Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

PENDEKATAN DIAGNOSIS OSTEOARTHRITIS, GOUT ARTHRITIS,


DAN RHEUMATOID ARTHRITIS

Disusun Oleh :

Arina Zhabrina
Npm 1102013042

Pembimbing :

Dr. Yanti Widamayanti, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSU dr. Slamet Garut

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


PERIODE MEI- JULI
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul Pendekatan Diagnosis Osteoarthritis,
Gout Arthritis, dan Rheumatoid Arthritis.
Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit
Umum Dr. Slamet Garut. Penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini saya
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada
1. dr. Yanti Widamayanti, Sp.PD selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan masukan dan semangat
dalam menyusun referat ini.

2. Konsulen kepaniteraan ilmu penyakit dalam RSU Dr. Slamet Garut : dr. Hj. Shelvi
Febrianti, Sp.PD, dr. Melly Ismelia, Sp.PD, dr. Johnson Manurung, SP.PD.

3. Keluarga tercinta yang telah memberi dorongan, bimbingan, dan bantuan baik
materi maupun spiritual dalam menyelesaikan referat ini.

4. Sahabat tercinta yang telah memberikan dukungan juga masukan dalam


penyusunan referat serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Terima kasih untuk diskusi, kritikan dan saran, karena penulis menyadari bahwa
penulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan, namun harapan penulis semoga
referat ini bermanfaat dan dapat menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Jakarta, Juni 2017

Arina Zhabrina
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....i

KATA PENGANTAR............ii

DAFTAR ISI......iii

BAB 1. PENDAHULUAN......1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.....3

2.1 OSTEOARTHRITIS..3

2.1.1 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI.3

2.1.2 ETIOLOGI..3

2.1.3 PATOFISIOLOGI...5

2.1.4 MANIFESTASI KLINIS7

2.1.5 DIAGNOSIS...9

2.1.6 TATALAKSANA.13

2.2 GOUT ARTHRITIS..16

2.2.1 DEFINISI .16

2.2.2 ETIOLOGI16

2.2.3 PATOFISIOLOGI.18

2.2.4 MANIFESTASI KLINIS..19

2.2.5 DIAGNOSIS.22

2.2.6 TATALAKSANA.23

2.2.7 PROGNOSIS24

2.3 RHEUMATOID ARTHRITIS.....24

2.3.1 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI...24

2.3.2 ETIOLOGI25

2.3.3 PATOFISIOLOGI.....................26
iii
2.3.4 MANIFESTASI KLINIS..28

2.3.5 DIAGNOSIS.31

2.3.6 TATALAKSANA.33

2.3.7 PROGNOSIS34

BAB 3. KESIMPULAN36

DAFTAR PUSTAKA...38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Arthritis merupakan salah satu dari berbagai masalah penyakit kronis yang
umum dan menjadi penyebab kedua disability setelah penyakit jantung pada orang
amerika usia diatas 15 tahun. 7 juta diantaranya mengalami hambatan-aktivitas sehari-
hari, berjalan, berpakaian, mandi, dan sebagainya. Arthritis adalah istilah umum untuk
peradangan (inflamasi) dan pembengkakan di daerah persendian. Gejala klinis yang
sering adalah rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak di sekitar sendi. Beberapa tipe
arthritis yaitu osteoarthritis (OA), Gout arthritis (GA), dan Rheumatoid arthritis (RA).
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative dimana rawan kartilago
yang melindungi ujung tulang mulai rusak disertai perubahan reaktif pada tepi sendi
dan tulang subchondral yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya kemampuan
bergerak. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai
15,5 % pada pria, dan 12,7 % pada wanita. Penyakit ini merupakan jenis arthritis yang
paling sering terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa.
Secara klinis OA ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan
hambatan pada gerak sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada
pembebanan pada sendi yang terkena. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA. Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis
dan radiografis sendi yang terkena. Terapi OA biasanya bersifat simptomatik,
misalnya dengan pengendalian faktor-faktor resiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan
terapi farmakologis.
Selain Osteoarthritis, penyakit arthritis yang sering terjadi adalah gout arthritis
(GA). Gout arthritis merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan
ekstraseluler. GA lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita. Pada pria sering
mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa
menopause.

