Dosen Pengampu :
Lina Elfita, M.Si., Apt.
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Laela Wulandari 11141020000070
Khena Zuraeda 11141020000042
Luluk Muchorayatul 11141020000063
Corry Prisciliana 111410200000041
Cut Balqis 11141020000048
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Regulasi Kalsium dan Hipokalemia
1. Keseimbangan Kalsium
Jumlah Ion kalsium (Ca) cairan di ekstraseluler sangat kecil dibandingkan
dengan yang tersimpan dalam tulang, dimana 99 % disimpan di tulang. Kalsium dalam
tulang tidak statis, bahkan pada orang dewasa sejumlah tulang di resorpsi setiap hari
dan kalsium dikembalikan ke cairan ekstraseluler (CES). Untuk mempertahankan
keseimbangan kalsium, pembentukan tulang dalam jumlah yang kurang lebih setara
harus terjadi.
2. Hipokalemia
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 2.4 mmol/L.
Penyebab hipokalasemia:
- Hipoparatiroidisme
- Defisiensi magnesium.
Penyebab paling lazim bagi pasien rumah sakit
- Defisiensi Vitamin D
Defisiensi dapat disebabkan oleh malabsorpsi, atau diet yang tidak memadai
dengan paparan sinar matahari yang krang.
- Penyakit ginjal
Ginjal yang sakit, dapat gagal mensintesis 1,25 DHCC
- Pseudohipoparatiroidisme
PTH disekresi, namun reseptor jaringan target gagal merespon hormon
- Penyebab lain
Rabdomiolisis akut, psnkress akut, keracunan etilen glikol, dan transplantasi
sumsum tulang
Gambaran klinis:
Gambaran klinis hipokalsemia antara lain gambaran neurologis seperti
kesemutan, tetani, dan perubahan mental; tanda-tanda kardiovaskuler seperti EKG
yang abnormal dan katarak.
Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan ditujukan untuk terapi penyebab hipokalsemia, jika
memungkinkan. Suplemen kalsium oral seringkali diresepkan pada kelainan ringan.
12,5 DHCC atau metabolit vitamin D sintetik 1-hidrokolekalsiferol dapat diberikan.
Langkah-langkah investigasi
Contoh Kasus:
Seorang wanita 70 tahun mendatangi dokternya dengan keluhan sakt tulang di seluruh
tubuh. Hasil tes biokimia pada spesimen serum yang diambil pada saat bedah adalah
sebagai berikut:
Pemeriksaan Nilai
Kalsium (mmol/L) 1,80
Fosfat (mmol/L) 1,1
Albumin (g/L) 39
Ca (yang dikoreksi) mmol/L 1,96
II.2 Hiperkalasemia
Pengertian
Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium dalam serum yang melebihi
batas normal.
Gambaran Klinis
Gejala-gejala hiperkalsemia meliputi:
Gambaran neurologis dan psikiatrik seperti letargi, kebingungan, iritabilitas dan
depresi
Masalah gastrointestinal seperti anoreksia, nyeri abdomen, nausea dan muntah,
serta konstipasi
Gambaran pada ginjal, seperti haus dan poliuria, serta kalkuli ginjal
Aritmia jantung
Diagnosis
Penyebab hiperkalsemia yang paling umum adalah hiperparatiroidisme dan
hiperkalsemia karena keganasan.
Penyebab hiperkalsemia yang lebih jarang antara lain:
Dosis vitamin D atau metabolitnya yang tidak memadai, contohnya pada terapi
hipoparatiroidisme atau penyakit ginjal atau karena pengobatan sendiri
Penyakit granulomatosa (seperti sarkoidosis atau tuberkolosis) atau tumor
tertentu (seperti limfoma) mensintesis 1,25-dihidrokolekalsiferol
Tirotoksikosis kadang-kadang sekali menyebabkan peningkatan pertukaran
tulang dan hiperkalsemia
Terapi diuretik: hiperkalsemia biasanya ringan
Penyakit ginjal: hiperparatiroidisme sekunder yang telah berlangsung lama
dapat membawa pada sekresi PTH yang tidak bergantung pada umpan balik
kalsium. Hal ini disebut hiperparatiroidisme tertier.
