PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2
berdasarkan berbagai parameter, termasuk lokasi, pola pertumbuhan, kemungkinan
rekurensi, ada atau tidaknya metastasis dan distribusi metastasis, usia pasien, dan
prognosis.
Walaupun sebagian besar tumor jaringan lunak dari berbagai tipe histogenetik
diklasifikasikan sebgai jinak atau ganas, banyak diantaranya bersifat intermediate,
yang secara umum berarti memiliki sifat agresif lokal dengan kecenderungan ringan
hingga sedang untuk terjadinya metastasis.[CITATION Con \l 1033 ]
2.2 Patofisiologi
3
menimbulkan terbentuknya zona berbatas relatif tegas dari jaringan fibrosa yang
terkompresi yang dapat mengandung sel tumor yang tersebar. Zona ini juga dapat
terdiri dari sel inflamasi dan menunjukkan neovaskularitas. Suatu lapisan tipis dari
jaringan yang disebut zona reaktif mengelilingi zone kompresi, terutama pada tumor
dengan grade yang lebih tinggi. Bersama-sama, zona kompresi dan zona reaktif
membentuk pseudocapsule yang mengelilingi tumor dan hal ini berguna dalam
menentukan batas reseksi bedah. Beberapa lesi yang sangat agresif dengan pola
pertumbuhan infiltratif seperti rhabdomyosarcoma pada anak, mungkin bertumbuh
tanpa memedulikan batasan kompartemental dan seringkali menembus lapang fascia.
Pola rekurensi pada umumnya dapat diprediksi, dan sebagian besar tumor
biasanya mengalami rekurensi dalam 2-3 tahun pertama. Radiasi adjuvan
4
meminimalisir rekurensi lokal, namun apakah radiasi dapat meningkatkan
kemungkinan survival secara keseluruhan, masih belum jelas. Kemoterapi adjuvant
dapat menurunkan resiko rekurensi lokal dari tumor dengan grade tinggi, diduga
karena penurunan ukuran tumor dan peningkatan pada zona reaktif, tapi pernyataan
ini sangat kontroversial.[ CITATION VBS20 \l 1033 ]
Sarkoma jaringan lunak pada umumnya muncul sebagai massa tidak nyeri
yang tumbuh lambat. Namun, 33% pasien mengeluh nyeri, yang mengindikasikan
prognosis yang buruk. [ CITATION Bre01 \l 1033 ] Sarcoma pada ekstremitas dapat
muncul pada tahap yang lebih dini, namun sarcoma yang melibatkan rongga pelvis
dapat mengalami penundaan diagnosis karena lokasinya yang dalam pada tubuh
sehingga tidak memungkinkan palpasi massa tumor secara dini. Akibatnya tumor
tersebut seringkali mencapai ukuran yang besar sebelum diagnosis tanpa
menimbulkan gejala yang jelas. Benjolan jaringan lunak yang menunjukkan salah
satu dari empat ciri klinis ini sebaiknya dianggap ganas hingga terbukti sebaliknya:
(i) ukuran bertambah besar, (ii) ukuran >5 cm, ukuran lebih dalam dari fascia dalam,
atau (iv) nyeri. Semakin banyak terdapatnya ciri klinis di atas, semakin besar resiko
keganasan, dengan peningkatan ukuran sebagai indikator individual terbaik.
[ CITATION APu \l 1033 ]
2.4 Insidensi
5
putih (dengan pengecualian sarcoma pembuluh darah) (tabel 1). Predileksi
terbentuknya sarcoma lebih banyak pada laki-laki untuk semua subtipe histologi,
kecuali stromal sarcoma dan leiomyosarcoma. Insidensi leiomyosarcoma pada wanita
mungkin disebabkan oleh besarnya angka leiomyosarcoma uterus. Nampaknya 40%
dari seluruh sarcoma terjadi pada orang berusia lebih tua dari 55 tahun. Angka
insidensi pada populasi umum adalah sebesar 1.4 per 100.000 namun meningkat
menjadi 8 per 100,000 untuk orang tua lebih dari 80 tahun. Distribusi tipe-tipe
histologis beragam berdasarkan usia. Contohnya, rhabdomyosarcoma terutama
merupakan tumor pada orang muda; sarcoma sinovial dan fibrosarcoma terjadi pada
dewasa muda; dan malignant fibrous histiocytoma lebih sering terjadi pada dewasa.
