Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan tulang dari metafisis dan diafisis pada
tulang panjang. Pada bagian pertumbuhan ini, terdapat dua proses yang terpisah antara
lain: 1) pertumbuhan dari sel kartilago pada lempeng menebal dari daerah metafisis ke
daerah diafisis dan 2) kalsifikasi, kematian dan penggati cartilago pada permukaan
metafisis pada tulang melalui endochondral ossifikasi.
Pada fraktur daerah lempeng epifisis akan mengubah gambaran penyembuhan fraktur dan
merupakan resiko gangguan pada pertumbuhan tulang.
Fraktur lempeng epifisis, atau disebut juga fraktur fisik merupakan masalah khusus yang
berhubungan antara diagnosis dan penatalaksanaan. Fraktur tersebut merupakan faktor
resiko pertumbuhan tulang lokal terganggu dan menyebabkan deformitas saat tulang
bertumbuh.
B. ANATOMI DAN HISTOLOGI EPIFISIS
Tulang memanjang dengan satu proses (melibatkan osifikasi endochondral).
Terdapat dua tempat yang mungkin dalam pertumbuhan kartilago pada tulang panjangkartilago artikuler dan kartilago lempeng epifisis. 1 Lempeng epifisis yang membuat
pertumbuhan metafisis dan diafisis memanjang pada tulang panjang. Terdapat empat zona
lempeng epifisis yang dapat dibedakan : 1
Zona Kartilago awal yang mengacu pada lempeng epifisis sampai ke epifisis yang
berisi sel kondorosit imatur dan juga pembuluh darah halus yang menembus epifisis

dan membawa nutrisi ke seluruh lempeng


Zona Kartilago proliferasi muda adalah tempat paling aktif terjadinya pertumbuhan

intersisial pada sel kartilago, dimana tersusun dalam kolom vertikal


Zona Kartilago matur (hipertrofik) yang memperlihatkan pembesaran yang progresif
dan kematangan sel kartilago yang mendekati daerah metafisis. Sel kondrosit
menimbun glikogen pada sitopalsmanya dan memproduksi fosfatase yang berperan

dalam kalsifikasi di sekitar matriks


Zona Kartilago klasifikasi (metafisis) itu tipis dan sel kondrosit telah mati sebagai
akibat dari kalsifikasi matriks. Ini secara struktural menjadi zona terlemah pada
lempeng epifisis. Endapan tulang aktif pada zona ini dan tulang baru juga
ditambahkan pada kalsifikasi inti matriks kartilago, sehingga metafisis menjadi lebih
panjang.

Area yang paling lemah dari lempeng epifisis adalah zona kartilago kalsifikasi.
Ketika epifisis mengalami luka, garis pemisahan melewati zona ini (gambar 16.11).
Suplai darah lempeng epifisis memasuki permukaan epifisis dan jika epifisis kehilangan
suplai darah akan menyebabkan nekrosis, lempeng juga akan menjadi nekrosis dan
pertumbuhan terhenti. Pada kebanyakan tempat, suplai darah ke epifisis tidak
membahayakan ketika terjadinya cedera, tetapi pada epifisis femoral proksimal dan
epifisis radial proksimal, pembuluh darah pada tulang melewati lempeng epifisis perifer.
Akibatnya pada tempat ini, pemisahan epifisis sering membahayakan aliran darah dan
dapat menyebabkan nekrosis avaskuler pada epifisis dan lempeng epifisis yang disertai
dengan berhentinya pertumbuhan tulang.1

Gambar 16.10 : Tipe epifisis pada tulang femur1

Gambar 16.11 : Kiri : Pembesaran lemah fotomikrograf pada lempeng epifisis dari tibia
proksimal pada anak-anak. Kanan : Pembesaran kuat fotomikrograf

Gambar 42.1 Gambar menunjukkan proses osifikasi endochondral dalam epifisis.2

C. GEJALA KLINIS
Fraktur epifisis merupakan jenis fraktur yang khusus terjadi pada anak-anak
terutama pada masa pertumbuhan. Kita dapat mencurigai fraktur epifisis secara klinis
pada pasien anak yang mengalami trauma dan memberikan tanda trauma (seperti edem
lokal dan nyeri tekan) yang berada di ujung tulag panjang, dislokasi traumatic atau
cedera ligament (termasuk sprain). Diagnosis pasti tergantung dari pemeriksaan
radiologis.1
Gejala akan bervariasi tergantung dari tipe trauma dan derajat keparahan dari
fraktur. Tanda yang dapat ditemukan adanya malformasi pada daerah fraktur. Terdapat
beberapa gejala yang paling umum terjadi pada fraktur jenis ini, yaitu3

Nyeri akut dan berkepanjangan


Tidak mampu untuk menggerakan anggota gerak yang terluka
Tidak mampu untuk memberi tekanan atau sebagai tumpuan berat tubuh pada bagian
yang mengalami trauma

