penderita. Biasanya meningkat menjadi > 0,7 picograms
 per mL.

 Pemeriksaan radiologi 3

Pada penderita RA, biasanya didapati tanda-tanda dekalsifikasi


 pada sendi yang terkena. Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk
melihat progesifitas penyakit RA. Pemeriksaaan ini dapat memonitor
 progresifitas dan kerusakan sendi jangka panjang. Foto Rontgen, biasanya
ditemukan deformitas tulang. Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak
ditemukan kelainan pada radiologi, kecuali pembengkakan jaringan lunak.
Tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, maka dapat
terlihat penyempitan ruang sendi, erosi tulang pada tepi sendi dan
 pengurangandensitas tulang, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering
terkena. Perubahan ini bersifat irreversible.

8
Gambar 3. Foto Rontgen rheumatoid arthritis

Gambar 1. Pasien RA menunjukkan adanya penebalan j aringan ikat dan


 penyempitan celah sendi interphalanx proksimal 2

Pemeriksaan MRI mampu mendeteksi adanya erosi lebih awal


dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi konvensional dan mampu
menampilkan struktur sendi secara rinci, tetapi membutuhkan biaya yang lebih
tinggi.2

9
 9,4
Pemeriksaan Patologik Anatomik

Pada penderita reumatoid artritis, terlihat adanya hipertrofi dari vili pada
sendi, penebalan jaringan sinovial, adanya sebukan sel-sel radang
mendadak dan menahun, jaringan fibrosit dan pusat-pusat nekrosis. Semua
ini akan menghasilkan pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik dalam
keadaan diam maupun saat digerakkan. Dan pembentukan pannus yang
amat cepat akan menerobos tulang rawan sendi, periosteum, dan
seterusnya sehingga pada akhirnya sendi tersebut akan penuh dengan
 pannus yang berlapis-lapis.
Bila pannus ini sudah mengisi seluruh rongga sendi, maka pannus ini
lambat laun merupakan anyaman yang bertaut, sehingga akhirnya timbul
ankilosis di mana sendi tidak dapat digerakkan. Proses penerobosan
 pannus ke dalam tulang akan berlangsung terus sehingga pada suatu saat
tulang jadi rapuh dan hancur. Akibatnya timbul deformitas, subluksasi,
luksasi bahkan destruksi yang hebat. Akibatnya, otot-otot di sekitar sendi
tidak digunakan lagi dan timbul dis-used atrophy yang menyebabkan
 penderita akan cacat dan sendi-sendi besarnya juga mengalami ankilosis.

9. Penegakan Diagnosis
Rheumatoid arthritis umumnya hadir dengan nyeri dan kekakuan pada
 beberapa sendi, biasanya pasien mengalami gejala awalnya hanya di satu lokasi
atau beberapa lokasi persendian.

Sendi yang paling sering terkena adalah persendian dengan rasio tertinggi
sinovium pada tulang rawan artikular. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan
kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan
 bergerak.

10
Atritis Reumatoid biasanya mengalami kekakuan, bengkak, dan
eritematosa. Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis
reumatoid yang merupakan penyakit autoimun. Beberapa pasien mengeluh
"bengkak" pada persendian tangan, bengkak tersebut terjadi dikarenakan untuk
 peningkatan aliran darah ke daerah meradang. Otot di dekat sendi meradang
sering atrofi. Kekakuan pada pagi hari yang berlangsung setidaknya 45 menit
sebelum melakukan aktivitas. Pada umunya persendian dengan posisi fleksi dapat
meminimalkan distensi menyakitkan dari kapsul sendi. Beberapa penelitian
mengatakan, Seseorang dapat didiagnosis AR jika onsetnya telah 6 bulan dengan
 beberapa kriteria gejala AR. Biasanya diagnosis disertai dengan gejala-gejala non
spesifik seperti, malaise, kelemahan otot, berat badan turun, demam ringan,
kelelahan, dan keluhan sistemik lainnya mungkin timbul, terutama dalam
 presentasi akut.