[ CITATION Bla \l 1033 ]
6
Tabel 1. Angka insidensi tahunan rata-rata yang disesuaikan menurut usia
untuk sarkoma jaringan lunak menurut tipe histologis, ras, dan usia
Histologi Kulit Putih Kulit Hitam
Pria Wanita Pria Wanita
Sarcoma pembuluh darah 6.81 0.28 5.04 0.32
Fibrosarcoma 1.54 1.09 1.88 1.48
Leiomyosarcoma 0.80 1.10 1.22 2.01
Sarcoma, NOS 0.53 0.44 0.72 0.50
Liposarcoma 0.60 0.35 0.79 0.31
Rhabdomyosarcoma 0.32 0.17 0.43 0.22
Stromal sarcoma 0.02 0.23 0.03 0.34
Synovial sarcoma 0.10 0.09 0.17 0.07
Meningiosarcoma 0.07 0.09 0.20 0.08
Mesenchymoma 0.01 <0.01 0.03 0.04
Lymphangiosarcoma <0.01 0.01 - -
Lainnya 0.35 0.67 0.23 1.06
Total 11.15 4.53 10.73 6.43
7
2.4 Klasifikasi, Grading, dan Staging
Tabel 2 Skema klasifikasi histogenik untuk tumor jaringan lunak jinak dan
ganas
Jaringan yang dibentuk Tumor jaringan lunak Tumor jaringan lunak ganas
(histogenesis jinak
Lemak Lipoma Liposarcoma
Jaringan FIbrosa Fibroma Fibrosarcoma
Otot rangka Rhabdomyoma Rhabdomyosarcoma
Otot polos Leiomyoma Leiomyosarcoma
Tulang Osteoma Osteosarcoma
Kartilago Chondroma Chondrosarcoma
Synovium Synovioma Synovial Sarcoma
Pembuluh darah Hemangioma Angiosarcoma
Limfatik Lymphangioma Lymphangiosarcoma;malignant
hemangiopericytoma
Syaraf Neurofibroma Neurofibrosarcoma
Mesothelium Benign mesothelioma Malignant mesothelioma
Histiosit jaringan Benign fibrous Malignant fibrous histiocytoma
histiocytoma
Pluripotent Belum dikenali Malignant mesenchymoma
Tidak jelas Belum dikenali Ewing’s sarcoma; alveolar soft
parts sarcoma; epithelioid
sarcoma
Karakteristik utama dari klasifikasi TNM pada sarcoma tulang dan jaringan
lunak adalah disertakannya grade histopatologis (G) sebagai faktor dalam staging.
8
Sistem TNM pada kanker lain, penentuan stadium pada dasarnya ditentukan hanya
melalui tiga faktor: Faktor T berdasarkan dalamnya infiltrasi tumor dan diameter
terbesar dari tumor, faktor N dari metastasis nodus limfatikus dan faktor M dari
metastasis jauh. [ CITATION Tan \l 1033 ] . Pada klasifikasi WHO, tipe histologis
sarkoma tulang dan sarkoma jaringan lunak sangat beragam, dan sifat-sifat biologis
dari masing-masing tumor juga berbeda. Oleh karenanya, sulit untuk menentukan
prognosis hanya dengan tiga faktor TNM pada semua jenis jaringan dari sarcoma.