Terapi kalsium: pasien secara rutin diberi larutan yang mengandung kalsium
selama bedah jantung; dan pasien ini bisa mengalami hiperkalsemia sementara
setelahnya.
Penatalaksanaan
Terapi sifatnya darurat jika nilai kalsium yang dikoreksi dalam serum lebih
besar dari 3,5 mmol/L; prioritas terapi ini adalah mereduksi nilai kalsium yang
dikoreksi sampai ke level aman. Penyebab hiperkalsemia harus ditangani jika
memungkinkan. Pengankatan adenoma paratiroid melalui bedah biasanya memberi
penyembuhan yang sempurna bagi pasien dengan hipertiroidisme primer. Setelah
pembedahan, hipokalsemia sementara dapat ditangani dengan pemberian metabolit
vitamin D, sampai sisa kelenjar paratiroid mulai beroperasi dengan normal.
II.3 Fosfat dan Magnesium
1. Magnesium
Ion magnesium merupakan kation terbanyak kedua di dalam intraseluler
setelah kalium. Kadar normal magnesium adalah 0.7 1 mmol/L. Magnesium
memiliki peran penting terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia karena
magnesium terlibat dalam 300 reaksi metabolic esensial yang dimana hal
tersebut diperlukan untuk metabolism energy, penggunaan glukosa, sintesis
protein, sintesis dan pemecahan asam lemak, kontraksi otot, seluruh fungsi
ATPase, hamper seluruh reaksi hormonal dan menjaga keseimbangan ionic
seluler. Selain itu, ion magnesium (Mg) diperlukan dalam fungsi pompa Na/K-
ATPase. Kebanyakan aspek biokimia intraseluler bergantung pada magnesium,
termasuk glikolisis, metabolism oksidatif serta transport transmembran kalium
dan kalsium. Detail setiap pertimbangan biokimia magnesium perlu
memperhitungkan interaksi antara ion ion Mg2+, K+, dan Ca2+. Magnesium
dapat mempengaruhi sekresi paratiroid hormone oleh kelenjar paratiroid dan
hipomagnesemia berat dapat menyebabkan hipoparatiroidisme.
2. Homeostasis magnesium
b. Riwayat kasus
Seorang wanita 46 tahun diketahui mengalami enteritis radiasi dengan
diare kronis dan sindrom malabsorbsi yang berkaitan, dibawa ke
departemen rawat jalan. Wanita ini mengeluh kesemutan hebat yang baru
terjadi pada kaki dan tangannya. Pasien ini memiliki riwayat tetani
hipokalsemik 18 bulan lalu tetapi kalsium serum telah menjadi normal
sejak diberi 1-hidroksikolekalsiferol 0.75 g/hari ditambah dengan
suplemen kalsium oral.
Kalsium (mmol/L) 1.30
Fosfat (mmol/L) 1.1
Albumin (g/L) 39
Ca (mmol/L) 146
Fosfatase alkali (U/L) 110
Magnesium (mmol/L) 0.25
Pasien ini tidak merespon saat diberi terapi suplemen kalsium dengan kadar
meningkat dan 1-hidroksikolekalsiferol sama.
a. Apa yang anda prediksi mengenai status PTH pasien?
PTH kemungkinan rendah karena meskipun pasien mengidap
hipokalsemia yang dimana peningkatan PTH harusnya teerjadi tetapi
mungkin saja tidak terjadi dikarenakan pasien juga mengalami
hipomagnasemia yang parah.
b. Terapi apa yang tepat dan mengapa?
Pasien membutuhkan suplemen magnesium. Dikarenakan garam
magnesium menyebabkan diare, maka obat sebaiknya diberikan
secara parenteral khususnya pada kasus ini yaitu pasien telah
mengalami diare dan malabsorpsi. Setelah pasien mengalami
pemulihan magnesium, suplemen vitamin D dan kalsium yang
sebelumnya dikonsumsi pasien ini kemungkinan cukup untuk
mempertahankan keadaan normokalsemik. Namun, pasien ini
membutuhkan magnesium intravena secara teratur di masa yang akan
datang.
