Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sarcoma jaringan lunak merpakan tumor ganas yang jarang dijumpai.


Kejadian Sarcoma merupakan 1% tumor ganas pada orang dewasa dan 6,5% pada
anak. Dalam tahun 1990-1994 penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
didapatkan 70 kasus sarcoma jaringan lunak, dengan lokasi 45% pada ekstremitas
bawah dan 19% pada ekstremitas atas. [ CITATION Ary \l 1033 ]

Penanganan sarcoma jaringan lunak saat ini mengalami kemajuan pesat


dengan adanya kombinasi terapi bedahm radioterapim dan kemoterapi, Pada kasus-
kasus yang belum lanjut, penyelamatan anggota badan tanpa amputasi (limb
salvaging treatment) dapat dilakukan pada 90% sarkoma jaringan lunak ekstremitas.
Walaupun demikian, prosedur amputasi masih diperlukan pada tumor-tumor yang
besar. Amputasi juga dilakukan pada tumor- dengan perdarahan yang tidak bisa
diatasim nekrosis, infeksi berat dengan ancaman sepsis, atau pada tumor yang gagal
dilakukan penyelamatan anggota badan. Juga tumor yang telah menginfiltrasi
pembuluh darah besar dan saraf.

Permasalahan di Indonesia, seperti di negara berkembang lainnya, penderita


sarcoma jaringan lunak biasanya datang dlaam stadium lanjut lokal, sehingga
amputasi seringkali merupakan pilihan pertama

Untuk regio humeri biasanya dikerjakan amputasi lengan atas (forequarter


amputation). Di sini dikerjakan pengangkatan seluruh ekstremitas atas, clavicula,
scapulam dengan otot-otot yang menempel padanya dan kelenjar-kelanjar limfe
aksila. Keuntungan amputasi ini dibandingkan dengan disartikulasi humeri adalah
kelenjar-kelenjar limfe dapat ikut dibersihkan dan pemeriksaan patologi anatomi
kelenjar dapat memberikan informasi yang lebih baik mengenai stadium tumor.

1
1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini untuk melaporkan suatu amputasi forequarter


pada kasus sarcoma jaringan lunak proksimal humerus di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr Wahidin Sudirohusodo pada seorang laki-laki berusia 20 tahun.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Soft tissue/jaringan lunak didefinisikan sebagai jaringan pendukung dari


berbagai organ dan merupakan jaringan non epitel, ekstraskeletal yang tidak
mencakup jaringan limfohematopoietic. Jaringan lunak mencakup jaringan ikat
fibrosa, jaringan adiposa, jaringan otot rangka, pembuluh darah/limfa, dan sistem
syaraf perifer. Secara embriologis sebagian besar dari tumor jaringan lunak berasal
dari mesoderm, dengan kontribusi neuroektodermal pada jaringan lunak

Tumor jaringan lunak merupakan suatu kelompok neoplasma yang bersifat


heterogen. Secara tradisional, tumor jaringan lunak ini diklasifikasikan menurut ciri
histogenetiknya. (Fibrosarcoma misalnya, dikategorisasikan sebagai tumor yang
muncul dari fibroblast). Namun data-data histomorfologis, immunohistokimia, dan
eksperimental menandakan sebagian besar sarcoma muncul dari sel mesenchym
primitif multipotensial, yang pada jalur transformasi neoplastiknya kemudian akan
berdiferensiasi menuju salah satu bentuk turunannya.

Liposarcoma misalnya, nampaknya muncul dari lipoblast namun pada


kenyataannya kemungkinan terbentuk dari diferensiasi lipoblastik dari sel mesenkim
prekursor multipoten, Pada tingkat klinis, tumor jaringan lunak diklasifikasikan

2
berdasarkan berbagai parameter, termasuk lokasi, pola pertumbuhan, kemungkinan
rekurensi, ada atau tidaknya metastasis dan distribusi metastasis, usia pasien, dan
prognosis.

Walaupun sebagian besar tumor jaringan lunak dari berbagai tipe histogenetik
diklasifikasikan sebgai jinak atau ganas, banyak diantaranya bersifat intermediate,
yang secara umum berarti memiliki sifat agresif lokal dengan kecenderungan ringan
hingga sedang untuk terjadinya metastasis.[CITATION Con \l 1033 ]

Keganasan ini merupakan 1% dari keganasan pada dewasa dan merupakan


7% hingga 15% keganasan pediatrik. Sekitar 50%-60% dari sarkoma terjadi pada
ekstremitas, dan walaupun tumor ini bersifat jinak, tumor ini menyebabkan lebih
banyak kematian dibandingkan kanker testis, penyakit Hodgkin’s dan kanker tiroid
digabungkan bersama-sama. Tumor ini terkenal akan kemampuannya dalam
rekurensi dan metastasis – seringkali dengan hasil yang sangat buruk – walaupun
reseksi yang nampaknya sempurna telah dilakukan.[ CITATION Bla \l 1033 ]

2.2 Patofisiologi

Pada umumnya, tumor jaringan lunak bertumbuh secara sentripetal, walaupun


beberapa tumor jinak (misal lesi fibrosa) dapat bertumbuh secara longitudinal
sepanjang lapisan jaringan. Sebagian besar tumor jaringan lunak bertumbuh
mengikuti batasan fascia, tetap berada pada kompartemen asal hingga stadium lanjut
dari perkembangannya

Saat tumor mencapai batasan anatomik dari kompartemen, tumor lebih


mungkin untuk menembus batasan kompartemental. Struktur neurovaskuler utama
biasanya terdorong alih alih terbungkus atau terinvasi oleh tumor. Tumor yang
muncul pada lokasi ekstrakompartemental, seperti pada fossa poplitea, dapat meluas
lebih cepat karena tidak ada batasan fascia; tumor-tumor tersebut juga lebih mungkin
melibatkan struktur neurovaskuler. Bagian perifer dari tumor akan menekan jaringan
lunak normal sekelilingnya karena pertumbuhan ekspansil sentripetal. Hal ini akan

3
menimbulkan terbentuknya zona berbatas relatif tegas dari jaringan fibrosa yang
terkompresi yang dapat mengandung sel tumor yang tersebar. Zona ini juga dapat
terdiri dari sel inflamasi dan menunjukkan neovaskularitas. Suatu lapisan tipis dari
jaringan yang disebut zona reaktif mengelilingi zone kompresi, terutama pada tumor
dengan grade yang lebih tinggi. Bersama-sama, zona kompresi dan zona reaktif
membentuk pseudocapsule yang mengelilingi tumor dan hal ini berguna dalam
menentukan batas reseksi bedah. Beberapa lesi yang sangat agresif dengan pola
pertumbuhan infiltratif seperti rhabdomyosarcoma pada anak, mungkin bertumbuh
tanpa memedulikan batasan kompartemental dan seringkali menembus lapang fascia.

Sarcoma jaringan lunak memiliki kecenderungan untuk rekurensi lokal.