Namun, bahkan apabila jenis jaringannya berbeda, sifat biologisnya dapat serupa
apabila grade patologis sarcomanya sama. Olehkarenanya, dengan adanya faktor G,
klasifikasi staging yang sederhana menjadi mungkin untuk berbagai jenis jaringan
pada sarcoma. Sebagai tambahan, karena metastasis nodus limfatikus sangat jarang
terdapat pada sarcoma jaringan lunak dan faktor N jarang dipergunakan, staging
dapat ditentukan hanya oleh dua faktor, yakni T dan M.
9
M1
M1a Metastasis jauh
M1b Paru
Tulang atau lokasi jauh lain
Grade Histologis (G)
Kategori G Definisi G
GX Grade tidak dapat dinilai
G1 Skor diferensiasi total, jumlah mitosis, dan skor nekrosis 2 atau
G2 3
G3 Skor diferensiasi total, jumlah mitosis, dan skor nekrosis 4 atau
5
Skor diferensiasi total, jumlah mitosis, dan skor nekrosis 6, 7
atau 8
10
Tabel 4. Pengelompokkan stadium prognostik untuk sarcoma pada rangka
anggota gerak, batang tubuh dan tulang wajah
Stadium Tumor primer Nodus Metastasis Grade
(T) limfatikus jauh (M) histologis
regional (N)
IA T1 N0 M0 G1 atau GX
IB T2 atau T3 N0 M0 G1 atau GX
IIA T1 N0 M0 G2 atau G3
IIB T2 N0 M0 G2 atau G3
III T3 N0 M0 G2 atau G3
IVA T manapun N0 M1a G manapun
IVB T manapun N1 M manapun G manapun
T manapun N manapun M1b G manapun
Sarcoma jaringan lunak pada retroperitoneum, kepala leher, dan organ viscera
thorax dan abdomen memiliki kriteria pengelompokkan sendiri[ CITATION Tan \l 1033 ]
2.5 Diagnosis
Mayoritas pasien dengan sarcoma datang dengan benjolan yang tidak nyeri,
walaupun sebanyak 33% mengeluh nyeri, yang mengindikasikan prognosis yang
buruk. [ CITATION Bre01 \l 1033 ]. Kurang lebih setengah dari pasien yang datang
dengan nyeri, kurang lebih setengahnya pada akhirnya akan menjalani amputasi;
tumor yang bertumbuh dengan cepat atau subtipe yang agresif lebih mungkin bersifat
nyeri. Sayangnya, keterlambatan diagnosis sering terjadi. Sebanyak setengah pasien
menunggu berbulan-bulan sebelum mencari pengobatan untuk massa, dan dokter
yang mengobati dapat memberikan diagnosis berupa otot yang teregang atau
hematoma traumatik pada awalnya. Diagnosis tersebut sebaiknya hanya diberikan
apabila terdapat riwayat trauma yang jelas, dan dokter sebaiknya menetapkan batas
waktu selama 6 hingga 8 minggu untuk mengobservasi massa tersebut sebelum
mengobatinya. Saat mengevaluasi pasien yang memiliki potensi keganasan, dokter
sebaiknya mengambil elemen data anamnesis berikut: 1) durasi gejala; 2) perubahan
11
yang baru dari ukuran dan konsistensi massa; 3) konstelasi gejala, termasuk nyeri,
demam, atau parestesia; dan 4) riwayat trauma sebelumnya atau faktor lingkungan
lain, seperti iradiasi pada lokasi benjolan, riwayat mastectomy dll. Enam faktor yang
sebaiknya dinilai pada pemeriksaan fisik termasuk lokasi massa; bentuk,, ukuran,
konsistensi, dan hubungannya dengan jaringan sekitarnya, dan keadaan nodus
limfaticus regional. Nodus limfaticus sebaiknya diperiksa untuk terjadinya metastasis
walaupun penyebaran sarcoma hampir seslalu secara hematogen, Secara umum,
biopsi sebaiknya dilakukan pada massa jaringan lunak yang simtomatik atau
ukurannya semakin membesar, massa baru yang bertahan lebih dari >4 minggu, atau