Penyakit tulang yang berat bisa terjadi saat kadar kalsium tampak normal .
penyakit tulang yang utama antara lain :
1. Osteoporosis
2. Osteomalasia dan riketsia
3. Penyakit paget
Metabolisme Tulang
Tulang adalah jaringan aktif yang tersusun oleh protein (kolagen) dan mineral
(kalsium fosfat) dan secara metabolik mengalami remodeling secara kontinyu oleh dua
proses, yaitu pembentukan (formasi) dan penyerapan (resopsi) tulang. Proses ini
bergantung pada aktivitas sel tulang yaitu osteoklas, osteoblas, dan osteofit. Dalam
kondisi normal, resopsi dan formasi berkaitan erat satu sama lain, sehingga jumlah
tulang yang dihancur sama dengan yang dibentuk. Keseimbangan ini dicapai dan diatur
melalui berbagai aksi hormon sistemik (misalnya paratiroid, vitamin D, dan hormon
steroid lainnya) dan mediator lokal (misalnya sitokin, faktor pertumbuhan).
Siklus remodeling tulang dimulai dengan perekrutan sel-sel prekursor osteoklas.
Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi osteoklas ketika mereka menerima sinyal dari
osteoblas. Osteoklas yang matur kemudian mensintesis enzim proteolitik yang
mencerna matriks kolagen. Resopsi tulang ini adalah tahap pertama dari siklus renovasi.
Fase yang panjang ini diatur oleh apoptosis osteoklas. Fase selanjutnya dari siklus
remodeling preosteoblas ditarik dari stem sel mesenkimal dalam sumsum tulang.
Osteoblas matur mensintesis matriks tulang, terutama kolagen tipe I dan mengatur
mineralisasi tulang yang baru terbentuk. Beberapa osteoblas matur mungkin terjebak
dalam mineralisasi tulang dan menjadi osteosit.
Faktor-faktor yang memengaruhi proses remodelling tulang yaitu (Tortora GJ,
Derrickson B.2008):
1. Mineral
Kalsium dan fosfat dalam jumlah yang besar sangat dibutuhkan saat tulang
sedang tumbuh. Selain itu, magnesium, fluoride, dan mangan juga dibutuhkan
walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit.
2. Vitamin
Vitamin yang ikut mempengaruhi remodelling tulang antara lain vitamin A ,
Vitamin C,vitamin D, vitamin K dan vitamin B12. Vitamin A menstimulasi aktivitas
dari osteoblast. Vitamin C dibutuhkan untuk sintesis kolagen yang merupakan
protein utama tulang. Vitamin D membantu membangun tulang dengan
meningkatkan absorpsi kalsium dari makanan di saluran gastrointestinal ke dalam
darah. Vitamin K dan B12 juga dibutuhkan untuk sintesis protein-protein tulang.
3. Hormon
Saat anak-anak, hormon yang paling penting untuk pertumbuhan tulang adalah
Insulin-like Growth Factors (IGF). IGF menstimulasi osteoblas, mempromosi
pembelahan sel di lempeng epifisis dan periosteum, dan meningkatkan sintesis
protein untuk pertumbuhan tulang baru. Hormon tiroid (T 3 dan T4) juga
mempromosikan pertumbuhan tulang dengan menstimulasi osteoblast. Hormon
insulin dari pancreas mempromosikan pertumbuhan tulang dengan meningkatkan
sintesis protein-protein tulang.
Saat pubertas, seks hormon , seperti androgen menyebabkan meningkatnya
aktivitas osteoblas dan sintesis matriks ekstraseluler, serta menyebabkan lonjakan
pertumbuhan pada usia belasan tahun. Pada akhirnya, hormon seks terutama
estrogen, mematikan pertumbuhan di lempeng epifisis, sehingga perpanjangan
tulang berhenti.
Saat dewasa, hormone seks secara perlahan-lahan meresorpsi tulang yang sudah
tua dan membantu deposisi tulang baru. Selain hormon-hormon tersebut, PTH,
kalsitriol, kalsitonin, dan hormone lainnya juga dapat berpengaruh pada remodeling
tulang.