D. KLASIFIKASI FRAKTUR EPIFISIS


Klasifikasi fraktur fisis dari hasil pemeriksaan radiologis merupakan hal yang
penting oleh karena dapat membantu dalam prediksi prognosis dengan melihat adanya
kemungkinan gangguan pertumbuhan tulang dan memandu prinsip penanganan umum
berdasarkan risiko yang ada.1
Klasifikasi yang paling sering dipakai adalah klasifikasi Salter-Harris. Klasifikasi
Salter-Harris terbagi menjadi 6 jenis sebagai berikut.1
Tipe I

Terdapat pemisahan sempurna dari seluruh epifisis tanpa adanya fraktur pada
tulang. Tipe trauma ini biasanya karena shearing force, yang umum terjadi pada
bayi baru lahir (saat persalinan) dan pada anak yang masih muda dengan lempeng

Tipe II

epifisis yang lebih tebal.


Merupakan tipe yang paling umum, garis fraktur sampai seluruh lempeng
epifisis, tapi garis fraktur keluar melalui metafisis sehingga membentuk fragmen
metafisis. Tipe cedera ini biasanya dikarenakan oleh shearing force atau bending
force, biasanya muncul pada anak yang lebih tua dimana lempeng epifisis
semakin tipis. Periosteum robek memberi bentuk konveks pada angulasi tapi

Tipe III

tetap intak.
Fraktur tipe ini adalah fraktur intra-artikular, yang meluas dari permukaan sendi
sampai zona yang dalam pada lempeng epifisis kemudian sepanjangan pirinan
sampai ke perifer. Tipe ini jarang terjadi yang sebabkan shearing force pada intra-

Tipe IV

artikular dan biasanya terbatas pada epifisis distal tibia pada remaja.
Fraktur tipe ini merupakan fraktur intra-artikular yang meluas sampai permukaan
sendi melalui epifisis, melalui seluruh lempeng epifisis, dan melalui sebagian

Tipe V

metafisis.
Jenis cedera ini jarang terjadi yang dikarenakan oleh crushing force yang besar
pada epifisis pada satu area lempeng epifisis. Tempat yang paling sering lutut dan
pergelangan kaki. Oleh karena epifisis tidak biasanya displaced, diagnosis tipe V
sulit ditegakkan.

Tipe VI

(Rang menambahkan tipe VI) Tipe yang jarang terjadi pada peripheral
perichondrial ring atau zone of Ranviers yang mengelilingi lempeng. Walaupun
cedera ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, yang paling sering adalah
karena objek tajam. Tipe ini memberikan prognosis yang buruk karena
mengganggu jembatan tulang lokal yang membentuk lempeng epifisis.

Gambar 1. Klasifikasi fraktur Salton-Harris.4

E. MEKANISME TRAUMA
Fraktur kompresi paling sering ditemukan di metafisis diaphyseal junction dan
disebut sebagai fraktur buckle atau Fraktur torus. Fraktur Torus jarang menyebabkan
cedera physeal, tapi mereka dapat menyebabkan deformitas sudut akut. Karena fraktur
torus stabil dan jarang memerlukan reduksi manipulatif. Jika dimanipulasi, mereka
biasanya membentuk kembali fraktur deformitas awal sebagai pembengkakan subsidi.2
Luka torsi menghasilkan dua pola yang berbeda dari fraktur, tergantung pada
kematangan fisis. 2
- Pada anak yang sangat muda dengan periosteum tebal, tulang diaphyseal yang patah
-

sebelum fisis, mengakibatkan fraktur spiral panjang.


Pada anak yang lebih tua, menyebabkan cedera mirip torsional di fraktur physeal.
Saat tubuhnya tertekuk, anak yang masih muda dapat menyebabkan fraktur greenstick

di mana tulang anak tersebut retak/ tidak patah sempurna, menimbulkan deformitas
plastik pada sisi cekung fraktur. Fraktur mungkin perlu dijadikan komplit untuk
mendapatkan reduksi yang memadai. Tertekuknya tubuh juga bisa mengakibatkan patah
tulang mikroskopis yang menciptakan deformasi plastik dari tulang dengan tidak terdapat
garis fraktur di gambaran radiografi; deformitas permanen dapat terjadi. 2
Pada anak yang lebih tua, tertekuknya tubuh mengakibatkan tranvesus atau fraktur
oblique pendek. Kadang-kadang, fragmen kupu-kupu kecil mungkin terlihat; Namun,
karena tulang anak patah lebih mudah karena kompresi, mungkin itu hanya gambaran
korteks. 2
F. DIAGNOSIS CEDERA PADA LEMPENG EPIFISIS
Kita harus mencurigai fraktur lempeng epifisis secara klinis pada setiap anak-anak
yang terluka dengan tanda yang terlihat jelas (seperti pembengkakan, dan nyeri tekan)
pikirkan fraktur di ujung tulang panjang, dislokasi trauma, atau luka pada ligamen
(termasuk sprain). Namun iagnosa pasti tergantung pada pemeriksaan radiologis; paling
tidak dua gambar dengan angle yang tepat cukup penting. Selain itu, jika pemeriksa tidak
yakin garis radioluscent yang tampak adalah gambaran fraktur atau atau lempeng
epifisial, lakukan foto perbandingan pada regio yang sama di sisi tubuh yang lain.1
G. TATALAKSANA
1. Fraktur Epifisis Humerus Proximal