1
Manifestasi klinis deposisi urat meliputi arthritis gout akut, akumulasi kristal
pada jaringan yang merusak tulang (tofi), dan batu asam urat. Gangguan metabolisme
yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian
kadar urat lebih dari 7 ml/dl dan 6 mg/dl. GA lebih sering menyerang sendi kecil
terutama ibu jari kaki. Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan
diagnosis spesifik untuk gout. Secara umum penangan GA adalah memberikan
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi, dan pengobatan.
Selain OA dan GA, terdapat penyakit Rheumatoid arthritis (RA) yang juga
merupakan penyakit radang sendi yang sering terjadi. Rheumatoid arthritis adalah
penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik yang menyebaban
nyeri, kekauan, pembengkakan, dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi.
Prevalensi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. RA dapat
mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki cenderung paling
sering terlibat. Pada RA kekauan paling sering terburuk di pagi hari. Hal ini dapat
berlangsung satu sampai dua jam atau bahkan sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu
yang lama di pagi hari tersebut merupakan petunjuk bahwa seseorang mungkin
memiliki RA.
Saat ini diagnosis RA di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut
American College Of Rheumatology/European League Against Rheumatism 2010.
Diagnosis RA ditegakkan bila pasien memiliki skor 6 atau lebih. Metode terapi yang
dianut saat ini yaitu pemberian DMARD (Disease Modifying Antirheumatic Drugs)
sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. DMARD yang paling umum
digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin,
leflunomide, infliximab, dan etanercept. Apabila tidak mendapat terapi yang adekuat,
akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan disabilitas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OSTEOARTHRITIS (OA)


2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal, progresif
dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur sendi
tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut
disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang bisa
disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan kapsul
artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian.
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.
Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. OA terjadi pada 13,9%
orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih
dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah
pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA
menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada
orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45
60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari semua
kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA dan angka
tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.

2.1.2 Etiologi Osteoarthritis


Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik
dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya
osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara
lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang.
Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor

3
protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain
seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya

Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi :


a. Osteoarthritis primer : yaitu degenerative articular sendi yang terjadi pada
sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering
menyerang sendi penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan
yang normal pada sendi dan kerusakan akibat proses penuaan. Paling sering
terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tetapi juga ditemukan pada sendi
lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki.
b. Osteoarthritis sekunder : paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat
dari suatu pekerjaan, atau dapat pula pada kongenital dan adanya penyakit
sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur lebih awal
daripada osteoarthritis primer.

Faktor Resiko Osteoarthritis


a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago
pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks
kartilago yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi.
Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis.
Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi
pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko
kerusakan sendi.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA
pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini
dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis.

4
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan
pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang
pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu
pergerakan sendi.

2.1.3 Patofisiologi Osteoarthritis


Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan
mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga
pada akhirnya menimbulkan cedera.
Pada osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolism tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan
kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat
kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari
kartilago articular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan
suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menghasilkan IL-1 yang akan
meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler.
Gambaran utama pada osteoarthritis adalah :
1. Dekstruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subarticular
3. Sklersosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul

5
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang
rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi. Penurunan kekuatan dari tulang
rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut
saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan
mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan
matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi.

Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis.


Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi
sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan
osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki
dan membentuk kembali persendian.

Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit
diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada
Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi.
Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut
terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi
permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon dengan
meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat
(eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-
gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas.

Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan
tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang
berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan
vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada
trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami peradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses
keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi
fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan

6
sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai
pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya.