Untuk melihat adanya proses remodeling tulang biasanya dilakukan
pemeriksaan pertanda remodeling tulang. Saat ini tersedia pemeriksaan pertanda
remodeling tulang baik enzim dan peptida non enzimatik yang berasal dari
kompartemen seluler dan non seluler tulang. Marker biokimia atau biomarker untuk
resorpi tulang dan pembentukan tulang dapat berguna dalam mengkaji tingkat penyakit
dan juga dalam pemantauan terapi. Berikut ini contoh biomarker formasi tulang dan
resorpsi tulang sebagai berikut:
1. Biomarker untuk formasi tulang
Marker formasi tulang adalah produk dari osteoblas beserta apa yang dihasilkan
dari aktivitasnya. Osteoblas adalah sel mononuklear yang menempel pada
permukaan tulang dan membentuk tulang baru. Osteoblast menghasilkan kolagen
tipe I dan matriks komponen osteoid lainnya dan mereka juga memineralisasi
osteoid dengan hidroksiapatit. Contoh biomarker untuk formasi tulang antara lain :
a. Propeptida Prokolagen tipe I
Prokolagen tipe I yang dilepaskan osteoblast mengalami pembelahan
proteolitik dan menghasilkan aminoterminal dan carboxy-terminal propeptida
dari kolagen tipe I (PINP, PICP). Konsentrasi dari PINP dan PICP dalam
sirkulasi diperkirakan mencerminkan laju pembentukan tulang.
b. Alkalin Phospatase (AP)
Peranan enzim alkaline phospatase (AP) dalam proses mineralisasi
adalah bahwa enzim ini mempersiapkan suasana alkalis (basa) pada jaringan
osteoid yang terbentuk, supaya kalsium dapat dengan mudah terdeposit pada
jaringan tersebut. Selain itu di dalam tulang enzim ini menyebabkan
meningkatnya konsentrasi fosfat, sehingga terbentuklah ikatan kalsium-fosfat
dalam bentuk kristal hidroksiapatit dan berdasarkan hukum massa (law of mass
action ) kristal tersebut pada akhirnya akan mengendap di dalam tulang. Nilai
normal: pria 90239 /L dan wanita di bawah 45 tahun 76196 /L dan wanita
>45 tahun 87250 /L.
c. Osteocalcin (OC)
Osteocalcin (OC) adalah protein yang disintesis oleh osteoblas yang
mengikat hidroksiapatit dalam matriks tulang. Selain fungsinya dalam mengatur
remodeling tulang melalui mekanisme umpan balik negatif, protein ini
merupakan faktor endokrin dalam mengatur hemostasis glukosa
2. Biomarker untuk resorpsi tulang
Osteoklas adalah sel berinti banyak yang berfungsi dalam penyerapan tulang.
Sel-sel ini memulai remodeling tulang dan membantu membentuk tulang yang
sedang tumbuh yang banyak pada anak-anak. Sel-sel ini membebaskan kalsium
pada tulang untuk mempertahankan konsentrasi kalsium serum normal. Marker
resopsi tulang diukur dalam serum dan urin. Biomarker resopsi tulang terdiri dari
1. Pyridinoline crosslinks
Pyridinoline (PYD) dan deoxypyridinoline (DPD) adalah bagian kecil
dari struktur amino siklik yang menghubungkan rantai peptide molekul kolagen.
Selama proses resopsi struktur ini dilepaskan ke sirkulasi. Konsentrasi
pyridinoline dan deoxypyridinoline dalam urin mencerminkan tingkat degradasi
kolagen. Konsentrasi umunya tidak dipengaruhi oleh diet. Sampel urin pagi hari
atau urin tamping 24 jam direkomendasikan untuk sampel pemeriksaan.
Marker ini dilepaskan ke sirkulasi dan dikeluarkan melalui urin.
Keduanya dapat dideteksi dengan RIA dan ELISA. Marker ini juga dihasilkan
oleh tulang rawan, tendon,dan ligament.
2. Telopeptides
N dan C Terminal dari kolagen yang matur dihasilkan selama resopsi
tulang dapat dideteksi dalam sirkulasi. Meskipun N-terminal (NTX) telopeptida
dapat diukur dalam serum, konsentrasi C-terminal (CTX) telopeptida lebih
berguna dalam memantau kemajuan dalam osteoporosis dan resopsi tulang pada
multiple mieloma.
