Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri muka atau yang lebih dikenal sebagai trigeminal neuralgia merupakan

suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal

neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga

cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa

sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf

Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf

Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik

sampai dua menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti

ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri

seperti saat terkena setrum listrik.

Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat

mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat

untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan

memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya

saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia

Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga

pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.

1
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal

neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. Terapi pada pasien ini ada 2 macam

yaitu medikamentosa dan pembedahan. Perawatan secara medikamentosa berupa

pemberian obat-obatan anti konvulsan dengan cara menurunkan hiperaktivitas

nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. Pengobatan efektif pada 80%

kasus. Pemberian obat dimulai dengan dosis yang paling minimal, kemudian karena

penyakit ini memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin berat dan lebih sering

maka dibutuhkan penambahan dosis dimana akan menimbulkan suatu efek samping

atau kontrol rasa sakit yang tidak adekuat. Pemberian obat-obatan ini dapat

diberikan secara tunggal atau dikombinasi dengan lainnya. Jika perawatan dengan

obat-obatan sampai dosis maksimal dan dengan kombinasi beberapa obat sudah

tidak mengurangi rasa sakit lagi maka terapi dengan pembedahan menjadi pilihan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang

menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens, nyeri

wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu dengan

menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti dari

trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.

Trigeminal neuralgia menurut IASP ( International Association for the study

of Pain ) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral.

Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus

trigeminus. Sementara menurut International Headache Society trigeminal

neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti

tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya

muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi,

berbicara.

Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu

sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi

pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar

ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan

oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi

3
persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai

penyebab.

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik

sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti

ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti

nyeri saat kena setrum listrik.

Tabel 1.1 Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS

Definisi menurut IASP Definisi menurut IHS

Tiba-tiba, biasanya unilateral, sifat Nyeri unilateral pada wajah, nyeri


nyeri hebat, menusuk, berulang dan seperti sengatan listrik yang
berdistribusi di salah satu atau lebih berdistribusi ke salah satu atau lebih
cabang dari nervus 5. dari nervus 6.
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-
hal sepele seperti mencuci muka,
bercukur, merokok, berbicara, dan
menggosok gigi. Namun juga dapat
terjadi secara mendadak.

2. Anatomi

Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial merupakan

saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena terdiri dari

komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang disebut

portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut portio

minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral bagian tengah

pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior melintasi bagian

petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen sensorik dan motorik

4
bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion gaseri, kemudian berjalan

bersama-sama sebagai saraf otak kelima.6,7

Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang

menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta

wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus

adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan.

Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis

ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.8

Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut

ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang kearah sisi

brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan terus

mencapai kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal.

Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses sebelum

dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan

diturunkan.8

Nervus Trigeminus merupakan saraf cranial terbesar yang memiliki 3

percabangan yaitu :

1. Nervus Opthalmicus bersifat sensoris murni. Berjalan ke depan pada

dinding lateral sinus cavernosus dalam fossa crania media dan bercabang

tiga; n. lacrimalis, frontalis, dan nasociliaris, yang masuk ke orbita melalui

fissure orbitalis superior. Saraf ini disebarkan ke kornea mata, kulit dahi dan

kepala, kelopak mata, mukosa sinus paranasales, dan cavum nasi.

5
2. Nervus maxillaries bersifat sensoris murni. Meninggalkan cranium melalui

foramen rotumdum dan kemudian disebarkan ke kulit muka di atas maxilla,

gigi rahang atas, mukosa hidung, sinus maxillaries dan palatum.

3. Nervus mandibularis bersifat motoris dan sensoris. Radiks sensoris

meninggalkan ganglion trigeminal dan berjalan keluar cranium melalui

foramen ovale. Radiks motoris n.trigeminus juga keluar dari cranium

melalui foramen yang sama dan bergabung dengan akar sensoris

membentuk truncus n.mandibularis. Serabut sensoris n.mandibularis

mensarafi kulit pipi dan kulit atas mandibula dan sisi kepala. Juga mensarafi

articulation temporomandibularis dan gigi rahang bawah, mukosa pipi,

dasar mulut, dan bagian depan lidah. Serabut motoris n.mandibularis

mensarafi otot-otot pengunyah.