Gambar 1. Osteoarthritis

2.1.4 Manifestasi Klinis Osteoarthritis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan
ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh
arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7 Pada penelitian dengan

7
menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal
dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan
menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6 Nyeri
dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber
nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial
band.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring
dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
h. Perubahan gaya berjalan

8
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut.

2.1.5 Diagnosis Osteoarthritis


Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40

9
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis (Catatan: Sensitivitas 92% dan
spesifisitas 75%. )
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-
masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.

Gambar 2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.


Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of 10
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan
menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi pada kartilago dan sunchondral (tanda
panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 3. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis
:Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan


menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).

11
Gambar 4. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis


: Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan


ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang


superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).

12
Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai
penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran
penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.

2.1.6 Tatalaksana Osteoarthritis


Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


Nonfarmakologis:
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi
o Penggunaan alat bantu.
13
Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis
Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini
adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan,
vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan
adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik
dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi
perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan
tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang
reumatologi.
b. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

14
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs.
c. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular
biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2
sampai 2,5 ml Hyaluronan.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penanganan medikamentosa dan
rehabilitatif.
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat
menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan
ligamen atau meniscus repair.
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :


a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
15
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian
oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,


instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi
meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,
Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.

2.2 GOUT ARTHRITIS (GA)


2.2.1 Definisi Gout Arthritis
Gout adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara
berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang
menurun, maupun akibat tingginya asupan makanan kaya purin. Gout disebabkan
kondisi cairan tubuh sangat jenuh akan asam urat berkadar tinggi. Gout ditandai
dengan serangan berulang dari arthritis (peradangan sendi) yang akut, kadang-kadang
disertai pembentukan kristal natrium urat besar yang dinamakan tophus, deformitas
(kerusakan) sendi secara kronis, dan cedera pada ginjal.

2.2.2 Etiologi Gout Arthritis


Penyebab timbulnya gejala artritis akut adalah reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat atau akibat supersaturnasi asam
urat didalam cairan ekstraseluler. Sehingga dari penyebabnya, penyakit ini digolongan
sebagai kelainan metabolik. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolik purin.
Penyakit asam urat ditandai dengan serangan mendadak dan berulang yang terasa
sangat nyeri. Penyakit ini umumnya menyerang pria dari pada perempuan. Hal ini
dikarenakan perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan
asam urat melalui urin. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat
yaitu hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena :
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.

16
1. Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
2. Gout sekunder metabolik, disebabkan oleh pembentukan asam urat yang
berlebihan karena penyakit lain seperti leukemia, terutama bila diobati
dengan sitostatika, psoriasis,polisitemia vera, dan mielofibrosis.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
1. Gout primer renal, terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di tubuli distal
ginjal yang sehat.
2. Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya gagal ginjal
kronik.
3. Perombakan dalam usus yang berkurang, namun secara klinis hal ini tidak begitu
penting.

Penyakit Gout digolongkan menjadi 2, yaitu :


1. Penyakit Gout Primer
Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Diduga berkaitan dengan kombinasi
faktor genetik/ keturunan dan faktor hormonal yang mengakibatkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau
bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
2. Penyakit Gout Sekunder
Disebabkan meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi
makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa
organik yang menyusun asam nukleat asam inti dari sel dan termasuk dalam
kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.