NTX dapat diukur dalam serum ataupun urin. Pengukuran NTX dalam
urin 24 jam memiliki keuntungan karena tidak dipengaruhi variabilitas karena
irama sirkardian pergantian tulang. Seperti NTX, tes untuk mendeteksi CTX
serum dan urin telah dikembangkan, termasuk ELISA, RIA dan
electrochemiluminescence assay.
3. Tartrate-Resistant Acid Phospate (TRACP5b)
Asam fosfatase ada dalam enzim lisosom. Khususnya yang ada dalam
osteoklas yaitu 5b isoform (TRACP5b), yang digunakan sebagai penandaresopsi
tulang. Kenyataannya, itu adalah satu-satunya penanda aktivitas osteoklas
3. Penyakit peget
Penyakit paget adalah penyakit yang umum dan dicirikan dengan aktivitas
osteoklas yang meningkat, yang membawa pada peningkatan resorpsi tulang.
Peningkatan aktivitas oteoblast memperbaiki tulang yang direorpsi , tetapi tulang
yang baru diletakkan dalam cara yang teratur.
Presentase klinis penyakit ini hampir selalu berupa nyeri tulang, nyeri ini
bisa jadi sangat berat. Penyakit ini ditandai dengan fosfatase alkali erum tinggi dan
ekskresi hidroksiprolin urin meningkat.
b) Tipe 2
Tipe ini disebabkan oleh mutasi gen VDR (gen VDR merupakan Reseptor kalsitriol
yang berfungsi untuk mengontrol absorpsi kalsium dan fosfat) dank arena tingginya
kadar kalsitriol.
Penyebab
Beberapa penyebab dari penyakit ini adalah
a. Paparan sinar matahari pada bayi kurang mencukupi
b. Kurangnya asupan vitamin D pada saat hamil, menyusui, dan pada makanan yang
dikonsumsi bayi.
c. Keturunan (genetik)
Gejala
Gejala yang biasa terjadi pada penderita penyakit ini antara lain : Dwarfed Look,
Lambatnya pertumbuhan gigi, Kulit yang lembek, Kejang otot (tetani) karena
rendahnya kalsium pada bayi, Nyeri saat berjalan dan Deformasi tulang yang
permanen
2. Kalsinosis tumoral
Kelainan ini dicirikan dengan kalsifikasi etopik disekitar sendi.
3. Hipofofatasi
Kelainan ini merupakan bentuk riketsia dan osteomalasia yang diebabkan oleh
defisiensi fofatase alkali.
4. Riketsia hipofofatemik
Kelainan ini dipercaya sebagai konsekuensi dari penggunaan tubulus ginjal pada
penanganan fosfat.
5. Oteogenesis imperfekta
Sindrom tulang rapuh (brittle bone syndrome) merupakan kelainan bawaan yang
terjadi pada sekitar satu dari setiap 20.000 kelahiran.
KASUS
Pria 65 tahun daibawa ke klinik tulang dengan nyeri hebat pada kaki kanan dan
panggulnya. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya lesi peget pada kai, panggul
dan juga pada tempurung kepalanya. Hasil biokimia dalam sempel serum tidak ada
yang lauar biasa kecuali fosfatase alkali yang sangat meningkat sampai 2700 U/L. maka
diputuskan untuk merawat dia dengan obat bifosfonat :
Bagaimana anda memonitoring respons pasien ini ?
Penyelesaian :
Karena penyakit peget dapat dianggap sebagai gangguana remodeling tulang,
fosfatase alkali serum ,yang merupakan penanda yang baik untuk aktivitas osteoblastik ,
dapta digunakan untuk memantau aktivitas penyakit. Namun demikian, enzim itu tidak
bisa digunakan untuk menunjukkan adanya gangguan pada tulang tertentu atau
deformitas. Hal ini harus diperoleh secara radiologis. Jika seorang pasien sedang
diberikan bifosfonat, kalsium serumnya harus dipantau karena hipokalsemia merupakan
efek samping yang mudah dikenali dari oabt itu.