Kurang lebih 70% penderita AR mengalami erosi tulang dalam 2 tahun


 pertama penyakit , dimana hal ini menunjukan penyakit berjalan progresif.
Keterlibatan sendi pergelangan tangan, metacarpophalangeal (MCP) dan
 proximal inter phalangeal (PIP) hampir selalu dijumpai, sementara keterlibatan
distal interphalangeal (DIP) lebih jarang dijumpai. Bentuk awal dari deformitas
adalah tenosinovitis yang menyebabkan tendon menjadi lemah, memanjang,
 bahkan ruptur. Selain itu, penderita AR dengan keterbatasan mobilitas memiliki
kemungkinan terjadinya penurunan kekuatan otot sebesar 30-70% dibandingkan
orang normal, dengan penurunan endurans mencapai 50%. 9

1. Anamnesis :

Beberapa pemeriksaan anamnesis yaitu:

a. Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan


kronologis.

11
 b. Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi
frekuensi penyakit terdapat pada umur tertentu, penyakit
rheumatoid atritis banyak ditemukan pada usia lanjut.
c. Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita
oleh wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.
d.  Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasien dengan
reumatik.. Pada pasien RA, nyeri paling sering terjadi pada pagi
hari, membengkak disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam
hari.
e. Kaku sendi, merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar
untuk menggerakan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan
cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.
f. Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak
sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi
struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).
g. Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan,
organ, atau sistem tidak dapat bekerja secara adekuat. Handicap
adalah apabila disabilitas menyebakan aktivitas sehari-hari
terganggu, termasuk aktivitas sosial.
h. Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai
maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan
 peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP.
Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas,
 penuruanan berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah terangsang.
Kadang-kadang pasien mengeluhkan hal yang tidak spesifik seperti
merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan
mental.
i. Gangguan tidur dan depresi, ganguan tidur dapat disebabkan oleh
adanya nyerikronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi
nonsteroid.

12
2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:
1) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien
akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformasi,
sementara tungkai yang nyeriakan lebih lama diletakkan
dilantai, biasanya diikut oleh gerakan lengan yang asimetris,
disebut gaya berjalan antalgik.
2) Sikap/postur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan
artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendiri
tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi fleksi.
3) Deformasi, akan lebih terlihat pada saat bergerak.
4) Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan kemerahan disertai
deskuamasi pada kulit disekitar sendi menunjukan adanya
inflamasi pada sendi.
5) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses
inflamasi di daerah sendi tersebut.
6) Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringa lunak,
atau tulang.
7)  Nyeri raba
8) Pergerakan sinovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak
sendi pada semua arah.
9) Krepitus, merupakan bunyi yang dapat diraba sepanjang
gerakan struktur yang diserang.
10) Atrofi dan penurunan kekuatan otot.
11) Ketidakstabilan.
12) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan
observasi pada penggunaan normal seperti bangkit dari kursi
atau kekuatan menggenggam.
13) Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umunya
ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku,
tumit belakang, sacrum).

13
14) Perubahan kuku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis
atau serpihan darah.
15) Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang
 pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.
16) AR mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya yaitu :
a) Kulit : Nodul bawah kulit (nodul rheumatoid).Lesi
Vasculitic pada kulit dapat berwujud purpura yang jelas
atau borok di kulit.
 b) Jantung : Myocardial infarction, disfungsi myocardial, dan
asymptomatic pericardial effusions umum terjadi;
symptomatic pericarditis dan constrictive pericarditis jarang
terjadi. Myocarditis, coronary vasculitis, penyakit valvular,
dan conduction defects jarang diamati.
c) Paru : Pada paru-paru dapat muncul dalam beberapa
 bentuk, termasuk pleural effusions, interstitial fibrosis,
nodules (Caplan syndrome), dan bronchiolitis obliterans-
organizing pneumonia.
d) GIT : Gangguan Intestinal, keterlibatan ginjal, biasanya
merupakan efek sekunder seperti efek pengobatan,
 peradangan, dan penyakit lainnya. Hati sering terkena pada
 pasien dengan Felty syndrome (yaitu, RA, splenomegaly,
dan neutropenia).
e) Ginjal : Ginjal biasanya tidak terpengaruh RA secara
langsung. Akibat sekunder umum terjadi, termasuk yang
disebabkan pengobatan (contoh, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs], gold, cyclosporin),
 peradangan (contoh, amyloidosis), dan penyakit terkait
(contoh, Sjögren syndrome dengan ketidaknormalan renal
tubular).