17
2.2.3 Patofisiologi Gout Arthritis
Patofisiologi Gout Akut
Hiperurikemia

Presipitasi kristal asam urat di sendi

Fagosit oleh neutrofil Aktivasi faktor Hageman

Merusak lisosom Produksi Kinin

Lisis neutrofil Aktivasi Hageman

Melepaskan kristal dan enzim lisosom Inflamasi akut

Patofisiologi Gout Kronis


Ekskresi menurun Produksi berlebih

Kadar serum asam urat

Formasi Sodium Biurat

Pengendapan kristal di jaringan periartikular dan


kerusakan kartilago artikular dan non artikular

Disorganisasi sendi karena Tophi

kartilago dan ligament sendi

18
2.2.4 Manifestasi Klinis Gout Arthritis
Secara klinis, gout ditandai dengan timbulnya arthritis, tofi, dan batu ginjal yang
disebabkan karena terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat.
Pengendapan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh karena itu, sering terbentuk
tofi. Tofi seringkali terbentuk pada daerah telinga, siku, lutut, dorsum pedis, dekat
tendo Achilles pada metatasofalangeal digiti I, dan sebagainya. Serangan seringkali
terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya, pasien masih tampak sehat
tanpa keluhan apapun. Tiba-tiba pada tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang
sangat hebat.

Gambar 6. Tophus
Daerah khas yang paling sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki
sebelah dalam disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, dan
nyeri sekali bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu
namun kemudian menghilang. Kejadian itu dilukiskan oleh Sysenham sebagai
sembuh beberapa hari sampai beberapa minggu bia tidak diobati, rekuren yang
multiple, interval antar serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi.
Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut sendiri
juga merupakan predileksi kedua untuk serangan ini.

19
Gambar 7. Predileksi Gout

Manifestasi klinik selanjutnya adalah tofi, tofi merupakan penimbunan asam


urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan
lunak. Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini
merupakan manifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan
arthritis pertama. Tofi ini sering pecah dan agak sulit disembuhkan dengan obat
sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder.

Terdapat tiga stadium, yaitu:


A. Artritis Gout Akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan timbul sangat cepat dalam
waktu yang singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi
terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan utama berupa nyeri,
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala berupa demam, menggigil, dan
merasa lelah. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan dapat hilang dalam
beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat, keluhan dapat sembuh dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Faktor pemicu serangan akut antara lain
trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian
obat diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat. Keradangan atau inflamasi

20
merupakan reaksi penting pada artritis gout terutama gout akut. Reaksi ini
merupakan reaksi pertahanan tubuh untuk menghindari kerusakan jaringan akibat
agen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi ini adalah:
1.Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab
2.Mencegah perluasan dari agen penyebab ke jaringan yang lebih luas.

B. Stadium Interkritikal
Pada stadium ini terjadi periode interkritik asimptomatik. Meskipun secara
klinik tidak terdapat tanda-tanda radang akut, tapi pada aspirasi sendi ditemukan
kristal urat. Ini menunjukkan proses keradangan tetap berlanjut, meski tanpa
keluhan. Apabila tidak ada penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang
benar, dapat menimbulkan serangan akut lebih sering yang dapat mengenai
beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak baik,
mengakibatkan keadaan interkritik berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi.

C. Stadium Gout Artritis Menahun


Stadium ini terjadi pada pasien yang mengobati dirinya sendiri, sehingga
dalam kurun waktu yang lama tidak melakukan pengobatan secara teratur pada
dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai adanya tofi yang banyak. Tofi ini
sering pecah dan sulit disembuhkan dengan obat, kadang timbul infeksi sekunder.
Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, tapi hasilnya kurang memuaskan.
Di stadium ini kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
Tak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah, tanpa ada
riwayat gout yang disebut hiperurisemia asimptomatik. Pada hiperurisemia
asimptomatik, kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal (MTP) dan
lutut yang sebelumya tidak pernah mendapat serangan akut. Tofi merupakan
penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan,
bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan
keras. Tofi ini merupakan lanjutan dari gout yang muncul 5-10 tahun setelah
serangan artritis akut pertama.

