Anda di halaman 1dari 13

Referat

Trauma Tajam pada Mata

Pembimbing :

Dr. Mochammad Soewandi, Sp.M

Dibuat oleh :

Try Satrio Wicaksono ( 112017239 )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 18 FEBRUARI 2019 – 23 MARET 2019


BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan
unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami
trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang
paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.1

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat
mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan
kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 2010 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan
trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme
trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar
inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa).
BAB II

PEMBAHASAN

1. Anatomi Mata

Bola mata normal dewasa berbentuk sferis dengan diameter rata-rata 24 mm. 1-3

Gambar 1
Gambar anatomi bola mata.

Gambar 2
Potongan sagital bola mata.

Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan:


a) Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar di banding sclera.
b) Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh
ruang yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan pada ruda paksa
yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar
dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur
jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum
yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.
c) Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosesnsoris
yang akan merubah sinar menjadi rangsangan ke saraf optik dan diteruskan ke otak.
Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat
terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva ini. Sel epitel superfisial konjungtiva mengandung sel-sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan airmata diseluruh prekornea.1
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu :
a) Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
b) Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
c) Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Gambar 3. konjungtiva

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding


dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54mm di tengah, sekitar 0,65mm di tepi, dan diameternya sekitar
11,5mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunnyai lima lapisan yang berbeda-beda;
lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel.1
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian
besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapatkan dari percabangan pertama
(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya. 1,4

Gambar 4. Lapisan-lapisan kornea


Gambar 5
Zona Topografi kornea

2. Definisi Trauma Mata

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.5,6

I. KLASIFIKASI
A. Klasifikasi trauma okular berdasarkan mekanisme trauma:
1. Trauma Mekanikal
a. Trauma palpebra
b. Trauma pada sistem lakrimal
c. Laserasi konjungtiva
d. Erosi kornea
e. Benda asing pada kornea dan konjungtiva
f. Trauma non perforans (closed-globe injury)
g. Trauma pada dasar orbitalis (blow-out fracture)
h. Trauma perforans (open-globe injury)
2. Trauma Kimia
3. Trauma Radiasi
B. Klasifikasi berdasarkan Birminghamm Eye Trauma Terminology (BETT).
Trauma mata terbagi dua yaitu trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati
struktur dinding bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati
seluruh struktur dinding bola mata (full thickness). Berdasarkan BETT, trauma okuli
dibagi atas 2 yaitu:
Trauma bola mata tertutup (closed globe injury)
a. Kontusio
Pada kontusio tidak terdapat luka pada permukaan bola mata. Trauma terjadi
karena energi yang dibawa oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawa
oleh benturan yang menyebabkan perubahan bentuk dari bola mata.
b. Laserasi lamellar, terjadi apabila luka mengenai sebagian dinding bola mata
namun tidak melewatinya.
Trauma bola mata terbuka (Open-globe Injury)
a. Ruptur
Ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding bola mata karena
sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek trauma dari objek
tersebut bukan hanya pada area lokal yang bersentuhan tetapi juga di area
lain pada bola mata. Energi yang timbul dari objek tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler sesaat sehingga dinding bola mata akan
bergerak ke arah titik yang paling lemah (inside-out mechanism).
b. Laserasi:
 Penetrasi
Dikatakan trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan prolaps dari isi
bola mata.
 Intraocular foreign body (IOFB)
Dikatakan IOFB apabila terdapat satu atau lebih bagian objek penyebab
trauma tertinggal di dalam mata.
 Perforasi
Dikategorikan sebagai perforasi apabila terdapat luka masuk dan luka
keluar pada bola mata
Gambar 6
Klasifikasi Trauma Okuli berdasarkan BETT.

Gambar 7.
Diagnosa klinis berdasarkan jenis objek penyebab trauma

3. EPIDEMIOLOGI
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat
mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan
kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 2010 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.3-6
4. PATOFISIOLOGI

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup,equatorial, global reposititioning :

Coup adalah kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur
orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata cenderung mengambang dan
merubah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk
normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang diharapkan.3-6

Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola mata
(konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun demikian kebanyakan trauma ini
adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal dari
terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda
asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu
mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan keruhan serupa.
Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan dapat memperjelas
kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif)
Direct impact Compression Reflected Rebound compression
wave force compression wave force
wave force

Gambar 8.