14
f) Vascular : Lesi Vasculitic dapat muncul pada organ
manapun tetapi paling umum ditemukan di kulit. Lesi dapat
 berupa purpura jelas, borok kulit, atau digital infarcts.
g) Hematologi : Kebanyakan pasien aktif memiliki anemia
dari penyakit kronis. Beberapa parameter hematologic
mengukur aktivitas penyakit, meliputi normochromic-
normocytic anemia, thrombocytosis, dan eosinophilia,
walau yang terakhir ini tidak umum. Leukopenia adalah
temuan pada pasien dengan Felty syndrome.
h)  Neurologis : Nerve entrapment (syaraf terjepit) umum
terjadi, seperti syaraf median pada carpal tunnel syndrome.
Lesi Vasculitic, mononeuritis multiplex, dan cervical
myelopathy dapat menyebabkan efek neurologis serius.
i) Okular : Keratoconjunctivitis sicca umum muncul pada
individu denga RA dan sering menjadi perwujudan awal
Sjögren syndrome sekunder. Mata dapat juga terkena
episcleritis, uveitis, dan nodular scleritis yang
menyebabkan scleromalacia.10

Gambaran patognomonik artritis reumatoid


Patognomonik adalah tanda atau gejala khas yang tipikal tehadap suatu
 penyakit sehingga dapat dijadikan tolak ukur dan spesifikasi penyakit tersebut.
Patognomonik RA adalah munculnya nodul-nodul reumatoid yang merupakan
massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada
aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini
 berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada
 penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosi. Kekakuan selama
minimal 1 jam dan artritis yang simetrk juga menjadi gejala khas dari RA. 11

15
Gambar 2. Nodul reumatoid di zona persendian lutut

Gold Standart Diagnosis atau Kriteria Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA (American


Rheumatism Association), yaitu:
a. Kaku pagi hari di sendi dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
 b. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) 3 daerah
sendi atau lebih secara bersamaan yang diobservasi oleh dokter.
c. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu
 pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal
interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan
tangan.
d. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi
misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau MTP (metatarsophalangeal).
e.  Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
 permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi
dokter.
f. Faktor rheumatoid serum positif, terdapat titer abnormal faktor
rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang membrikan hasil
 positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.

16
g. Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran radiologis yang
khas pada AR pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau
 pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang
 berdekatan sendi.
Diagnosa AR, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas
dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal 6 minggu. 1

10. Diagnosis Banding


Tabel perbedaan antara Artritis Reumatoid, Gout, dan Osteoartritis: 1

Gambaran
Artritis Reumatoid Gout Osteoartritis
Radiologi
Intermitten,
Soft tissue Periartrikular,
Esentrik, tophi tidak sejelas
swelling simetris
yang lain
Subluksasi Ya Tidak biasa Kadang-kadang
Menurun di
Mineralisasi Baik Baik
 periartrikular
Kadang-kadang
Kalsifikasi Tidak Tidak
 pada tophi
Baik hingga
Celah sendi Menyempit Menyempit
menyempit