21
Gambar 8. Deposit Tophi Yang Besar Di Gambar 9. X-ray menunjukkan
Sekeliling Sendi pembengkakan jaringan lunak dan erosi sendi

2.2.5 Diagnosis Gout Arthritis


Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria
diagnostik untuk gout adalah :
A. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
B. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan
mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
C. Diagnosis lain seperti :
a. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
b. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari
c. Oligoarthritis (jumlah sendi meradang kurang dari 4)
d. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
e. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak
f. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
g. Tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago
artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi
h. Hiperurisemia
i. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)

Diagnosis gout ditetapkan ketika didapatkan kriteria A dan/atau kriteria B


dan/atau 6 hal atau lebih dari kriteria C.
22
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan lab yang dilakukan pada penderita gout didapatkan kadar
asam urat yang tinggi dalam darah ( >6 mg% ). Kadar asam urat normal dalam serum
pria 8 mg% dan pada wanita 7mg%. Sampai saat ini, pemeriksaan kadar asam urat
terbaik dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis
ringan dan LED yang meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga tinggi
(500mg%/liter per 24jam). Pemeriksaan radiografi pada serangan artritis gout pertama
adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi pada long standing adalah inflamasi
asimetri, arthritis erosive yang kadang-kadang disertai nodul jaringan lunak.
Selain pemeriksaan tersebut, pemeriksaan cairan tofi juga penting untuk
menegakkan diagnosis. Cairan tofi merupakan cairan yang berwarna putih seperti susu
dan kental sekali. Diagnosis dapat dikatakan pasti apabila diperoleh gambaran kristal
asam urat (berbentuk lidi) pada sediaan mikroskopik.

2.2.6 Tatalaksana Gout Arthritis


Terapi nonmedikamentosa
Kondisi yang terkait dengan hiperurisemia adalah diet kaya purin, obesitas, serta
sering meminum alkohol. Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi
asam urat dalam tubuh, sehingga diet purin merupakan cara terbaik dalam pengobatan
asam urat.

Terapi medikamentosa
Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik (menggunakan obat-obatan).
Medikamentosa pada gout termasuk :
1. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs).
NSAIDs dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout secara
efektif. Contoh dari NSAIDs adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200
mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu
berikutnya.
2. Colchicine.
Merupakan pilihan utama dalam pengobatan maupun pencegahan dengan dosis
lebih rendah. Colchicine mengontrol gout secara efektif, tetapi seringkali
membawa efek samping, seperti nausea, vomiting and diare. Colchicine
23
diberikan secara oral, dan diberikan setiap 1 sampai 2 jam dengan dosis
maksimal 6mg hingga adanya peningkatan yang lebih baik pada kondisi pasien.

3. Steroid.
Steroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan yang lansung
disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari Steroids antara lain penipisan
tulang, susah menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Steroids digunakan pada penderita gout yang tidak bisa
menggunakan NSAIDs ataupun colchicines.

Terapi operatif
Pasien gout yang terdiagnosa dan diterapi lebih awal biasanya tidak memerlukan
operasi orthopedi. Pasien gout yang tidak diterapi atau terlambat diterapi
memerlukan operasi orthopedi.

2.2.7 Prognosis Gout Arthritis


Gout tidak memperpendek masa hidup tapi mengurangi kualitas hidup.

2.3 RHEUMATOID ARTHRITIS (RA)


2.3.1 Definisi dan Epidemiologi Rheumatoid Arthritis
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Artritis
rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit
ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai
oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi
sendi progresif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu berkisar
antara 0,5 1 %. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa
Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di India dan di negara
barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0.75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan
Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik didaerah urban maupun rural. Hasil
survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0.2% di
24
daerah rural dan 0.3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di
Malang pada pendduduk berusia diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar
0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten. Di Poliklinik Reumatologi
RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta, kasus baru AR merupakan 4,1% dari seluruh
kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak
203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%).
Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-
laki dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka
kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima.

2.3.2 Etiologi Rheumatoid Arthritis


Faktor genetik.
Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks
antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap
kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60 %. Hubungan
gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa
lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen
TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B(NF-B). Gen
ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada AR. Faktor genetik juga berperanan
penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate
reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methotrexate dan
azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monosigot mempunyai
angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit putih
dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuaian sebesar 80%.

Hormon sex.
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki,
sehingga diduga hormon sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada
observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan.
Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau
berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat.