Karena rekurensi lebih sulit untuk ditangani dibandingkan dengan lesi primer, maka
reseksi sempurna dan penggunaan terapi radiasi yang sesuai penting dalam
pengobatan awal. Pseudocapsule memberikan dokter bedah gambaran yang kurang
lebih jelas mengenai lapang pembedahan; namun, eksisi yang demikian dapat
meninggalkan tumor mikroskopis atau makroskopis. Hal ini dapat menyebabkan
rekurensi lokal pada hingga 80% pasien. Tambahan terapi radiasi pascaoperasi
menurunkan resiko rekurensi yang berhubungan dengan reseksi marginal.
Kemudahan teknik resektabilitas dapat dipengaruhi lokasi dari sarcoma jaringan
lunak. Contohnya, lesi pada kepala dan leher lebih mngkin melibatkan atau mengenai
struktur vital; konsekuensinya tumor yang demikian lebih sulit direseksi
dibandingkan dengan lesi pada ekstremitas. Bahkan pada ekstremitas, lokasi tumor
mungkin memiliki implikasi prognostik. Untuk tumor proksimal, kontrol lokal lebih
sulit dicapai dibandingkan dengan tumor yang berada pada distal. Sarcoma
retroperitoneal, yang pada umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk, memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi bagi rekurensi lokal dan untuk diseminasi
intraabdominal.

Pola rekurensi pada umumnya dapat diprediksi, dan sebagian besar tumor
biasanya mengalami rekurensi dalam 2-3 tahun pertama. Radiasi adjuvan

4
meminimalisir rekurensi lokal, namun apakah radiasi dapat meningkatkan
kemungkinan survival secara keseluruhan, masih belum jelas. Kemoterapi adjuvant
dapat menurunkan resiko rekurensi lokal dari tumor dengan grade tinggi, diduga
karena penurunan ukuran tumor dan peningkatan pada zona reaktif, tapi pernyataan
ini sangat kontroversial.[ CITATION VBS20 \l 1033 ]

2.3 Gejala klinis

Sarkoma jaringan lunak pada umumnya muncul sebagai massa tidak nyeri
yang tumbuh lambat. Namun, 33% pasien mengeluh nyeri, yang mengindikasikan
prognosis yang buruk. [ CITATION Bre01 \l 1033 ] Sarcoma pada ekstremitas dapat
muncul pada tahap yang lebih dini, namun sarcoma yang melibatkan rongga pelvis
dapat mengalami penundaan diagnosis karena lokasinya yang dalam pada tubuh
sehingga tidak memungkinkan palpasi massa tumor secara dini. Akibatnya tumor
tersebut seringkali mencapai ukuran yang besar sebelum diagnosis tanpa
menimbulkan gejala yang jelas. Benjolan jaringan lunak yang menunjukkan salah
satu dari empat ciri klinis ini sebaiknya dianggap ganas hingga terbukti sebaliknya:
(i) ukuran bertambah besar, (ii) ukuran >5 cm, ukuran lebih dalam dari fascia dalam,
atau (iv) nyeri. Semakin banyak terdapatnya ciri klinis di atas, semakin besar resiko
keganasan, dengan peningkatan ukuran sebagai indikator individual terbaik.
[ CITATION APu \l 1033 ]

2.4 Insidensi

Program dari The National Cancer Institute yakni Surveillance,


Epidemiology, and End-Result (SEER) pada tahun 1996 melaporkan 6400 kasus baru
dari sarkoma jaringan lunak, 3500 pada pria dan 2900 pada wanita, dengan rasio laki-
laki berbanding perempuan sebanyak 1,2 : 1. Kematian dilaporkan terjadi pada 1800
pria dan 1900 wanita, jadi alaupun laki-laki lebih mungkin mengalami sarcoma,
perempuan lebih mungkin mati karenanya. Data dari SEER mengindikasikan orang
kulit hitam lebih memiliki predisposisi untuk mengalami sarcoma dibandingkan kulit

5
putih (dengan pengecualian sarcoma pembuluh darah) (tabel 1). Predileksi
terbentuknya sarcoma lebih banyak pada laki-laki untuk semua subtipe histologi,
kecuali stromal sarcoma dan leiomyosarcoma. Insidensi leiomyosarcoma pada wanita
mungkin disebabkan oleh besarnya angka leiomyosarcoma uterus. Nampaknya 40%
dari seluruh sarcoma terjadi pada orang berusia lebih tua dari 55 tahun. Angka
insidensi pada populasi umum adalah sebesar 1.4 per 100.000 namun meningkat
menjadi 8 per 100,000 untuk orang tua lebih dari 80 tahun. Distribusi tipe-tipe
histologis beragam berdasarkan usia. Contohnya, rhabdomyosarcoma terutama
merupakan tumor pada orang muda; sarcoma sinovial dan fibrosarcoma terjadi pada
dewasa muda; dan malignant fibrous histiocytoma lebih sering terjadi pada dewasa.
[ CITATION Bla \l 1033 ]

6
Tabel 1. Angka insidensi tahunan rata-rata yang disesuaikan menurut usia
untuk sarkoma jaringan lunak menurut tipe histologis, ras, dan usia
Histologi Kulit Putih Kulit Hitam
Pria Wanita Pria Wanita
Sarcoma pembuluh darah 6.81 0.28 5.04 0.32
Fibrosarcoma 1.54 1.09 1.88 1.48
Leiomyosarcoma 0.80 1.10 1.22 2.01
Sarcoma, NOS 0.53 0.44 0.72 0.50
Liposarcoma 0.60 0.35 0.79 0.31
Rhabdomyosarcoma 0.32 0.17 0.43 0.22
Stromal sarcoma 0.02 0.23 0.03 0.34
Synovial sarcoma 0.10 0.09 0.17 0.07
Meningiosarcoma 0.07 0.09 0.20 0.08
Mesenchymoma 0.01 <0.01 0.03 0.04
Lymphangiosarcoma <0.01 0.01 - -
Lainnya 0.35 0.67 0.23 1.06
Total 11.15 4.53 10.73 6.43

7
2.4 Klasifikasi, Grading, dan Staging

Sarkoma diklasifikasikan menurut jenis jaringan yang dibentuk, bukan dari


jaringan asal tumor muncul, olehkarenanya klasifikasi histogenik dilakukan. Sebagian
besar jaringan ikat, bila tidak semuanya, dapat membentuk tumor jinak maupun ganas
(tabel 2). Secara umum, walaupun beberapa sarcoma jelas lebih agresif dibandingkan
lainnya,tipe histologis spesifik nampaknya kurang penting dalam memprediksi
perilaku biologisnya. Perilaku biologis ini paling baik diprediksi menurut grade
histologis, yang ditentukan oleh 4 faktor: indeks mitotik, derajat selularitas, nekrosis,
dan derajat anaplasia inti.[ CITATION Bla \l 1033 ]

Tabel 2 Skema klasifikasi histogenik untuk tumor jaringan lunak jinak dan
ganas
Jaringan yang dibentuk Tumor jaringan lunak Tumor jaringan lunak ganas
(histogenesis jinak
Lemak Lipoma Liposarcoma
Jaringan FIbrosa Fibroma Fibrosarcoma
Otot rangka Rhabdomyoma Rhabdomyosarcoma
Otot polos Leiomyoma Leiomyosarcoma
Tulang Osteoma Osteosarcoma
Kartilago Chondroma Chondrosarcoma
Synovium Synovioma Synovial Sarcoma
Pembuluh darah Hemangioma Angiosarcoma
Limfatik Lymphangioma Lymphangiosarcoma;malignant
hemangiopericytoma
Syaraf Neurofibroma Neurofibrosarcoma
Mesothelium Benign mesothelioma Malignant mesothelioma
Histiosit jaringan Benign fibrous Malignant fibrous histiocytoma
histiocytoma
Pluripotent Belum dikenali Malignant mesenchymoma
Tidak jelas Belum dikenali Ewing’s sarcoma; alveolar soft
parts sarcoma; epithelioid
sarcoma

Karakteristik utama dari klasifikasi TNM pada sarcoma tulang dan jaringan
lunak adalah disertakannya grade histopatologis (G) sebagai faktor dalam staging.

