Familial polyposis; pada keluarga ini hampir 100% akan menderita karsinoma.
c. Riwayat kanker pribadi : Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal
dapatterkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker
di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang
lebihtinggi untuk terkena kanker colorectal (8%).
d. Riwayat kanker colorectal pada keluarga: riwayat kanker colorectal pada keluarga,
makakemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika keluarga terkena kanker
pada usia muda.
f. Faktor gaya hidup : Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak
dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena.Faktor
diit juga memegang peranan; dikatakan bahwa banyak daging dan rendah seratakan
meningkatkan timbulnya karsinoma kolon.Bahan karsinogenik, bakteri, virus juga berperan
dalam tumbuhnya karsinoma kolon.Pada penderita ini tidak didapatkan riwayat sakit perut
sebelumnya, tidak ada keluargayang mempunyai riwayat karsinoma. Penderita tidak suka
makan sayur ataupun buah-buahan.
6. Patofisiologi
Penelitian menjelaskan mengenai defek genetik dan abnormalitas molekular yang
berhubungan dengan pembentukan dan progresifitas adenoma dan carcinoma colorectal.
Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (K-ras) dan atau inaktivasi tumor suppressor
genes (APC,DCC (deleted in colorectal carcinoma), p53). Carcinoma colorectal diduga
berasal dari polip adenoma dengan akumulasi mutasi tersebut.
Defek pada gen APC pertama kali dideskripsikan pada pasien FAP dan ditemukan mutasi
gen APC. Hal tersebut ditemukan pada 80% carcinoma colorectal sporadis.
Gen APC merupakan tumor-suppressor gene. Mutasi pada alel-alel diperlukan untuk
memulai pembentukan polip. Kebanyakan mutasi adalah stop codon yang prematur, yang
menghasilkan protein APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi berkorelasi dengan
beratnya gejala penyakit. Akumulasi mutasi-mutasi menyebabkan akumulasi genetik yang
rusak yang menghasilkan keganasan. K-ras merupakan proto-oncogen dan menyebabkan
pembelahan sel yang tak terkontrol. DCC merupakan tumor supressor gene dan kehilangan
kemampuannya dalam mendegenerasi keganasan. Tumor supressor gene p53 merupakan
protein yang penting untuk menginisiasi apoptosis sel yang mempunyai kerusakan genetik
yang tidak dapat diperbaiki.
7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan.nyeri alih pada
pada keduabagian kolon kanan dan kiri berbeda karena distribusi persarafan usus tengah dan
usus belakangyang berbeda. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus sedangkan dari
kolon kanan diepigastrium.Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik, yang menimbulkan
stenosis danobstruksi karena feses sudah menjadi padat.terdapat perubahan pola defekasi
seperti konstipasiatau defekasi dengan tenesmi. Makin distal letak tumor, feses makin
menipis atau seperti kotorankambing atau lebih cair disertai darah atau lendir. Nyeri pada
kolon kiri lebih nyata pada kolonkanan. Nyeri viseral dari kolon kanan yaitu usus tengah,
dirasa diulu hati dan daerah kranialpusat. Nyeri viseral dari kolon kiri, yaitu usus belakang
dirasa di perut bagian bawah.
8. Stadium Ca Colon
Tumor Primer
9. Pemeriksaan fisik
rectal toucher untuk menilai :
a. Tonus sfingter ani : kuat atau lemah.
b. Ampula rektum : kolaps, kembung atau terisi feses.
c. Mukosa : kasar, berbenjol benjol, kaku.
d. Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus
jari, mudah berdarahatau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor.
10. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
- Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik, pada
individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena
kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan tes
nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan
traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa makanan (daging,
beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan false positif, sehingga
pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat ditingkatkan spesifik
dan sensitivitasnya dengan menggunakan immunochemical. Hasil positif pada tes ini
sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoskopi.
- Pemeriksaan DNA feces
Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang untuk skrining
karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan karsinoma menhasilkan marker
DNA yang tidak terdegradasi selama proses pencernaan dan tetap stabil di dalam
feces. Hasil penelitian pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 71-91%.
- Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien carcinoma
colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum digunakan,
sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat meningkat pada 60-
90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining
yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga pada
pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal.
- Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan LDH
dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
b. Pencitraan
- X-ray foto polos dan colon in loop X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan
penting dalam mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala obstruktif.
Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter
lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih
disukai untuk mengevaluasi massa colon yang nonobstruksi.
- CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal, karena
kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
- CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi untuk mendeteksi
lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus
per oral, pemberian kontras per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk
melihat carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap dibutuhkan
jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal.
Keterbatasannya adalah terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan
haustrae, artefak, dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.
c. Endoskopi
- Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon sigmoideum
bagian distal.
- Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi
Sigmoidoskop dan colonoskopi yang fleksibel dengan video atau fiberoptik dapat
memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu yang baik. Sigmoidoskopi dan
colonoskopi dapat digunakan untuk diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling
akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk
melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu saluran untuk lewatnya alat-
alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter, dan sebagai jalan untuk melakukan
penghisapan dan irigasi. Colonoskop untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat
digunakan secara simultan untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.
11. Penatalaksanaan
- Pembedahan
o Curative, tindakan ini dapat dilakukan bila tumor terlokalisir. Karsinoma yang
sangat dini seperti polip biasanya dapat disembuhkan dengan polypectomy
pada saat colonoscopy. Tumor yang lebih lanjut membutuhkan sebagian colon
yang mengandung tumor dibuang hingga batas tertentu (contohnya colectomy)
dan reseksi radikal en-bloc dari mesenterium dan lymph node untuk
mengurangi resiko rekurensi. Jika mungkin bagian yang tersisa dari colon
dilakukan anastomosis, jika tidak memungkinkan anus buatan (stoma) harus
dibuat. Pembedahan terhadap metastase ke hepar yang terisolasi dapat
menyembuhkan pada pasien tertentu. Dengan semakin majunya kemoterapi,
maka semakin banyak pasien yang ditawarkan pembedahan terhadap
metastasis ke hepar yang terisolasi.
o Palliative, dilakukan jika terdapat metastasis yang multipel. Reseksi dari
tumor primer masih dianjurkan untuk menghindari kematian akibat
perdarahan, invasi, ataupun efek katabolik. Dilakukan bila tumor tidak dapat
direseksi untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau menghentikan
perdarahan supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor tidak dapat
diangkat maka dapat dilakukan bedah pintas atau anus pretenaturalis. Pada
metastasis ke hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat
dipertimbangkan eksisi metastasi. Pemberian sitostatika melalui arteri
hepatica, yaitu perfusi secara selektif, kadang disertai terapi embolisasi.
o Jika tumor menginvasi struktur disekitarnya sehingga eksisi sulit dilakukan,
maka ahli bedah lebih menyukai melakukan bypass dari tumor (ileotransverse
bypass) atau melakukan fecal diversion dengan pembuatan stoma pada tempat
yang lebih proximal.
o Pada kasus terburuk dapat dilakukan pembedahan open-and-close. Hal ini
dilakukan jika ahli bedah menemukan tumor tidak dapat direseksi dan usus
kecil sudah terinvasi, dan tindakan lebih lanjut akan lebih membahayakan
pasien. Dengan majunya teknik pencitraan hal ini sudah jarang terjadi.
o Laparoscopic-assisted colectomy adalah teknik yang kurang invasif yang
dapat mengurangi ukuran sayatan dan nyeri pasca operasi.
- Kemoterapi
Kemoterapi berguna untuk mengurangi kemungkinan metastasis, mengecilkan ukuran
tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor. Biasanya diberikan setelah
pembedahan (adjuvant), atau sebelum pembedahan (neo-adjuvant), atau sebagai terapi
primer (palliative). Kemoterapi sesudah pembedahan biasanya diberikan setelah
karsinoma menyebar ke lymph node (stadium III). Beberapa obat yang disetujui oleh
US Food and Drug Administration adalah :
- Kombinasi dengan infusan 5-fluorouracil, leucovorin, dan oxaliplatin (FOLFOX)
- 5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine (Xeloda)
- Leucovorin (LV, Folinic Acid)
- Oxaliplatin (Eloxatin)
I. Identitas pasien
Nama : Tn. Amiruddin No. RM : 32-15-18
Tanggal Lahir : 11 Juli 1982 Tanggal Masuk : 04-12-2016
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Duda
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Riau
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan rencana kemoterapi II.
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pro kemoterapi II
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
1. Pasien pertama kali dirawat tanggal 15/07/2016 dpjp : Dr. Susilo P, SpPD
a. Anamnesis
- Keluhan utama : BAK keluar campur feses
- RPS : pasien dengan keluhan kencing keluar feses dari air
kencingnya dan bercampur darah. Pasien juga mengatakan demam.
a. Pemeriksaan fisik status lama, lihat lembaran igd (pink) dan lembaran status
anamnesa awal (putih)
b. Tindakan/posedur :
1. Foto Thorax (18/07/2016) cor dan pulmo tak tampak
kelainan
2. CT Scan Whole Abdomen + kontras (18/07/2016)
- Pneumovesica kemungkinan dengan endapan/clot tak
tampak adanya alur fistula ke rektum.
- Penebalan dinding rektum (suspek masa pada
rektum).
- Hepar, KE, Pankreas, Limpa, Ginjal, dan Prostat
dalam batas normal.
3. Konsul Dr. Arlyando S, SpPD (18/07/2016)
- Dilakukan Gastrocolonoscopy (19/07/2016)
Kesan gastroscopy : multipel poliposis gaster dan
duodenum, gastritis sedang.