25
Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain
jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua,
paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari,
khususnya kopi decaffeinated mungkin juga berisiko. Makanan tinggi vitamin D,
konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan risiko.
Tiga dari empat perempuan dengan AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna
selama kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali setelah melahirkan.

2.3.3 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis


Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas
sinovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang
selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat
mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi sehingga
membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.
Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan,
sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.

NORMAL AR
Membran
sinovial Peradangan
membaran
sinovial

Tulang Pannus
rawan
sendi

Kapsul Cairan
sendi sinovial

Penipisan tulang
rawan sendi

Gambar 10. Destruksi sendi oleh jaringan pannus.

Peran sel T. Induksi respon sel T pada artritis reumatoid di awali oleh interaksi
antara reseptor sel T dengan share epitope dari major histocompatibility complex class

26
II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau
sistemik.. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta (TGF-)
kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksi pengeluaran Il-
17.
Peran sel B. Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara
pasti, meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari
keterlibatan sel B. Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR diduga melalui
mekanisme sebagai berikut:
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang penting
untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.
2. Sel B dalam membran sinovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti
TNF- dan kemokin.
3. Membran sinovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor
reumatoid (RF). AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit
artikular yang lebih agresif, mempunyai prevalensi manifestasi ekstraartikular
yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. RF juga
bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi
dan presentasi antigen kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan
memproduksi RF. Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi
komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg,
sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam patogenesis AR. Bukti
terbaru menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya sel B.
Berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel B berperanan penting
dalam penyakit AR, sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.

2.3.4 Manifestasi Klinis Rheumatoid Arthritis


Awitan (onset).Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan,
artritis simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan
penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat
yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10 15% penderita
mempunyai awitan fulminant berupa artritis poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih

27
mudah ditegakkan. Pada 8 15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah
kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi
hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai
gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.

Manifestasi artikular. Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan


nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala
awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi
(nyeri,bengkak, kemerahan dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal
penyakit atau selama kekambuhan (flare), namun kemerahan dan perabaan hangat
mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.

Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada


membran sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah
persendian tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan
lutut juga bisa terkena.Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada
presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan
sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi
sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada
beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan
tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proksimal dan
metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.

Manifestasi ekstraartikular. Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis


utama, tetapi AR merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga
mempunyai manifestasi ekastraartikular. Manifestasi ekastraartikular pada umumnya
didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) serum tinggi.
Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi
biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnya ditemukan
didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon achilles atau bursa olekranon. Nodul
reumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor reumatoid positif (sering
titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon

28
xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau
multicentric reticulohistiocytosis.Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi
beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi.Beberapa manifestasi
ekstraartikuler seperti vaskulitis dan Feltysyndrome jarang dijumpai, tetapi sering
memerlukan terapi spesifik.

Deformitas.Kerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan


ligamentum) menyebabkan terjadinya deformitas. Bentuk-bentuk deformitas yang
bisa ditemukan pada penderita AR dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1.Bentuk-bentuk deformitas pada artritis reumatoid.


Bentuk deformitas* Keterangan

Deformitas leher angsa (swan-neck) Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP.


Deformitas boutonnire Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP.
Deviasi ulna Deviasi MCP dan jari-jari tangan kearah
ulna.
Deformitas kunci piano (piano-key) Dengan penekanan manual akan terjadi
pergerakan naik dan turun dari ulnar
styloid, yang disebabkan oleh rusaknya
sendi radioulnar.
Deformitas Z-thumb Fleksi dan subluksasi sendi MCP I dan
hiperekstensi dari sendi interfalang.
Arthritis mutilans Sendi MCP, PIP, tulang carpal dan kapsul
sendi mengalami kerusakan sehingga
terjadi instabilitas sendi dan tangan tampak
mengecil (operetta glass hand).
Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol
kaki mengalami deviasi kearah luar yang
terjadi secara bilateral.