8
Sistem TNM pada kanker lain, penentuan stadium pada dasarnya ditentukan hanya
melalui tiga faktor: Faktor T berdasarkan dalamnya infiltrasi tumor dan diameter
terbesar dari tumor, faktor N dari metastasis nodus limfatikus dan faktor M dari
metastasis jauh. [ CITATION Tan \l 1033 ] . Pada klasifikasi WHO, tipe histologis
sarkoma tulang dan sarkoma jaringan lunak sangat beragam, dan sifat-sifat biologis
dari masing-masing tumor juga berbeda. Oleh karenanya, sulit untuk menentukan
prognosis hanya dengan tiga faktor TNM pada semua jenis jaringan dari sarcoma.
Namun, bahkan apabila jenis jaringannya berbeda, sifat biologisnya dapat serupa
apabila grade patologis sarcomanya sama. Olehkarenanya, dengan adanya faktor G,
klasifikasi staging yang sederhana menjadi mungkin untuk berbagai jenis jaringan
pada sarcoma. Sebagai tambahan, karena metastasis nodus limfatikus sangat jarang
terdapat pada sarcoma jaringan lunak dan faktor N jarang dipergunakan, staging
dapat ditentukan hanya oleh dua faktor, yakni T dan M.

Tabel 3: Pembagian stadium pada sarcoma jaringan lunak ekstremitas, batang


tubuh dan retroperitoneum
Definisi tumor primer (T)
Kategori T Kriteria
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti tumor primer
T1 Tumor <= 5 cm pada dimensi terbesarnya
T2 Tumor > 5 cm dan <= 10 cm pada dimensi terbesarnya
T3 Tumor >10 cm dan <= 15 cm pada dimensi terbesarnya
T4 Tumor >15 cm pada dimensi terbesarnya
Definisi nodus limfatikus regional (N)
Kategori N Kriteria N
N0 Tidak ada metastasis nodus limfatikus regional
N1 Metastasis nodus limfatikus regional
Definisi metastasis Jauh (M)
Kategori M Kriteria M
M0 Tidak ada metastasis jauh

9
M1
M1a Metastasis jauh
M1b Paru
Tulang atau lokasi jauh lain
Grade Histologis (G)
Kategori G Definisi G
GX Grade tidak dapat dinilai
G1 Skor diferensiasi total, jumlah mitosis, dan skor nekrosis 2 atau
G2 3
G3 Skor diferensiasi total, jumlah mitosis, dan skor nekrosis 4 atau
5
Skor diferensiasi total, jumlah mitosis, dan skor nekrosis 6, 7
atau 8

10
Tabel 4. Pengelompokkan stadium prognostik untuk sarcoma pada rangka
anggota gerak, batang tubuh dan tulang wajah
Stadium Tumor primer Nodus Metastasis Grade
(T) limfatikus jauh (M) histologis
regional (N)
IA T1 N0 M0 G1 atau GX
IB T2 atau T3 N0 M0 G1 atau GX
IIA T1 N0 M0 G2 atau G3
IIB T2 N0 M0 G2 atau G3
III T3 N0 M0 G2 atau G3
IVA T manapun N0 M1a G manapun
IVB T manapun N1 M manapun G manapun
T manapun N manapun M1b G manapun

Sarcoma jaringan lunak pada retroperitoneum, kepala leher, dan organ viscera
thorax dan abdomen memiliki kriteria pengelompokkan sendiri[ CITATION Tan \l 1033 ]

2.5 Diagnosis

Mayoritas pasien dengan sarcoma datang dengan benjolan yang tidak nyeri,
walaupun sebanyak 33% mengeluh nyeri, yang mengindikasikan prognosis yang
buruk. [ CITATION Bre01 \l 1033 ]. Kurang lebih setengah dari pasien yang datang
dengan nyeri, kurang lebih setengahnya pada akhirnya akan menjalani amputasi;
tumor yang bertumbuh dengan cepat atau subtipe yang agresif lebih mungkin bersifat
nyeri. Sayangnya, keterlambatan diagnosis sering terjadi. Sebanyak setengah pasien
menunggu berbulan-bulan sebelum mencari pengobatan untuk massa, dan dokter
yang mengobati dapat memberikan diagnosis berupa otot yang teregang atau
hematoma traumatik pada awalnya. Diagnosis tersebut sebaiknya hanya diberikan
apabila terdapat riwayat trauma yang jelas, dan dokter sebaiknya menetapkan batas
waktu selama 6 hingga 8 minggu untuk mengobservasi massa tersebut sebelum
mengobatinya. Saat mengevaluasi pasien yang memiliki potensi keganasan, dokter
sebaiknya mengambil elemen data anamnesis berikut: 1) durasi gejala; 2) perubahan

11
yang baru dari ukuran dan konsistensi massa; 3) konstelasi gejala, termasuk nyeri,
demam, atau parestesia; dan 4) riwayat trauma sebelumnya atau faktor lingkungan
lain, seperti iradiasi pada lokasi benjolan, riwayat mastectomy dll. Enam faktor yang
sebaiknya dinilai pada pemeriksaan fisik termasuk lokasi massa; bentuk,, ukuran,
konsistensi, dan hubungannya dengan jaringan sekitarnya, dan keadaan nodus
limfaticus regional. Nodus limfaticus sebaiknya diperiksa untuk terjadinya metastasis
walaupun penyebaran sarcoma hampir seslalu secara hematogen, Secara umum,
biopsi sebaiknya dilakukan pada massa jaringan lunak yang simtomatik atau
ukurannya semakin membesar, massa baru yang bertahan lebih dari >4 minggu, atau
massa jaringan lunak manapun yang diameternya >5cm. Metode biopsi sangat
penting, dan kadang kala bervariasi, tergantung dari institusi dan pengalaman ahli
patologi. Secara tradisional, teknik biopsi tertutup seperti fine-needle aspiration
(FNA) atau core-needle biopsy (CNB) memiliki peranan yang terbatas dalam
mendiagnosis dugaan sarcoma karena ukuran sampel yang kecil dan akurasi yang
dapat dipertanyakan. Akurasi biopsi seringkali mengkhawatirkan karena sifat
beberapa sarcoma yang sangat pleomorphic, yang kemungkinan memiliki derajat
keganasan yang sangat beragam di antara satu massa yang sama. Namun, core needle
biopsy dan FNA rutin dilakukan pada beberapa institusi. Suatu penelitian pada tahun
1997 melaporkan angka adekuasi sebesar 93% dan akurasi sebesar 95% pada core
biopsy dalam menentukan keganasan. [ CITATION Hes \l 1033 ] . Dokter bedah harus
memahami dengan baik keterbatasan biopsi jenis ini

Apabila biopsi terbuka lebih disukai oleh ahli bedah atau patologis, atau
apabila CNB/FNA memberikan hasil spesimen yang tidak adekuat, maka biopsi
eksisional atau insisional diperlukan. Untuk massa yang kecil berukuran 3-5 cm pada
dimensi terbesarnya, biopsi eksisional cocok untuk dilakukan. Untuk massa yang
berukuran lebih besar dengan dimensi terbesar > 5 cm, biopsi insisional sebaiknya
dilakukan. Dokter bedah harus merencanakan biopsi dengan tujuan operasi ulang
untuk reseksi besar apabila hasil diagnosis sarcoma tegak. Biopsi insisi harus