Kesan colonoscopy : massa anus suspect keganasan
dd GIST, fistel ano-uretra.
Hasil PA (22/07/2016) :
- Gastritis kronik, non atrofi, aktif
Tidak ditemukan metaplasia intestinal /
dysplasia dan H. pylori
- Adenokarsinoma kolon berdiferensiasi baik
4. Konsul Dr Togar M Simanjuntak SpB(K)Onk (20/07/2016)
Jawaban konsul diagnosa.
- Direncanakan pemasangan colostomi
5. Konsul Dr Egi Manuputty, SpU (20/07/2016)
- Direncanakan untuk Cystoscopy + biopsy buli
6. Dilakukan laparotomi explorasi dan pemasangan colostomi
(oleh Dr. Togar. M>Simanjuntak. SpB.Onk (K))
(25/07/2016)
Hasil PA : Adenoma carcinoma Colon Locally advanced
infiltrasi buli-buli/uretra
cystoscopy dan biopsy (dilakukan oleh Dr. Egi.M.SpU)
(25/07/2016)
Hasil PA : - Omentum yang kongestif
- tidak ditemukan tanda khas/ganas
c. Diagnosis
- Adenoma carcinoma Colon Locally advanced infiltrasi buli-
buli/uretra
- Fistel vesicoanorecti
d. Terapi/pengobatan selama di rumah sakit
- Opimer 3x1gr
- Ca Glukonas 2x1amp
- Vit K injeksi 3x1amp
- Transamin 3x500mg
- Trogyl 2x500mg
- Prosogan 2x1flc
- Tramadol drip
- Perawatan colostomy
e. Keadaan pasien pulang
- Keadaan umum baik
- Colostomie baik, feses (+) konsistensi encer
f. Rencana/usul terapi
- Pasien diperbolehkan pulang ke Riau (29/07/2016)
- Dilakukan radioterapi dengan 6000rad di fasilitas terdekat
- Satu bulan setelah dilakukan radioterapi dilakukan khemoterapi
- Makan tinggi kalori tinggi protein ; diet nasi biasa
- Perawatan Colostomie (jahitan diangkat tanggal 16/08/2016)
2. Pasien dirawat kedua kali tanggal 31/07/2016
a. Anamnesis :
- Keluhan utama : nyeri dibekas operasi
- RPS : + 1 hari SMRS pasien merasa nyeri pada luka bekas operasi,
nyeri semakin dirasakan bila keluar BAB.
b. Pemeriksaan fisik :
KU : tampak sakit sedang, gizi kurang
Kesadaran : komposmentis
TD : 120/80mmHg
N : 85x/menit
S : 36,50C
Jantung dan paru dalam batas normal
Status Lokalis :
Regio Abdomen :
Sedikit kembung, bising usus (+)
c. Terapi
- Dilakukan konsultasi ke Dr. Sikma. SpRad untuk radioterapi.
- Pasien masuk ICU tanggal 06/08/2016 dengan penurunan
kesadaran 6 jam SMRS tiba-tiba tanpa adanya riwayat trauma
- Selanjutnya pasien dipulangkan dengan rencana terapi diberikan
radiasi 5000-6000rad
- Tatalaksana lanjutan setelah radiasi direncanakan khemoterapi
dengan Folvox regimen
3. Pasien dirawat ketiga kali tanggal 07/11/2016 11/11/2016 untuk kemoterapi I
- Dexametasone 1x16mg
- Valdres 1tab
- Oxaliplatin 150mg
- Curacil 600mg
- Lametic amp 1amp
- Curacil 2000mg
- Leucovorin 600mg
Pasien pulang tanggal 11/11/2016 dengan kedaan umum baik.
PROTOKOL PEMBERIAN KEMOTERAPI
Rencana khemoterapi II tanggal 04/11/2016
Mata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil: isokor
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga
Daun telinga : normal
Liang telinga : lapang
Membrana timpani : intake
Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan
Serumen : tidak ada
Sekret : tidak ada
Leher
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Trakea : letak di tengah
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra,
ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat pelebaran vena
Auskultasi : bising usus 4x/menit
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-)
Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
VII. Penatalaksanaan
Khemoterapi II :
Dexametasone 2x16mg
Valdres 1tab
Oxaliplatin 150mg
Leucovorin 600mg
Curacil 600mg/200mg
FOLLOW UP
Tanggal 5-12-2016 (dr. Togar)
S/ Tidak ada keluhan
O/ Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Hemodinamik stabil
Colostomie baik
A/ Adenokarsinoma kolon
P/ - khemoterapi II
- terapi dilanjutkan
Kesadaran : Composmentis
Hemodinamik stabil
Colostomie baik
A/ adenokarsinoma kolon
P/ khemoterapi II
Kesadaran : Composmentis
Hemodinamik stabil
A/ Ca Colon
P/ terapi lanjut
Referensi
1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In
Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam
Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabistons Textbook of
Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.