29
2.3.5 Diagnosis Rheumatoid Arthritis
Kriteria Diagnostik
Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut American
College of Rheumatology/European League Against Rheumatism 2010 yaitu

Tambahkan seluruh skor pada kategori A-D, pasien dengan skor >6/10 diperlukan
untuk dimasukkan dalam klasifikasi pasien yang memiliki artritis rheumatoid.

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Tabel 2. Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk artritis rheumatoid.
Pemeriksaan penunjang Penemuan yang berhubungan
C-reactive protein (CRP)* Umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/mL,
bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.
Laju endap darah (LED)* Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan
untuk monitor perjalanan penyakit.
Hemoglobin/hematokrit* Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10 g/dL,
anemia normokromik, mungkin juga normositik
atau mikrositik
Jumlah lekosit* Mungkin meningkat.
Jumlah trombosit* Biasanya meningkat.
Fungsi hati* Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat.
Faktor reumatoid (RF)* Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium
dini. Jika pemeriksaan awal negatif dapat diulang
setelah 6 12 bulan dari onset penyakit. Bisa
memberikan hasil positif pada beberapa penyakit
30
seperti SLE, skleroderma, sindrom Sjgrens,
penyakit keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus,
parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaian
perburukan penyakit.
Foto polos sendi* Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia
atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini
penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan
kaki penting untuk data dasar, sebagai pembanding
dalam penelitian selanjutnya.
MRI Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal
dibandingkan dengan foto polos, tampilan struktur
sendi lebih rinci.
Anticyclic citrullinated Berkorelasi dengan perburukan penyakit,
peptide antibody (anti-CCP) sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi dengan
pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan
dengan RF. Tidak semua laboratorium mempunyai
fasilitas pemeriksaan anti-CCP.
Anti-RA33 Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-
CCP negatif.
Antinuclear antibody Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR.
(ANA)
Konsentrasi komplemen Normal atau meningkat.
Imunoglobulin (Ig) Ig -1 dan -2 mungkin meningkat.
Pemeriksaan cairan sendi Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR
tidak ditemukan kristal, kultur negatif dan kadar
glukosa rendah.
Fungsi ginjal Tidak ada hubungan langsung dengan AR,
diperlukan untuk memonitor efek samping terapi.
Urinalisis Hematuria mikroskopik atau proteinuria bisa
ditemukan pada kebanyakan penyakit jaringan ikat.
* Direkomendasikan untuk evaluasi awal AR

2.3.6 Tatalaksana Rheumatoid Arthritis


Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya
gejala, terapi sedini mungkin akan menurunkan angka perburukan penyakit.Oleh
karena itu sangat penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi sedini
mungkin.ACRSRA mekomendasikan bahwa penderita dengan kecurigaan AR harus
dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan inisiasi
terapi DMARDs (Disease-modifying antirheumatic drugs). Modalitas terapi untuk AR
meliputi terapi non farmakologik dan farmakologik.

31
Tujuan terapi pada penderita AR adalah :
1. Mengurangi nyeri
2. Mempertahankan status fungsional
3. Mengurangi inflamasi
4. Mengendalikan keterlibatan sistemik
5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
6. Mengendalikan progresivitas penyakit
7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

Terapi Non Farmakologik


Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,
suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang
baik. Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-
sparing agents pada penderita AR.Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin
dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan
terapi herbal, acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang
meyakinkan.Pembedahan harus dipertimbangkan bila :
1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif
2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
3. Ada ruptur tendon.

Terapi Farmakologik
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi
non steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau
intraartikular dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti
acetaminophen, opiat, diproqualone dan lidokain topikal. Pada dekade terdahulu,
terapi farmakologik untuk AR menggunakan pendekatan piramid yaitu : pemberian
terapi untuk mengurangi gejala dimulai saat diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis
atau penambahan terapi hanya diberikan bila terjadi perburukan gejala. Tetapi saat ini
pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid) lebih disukai, yaitu pemberian
DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.