II.5 Osteoporosis
Pengertian
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan reduksi
massa tulang per unit volume akibat ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
kandungan mineral dalam tulang dan disertai rusaknya arsitektur tulang yang
akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah
pengeroposan tulang. Osteoporosis merupakan salahsatu penyakit silent disease
karena tidak menunjukkan gejala-gejala spesifik. Gejala dapat berupa nyeri pada
tulang dan otot (terutama pada punggung). Beberapa gejala umum mulai dari
patah tulang, tulang punggung membungkuk, menurunnya tinggi badan dan
nyeri punggung.
Etiologi
Terjadi gangguan pada metabolisme tulang. Pada keadaan normal, sel-sel
tulang yaitu osteoblast (sel pembangun) dan sel osteoklast (sel pembongkar)
bekerja bergantian, saling mengisi dan menyeimbangkan konsentrasi kalsium
didalam tulang dan di dalam darah seimbang sehingga tulang terjadi utuh.
Apabila kerja osteoklast melebihi kerja osteoblast maka kepadatan tulang
menjadi berkurang dan akhirnya keropos. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
banyak factor diantaranya kurangnya asupan kalsium dan vitamin d, banyak
mengkonsumsi alkohol, merokok, kurangnya aktifitas fisik serta factor usia.
Diagnosis
Dalam proses diagnosis penyakit osteoporosis umumnya dilakukan
pengukuran densitas tulang. Namun untuk menghitung laju kehilangan tulang
dengan yakin maka dibutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-
tahun. Umumnya penderita kasus ini menunjukan indikasi awal yaitu fraktur
kompresi vertebrata, fraktur radius distal atau fraktur leher femur.
Penatalaksanaan
- Cukupi asupan kalsium, vitamin D melalui pajanan sinar matahari pagi atau
sore hari.
- Melakukan aktivitas fisik.
- Menghindari minuman alkohol dan rokok.
BAB III
KESIMPULAN
1. Tulang adalah jaringan aktif yang tersusun oleh protein (kolagen) dan mineral
(kalsium fosfat) dan secara metabolik mengalami remodeling secara kontinyu
oleh dua proses, yaitu pembentukan (formasi) dan penyerapan (resopsi) tulang.
Proses ini bergantung pada aktivitas sel tulang yaitu osteoklas, osteoblas, dan
osteofit.
2. Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 2.4 mmol/L.
3. Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium dalam serum yang melebihi
batas normal.
4. Pada kondisi tubuh normal konsentrasi magnesium akan selalu berada konstan
dalam sirkulasi darah,homeostasis bergantung pada keseimbangan antara
absorbsi diusus dan ekskresi di ginjal dimana tubulus ginjal berperan utama
dalam pengaturan magnesium.
5. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan reduksi massa
tulang per unit volume akibat ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
kandungan mineral dalam tulang dan disertai rusaknya arsitektur tulang.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Foot and Ankle Surgeons. Bone healing. Diunduh dari
http://www.foothealthfacts.org/footankleinfo/Bone_Healing.htm. Diakses 7
Desember 2010.
Anonim. 2015. Data dan Kondisi Pasien Osteoporosis di Indonesia. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta. Diakses melalui
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
osteoporosis.pdf pada 2/10/2016 pukul 13.40 wib
Anonim. 2014. Diakses melalui http://medicine.academic.ru/2476/Dowager%27s_hump
pada 2/10/2016 pukul 14.06 wib.
Barshop Institute for Longevity & Aging Studies. Healthy bone Remodelling. Diunduh
dari http://teachhealthk-12.uthscsa.edu/curriculum/bones/pa12pdf/1203D-
all.pdf. Diakses 7 Desember 2010.
Behman, dkk. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC
Gums JG. 2004. Magnesium in Cardiovasculer and other disorders. Am J Health-Syst
Pharm.
Hadjidakis DJ, Androulakis II. Bone remodeling. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17308163. Diakses 7 Desember 2010.
Huldani,dr. 2012.Biomarker Remodelling Tulang. Banjarmasin : Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology: The skeletal system.
12th USA: John Wiley & Sons, Inc; 2008. p. 186-90.