massa jaringan lunak manapun yang diameternya >5cm. Metode biopsi sangat
penting, dan kadang kala bervariasi, tergantung dari institusi dan pengalaman ahli
patologi. Secara tradisional, teknik biopsi tertutup seperti fine-needle aspiration
(FNA) atau core-needle biopsy (CNB) memiliki peranan yang terbatas dalam
mendiagnosis dugaan sarcoma karena ukuran sampel yang kecil dan akurasi yang
dapat dipertanyakan. Akurasi biopsi seringkali mengkhawatirkan karena sifat
beberapa sarcoma yang sangat pleomorphic, yang kemungkinan memiliki derajat
keganasan yang sangat beragam di antara satu massa yang sama. Namun, core needle
biopsy dan FNA rutin dilakukan pada beberapa institusi. Suatu penelitian pada tahun
1997 melaporkan angka adekuasi sebesar 93% dan akurasi sebesar 95% pada core
biopsy dalam menentukan keganasan. [ CITATION Hes \l 1033 ] . Dokter bedah harus
memahami dengan baik keterbatasan biopsi jenis ini
Apabila biopsi terbuka lebih disukai oleh ahli bedah atau patologis, atau
apabila CNB/FNA memberikan hasil spesimen yang tidak adekuat, maka biopsi
eksisional atau insisional diperlukan. Untuk massa yang kecil berukuran 3-5 cm pada
dimensi terbesarnya, biopsi eksisional cocok untuk dilakukan. Untuk massa yang
berukuran lebih besar dengan dimensi terbesar > 5 cm, biopsi insisional sebaiknya
dilakukan. Dokter bedah harus merencanakan biopsi dengan tujuan operasi ulang
untuk reseksi besar apabila hasil diagnosis sarcoma tegak. Biopsi insisi harus
12
diorientasikan sepanjanga aksis panjang ekstremitas, dan flap kulit dengan ukuran
seminimal mungkin sebaiknya dibuat superficial dari insisi. Hemostasis yang
seksama penting untuk mencegah diseminasi sel tumor yang tidak diinginkan.
[ CITATION Bla \l 1033 ]
2.6 Penatalaksanaan
13
Prinsip penanganan sarkoma jaringan lunak beragam tergantung lokasi
asalnya, dan sebaiknya ditangani dengan pengobatan multimodal. Pengobatan
multidisipliner wajib dilakukan pada semua kasus dan sebaiknya melibatkan ahli
patologi, radiolog, ahli bedah, terapis radiasi, dan onkolog medis. Hal inisebaiknya
dilakukan di pusat rujukan sarkoma karena telah ditunjukkan bahwa pasien yang
ditangani pada pusat spesialis memiliki hasil yang lebih baik.
Pembedahan
14
jaringan membranosa yang kuat secara fisik dengan pembungkus tendinosa putih
yang mengkilap. Barrier tipis adalah jaringan membranosa yang lebih lemah dari
fascia otot, periosteum dewasa, pembungkus pembuluh darah, dan epineurium. Untuk
tujuan evaluasi margin, barier dikonversi menjadi ketebalan definitif dari jaringan
normal. Barier tebal dikonversi menjadi ekuivalen ketebalan jaringan normal 3 cm.
Barier tipis dianggap ekuivalen dengan ketebalan 2 cm jaringan normal.Margin
pembedahan tepat di luar fascia yang dipisahkan dari tumor oleh jaringan normal juga
dikalkulasi sebagai 5 cm tanpa memedulikan ketebalan aktual dari barrier. Apabila
tumor telah menempel pada barier membranosa dan bagian luar dari barier masih
memilki penampakan mengkilap yang jelas, barier dievaluasi dengan mengurangi 1
cm dari nilai asli. Maka, apabila lesi menempel pada barrier tebal, dievaluasi sebagai
2 cm dan apabila lesi menempel pada barrier tipis maka dievaluasi sebagai 1 cm.