Punched out dengan Ya, pada


Erosi Tidak
garis sklerotik intraartikular

Produksi Menjalar ke tepi


Tidak Ya
tulang korteks
Bilateral,
Simetri Bilateral, simetri Asimetri
simetri
Kaki, pergelangan
Distal ke
Lokasi Proksimal ke distal kaki, tangan dan
 proksimal
siku
Seagull
Karakteristik
Pembentukan appearance
yang Poliartrikular
kristal  pada sendi
membedakan
interfalangeal

17
Gout Arthritis
Gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat
 primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung dari
 pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan
eksresi asam urat, sedangkan gout sekunder disebabkan oleh pembentukan
asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian
obat-obatan tertentu.
Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak dan
nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi
metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan
tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan
sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-
obatan, alkohol, atau stres emosional. Sendi-sendi lain dapat terserang,
termasuk sendi jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku.

Pembengkakan dan erosi pada sendi PIP-5

18
Osteoarthritis
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit
ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai
oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan
tulang baru pada permukaan persendian. Gambaran klinis osteoartritis
umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau
menanggung beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau
 bila memikul beban tubuh. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi
tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan
menghilang setelah digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi,
 biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan
dengan kekakuan sendi di pagi hari yang disebabkan oleh artritis
reumatoid yang terjadi lebih lama. 12

Penyempitan celah sendi medial yang asimetrik

19
11. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan pada reumatoid artritis adalah
untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan
kemampuan maksimal dari penderita, serta mencegah dan atau memperbaiki
deformitas yang terjadi pada sendi. Selain itu, dengan adanya program pengobatan
ini dapat mengusahakan agar pasien dapat tetap bekerja dan hidup secara biasa
 baik di rumah maupun di tempat kerja, terutama mengatasi kerperluan-keperluan
dirinya sehari-hari.3,8
1. Medika Mentosa

Penggunaan OAINS dalam pengobatan AR


Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umumnya diberikan pada pasien
AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi
akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi
sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga
memberikan efek analgesik yang sangat baik.  3,5,7
OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklo-oxyge-nase
sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan
enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa
OAINS berkerja dengan cara: 3,5,7
o Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,
serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
o Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
o Menghambat proliferasi selular
o Menekan rasa nyeri
Selama ini telah terbukti bahwa OAINS dapat sangat berguna dalam
 pengobatan AR, walaupun OAINS bukanlah merupakan satu satunya obat yang
dibutuhkan dalam pengobatan AR. Hal ini di sebabkan karena golongan OAINS
tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi akibat AR. 3,5,7

20
Glukokortikoid
Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki
efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg
satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi
sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara
 bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat
 peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu. 5
DMARD
Untuk mengatasi proses destruksi tersebut masih diperlukan obat obatan lain yang
termasuk dalam golongan DMARD. Jenis-jenis yang digunakan adalah: 3

a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun


efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
 bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik. 3

b. Sulfasalazin  dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x


500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500
mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai
dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan
tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau
dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia. 3

c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam


dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping
antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.3

d. Garam emas.   Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek
samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan

21
dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua
sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama
20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2
minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3
minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis,
 proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah
auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang
dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan
dosis.3

e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.

Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek
dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila
dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis
 jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan
siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian. 3

2. Non Medika Mentosa


 Edukasi
Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada
 pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien.
Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang
 patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua
komponen program penatalaksanaan termasuk obat yang kompleks,
sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode- metode
yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim
kesehatan.7,9

22
• Fisioterapi / latihan

Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan


fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua
sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Di
samping bentuk latihan, sering pula diperlukan alat bantu (alat bidai,
tongkat, tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat
ortotik lainnya).7,9

3. Penatalaksanaan bedah
Tindakan bedah perlu dipertimbangkan bila :
1) Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan
sendi yang ekstensif
2) Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi
yang berat
3) Ada ruptur tendon

Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk


sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak
sehingga sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa
memperbaiki fungsi bila telah putus.
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita
artritis reumatoid dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun
artroplastia dan penggantian total sendi dapat dilakukan pada
 beberapa sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada
 pinggul, lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah
mengurangi nyeri dan mengurangi disabilitas.
Tindakan operasi yang lain, yaitu sinovektomi terbuka dan radikal,
sehingga mempunyai resiko antara lain pendarahan, penggunaan
anastesi, infeksi pada sendi artifisial, bekuan darah, dan sendi
artifisial yang tidak cocok. Pemulihan pasca tindakan operasi

23
membutuhkan waktu hingga 2 minggu rawat inap di rumah sakit.
Rehabilitasi sendi pasca tindakan operasi memerlukan waktu
 beberapa minggu hingga beberapa bulan. 13

Sinovektomi, khususnya pada sendi lutut berguna untuk


meluruskan kembali dan memperbaiki tendon. Sendi buatan dapat
dilakukan misalnya pada sendi panggul, lutut, jari-jari tangan. Artrodesis
mungkin perlu dilakukan pada nyeri atau deformitas yang berat. 11

24
12. Komplikasi
Terjadinya penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) akan meningkatkan
resiko timbulnya berbagai komplikasi seperti :
1. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan komplikasi yang paling sering
dialami oleh penderita RA. Hal ini terjadi karena kurangnya
aktivitas tubuh terutama tulang akibat nyeri yang dirasakan.
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
 penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis adalah kelainan tulang, ditandai dengan
kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang.
2. Carpal Tunnel Sydrome (CTS)
Carpal tunnel syndrome, atau neuropati saraf medianus di
 pergelangan tangan, adalah kondisi medis di mana saraf median

25
dikompresi di pergelangan tangan, menyebabkan parestesia, mati
rasa dan kelemahan otot di tangan. Bangun di malam hari
merupakan karakteristik gejala carpal tunnel syndrome.
Kebanyakan kasus CTS adalah idiopatik (tanpa alasan
tertentu). Beberapa pasien secara genetik cenderung untuk
mengembangkan kondisi tersebut. Diagnosis CTS sering
dihubungkan pada pasien yang memiliki aktivitas yang
 berhubungan dengan nyeri lengan, seperti RA. 11

13. Prognosis
Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan rhematoid arthritis pada setiap
 pasien tidak dapat diprediksi. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan
 prognosis buruk pada pasien antara lain:  5,7,9
 Poliarthritis generalisa di mana jumlah sendi yang terkena lebih dari 20.

 LED dan CRP yang tinggi meskipun sudah menjalani terapi.

 Manifestasi ekstraartikular, misalnya nodul

 Faktor rhematoid positif

 Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun

sejak onset.

26
BAB III
KESIMPULAN
1. Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang
tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan poliarthritis
 perifer dan simetris.
2. Beberapa faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi dari
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah faktor genetik, hormon seks, faktor
infeksi, serta Protein heat shock (HSP).
3. Pada pasien penderita reumatoid artritis, membran sinovial telah
mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan infiltrasi dari
sel-sel pemicu inflamasi, terutama sel T CD4+. Untuk menegakkan
diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism
Association), diagnosa AR ditegakkan jika sekurang-kurangnya
memenuhi 4 dari 7 kriteria dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal
6 minggu.
4. Penatalaksanaan untuk penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) dapat
 berupa tatalaksana non- farmakologis dan farmakologis
a.  Non-farmakologis: pendidikan, istirahat, latihan-latihan fisik,
alat-alat pembantu dan adaptif serta terapi-terapi yang lain.
 b. Farmakologis: Obat - obatan antiinflamasi nonsteroid,
glukokortikoid, DMARD, Terapi kombinasi, emas serta
tatalaksana bedah.
5. Komplikasi dari Rheumatoid Arthritis (RA) dapat berupa
osteoporosis dan Carpal Tunnel Sydrome (CTS). Prognosis penyakit
ini buruk dengan beberapa faktor menjadi penyebabnya.

27

Anda mungkin juga menyukai