12
diorientasikan sepanjanga aksis panjang ekstremitas, dan flap kulit dengan ukuran
seminimal mungkin sebaiknya dibuat superficial dari insisi. Hemostasis yang
seksama penting untuk mencegah diseminasi sel tumor yang tidak diinginkan.
[ CITATION Bla \l 1033 ]

Secara umum, diagnosis dari frozen section harus diinterpretasikan dengan


hati-hati. Pengobatan definitif dari lesi malignan sebaiknya ditunda hingga hasil dari
permanent section dan hasil pemeriksaan metastasis yang sesuai dilakukan, termasuk
CT scan dari dada, selesai dilakukan. Paru-paru perupakan lokasi metastasis sarcoma
yang paling sering, kurang lebih 10% pasien memiliki metastasis paru pada saat
presentasi[ CITATION APu \l 1033 ], sehingga CT scan pada umumnya diindikasikan
untuk semua pasien yang baru didiagnosis untuk sarcoma. Lokasi metastasis lain
beragam menurut jenis lesinya. Angiosarcoma contohnya, yang bermetastasis ke
tulang dan merupakan indikasi bagi bone scan. Studi pencitraan preoperatif
diindikasikan pada semua kasus sarcoma, dan baik CT dan MRI dapat digunakan. CT
scan dada dan ultrasonografi atau CT scan pelvis dilakukan untuk mengidentifikasi
apakah ada nodus limfaticus yang terlibat. CT scan dada direkomendasikan pada
sarcoma yang berukuran lebih dari 5 cm atau pada pasien dengan diferensiasi sedang
hingga buruk. Keterlibatan nodus limfatikus jarang terjadi, terjadi pada kurang dari
3% pasien dengan sarcoma. Keterlibatan nodus limfaticus lebih sering terjadi pada
epitheloid sarcoma, clear cell sarcoma, rhabdomyosarcoma, angiosarcoma, dan
synovial sarcoma. [ CITATION APu \l 1033 ]. Foto polos pada umumnya memiliki
manfaat keseluruhan yang terbatas. Secara umum, MRI dianggap lebih unggul dalam
memeriksa jaringan lunak, namun CT juga dipergunakan secara luas. Pilihan metode
pencitraan tergantung dari preferensi dokter bedah dan pengalaman dari staff
radiologi di institusi masing-masing.[ CITATION Bla \l 1033 ]

2.6 Penatalaksanaan

13
Prinsip penanganan sarkoma jaringan lunak beragam tergantung lokasi
asalnya, dan sebaiknya ditangani dengan pengobatan multimodal. Pengobatan
multidisipliner wajib dilakukan pada semua kasus dan sebaiknya melibatkan ahli
patologi, radiolog, ahli bedah, terapis radiasi, dan onkolog medis. Hal inisebaiknya
dilakukan di pusat rujukan sarkoma karena telah ditunjukkan bahwa pasien yang
ditangani pada pusat spesialis memiliki hasil yang lebih baik.

Pembedahan

Apabila memungkinkan, eksisi bedah dengan mempertahankan fungsi dengan


margin yang luas merupakan batu penjuru pengobatan yang efektif, tujuan utamanya
adalah preservasi ekstremitas yang fungsional. Hal ini dapat difasilitasi dengan bedah
rekonstruksi jaringan lunak, termasuk dengan penggunaan flap lokal atau free flap,
dan kadang kala reseksi vaskular dan syaraf dengan rekonstruksi graft yang sesuai.
Pembedahan untuk lesi ini sebaiknya dilakukan oleh dokter bedah yang dilatih secara
spesifik dalam pengobatan penyakit ini. Prosedur pembedahan standar adalah eksisi
bedah. Eksisi ini berarti pengangkatan tumo dengan “pembungkus” yang terdiri dari
jaringan normal yang mengelilinginya, Pada tumor grade tinggi mikronodul dan
ekstensi tumor mpada dan menembus jaringan reaktif di sekeliling pseudocapsule
dapat menyebabkan lesi satelit dan skip lesion. Untuk menghindari rekurensi lokal
reseksi sebaiknya dilakukan di luar zona reaktif apabila memungkinkan. Pada
umumny, 2 cm di luar batas tumor dipergunakan sebagai cutoff untuk meyakinkan
terdapat bersihan (clearance) yang sesuai, namun margin tersebut dapat lebih sedikit
secara kuantitatif pada kasus-kasus barier anatomik yang resisten seperti fascia otot,
periosteum, dan perineurium. Di sini konsep yang diajukan oleh Kawaguchi
yakni’barrier effect’ yang dipakai dalam mengevaluasi margin tumor. Barrier
merujuk pada jaringan manapun yang memiliki resistensi terhadap invasi tumor dan
dapat mencakup fascia otot, kapsl sendi, tendon, pembungkus tendon, epineurium,
atau selubung pembuluh darah. Masing-masing dari jaringan ini dapat
diklasifikasikan sebagai barrier tebal ataupun barrier tipis. Barrier tebal merupakan

14
jaringan membranosa yang kuat secara fisik dengan pembungkus tendinosa putih
yang mengkilap. Barrier tipis adalah jaringan membranosa yang lebih lemah dari
fascia otot, periosteum dewasa, pembungkus pembuluh darah, dan epineurium. Untuk
tujuan evaluasi margin, barier dikonversi menjadi ketebalan definitif dari jaringan
normal. Barier tebal dikonversi menjadi ekuivalen ketebalan jaringan normal 3 cm.
Barier tipis dianggap ekuivalen dengan ketebalan 2 cm jaringan normal.Margin
pembedahan tepat di luar fascia yang dipisahkan dari tumor oleh jaringan normal juga
dikalkulasi sebagai 5 cm tanpa memedulikan ketebalan aktual dari barrier. Apabila
tumor telah menempel pada barier membranosa dan bagian luar dari barier masih
memilki penampakan mengkilap yang jelas, barier dievaluasi dengan mengurangi 1
cm dari nilai asli. Maka, apabila lesi menempel pada barrier tebal, dievaluasi sebagai
2 cm dan apabila lesi menempel pada barrier tipis maka dievaluasi sebagai 1 cm.
Dengan mempertimbangkan efek barier yang diterjemahkan menjadi ekuivalensi
jarak secara konkrit, pembedahan dapat direncanakan pada lokasi dimana barier
berada dengan mempergunakan margin kurang dari yang seharusnya diambil dengan
mempergunakan jarak fisik sejati. Namun, kadangkala, batasan anatomis
menyebabkan reseksi luas yang sebenar-benarnya tidak dapat dilakukan tanpa
mengorbankan struktur anatomi penting (seperti pembuluh darah besar atau syaraf)
dan pada situasi ini eksisi marginal dapat diterima sebagai pilihan terindividualisasi
pada kasus-kasus yang sangat terpilih, setelah mempertimbangkan resiko rekurensi
dan morbiditas dari pembedahan yang lebih radikal dan setelah mendiskusikan
faktor-faktor ini bersama dengan pasien. Pada kasus-kasus tumor yang tidak dieksisi
secara adekuat, operasi ulang sebaiknya dipertimbangkan apabila margin yang
adekuat dapat dicapai tanpa morbiditas mayor. Kadangkala amputasi dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan bedah. Pasien dengan tumor terlokalisir yang
walaupun sudah diberikan pengobatan multimodal tidak dapat direseksi dengan
sempurna mungkin memerlukan amputasi untuk meminimalisir resiko relapse di
tempat yang jauh.