Dengan mempertimbangkan efek barier yang diterjemahkan menjadi ekuivalensi
jarak secara konkrit, pembedahan dapat direncanakan pada lokasi dimana barier
berada dengan mempergunakan margin kurang dari yang seharusnya diambil dengan
mempergunakan jarak fisik sejati. Namun, kadangkala, batasan anatomis
menyebabkan reseksi luas yang sebenar-benarnya tidak dapat dilakukan tanpa
mengorbankan struktur anatomi penting (seperti pembuluh darah besar atau syaraf)
dan pada situasi ini eksisi marginal dapat diterima sebagai pilihan terindividualisasi
pada kasus-kasus yang sangat terpilih, setelah mempertimbangkan resiko rekurensi
dan morbiditas dari pembedahan yang lebih radikal dan setelah mendiskusikan
faktor-faktor ini bersama dengan pasien. Pada kasus-kasus tumor yang tidak dieksisi
secara adekuat, operasi ulang sebaiknya dipertimbangkan apabila margin yang
adekuat dapat dicapai tanpa morbiditas mayor. Kadangkala amputasi dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan bedah. Pasien dengan tumor terlokalisir yang
walaupun sudah diberikan pengobatan multimodal tidak dapat direseksi dengan
sempurna mungkin memerlukan amputasi untuk meminimalisir resiko relapse di
tempat yang jauh.
15
Sebagai tambahan, pasien dengan relaps berulang, nyeri yang tidak teratasi,
perdarahan, atau fungating tumor (tumor yang mengalami ulserasi) juga mendapatkan
manfaat dari amputasi anggota gerak.[ CITATION APu \l 1033 ]
16
Terapi Adjuvan
17
Gambar 2. Algoritma untuk diagnosis dan pengobatan sarcoma jaringan lunak
ekstremitas yang dikembangkan di Memorial Sloan-Kettering Center.
18
2.7 Operasi Forequarter Amputation
19
tumor, lymphedema berat, gangguan funsi, nyeri yang tidak hilang walaupun
diberikan analgesik dosis tinggi, perdarahan, infeksi atau fungasi tumor (ulserasi).
[ CITATION Rab14 \l 1033 ]
Ekstremitas atas dan scapula melekat pada torso atas dan dinding dada oleh
otot-otot rhomboid, levator scapulae, trapezius, pectoralis major dan minor, latissimus
dorsi, teres major, dan serratus anterior. Pada saat amputasi forequarter otot-otot ini
harus ditranseksi. Otot rotator cuff, yang terdiri dari supraspinatus, infraspinatus,
subscapularis, dan teres minor, yang menggantung caput humeri, juga diangkat.
Struktur paling signifikan yang harus dievaluasi sebelum pembedahan adalah
pembuluh darah axilaris dan brachialis dan bagian infraclavicula dari plexus
brachialis. Struktur tersebut lewat di bawah bagian tengah dari clavicula dan turun
menuju lengan bersebelahan dengan batas inferior dari otot coracobrachialis muscle.
Coracoid dapat dipalpasi dengan mudah untuk mengidentifikasi plexus brachialis dan
pembuluh axillaris yang lewat tepat di inferiornya dan terletak di bawah fascia
deltopectoralis. Pembuluh axiler rutin dievaluasi untuk menentukan segmen yang
dapat ditranseksi secara aman, terutama karena tumor yang besar dapat hadir dekat
dengan thoracic outlet. Struktur penting lain yang harus dievaluasi sebelum amputasi
adalah triangulum coli posterior, otot-otot paraspinal (thoracica), dan dinding dada
yang ada di bawahnya. Tumor periscapular dapat meluas dengan mudah ke struktur-
struktur tersebut. Terdapatnya keterlibatan pada struktur yang disebutkan di atas
membuat amputasi sebaiknya tidak dilakukan karena margin negatif tidak dapat
dicapai.[ CITATION Mal01 \l 1033 ]
Teknik Operasi
Pasien ditempatkan pada posisi lateral dengan ditahan beanbag. Lengan yang
diamputasi didraping, lapang operasi disiapkan dari nipple line kontralateral, meluas
hingga leher ipsilateral dari lesi ke arah anterior dan posterior.