32
Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu
1. Kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit
2. DMARD memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin
3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi
4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek
menguntungkan.

2.3.7 Prognosis Rheumatoid Arthritis


Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor fungsional yang
rendah, status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga
dekat menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat
permulaan penyakit, RF atau anti-CCP positif, ada perubahan radiologis pada awal
penyakit, ada nodul reumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya. Sebanyak 30%
penderita AR dengan manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR
20 walaupun sudah mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita dengan
penyakit lebih ringan memberikan respon yang baik dengan terapi. Penelitian yang
dilakukan oleh Lindqvist dkk pada penderita AR yang mulai tahun 1980-an,
memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka mortalitas pada 8 tahun pertama
sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan penyebab kematian pada
penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6. Tetapi hasil ini
mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.

33
BAB 3
KESIMPULAN

1. Arthritis adalah istilah umum untuk peradangan (inflamasi) dan pembengkakan


di daerah persendian. Beberapa tipe arthritis yaitu osteoarthritis (OA), Gout
arthritis (GA), dan Rheumatoid arthritis (RA).
2. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative dimana rawan kartilago
yang melindungi ujung tulang mulai rusak disertai perubahan reaktif pada tepi
sendi dan tulang subchondral yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya
kemampuan bergerak.
3. Secara klinis OA ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan
hambatan pada gerak sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung
beban.
4. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada
pembebanan pada sendi yang terkena. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan
kaki paling sering terkena OA.
5. Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis sendi
yang terkena.
6. Terapi OA biasanya bersifat simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-
faktor resiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis.
7. Gout arthritis merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan
ekstraseluler.
8. Manifestasi klinis deposisi urat meliputi arthritis gout akut, akumulasi kristal pada
jaringan yang merusak tulang (tofi), dan batu asam urat. Gangguan metabolisme
yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia / peninggian kadar urat lebih dari 7
ml/dl dan 6 mg/dl.
9. GA lebih sering menyerang sendi kecil terutama ibu jari kaki.
10. Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik untuk
gout.

34
11. Secara umum penanganan GA adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi, dan pengobatan.
12. Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik yang menyebaban nyeri, kekauan, pembengkakan, dan
keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi.
13. RA dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki
cenderung paling sering terlibat.
14. Pada RA kekauan paling sering terburuk di pagi hari. Hal ini dapat berlangsung
satu sampai dua jam atau bahkan sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu yang
lama di pagi hari tersebut merupakan petunjuk bahwa seseorang mungkin
memiliki RA.
15. Diagnosis RA di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut American
College Of Rheumatology/European League Against Rheumatism 2010.
Diagnosis RA ditegakkan bila pasien memiliki skor 6 atau lebih.
16. Metode terapi yang dianut saat ini yaitu pemberian DMARD (Disease Modifying
Antirheumatic Drugs) sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit

35
DAFTAR PUSTAKA

Corwin E.J. 2000. Patofisiologi. EGC. pp: 308-9.


David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.
Depkes. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik.
Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging
Clin Exp Res. 15(5):364372.
Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737747.
Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo : Jakarta
LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279286
Mansjoer A., dkk, 2004. Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran .Edisi ketiga Jilid 1
Cetakan Keenam.
Nasution A.R. dan Sumariyono. 2006. Introduksi Reumatologi dalam Sudoyo dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Cetakan Pertama. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 1083
Robbins L.S., Kumar V . 1995. Buku Ajar Patofisiologi II Edisi 4.EGC. pp: 464-6.
Sudoyo,D Arua, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI : Jakarta.
Sumariyono dan Wijaya L.K. 2006. Struktur Sendi, Otot, Saraf dan Endotel Vaskular
dalam Leeson C.R., Leesn T.S., Paparo A.A.1996. Buku Ajar Histologi. EGC. pp:
156-7.
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Pres

36
37

Anda mungkin juga menyukai