15
Sebagai tambahan, pasien dengan relaps berulang, nyeri yang tidak teratasi,
perdarahan, atau fungating tumor (tumor yang mengalami ulserasi) juga mendapatkan
manfaat dari amputasi anggota gerak.[ CITATION APu \l 1033 ]

Gambar 1. Algoritma pengobatan untuk sarcoma jaringan lunak terlokalisir

16
Terapi Adjuvan

Terapi adjuvan merupakan terapi yang penting penting walaupun pembedahan


merupakan terapi utama. Untuk tumor kecil dan low grade, eksisi lokal luas saja
memberikan hasil yang sangat baik. Sebagian pasien, akan mendapatkan baik
external-beam radiation therapy (EBRT) atau brachytherapy perioperatif dari sumber
yang diimplantasikan. Pasien dengan lesi low grade >5 cm diameternya pada
umumnya akan ditawarkan EBRT. Pasien dengan lesi high grade berukuran 5-10 cm
dapat diberikan baik EBRT atau brachytherapy. Pasien dengan tumor dengan ukuran
sangat besar (>= 10 cm), yang high grade dipertimbangkan untuk terapi neoadjuvan
dengan chemoradiasi – sensitizer radiasi dan dengan EBRT atau brachytherapy.
Sensitizer radiasi biasanya memperunakan terapi berbasis doxorubicin atau
ifosfamide. Terapi adjuvan dengan regimen berbasis doxorubicin atau ifosfamide
masih kontroversial, terutama karena manfaat survivalnya masih belum seragam dari
center ke center. Pengecualian termasuk rhabdomyosarcoma dan Ewing’s sarcoma,
yang sangat sensitif dan sebaiknya diobati dengan kemoterapi adjuvant. Terapi
perfusi tungkai terisolasi dengan mempergunakan bahan sitotoksis seperti melphalan,
tumor necrosis factor, dan interferon sangat menjanjikan namun masih dalam
penelitian. Gambar di bawah menggambarkan algoritma pengobatan yang diajukan
oleh the Memorial Sloan-Kettering Cancer Center group, yang dimulai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, studi preoperatif (CT atau MRI) dan biopsi. Lesi kecil
diobati dengan eksisi menyeluruh, sejauh margin negatif dapat dicapai. Bergantung
pada ukuran dan grade histologisnya, lesi yang lebih besar diobati dengan berbagai
kombinasi eksisi menyeluruh dan terapi radiasi pre- atau pascaoperasi, dan untuk lesi
yang sangat besar, kemoterapi neoadjuvan. [ CITATION Bla \l 1033 ]

17
Gambar 2. Algoritma untuk diagnosis dan pengobatan sarcoma jaringan lunak
ekstremitas yang dikembangkan di Memorial Sloan-Kettering Center.

Radioterapi melengkapi pembedahan yang adekuat sebagai terapi standar


tumor grade intermediate dan high grade dengan diameter >5 cm. Radioterapi dapat
terdiri dari radiasi preoperatif ataupun postoperatif, bergantung pada protokol pada
institusi. Radiasi preoperasi kadangkala dapat memungkinkan konservasi tungkai dari
sarkoma ekstremitas yang seharusnya inoperabel atau memerlukan amputasi.
Terdapat penelitian yang menyatakan radioterapi preoperatif berhubungan dengan
resiko komplikasi luka yang lebih besar dibandingkan radioterapi pascaoperasi.
Brachytherapy intraoperatif, baik yang berdiri sendiri atau dikombinasi dengan
radiasi pascaoperasi, merupakan satu pilihan yang juga sering dipergunakan. Di sini,
radioterapis menempatkan tabung berlubang (untuk loading pascaoperasi dengan
kawat iridium radioaktif) pada dasar tumor. Hal ini memungkinakn radiasi untuk
diberikan pada lapang operasi sementara iradiasi jaringan sehat diminimalisir.
Brachyterapy sendiri, saat dipergunakan dengan pertimbangan yang baik, telah
menunjukkan kontrol lokal dan hasil fungsional, dengan penurunan morbiditas terkait
pengobatan. Intensity modulated radiation therapy (IMRT) memiliki potensi untuk
dengan lebih naik memberikan dosis radiasi secara terarah; terapi ini berhubungan
dengan morbiditas yang lebih kecil daan saat ini masih diteliti

18
2.7 Operasi Forequarter Amputation

Amputasi interscapulothoracic (forequarter) adalah suatu prosedur


pembedahan yang sudah dilakukan sejak 2 abad yang lalu. Amputasi forequarter yang
pertama kali dilakukan dalam situasi trauma oleh Ralph Cuming, seorang dokter
bedah angkatan laut Inggris, pada tahun 1808. Kurang lebih 30 tahun kemudian, suatu
laporan dari Cairo juga dipresentasikan, juga dalam situasi trauma. Dokter bedah
pertama yang melakukan forequarter amputation untuk penyakit keganasan adalah
Dixie Crosby dari New Hampshire. Pada tahun 1836, Crosby melakukan prosedur ini
untuk menyembuhkan pasien dengan osteosarcoma ekstremitas atas, namun terdapat
catatan medis yang terbatas mengenai detailnya. Amputasi forequarter hingga
publikasi yang dilakukan oleh Paul Berger, Profesor bedah dan patologi di Faculté de
Médecine de Pari, pada tahun 1887. Dalam tulisannya yang berjudul L’Amputation
du memre superieur dans la contiguite du tronc, dia memberikan monograf mendetail
yang menjelaskan pengangkatan ekstremitas atas untuk enchondroma humerus
proksimal. Walaupun indikasi dilakukan forequarter amputation tidak diterimalagi
pada masa kini, detail teknis dari prosedur yang dilakukan terus dipergunakan pada
zaman modern. Saat ini penggunaan forequarter amputation untuk penyakit
keganasan ekstremitas atas telah mengalami penurunan sebagai hasil dari
perkembangan terapi radiasi, kemoterapi, dan teknik pembedahan limb salvage, dan
saat ini forequarter amputation diperlukan pada kurang dari 5% kasus. Kehilangan
anggota gerak atas bagi pasien bukan hanya menyulitkan secara fungsional namun
juga memiliki dampak psikologis besar, sehingga perlu dilakukan konseling
preoperatif sebelum dilaksanakan. Saat ni, forequarter amputation hanya dilakukan
untuk indikasi yang sempit pada umumnya pada penyakit keganasan: pasien dengan
penyakit lokal-regiona dari lingkar bahu (shoulder girdle) yang tidak dapat dilakukan
limb-saving procedure; kegagalan kemoterapi dan terapi radiasi atau rekurensi tumor
setelah limb salvage; fraktur patologi karena sarcoma high grade dengan respons
yang buruk terhadap kemoterapi induksi; dan sebagai operasi paliatif untuk ulserasi

19
tumor, lymphedema berat, gangguan funsi, nyeri yang tidak hilang walaupun
diberikan analgesik dosis tinggi, perdarahan, infeksi atau fungasi tumor (ulserasi).
[ CITATION Rab14 \l 1033 ]