20
Gambar 3. Posisi pasien lateral decubitus saat operasi dilakukan.[ CITATION
Mal01 \l 1033 ]
Lapang insisi akan ditunjukkan pada gambar 4. Insisi dimulai Tepat lateral
dari sternocleidomastoideus dan meluas ke arah lateral di atas clavicula. Di sini akan
terbagi komponen anterior dan posterior, yang akan membentuk huruf Y, bagian
posterior dari Y akan meluas ke arah posterior di atas acromion dan akan menuju ke
arah inverior di sepanjang margo vertebralis dari scapula hingga angulus inferior. Di
sini akan terhubung dengan bagian anterior dari Y, yang telah diperluas ke arah
inferior sepanjang sulcus deltopectoralis.
21
Gambar 4. (A) pandangan anterior dari lapang insisi, (B) pandangan
posterior dari lapang insisi.
22
Bagian anterior dari pendekatan ini dikerjakan terlebih dahulu. Seluruh
clavicula sebaiknya diekspose dengan melepaskan perlekatan otot dan elevasi
platysma, pectoralis major, deltoid, dan n. supraclavicular. Sternocleidomastoideus
dapat dipotong atau dilepaskan karena clavicula kemudian akan diosteotomi tepat
lateral dari insersinya. Pada titik ini, sangat penting untuk mendapatkan kontrol
vaskular dini dengan igasi arteri dan vena subclavia. Osteotomi midclavicula akan
memfasilitasi langkah yang penting ini (gambar 5).
23
bundle. Pembuluh cervicalis transversum dan suprascapular diligasi saat melintasi
truncus thyrocervicalis. Cabang plexus brachialis diligasi di proksimal.
Setelah bagian posterior dari insisi dilanjutkan untuk bertemu dengan bagian
anterior dari insisi pada angulus scapula, scapula kemudian dapat dielevasi dengan
pemegang lengan untuk memungkinkan akses pada perlekatan otot. Kontrol vaskuler
juga penting di sini dalam mengidentifikasi dan meligasi pembuluh darah harus
dilakukan sebelum perlekatan otot dipotong. Otot trapezius, levator scapulae dan
rhomboid dipotong pada perlekatannya secara berurutan. Otot terakhir yang tersisa
pada titik ini adalah serratus anterior dan latissimus, yang menghubungkan shoulder
girdle dengan thorax. Memotong perlekatan tendon dari otot-otot ini akan
menyelesaikan amputasi.
Setelah ini lengan dapat diangkat pada scapula dan diangkat seraya
mempertahankan skin flap posterior, yana memungkinkan penutupan luka operasi.
Drain dipergunakan untuk mencegah terbentuknya hematoma dan komplikasi luka.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Tidak didapatkan benjolan pada lokasi lain di tubuh pasien. Tidak terdapat
riwayat tumor pada keluarga. Riwayat penurunan berat badan ada, sebanyak kurang
lebih 5 kg, tidak didapatkan perubahan nafsu makan, perubahan kebiasaan buang air
besar dan kecil. Pasien sebelumnya pernah didiagnosis TB paru, pernah mendapatkan
pengobatan TBC paru-paru sebelumnya. Riwayat trauma sebelumnya ada, pasien
pernah terjatuh dari tangga 6 bulan yang lalu. Pasien tidak pernah mendapatkan terapi
radiasi sebelumnya. Pasien merupakan perokok rekreasional, kurang lebih merokok
sebanyak 1-2 bungkus dalam sebulan. Pasien merupakan pelajar SMU, dominan
mempergunakan lengan kanan
25
Pemeriksaan Fisik
Pasien datang dengan keadaan sakit sedang, karnofsky 80%, gizi cukup,
kesadaran Compos Mentis dengan tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 100
kali per menit, pernafasan 22 kali per menit, suhu badan 36,7oC, dan VAS 7.