Nervus Trigeminus merupakan saraf sensoris utama kepala dan saraf otot-

otot pengunyah. Dan juga menegangkan palatum molle dan membrane

tympani.

Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu,

nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria),

pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi

otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup

kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan

pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat

dipalpasi dengan mudah.

6
3. Epidemiologi

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah

wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria

sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana

neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun kadang

kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder.

Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia

trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan

etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal. Angka

prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan . Bila

insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat 8000 penderita baru

pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka

diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.

4. Etiologi

Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal neuralgia,

namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya bukti objektif.

Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama berdasarkan pada

penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung pada saraf dan teori

ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.10

7
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel

sklerosism diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung pada

saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral. Teori

yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat berpengaruh dan

menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.10

Mekanisme patofisiologis yang mendasari trigeminal neuralgia belum begitu

pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua

teori tentang mekanisme harus konsisten dengan:

1.Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.

2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar

(bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk

nyeri.

8
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian dan/ atau

akar-akar saraf sering menghilangkan nyeri.

4. Terjadinya trigeminal neuralgia pada pasien yang mempunyai kelainan

demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan sklerosis multipel)

Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral

dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik

adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan

fenitoin).

Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan

suatu cetusan 'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan

memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf

kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya.

Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada

kelainan ini. Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk trigeminal neuralgia

ditemukan adanya kompresi atas nerve root entry zone' saraf kelima pada batang

otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena

sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan

mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.

9
5. Klasifikasi

IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal

menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus

yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat

diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.

Trigminal Neuralgia Idiopatik:

1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,

sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul

antara beberapa detik sampai menit.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena dibanding

laki-laki.

Trigeminal Neuralgia Simptomatik:

1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau

nervus infra orbitalis.

2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.

3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf

kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).

10
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas

pada golongan usia.

6. Patofisiologi

Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak jelas

dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan hipotesis

yang saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun perifer. Pada

awalnya trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit fungsional karena

tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus trigeminus. Sekitar 40

tahun yang lalu, Kerr mengamati spesiment rhizotomi pasien secara histologi dan

menemukan perubahan dari nervus trigeminus secara morfologi yang mirim dengan

neuritis intersitial, demielinisasi serat saraf, dan sklerosis perineural dan

endoneural. Untuk beberapa tahun teori yang dapat diterima dari gangguan

mekanisme perifer yaitu teori hubungan pendek yang diajukan oleh Dott pada tahun

1956. Menurut teori ini, serangan trigeminal dimulai dari interkoneksi akson

demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls ektopik yang spontan. Kemudian ada

data yang diterbitkan tidak hanya perubahan morfologi nervus di perifer tetapi juga

terjadi perubahan di struktur sentral dari nervus trigeminus. Teori mekanisme

sentral menyatakan, trigeminal neuralgia dimulai dari thalamus, nukleus nervus

trigeminus, batang otak, atau cedera pada korteks serebri. Meskipun belum ada teori

yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan klinis penyakit.10

Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang melibatkan

beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus facial, pembentukan retikularis,

11
nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti mengindikasikan

bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus trigeminal dan menginduksi

fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke

perifer. Meskipun masih terdapat dua pertanyaan utama yang belum terjawab. 10

Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan akan

berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan

penyakit, progresifitas distropi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus

tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa

reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi

sel mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain

bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mas berdegranulasi. Degranulasi

sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi ini dimulai ketika

imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast. Sel yang

memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga mulut, dan

membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini, konsentrasi dari IgE

meningkat pada inflamasi pada telinga, mulut, dan tenggorokakn sebanyak 3 kali

dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh karena itu jumlah antibodi IgE

meningkat ketika individu mengalami inflamasi pada daerah tersebut. Histamin

meningkat secara signifikan pada periode trigeminal akut. Histamin adalah suatu

regulator aktif aktivitas struktur saraf fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri.

Telah terbukti bahwa nervus trigeminus adalah kemoreseptor trigger zone histamin.