Patofisiologi pada trauma tumpul

5. Manifestasi Trauma Okuli


Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain perdarahan atau keluar
cairan dari mata, memar pada sekitar mata, penurunan visus dalam waktu yang mendadak,
penglihatan ganda, mata bewarna merah, nyeri dan rasa menyengat pada mata, sakit kepala,
mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata, dan fotopobia.5,6,7

6. Diagnosis Trauma Okuli


Untuk menegakkan diagnosis trauma okuli sama dengan penegakan diagnosis pada
umumnya, yaitu dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah
cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau timbul
mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat memalu,
mengasah, atau ledakan. 5,6

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda
apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata
tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu
mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan
benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan
penglihatan, ditanyakan apakah penurunan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah
kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan
keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.7

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga ½
kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu pemeriksaan
neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental, fungsi, jantung dan paru
serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan :

a) Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik
dan defek pupil aferen.
b) Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk mencari
defek pada tepi tulang orbita.
c) Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi
d) Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak
e) Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan
f) Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang
lain)
g) Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain USG mata, CT scan, hingga
MRI. Pemeriksaan darah lengkap, status kardiologi, radiologi dapat ditambahkan jika akan
dilakukan tindakan tertentu yang membutuhkan pemeriksaan penunjang tersebut.8

7. Penatalaksanaan Trauma Okuli


Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular adalah :8,9

a) Memperbaiki penglihatan.
b) Mencegah terjadinya infeksi.
c) Mempertahankan arsitektur mata.
d) Mencegah sekuele jangka panjang.
Penanganan Trauma Okuli Perforasi :
Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan antitetanus toksoid
untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang
menyebabkan luka penetrasi. Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih
lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anastesi umum. Sebelum pembedahan jangan
diberi obat siklopegik ataupun antibiotic topical karena kemungkinan toksisitas pada jaringan
intraocular yang terpajan.

Berikan antibiotik sistemik spectrum luas . Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai
kebutuhan, dengan retriksi makanan dan minum. Induksi anastesi umum dengan
menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuron muscular, karena dapat
meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga meningkatkan
kecendrungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal dengan bantuan
anstetik umum yang bersifat singkat untuk memudahkan pemeriksaan. Pada trauma yang
berat, seorang dokter harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut
akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan bola mata
lengkap. Yang tak kalah pentingnya yaitu kesterilan bahan atau zat seperti anastetik topical,
zat warna, dan obat lain maupun alat pemeriksaan yang diberikan ke mata.

Benda berbentuk partikel kecil harus dikeluarkan dari abrasi kelopak untuk mengurangi
resiko pembentukan tato kulit. Laserasi palpebra yang superfisial hanya memerlukan jahitan
pada kulit saja. Untuk mengelakkan terjadinya jaringan parut yang tidak diinginkan, perlu
dilakukan debridement konservatif, menggunakan jahitan eversi yang berkaliber kecil dan
membuka jahitan dengan cepat.

8. Prognosis

trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin
membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi
dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas, penanganan harus sesegara
mungkin untuk mencegah komplikasi yang lebih berat, penanganan pertama yang tepat dapat
memberi golden periode yang lebih panjang bagi mata untuk mempertahankan fungsinya.
Daftar Pustaka

1. Duong H,V,Q. Eye Globe Anatomy. Available from :


https://emedicine.medscape.com/article/1923010-overview. Tanggal akses 13 Maret
2019
2. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi
kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2015. h. 1-173
3. Vaughan D. General Ophthalmology. 19th Edition: 2018 hal: 17-65; 835-52
4. Zorab RA, Straus H, Dondrea, et.al. The Eye. In: Fundamental and Principles of
Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of
ophtalmology.;2008-2009. p.43
5. Golden JD. Globe Rupture. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/798223. Tanggal akses :13 Maret 2019
6. Kuhn F, Morris R, Mester V, Witherspoon CD. Terminology of Mechanical Injuries:
the Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) in: Ferench Kuhn Ocular
Traumatology. San Fransisco: Springer. 2010. P: 3-16.
7. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada ; hal 1-64; 232-44
8. Stein R and Stein H. Traumatic Red Eye. In: Management of ocular emergencies.
Montreal: Mediconcept Inc. P. 45-58.
9. Rapon JM. Ocular Trauma Management For The Primary Care Provider. Avilable from
http://.opt.pacificu.edu//cc/catalog/10310-SD/triage.htm. Tanggal akses : 13 Maret
2019

Anda mungkin juga menyukai