Pemeriksaan fisik
1. Kepala: Normocephali
2. Mata: konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
3. Leher: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
4. Paru-paru
a. Inspeksi: pergerakan dada simetris, tidak tampak hematom dan massa
b. Palpasi: nyeri tekan tidak ada, fremitus suara simetris
c. Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
d. Auskultasi: pada kedua lapang paru suara napas vesikuler, tidak terdengar
ronki dan wheezing
5. Jantung: bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop
6. Abdomen
a. Inspeksi: datar, tidak tampak massa
b. Palpasi: nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
c. Perkusi: timpani
d. Auskultasi: peristaltik usus kesan normal
26
7. Ekstremitas
a. Ekstremitas superior sinistra
27
b. Ekstremitas inferior: tidak tampak deformitas, edema, luka, Status
neurovaskular baik, CRT <2 detik
Pemeriksaan laboratorium
28
APTT 26,5 detik 22-30 detik
INR 1,22
GDS 117 mg/dl <140 mg/dl
Ureum 14 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,97 mg/dl <1.3 mg/dl
SGOT 81 U/L <38 U/L
SGPT 29 U/L <41 U/L
Natrium 136 mmol/l 136-145 mmol/l
Kalium 4,1 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l
Klorida 97 mmol/l 97-111 mmol/l
29
Pemeriksaan FNAB tanggal 8 Oktober 2020
30
Pemeriksaan Patologi anatomi 21-10-2020
31
Pemeriksaan X foto bahu tanggal 7 November 2020
32
Ekspertise:
- Alignment shoulder joint sinistra berubah, tampak dislokasi caput humerus
sinistra ke arah caudal
- Tampak soft tissue mass pada daerah shoulder sinistra yang mendestruksi 1/3
proksimal os humerus sinistra dengan tanda-tanda fraktur patologis
- Densitas tulang baik
- Kesan: Soft Tissue sarcoma (Rhabdomyosarcoma) DD/ Fibrosarcoma
-
33
Pemeriksaan MRI Left Shoulder 9 November 2020
Ekspertise:
- Tampak massa lobulated berbatas relatif tegas, tepi irreguler pada 1/3
proksimal humerus sinistra, isointens pada T1W1, slight hiperintens
inhomogen pada T2W1, dengan central nekrosis dan perdarahan intratumoral,
menyangat heterogen pada komponen solidnya paska kontras, tampak
restricted diffusion di sebagian tepinya pada DW1 dan ADC, ukuran+/- 15,2 x
15,1 x 15,4 cm. Tampak 5 buah feeding artery yang berasal dari a. subclavia,
a. axillaris, dan a. brachialis sinistra, tidak mengencasing namun mendesak a.
axillaris dan brachialis sinista ke inferomedial. Tampak destruksi dan fraktur
pada 1/3 proksimal sampai caput os humerus sinistra disertai dislokasi
glenohumeral joint ke anterio, perluasan ke bone marrow sampai 1/3 media os
humerus +/- 12 cm dari distal os humerus. Massa ini juga meluas ke dinding
34
thorax sinistra sisi superolateral menginfiltrasi otot-otot rotator cuff dan
mengencasing os acromion.
- Tampak pembesaran KGB regio axillaris sinistra berukuran +/- 3.41 x 1.8 x
2,6 cm
- Kesan: Soft tissue mass regio proximal humerus sinistra yang
mendestruksi 1/3 proksimal sampai caput os humeri sinistra disertai
fraktur patologis 1/3 proksimal os humerus sinistra dan dislokasi
glenohumeral joint sinistra ke anterior, meluas ke bone marrow sampai
1/3 media os humerus, ke dinding thorax sinistra sisi superolateral,
menginfiltrasi otot-otot rotator cuff dan mengencasing os acromion, tidak
mengencasing large vessel, feeding artery berasal dari a. subclavia, a.