Hal ini mungkin menjelaskan mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi

imun lokal akan segera terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular

12
pada saraf trigeminus terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf

perifer ditimbulkan oleh peradangan sering menyebabkan manifestasi "tunnel

syndrome". Ini berarti bahwa kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan

saraf yang dapat menyebabkan trigeminal neuralgia.10

Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan sistem saraf

trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi penghambatan pada

formasi segmental dan suprasegmental. Tindakan ini mampu menghambat

pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal terletak di SSP. Teori patogenesis

sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka membuktikan

bahwa demielinasi bisa menjadi sumber impuls ektopik yang membangkitkan

gangguan fungsional dan nyeri pada pembentukan fokus dominan dalam segmental

batang otak dan di pusat-pusat otak suprasegmental. Dengan demikian, distrofi di

TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia. Tidak diragukan lagi,

harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk mekanisme patogenetik.

13
Mekanisme Nyeri

1) Nyeri Sederhana (Fisiologi) ; berlangsung singkat tidak menimbulkan


kerusakan jaringan. Berperan penting sebagai refleks menghindar,
meningkatkan kewaspadaan.
2) Nyeri Nosiseptif (Inflamasi) ; Nyeri yang didahului dengan kerusakan atau
inflamasi jaringan.
3) Nyeri Neuropatik ; Nyeri yang didahului/disebabkan oleh lesi atau disfungsi
primer pada sistem saraf.

Penyebab nyeri neuropatik :

Lesi penyakit pada system saraf perifer; Polineuropati Diabetika.

Lesi pada sisem saraf pusat; Stroke, Multiple sclerosis, Spinal injury.

Kelainan system saraf pusat setelah kelainan perifer; Postherpetic


Neuralgia.

Nyeri neuropatik & Nosiseptif timbul bersama; Low back pain.

7. Manifestasi Klinis

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :

1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti

menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang

berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari

dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval

bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.

14
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan

unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1%

dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga

paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya

terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa

diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris

dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah

distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).

3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti

perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal

neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode

aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya

serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.

4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal

yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa

tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari

sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut

sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.

Serangan trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai

semenit, unilateral (97%), Paling sering pada cabang ke 2 dan 3 Beberapa orang

merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain

merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik, kena

pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. nyeri yang muncul mendadak,

15
berat, seperti sengatan listrik, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada

beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada

kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita

berbaring.

Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun,

bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi

selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi

wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa

di kedua sisi wajah dalam waktu bersamaan.

Insiden 4,3 per 100.000 populasi/tahun, perempuan > laki-laki, sering pada usia

dewasa setelah 40 tahun, ditemukan juga pada anak usia 12 tahun.

Rumusan Ciri-Ciri khas trigeminal neuralgia

16
8. Diagnosis

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-

sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius. Diagnosa

ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis

untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan.

Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache

Society adalah sebagai berikut:

A. Serangan serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang

berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.

B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:

1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada

cabang mandibularis atau maksilaris.

2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa

menikam atau membakar.

3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.

4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,

mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area

picu dapat ipsilateral atau kontralateral.

5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

C. Tidak ada kelainan neurologis.

D. Serangan bersifat stereotipik.

17
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal

neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat

keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance

Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk

melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan

mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara

tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini.

Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau

abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-

definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat

menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan,

dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang

pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan

di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan

suhu (panas dan dingin).

Cara menegakkan diagnosa Trigeminal Neuralgia hanya berdasarkan

anamnesa pasien secara teliti dan cermat.

Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis

(misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi

nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri

18
mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang

keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1.

Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek

(kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal,

misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu

daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).

Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang

unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan

pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya

dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak

dapat memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada

neuralgi Trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat gangguan sensorik pada

neuralgi Trigeminal murni.

Suatu varian neuralgia Trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai

dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini

perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang

dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering

dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.

Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:

Anamnesis

Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang terkena.

Menentukan waktu dimulainya neuralgia Trigeminal dan mekanisme

pemicunya.

19
Menentukan interval bebas nyeri.

Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan.

Menanyakan riwayat penyakit herpes.

Pemeriksaan Fisik

Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk

refleks kornea).

Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka

mulut, deviasi dagu).

Menilai EOM.

Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan

untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.

20
9. Diagnosis Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada

wajah dan kepala.