Pertimbangan Anatomi Khusus

Ekstremitas atas dan scapula melekat pada torso atas dan dinding dada oleh
otot-otot rhomboid, levator scapulae, trapezius, pectoralis major dan minor, latissimus
dorsi, teres major, dan serratus anterior. Pada saat amputasi forequarter otot-otot ini
harus ditranseksi. Otot rotator cuff, yang terdiri dari supraspinatus, infraspinatus,
subscapularis, dan teres minor, yang menggantung caput humeri, juga diangkat.
Struktur paling signifikan yang harus dievaluasi sebelum pembedahan adalah
pembuluh darah axilaris dan brachialis dan bagian infraclavicula dari plexus
brachialis. Struktur tersebut lewat di bawah bagian tengah dari clavicula dan turun
menuju lengan bersebelahan dengan batas inferior dari otot coracobrachialis muscle.
Coracoid dapat dipalpasi dengan mudah untuk mengidentifikasi plexus brachialis dan
pembuluh axillaris yang lewat tepat di inferiornya dan terletak di bawah fascia
deltopectoralis. Pembuluh axiler rutin dievaluasi untuk menentukan segmen yang
dapat ditranseksi secara aman, terutama karena tumor yang besar dapat hadir dekat
dengan thoracic outlet. Struktur penting lain yang harus dievaluasi sebelum amputasi
adalah triangulum coli posterior, otot-otot paraspinal (thoracica), dan dinding dada
yang ada di bawahnya. Tumor periscapular dapat meluas dengan mudah ke struktur-
struktur tersebut. Terdapatnya keterlibatan pada struktur yang disebutkan di atas
membuat amputasi sebaiknya tidak dilakukan karena margin negatif tidak dapat
dicapai.[ CITATION Mal01 \l 1033 ]

Teknik Operasi

Pasien ditempatkan pada posisi lateral dengan ditahan beanbag. Lengan yang
diamputasi didraping, lapang operasi disiapkan dari nipple line kontralateral, meluas
hingga leher ipsilateral dari lesi ke arah anterior dan posterior.

20
Gambar 3. Posisi pasien lateral decubitus saat operasi dilakukan.[ CITATION
Mal01 \l 1033 ]

Lapang insisi akan ditunjukkan pada gambar 4. Insisi dimulai Tepat lateral
dari sternocleidomastoideus dan meluas ke arah lateral di atas clavicula. Di sini akan
terbagi komponen anterior dan posterior, yang akan membentuk huruf Y, bagian
posterior dari Y akan meluas ke arah posterior di atas acromion dan akan menuju ke
arah inverior di sepanjang margo vertebralis dari scapula hingga angulus inferior. Di
sini akan terhubung dengan bagian anterior dari Y, yang telah diperluas ke arah
inferior sepanjang sulcus deltopectoralis.

21
Gambar 4. (A) pandangan anterior dari lapang insisi, (B) pandangan
posterior dari lapang insisi.

22
Bagian anterior dari pendekatan ini dikerjakan terlebih dahulu. Seluruh
clavicula sebaiknya diekspose dengan melepaskan perlekatan otot dan elevasi
platysma, pectoralis major, deltoid, dan n. supraclavicular. Sternocleidomastoideus
dapat dipotong atau dilepaskan karena clavicula kemudian akan diosteotomi tepat
lateral dari insersinya. Pada titik ini, sangat penting untuk mendapatkan kontrol
vaskular dini dengan igasi arteri dan vena subclavia. Osteotomi midclavicula akan
memfasilitasi langkah yang penting ini (gambar 5).

Gambar 5. Skematik setelah osteotomy midclavicular untuk mengekspose


struktur neurovaskuler.

Setelah langkah ini selesai dilakukan, beberapa struktur anatomik dapat


dipotong dan diligasi. M. subclavius dipotong di medial. Tendon m. pectoralis
dipotong dan diretraksi ke medial. Origo m. pectoralis mayor di clavicula
direfleksikan ke arah distal atau dipotong, tergantung ukurannya. Deltoid diretraksi
ke lateral. Tendon pectoralis minor, coracobrachialis, dan caput brevis biceps
dipotong pada insersinya pada coracoid. Langkah ini mungkin diperlukan setelah
osteotomy clavicular untuk lebih lanjut memfasilitasi paparan dari neurovascular

23
bundle. Pembuluh cervicalis transversum dan suprascapular diligasi saat melintasi
truncus thyrocervicalis. Cabang plexus brachialis diligasi di proksimal.

Setelah bagian posterior dari insisi dilanjutkan untuk bertemu dengan bagian
anterior dari insisi pada angulus scapula, scapula kemudian dapat dielevasi dengan
pemegang lengan untuk memungkinkan akses pada perlekatan otot. Kontrol vaskuler
juga penting di sini dalam mengidentifikasi dan meligasi pembuluh darah harus
dilakukan sebelum perlekatan otot dipotong. Otot trapezius, levator scapulae dan
rhomboid dipotong pada perlekatannya secara berurutan. Otot terakhir yang tersisa
pada titik ini adalah serratus anterior dan latissimus, yang menghubungkan shoulder
girdle dengan thorax. Memotong perlekatan tendon dari otot-otot ini akan
menyelesaikan amputasi.

Setelah ini lengan dapat diangkat pada scapula dan diangkat seraya
mempertahankan skin flap posterior, yana memungkinkan penutupan luka operasi.
Drain dipergunakan untuk mencegah terbentuknya hematoma dan komplikasi luka.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Seorang laki-laki, 20 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit


Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan nyeri pada bahu kiri yang dirasakan sejak 6
bulan sebelum masuk rumah Sakit. Pasien mengeluhkan terdapat benjolan di bahu
kiri yang nyeri, yang membesar dengan cepat. Nyeri semakin lama semakin berat dan
terutama dirasakan pada malah Hari. Nyeri dirasakan tidak menghilang setelah pasien
minum obat penghilang rasa nyeri. Awalnya benjolan disadari sebesar bola tenis,
dalam 6 bulan benjolan membesar hingga seukuran bola sepak.

Pasien sebelumnya berobat ke tukang urut sebanyak 10 kali, namun benjolan


tidak berkurang dan nyeri semakin hebat sehingga pasien berobat ke Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo, 3 minggu yang lalu pada tanggal 21 Oktober 2020 pasien
menjalani operasi biopsi. Hasil Biopsi menunjukkan gambaran Rhabdomyosarcoma
dan pasien disarankan untuk operasi.

Tidak didapatkan benjolan pada lokasi lain di tubuh pasien. Tidak terdapat
riwayat tumor pada keluarga. Riwayat penurunan berat badan ada, sebanyak kurang
lebih 5 kg, tidak didapatkan perubahan nafsu makan, perubahan kebiasaan buang air
besar dan kecil. Pasien sebelumnya pernah didiagnosis TB paru, pernah mendapatkan
pengobatan TBC paru-paru sebelumnya. Riwayat trauma sebelumnya ada, pasien
pernah terjatuh dari tangga 6 bulan yang lalu. Pasien tidak pernah mendapatkan terapi
radiasi sebelumnya. Pasien merupakan perokok rekreasional, kurang lebih merokok
sebanyak 1-2 bungkus dalam sebulan. Pasien merupakan pelajar SMU, dominan
mempergunakan lengan kanan

25
Pemeriksaan Fisik

Pasien datang dengan keadaan sakit sedang, karnofsky 80%, gizi cukup,
kesadaran Compos Mentis dengan tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 100
kali per menit, pernafasan 22 kali per menit, suhu badan 36,7oC, dan VAS 7.