axillaris, dan a. brachialis suspek soft tissue sarcoma
- Lymphadenopathy axillaris sinistra
35
Penatalaksanaan
1. Interscapulothoracic Amputation
2. Adjuvant Chemotherapy
Interscalene Block
36
Desain flap (tampak posterior)
37
Foto-foto durante operasi
38
Kondisi luka 2 minggu setelah operasi
39
Laporan Operasi
40
Pada saat operasi dilakukan, terjadi perdarahan karena vena jugularis
terpotong parsial. Terjadi perdarahan intraoperasi sebanyak 2500 cc, tensi turun
hingga 80/60 mmHg, dilakukan transfusi 3 unit PRC dan pemberian gelofusin 2 bag.
Pada saat operasi selesai Diputuskan untuk melakukan disartikulasi sterno-clavicular
dan konsul bedah vaskuler intraoperasi. Terdapat robekan parsial vena jugularis dan
dilakukan repair vena jugularis, perdarahan teratasi. Pasca operasi pasien dirawat di
ICU selama 2 hari, pasien dipulangkan setelah 5 hari pasca operasi. Pasien rutin
kontrol di poliklinik dan jahitan diangkat 17 hari pasca operasi di poliklinik. Hasil
Patologi anatomi dari sampel stump lateral dan superior stump tidak ditemukan
sarang tumor maligna
41
Pada saat kontrol pasca operasi di poliklinik, pasien mengeluh nyeri pada
pinggang belakang, dilakukan bone survey, tidak didapatkan metastasis pada tulang.
Pasien direncakan untuk dikonsul ke spesialis Onkologi medis untuk mendapatkan
kemoterapi.
42
43
44
Gambar hasil bone survey
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini pasien laki-laki usia 20 tahun datang dengan keluhan
nyeri pada bahu kiri disertai dengan benjolan yang semakin membesar hingga saat ini
sebesar bola sepak yang dialami sejak 6 bulan yang lalu, pasien memiliki riwayat
trauma jatuh dari tangga sebelum muncul benjolan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan benjolan berukuran 12x10x10 cm dengan lingkar lengan atas sebesar 52
cm, berbatas tegas, tidak mobile, terfiksir pada dasar, dengan kulit kemerahan,
mengkilap, venektasi vena ada, tidak didapatkan ulkus pada kulit. Pulsasi arteri
radialis dan ulnaris baik, ROM bahu kiri aktif dan pasif sulit dinilai karena nyeri. .
Capillary refill time < 2 detik. Terdapat hipoestesia pada distribusi n. axillaris, n.
mediaus, dan n. ulnaris.
Pada kondisi pasien yang seperti ini, tidak memungkinkan untuk dilakukan
operasi wide excision dengan limb sparing surgery. Diputuskan untuk dilakukan
amputasi interscapulothoracic (forequarter amputation), dan dilanjutkan dengan terapi
adjuvan kemoterapi pascaoperasi.
46
Penanganan sarkoma jaringan lunak saat ini mengalami kemajuan pesat
dengan adanya kombinasi terapi bedah, radioterapi, dan kemoterapi, dengan fasilitas
yang baik dan stadium tumor yang belum lanjut, penyelamatan anggota badan (limb
saving surgery) dapat dilakukan pada 90% sarkoma jaringan lunak ekstremitas atas
dan bawah. Walaupun demikian, prosedur amputasi masih diperlukan pada tumor
tumor yang besar. Permasalahan di Indonesia, seperti di negara berkembang lainnya
penderita sarkoma jaringan lunak biasanya datang dalam stadium lanjut lokal,
seringkali amputasi seringkali merupakan terapi pilihan pertama. [ CITATION Ary \l
1033 ]
47
BAB V
KESIMPULAN
Pasien datang dalam stadium lanjut lokal, sehingga tidak dapat dilakukan
operasi eksisi luas dengan limb salvage, suatu permasalahan yang sering terjadi di
Indonesia. Sehingga amputasi forequarter merupakan pilihan utama pada kondisi
seperti ini.
48
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
49
50
MAKALAH 2
51