Pembimbing :
Dibuat oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan
unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami
trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang
paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.1
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat
mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan
kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 2010 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan
trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme
trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar
inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi Mata
Bola mata normal dewasa berbentuk sferis dengan diameter rata-rata 24 mm. 1-3
Gambar 1
Gambar anatomi bola mata.
Gambar 2
Potongan sagital bola mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.5,6
I. KLASIFIKASI
A. Klasifikasi trauma okular berdasarkan mekanisme trauma:
1. Trauma Mekanikal
a. Trauma palpebra
b. Trauma pada sistem lakrimal
c. Laserasi konjungtiva
d. Erosi kornea
e. Benda asing pada kornea dan konjungtiva
f. Trauma non perforans (closed-globe injury)
g. Trauma pada dasar orbitalis (blow-out fracture)
h. Trauma perforans (open-globe injury)
2. Trauma Kimia
3. Trauma Radiasi
B. Klasifikasi berdasarkan Birminghamm Eye Trauma Terminology (BETT).
Trauma mata terbagi dua yaitu trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati
struktur dinding bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati
seluruh struktur dinding bola mata (full thickness). Berdasarkan BETT, trauma okuli
dibagi atas 2 yaitu:
Trauma bola mata tertutup (closed globe injury)
a. Kontusio
Pada kontusio tidak terdapat luka pada permukaan bola mata. Trauma terjadi
karena energi yang dibawa oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawa
oleh benturan yang menyebabkan perubahan bentuk dari bola mata.
b. Laserasi lamellar, terjadi apabila luka mengenai sebagian dinding bola mata
namun tidak melewatinya.
Trauma bola mata terbuka (Open-globe Injury)
a. Ruptur
Ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding bola mata karena
sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek trauma dari objek
tersebut bukan hanya pada area lokal yang bersentuhan tetapi juga di area
lain pada bola mata. Energi yang timbul dari objek tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler sesaat sehingga dinding bola mata akan
bergerak ke arah titik yang paling lemah (inside-out mechanism).
b. Laserasi:
Penetrasi
Dikatakan trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan prolaps dari isi
bola mata.
Intraocular foreign body (IOFB)
Dikatakan IOFB apabila terdapat satu atau lebih bagian objek penyebab
trauma tertinggal di dalam mata.
Perforasi
Dikategorikan sebagai perforasi apabila terdapat luka masuk dan luka
keluar pada bola mata
Gambar 6
Klasifikasi Trauma Okuli berdasarkan BETT.
Gambar 7.
Diagnosa klinis berdasarkan jenis objek penyebab trauma
3. EPIDEMIOLOGI
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat
mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan
kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 2010 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.3-6
4. PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup,equatorial, global reposititioning :
Coup adalah kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur
orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata cenderung mengambang dan
merubah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk
normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang diharapkan.3-6
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola mata
(konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun demikian kebanyakan trauma ini
adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal dari
terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda
asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu
mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan keruhan serupa.
Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan dapat memperjelas
kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif)
Direct impact Compression Reflected Rebound compression
wave force compression wave force
wave force
Gambar 8.
Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda
apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata
tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu
mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan
benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan
penglihatan, ditanyakan apakah penurunan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah
kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan
keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.7
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga ½
kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu pemeriksaan
neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental, fungsi, jantung dan paru
serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan :
a) Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik
dan defek pupil aferen.
b) Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk mencari
defek pada tepi tulang orbita.
c) Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi
d) Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak
e) Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan
f) Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang
lain)
g) Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain USG mata, CT scan, hingga
MRI. Pemeriksaan darah lengkap, status kardiologi, radiologi dapat ditambahkan jika akan
dilakukan tindakan tertentu yang membutuhkan pemeriksaan penunjang tersebut.8
a) Memperbaiki penglihatan.
b) Mencegah terjadinya infeksi.
c) Mempertahankan arsitektur mata.
d) Mencegah sekuele jangka panjang.
Penanganan Trauma Okuli Perforasi :
Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan antitetanus toksoid
untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang
menyebabkan luka penetrasi. Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih
lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anastesi umum. Sebelum pembedahan jangan
diberi obat siklopegik ataupun antibiotic topical karena kemungkinan toksisitas pada jaringan
intraocular yang terpajan.
Berikan antibiotik sistemik spectrum luas . Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai
kebutuhan, dengan retriksi makanan dan minum. Induksi anastesi umum dengan
menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuron muscular, karena dapat
meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga meningkatkan
kecendrungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal dengan bantuan
anstetik umum yang bersifat singkat untuk memudahkan pemeriksaan. Pada trauma yang
berat, seorang dokter harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut
akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan bola mata
lengkap. Yang tak kalah pentingnya yaitu kesterilan bahan atau zat seperti anastetik topical,
zat warna, dan obat lain maupun alat pemeriksaan yang diberikan ke mata.
Benda berbentuk partikel kecil harus dikeluarkan dari abrasi kelopak untuk mengurangi
resiko pembentukan tato kulit. Laserasi palpebra yang superfisial hanya memerlukan jahitan
pada kulit saja. Untuk mengelakkan terjadinya jaringan parut yang tidak diinginkan, perlu
dilakukan debridement konservatif, menggunakan jahitan eversi yang berkaliber kecil dan
membuka jahitan dengan cepat.
8. Prognosis
trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin
membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi
dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas, penanganan harus sesegara
mungkin untuk mencegah komplikasi yang lebih berat, penanganan pertama yang tepat dapat
memberi golden periode yang lebih panjang bagi mata untuk mempertahankan fungsinya.
Daftar Pustaka