Pemeriksaan fisik

1. Kepala: Normocephali
2. Mata: konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
3. Leher: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
4. Paru-paru
a. Inspeksi: pergerakan dada simetris, tidak tampak hematom dan massa
b. Palpasi: nyeri tekan tidak ada, fremitus suara simetris
c. Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
d. Auskultasi: pada kedua lapang paru suara napas vesikuler, tidak terdengar
ronki dan wheezing
5. Jantung: bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop
6. Abdomen
a. Inspeksi: datar, tidak tampak massa
b. Palpasi: nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
c. Perkusi: timpani
d. Auskultasi: peristaltik usus kesan normal

26
7. Ekstremitas
a. Ekstremitas superior sinistra

Inspeksi Terlihat benjolan pada lengan kiri atas (brachium)


proksimal sinistra seukuran bola sepak, venectasis vena
(+), erythema (+), kulit mengkilap (+), deformitas (-),
Oedema (-), luka terbuka (-)
Palpasi Benjolan pada lengan atas (brachium) kiri dengan ukuran
12x10x10cm. Lingkar lengan atas 52 cm (lengan
kontralateral 37 cm). Temperatur lebih hangat pada area
sekelilingnya, Bruit (-) tepi berbatas tegas, konsistensi
beragam, sebagian keras sebagian lunak, terfiksir pada
dasarnya, immobile. Nyeri tekan (+)
Pergerakan Pergerakan bahu aktif dan pasif sulit dievaluasi karena
nyeri
Neurovaskule Pulsasi arteri radialis dan ulnaris teraba. Capillary refill
r time < 2 detik. Terdapat hipoestesia pada distribusi n.
axillaris, n. mediaus, dan n. ulnaris

27
b. Ekstremitas inferior: tidak tampak deformitas, edema, luka, Status
neurovaskular baik, CRT <2 detik

Pemeriksaan laboratorium

12 November 2020 Nilai rujukan


Hb 13,5 g/dl 12-16 gr/dl
Ht 40,2 % 37-48 %
WBC 9.240 /uL 4.000-10.000 /uL
Plt 354.000 /uL 150.000-400.000 /uL
PT 12,5 detik 10-14 detik

28
APTT 26,5 detik 22-30 detik
INR 1,22
GDS 117 mg/dl <140 mg/dl
Ureum 14 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,97 mg/dl <1.3 mg/dl
SGOT 81 U/L <38 U/L
SGPT 29 U/L <41 U/L
Natrium 136 mmol/l 136-145 mmol/l
Kalium 4,1 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l
Klorida 97 mmol/l 97-111 mmol/l

29
Pemeriksaan FNAB tanggal 8 Oktober 2020

30
Pemeriksaan Patologi anatomi 21-10-2020

31
Pemeriksaan X foto bahu tanggal 7 November 2020

32
Ekspertise:
- Alignment shoulder joint sinistra berubah, tampak dislokasi caput humerus
sinistra ke arah caudal
- Tampak soft tissue mass pada daerah shoulder sinistra yang mendestruksi 1/3
proksimal os humerus sinistra dengan tanda-tanda fraktur patologis
- Densitas tulang baik
- Kesan: Soft Tissue sarcoma (Rhabdomyosarcoma) DD/ Fibrosarcoma
-

33
Pemeriksaan MRI Left Shoulder 9 November 2020

Ekspertise:
- Tampak massa lobulated berbatas relatif tegas, tepi irreguler pada 1/3
proksimal humerus sinistra, isointens pada T1W1, slight hiperintens
inhomogen pada T2W1, dengan central nekrosis dan perdarahan intratumoral,
menyangat heterogen pada komponen solidnya paska kontras, tampak
restricted diffusion di sebagian tepinya pada DW1 dan ADC, ukuran+/- 15,2 x
15,1 x 15,4 cm. Tampak 5 buah feeding artery yang berasal dari a. subclavia,
a. axillaris, dan a. brachialis sinistra, tidak mengencasing namun mendesak a.
axillaris dan brachialis sinista ke inferomedial. Tampak destruksi dan fraktur
pada 1/3 proksimal sampai caput os humerus sinistra disertai dislokasi
glenohumeral joint ke anterio, perluasan ke bone marrow sampai 1/3 media os
humerus +/- 12 cm dari distal os humerus. Massa ini juga meluas ke dinding

34
thorax sinistra sisi superolateral menginfiltrasi otot-otot rotator cuff dan
mengencasing os acromion.
- Tampak pembesaran KGB regio axillaris sinistra berukuran +/- 3.41 x 1.8 x
2,6 cm
- Kesan: Soft tissue mass regio proximal humerus sinistra yang
mendestruksi 1/3 proksimal sampai caput os humeri sinistra disertai
fraktur patologis 1/3 proksimal os humerus sinistra dan dislokasi
glenohumeral joint sinistra ke anterior, meluas ke bone marrow sampai
1/3 media os humerus, ke dinding thorax sinistra sisi superolateral,
menginfiltrasi otot-otot rotator cuff dan mengencasing os acromion, tidak
mengencasing large vessel, feeding artery berasal dari a. subclavia, a.
axillaris, dan a. brachialis suspek soft tissue sarcoma
- Lymphadenopathy axillaris sinistra

35
Penatalaksanaan
1. Interscapulothoracic Amputation
2. Adjuvant Chemotherapy

Interscalene Block

Desain flap (tampak anterior)

36
Desain flap (tampak posterior)

Desain Flap (tampak superior)

37
Foto-foto durante operasi

Ekstremitas kiri atas berserta tumor yang telah diamputasi

38
Kondisi luka 2 minggu setelah operasi

39
Laporan Operasi

1. Pasien berbaring dalam posisi lateral decubitus dalam pengaruh general


anestesi + interscalene block
2. Dilakukan prosedur disinfeksi dan draping, tampak left upper limb sebagai
lapangan operasi
3. Marking daerah insisi setinggi axilla sinistra
4. Insisi sesuai marking, perdalam lapisan lapis demi lapis hingga tampak tulang
clavicle dan scapula
5. Dilakukan other partial ostectomy dari clavicula dengan mempergunakan
Gigli Saw
6. Ligasi arteri subclavia dan neurovaskular bundle
7. Didapatkan perdarahan hebat, dilakukan konsul intra operasi ke TS BTKV
8. Dilakukan identifikasi, dilakukan disartikulasi clavicula sinistra, identifikasi
sumber perdarahan dari vena jugularis communis sinistra, didapatkan defek
dengan ukuran 3,5 cm
9. Dilakukan kontrol dengan klem satinsky proksimal dan distal, dilakukan
penjahitan dengan benang 5/0 absorbable
10. Perdarahan terkontrol
11. Operasi dilanjutkan dengan disartikulasi bahu dan eksisi luas radikal +
rekonstruksi dari left shoulder. Dilakukan pengambilan 2 sampel yang
bersasal dari superior dan lateral dinding dada kiri yang kemudian
diperiksakan ke bagian patologi anatomi
12. Dilakukan kontrol perdarahan
13. Pasang 1 buah suction drain dan dekatkan tepi luka secara aproksimasi
14. Tutup luka dengan tulle dan kassa sterile, lalu luka dibuka dengan elastic
verband
15. Operasi selesai

40
Pada saat operasi dilakukan, terjadi perdarahan karena vena jugularis
terpotong parsial. Terjadi perdarahan intraoperasi sebanyak 2500 cc, tensi turun
hingga 80/60 mmHg, dilakukan transfusi 3 unit PRC dan pemberian gelofusin 2 bag.
Pada saat operasi selesai Diputuskan untuk melakukan disartikulasi sterno-clavicular
dan konsul bedah vaskuler intraoperasi. Terdapat robekan parsial vena jugularis dan
dilakukan repair vena jugularis, perdarahan teratasi. Pasca operasi pasien dirawat di
ICU selama 2 hari, pasien dipulangkan setelah 5 hari pasca operasi. Pasien rutin
kontrol di poliklinik dan jahitan diangkat 17 hari pasca operasi di poliklinik. Hasil
Patologi anatomi dari sampel stump lateral dan superior stump tidak ditemukan
sarang tumor maligna

41
Pada saat kontrol pasca operasi di poliklinik, pasien mengeluh nyeri pada
pinggang belakang, dilakukan bone survey, tidak didapatkan metastasis pada tulang.
Pasien direncakan untuk dikonsul ke spesialis Onkologi medis untuk mendapatkan
kemoterapi.