Fraktur dari humerus proximal sering dapat didapat pada neonatus dan remaja.
Fraktur neonatus biasanya merupakan Salter-Harris type I yang diakibatkan oleh gaya
kuat abduksi external rotasi pada saat proses terjadinya. Konsultasi ortopedi
dilakukan pada kasus seperti ini tidak akan secara aktif menggerakan ektresmitas
yang terlibat. Fraktur pada klavikula, Erbs palsy, dan infeksi adalah diagnosa
diferensiasi utama. Pemeriksaan radiologi mungkin tidak banyak membantu,
meskipun USG menghasilkan representsi yang jelas dari cedera tulang rawan ini.
Imobilisasi sederhana dari lengan dengan perban elastis untuk 1-2 minggu
memungkinkan untuk penyembuhan total.5
Remaja lebih rentan terhadap fraktur Salter Harris tipe II dan fraktur metafisis
humerus. Sebagian besar dapat ditangani dengan splinting karena remodeling yang
cepat pada daerah ini dan reduksi anatomi tidak diperlukan untuk fungsi yang
sempurna. Untungnya, cedera neurovascular tidak biasa terjadi. Closed reduction
pada umunya diperlukan hanya pada pasien dengan kematangan skeletal yang fraktur
angulasinya lebih dari 50 sampai 70 derajat baik sagital atau bidang coronal. Spasme
otot akan mereda setelah penanganan dengan sling selama 5-7 hari. Jika closed
reduksi tidak dapat dilakukan pada posisi yang baik. Reduksi dengan anestesi dengan
imobilisais spica cast bahu biasanya sudah cukup. Jika ketika penggunaan spica cast
mungkin tidak sesuai (biasanya ketika ada cedera dada), tindakan fiksasi operatif
mungkin dapat dilakukan dengan menggunakan Steinmenn pin besar dan halus pada
reduksi humeral dengan melalui insisi 1 cm pada deltoid tubercle. Cabut pin setelah
3-4 minggu.5
2. Fraktur Supracondylar dari Humerus
Fraktur supracodilar sering merupakan gawat emergency operatif

dan

membutuhkan reduksi serta stabilisasi untuk mengurangi insiden terjadinya


komplikasi. Meskipun metodel imobilisasi tertutup mungkin digunakan, akan tetapi
fiksasi pin percutaneous mulai sering dilakukan pada beberapa dekade terakhir untuk
fraktur tidak stabil dan fraktur displaced. Fiksasi pin yang dilakukan secara benar
adalah prosedur risiko rendah yang menyediakan kontrol fragmen fraktur yang baik.5
Setelah reduksi pada trauma epifisis tipe I, II, dan III osifikasi endochondral sisi metafisis
pada plat epifisis hanya terganggu sementara. Dalam 2-3 minggu endochondral kembali
dan menyatukan lempeng epifisis dengan metafisis. Fraktur jenis ini berdasarkan

obeservasi klinis, pada tiga tipe separasi epifisis ini hanya memerlukan waktu
setengahnya untuk menyatu jika dibandingkan dibandingkan jika fraktur terjadi di
metafisis pada anak-anak dengan tulang dan usia yang sama. Luka tipe IV harus di terapi
dengan cara yang sama dengan fraktur cancellous bone lainnya, dan luka tipe V biasanya
sembuh dengan bony bridge melewati lempeng epififsis1
H. KOMPLIKASI
1. Gangguan pertumbuhan tulang
2. Terjadi ketidakseimbangan tungkai bawah, dengan fraktur yang biasa terjaadi tulang
yang terlalu panjang dan terlalu pendek
3. Terjadi deformitas bentuk siku
4. Osteomilitis yang terjadi secara sekunder pada fraktur terbuka atau reduksi terbuka
pada suatu fraktur tertutup biasanya lebih hebat dan dapat menyebabkan fraktur pada
epifisis

Sumber Kepustakaan :
1. Salter B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System, 3th edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins. 1999. p. 7-10; 504-505
2. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.Handbook of Fractures, 4th Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 472-73.
3. Anonymous. Growth Plate Fracture, Causes and Symptoms. North Shore-LIJ Health
System Resources. Available from: http://ortho.northshorelij.com/
4. Mostofi SB. Fracture Classifications in Clinical Practice. USA: Springer Science. 2006.
5. Rab, George T; Grottkau, Brian, et al. Operative Treatment of Childrens Fractures And
Injuries of the Physis. Chapmans Orthopaedic Surgery 3rd Edition. USA: Lippincott
Williams & Wilkins. 2001. P 4176-93

Anda mungkin juga menyukai