42
43
44
Gambar hasil bone survey

45
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini pasien laki-laki usia 20 tahun datang dengan keluhan
nyeri pada bahu kiri disertai dengan benjolan yang semakin membesar hingga saat ini
sebesar bola sepak yang dialami sejak 6 bulan yang lalu, pasien memiliki riwayat
trauma jatuh dari tangga sebelum muncul benjolan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan benjolan berukuran 12x10x10 cm dengan lingkar lengan atas sebesar 52
cm, berbatas tegas, tidak mobile, terfiksir pada dasar, dengan kulit kemerahan,
mengkilap, venektasi vena ada, tidak didapatkan ulkus pada kulit. Pulsasi arteri
radialis dan ulnaris baik, ROM bahu kiri aktif dan pasif sulit dinilai karena nyeri. .
Capillary refill time < 2 detik. Terdapat hipoestesia pada distribusi n. axillaris, n.
mediaus, dan n. ulnaris.

Pasien pernah menjalani operasi biopsi 3 minggu sebelumnya dengan hasil


PA rhabdomyosarcoma. Pada hasil PA tidak dicantumkan grading histologi (skor
diferensiasi total, mitosis, nekrosis). Telah dilakukan MRI bahu kiri, dengan kesan:
Soft tissue mass regio proximal humerus sinistra yang mendestruksi 1/3 proksimal
sampai caput os humeri sinistra disertai fraktur patologis 1/3 proksimal os humerus
sinistra dan dislokasi glenohumeral joint sinistra ke anterior, didapatkan pula
pembesaran KGB axillaris sinistra. Tidak didapatkan tanda metastasis paru pada
pemeriksaan foto rontgen thorax. Dengan demikian stadium tumor pada pasien ini
adalah IVB (T4N1M0Gx).

Pada kondisi pasien yang seperti ini, tidak memungkinkan untuk dilakukan
operasi wide excision dengan limb sparing surgery. Diputuskan untuk dilakukan
amputasi interscapulothoracic (forequarter amputation), dan dilanjutkan dengan terapi
adjuvan kemoterapi pascaoperasi.

46
Penanganan sarkoma jaringan lunak saat ini mengalami kemajuan pesat
dengan adanya kombinasi terapi bedah, radioterapi, dan kemoterapi, dengan fasilitas
yang baik dan stadium tumor yang belum lanjut, penyelamatan anggota badan (limb
saving surgery) dapat dilakukan pada 90% sarkoma jaringan lunak ekstremitas atas
dan bawah. Walaupun demikian, prosedur amputasi masih diperlukan pada tumor
tumor yang besar. Permasalahan di Indonesia, seperti di negara berkembang lainnya
penderita sarkoma jaringan lunak biasanya datang dalam stadium lanjut lokal,
seringkali amputasi seringkali merupakan terapi pilihan pertama. [ CITATION Ary \l
1033 ]

Untuk tumor regio humeri biasanya dikerjakan amputasi lengan atas


(forequarter/interscapulothoracic amputation). Di sini dikerjakan pengangkatan
seluruh ekstremitas atas, klavicula, scapula dengan otot yang menempel padanya dan
kelenjar-kelenjar limfe dapat ikut dibersihkan dan pemeriksaan patologi anatomi
kelenjar dapat memberikan informasi yang lebih baik mengenai stadium tumor.
[ CITATION Ary \l 1033 ]

47
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilakukan amputasi lengan atas (forequarter amputation terhadap pasien


laki-laki berusia 20 tahun dengan sarkoma jaringan lunak (rhabdomyosarcoma) pada
regio proksimal humeri. Keadaan umum penderita pascabedah baik dengan stadium
tumor IVB(T4N1M0GX) dan kualitas hidup diharapkan meningkat. Pasien kemudian
dikonsul ke bagian onkologi medik untuk mendapatkan kemoterapi pascabedah.

Pasien datang dalam stadium lanjut lokal, sehingga tidak dapat dilakukan
operasi eksisi luas dengan limb salvage, suatu permasalahan yang sering terjadi di
Indonesia. Sehingga amputasi forequarter merupakan pilihan utama pada kondisi
seperti ini.

Pada kelompok pasien tertentu, Amputasi forequarter (Interscapulothoracic)


merupakan prosedur yang relatif aman dan reliabel untuk pengobatan kuratif maupun
paliatif dari keganasan ekstremitas atas saat pilihan yang kurang radikal tidak dapat
diberikan atau mengalami kegagalan. Langkah yang penting dalam prosedur ini
adalah mencapai kontrol vaskuler melalui osteotomi midclavicular untuk memastikan
hasil pembedahan yang baik dengan kehilangan darah yang minimal

48
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

A Puri, A. G. (n.d.). Management of Extremity Soft Tissue Sarcoma. Indian J Orthop


2011;45:301-6.
Aryandono, T. (n.d.). Sarkoma Jaringan Lunak Regio Humeri. Penanganan dengan
amputasi lengan atas. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 28, No. 1: 39-43, Maret
1996.
Brennan MF, L. J. (2001). Soft tissue sarcomas and bone tumors. In B. D. Townsend
CM, Sabiston Textbook of Surgery: the Biological Basis of Modern Surgical
Practice, 16th Ed (pp. 511-517). Philadelphia: WB Saunders Co.
Conrad EU 3rd, B. L. (n.d.). Pediatric soft-tissue sarcomas. Orthop Clin North Am.
1996 Jul. 27 (3):655-64.
Heslin MJ, L. J. (n.d.). Core Needle Biopsy for Diagnosis of Extremity Soft Tissue
Sarcoma. Ann Surg Oncol 1997;4:425–431.
Malawer, M. &. (2001). Musculoskeletal Cancer Surgery: Treatment of Sarcomas
and Allied Diseases. 10.1007/0-306-48407-2.
Morrison, B. A. (n.d.). Soft tissue sarcomas of the extremities. BUMC
PROCEEDINGS 2003;16:285–290.
Rabah Qadir, M. S. (2014). Interscapulothoracic (forequarter) amputation for
malignant tumors involving the upper extremity: surgical technique and case
series. J Shoulder Elbow Surg , 23, e127 - e133.
Shidham, V. (2020, August 10). Benign and Malignant Soft-Tissue Tumors.
Retrieved December 29, 2020, from emedicine.medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/1253816
Tanaka K, O. T. (n.d.). New TNM classification (AJCC eighth edition) of bone and
soft tissue sarcomas: JCOG Bone and Soft Tissue Tumor Study Group.
Japanese Journal of Clinical Oncology, 2019, 49(2) 103–107.

49
50
MAKALAH 2

FOREQUARTER AMPUTATION PADA SOFT TISSUE


SARCOMA PROXIMAL HUMERUS

NAMA : dr. Albert


NIM : C045181004

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (SP.1)


PROGRAM STUDI ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

51

Anda mungkin juga menyukai