1. Post Herpetic Neuralgia

Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal,

tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia

postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada

daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.

Dengan gejala nyeri terbakar yang hebat dengan eksaserbasi yang tajam,

berifat unilateral, kuntinu, diprovokasi oleh raba ringan, tidak ada factor yang

dapat mengurangi gejala secara total, biasanya terdapat gangguan sensorik.

2. Cluster headache

Sakit kepala yang hebat, menusuk, nyeri terbakar, unilateral dan sering

daerah trigeminal, sering terjadi pada malam hari, diprovokasi oleh minuman

alcohol, mata merah, hidung tersumbat, muka merah, sering terjadi pada usia

muda.

3. Glossopharingeal Neuralgia

Sakit yang hebat dan berlangsung cepat, unilateral pada distribusi saraf

glosopharingeal, paroksismal serangan dalam bentuk kelompok, diprovoakasi

oleh raba ringan, berkurang dengan pemberian antikonvulsan.

4. Kelainan Temporomandibuler (Contens Sindrom)

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang

bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi

21
hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis

temporomandibular dan maloklusi gigi.

Rasa sakit tumpul, berdenyut, unilateral atau bilateral pada daerah aurikular,

intermitten bertahun-tahun, diprovokasioleh gerakan rahang, sering menetap

walaupun stress telah berkurang.

5. Sinusitis

Rasa sakit sedang, berdenyut, mengenai satu atau dua sinus, nyeri kontinu,

akut/kronik, memberat dengan gerakan, dekompresi akan mengurangi sakitnya,

sering timbul nasal discharge.

6. Migrain

Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri

paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan

berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal

yang lebih lama.

Nyeri hebat, berdenyut, unilateral dan sering berpindah ke sisi lainnya, nyeri

berlangsung beberapa jam, pasien dapat mengidentifikasi faktor pencetus.

7. Giant Cell Arteritis

Nyeri hebat berdenyut dan menyengat, bersifat unilateral/bilateral atau

temporal, Intermitten/kontinu, Memberat bila mengunyah, membaik dengan

steroid, tampak arteri yang menebal dan berkelok-kelok.

8. Atypical Facial Pain

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.

Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering

22
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan

menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke

bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi

ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian

analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan

antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus

sebaik mungkin.

Nyeri yang berfariasi, lokasi bervariasi, kontinu dengan eksserbasi tajam,

diprovokasi oleh stress, disembuhkan dengan terapi yang tepat.

23
Faktor yang Penyakit
Diagnosis Karakteristik
Persebaran Meringankan/ yang Tata Laksana
Banding Klinis
Memperburuk Dihubungkan

Neuralgia Daerah Laki- laki/ Titik-titik rangsang Idiopatik Carbamazepine


Trigeminal persarafan perempuan = sentuh, Skeloris Phenytoin
cabang II 1:3, mengunyah, multipel pada Gabapentin
dan III Lebih dari 50 senyum, bicara, dewasa muda Injeksi alkohol
nervus tahun, dan menguap Kelainan Koagulasi atau
trigeminus, Paroksismal pembuluh dekompresi
unilateral (10-30 detik), darah bedah
nyeri bersifat Tumor nervus
menusuk- V
nusuk atau
sensasi
terbakar,
persisten
selama
berminggu-
minggu atau
lebih,
Ada titik-titik
pemicu,
Tidak ada
paralisis
motorik
maupun
sensorik.
Neuragia Unilateral Lebih banyak Tidak ada Status ansietas Anti ansietas
Fasial atau ditemukan atau depresi dan anti
Atipik bilateral, pada wanita Histeria depresan
pipi atau Idiopatil

24
angulus usia 30-50
nasolabialis, tahun
hidung Nyeri hebat
bagian berkelanjutan
dalam umumnya pada
daerah maksila
Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan, Herpes Zoster Carbamazepin,
Post Biasanya Nyeri seperti pergerakan anti depresan
herpetikum pada daerah sensasi dan sedatif
persebaran terbakar,
cabang berdenyut-
oftalmikus denyut
nervus V Parastesia,
kehilangan
sensasi
sensorik
keringat
Sikatriks pada
kulit
Sindrom Unilateral, Nyeri berat Mengunyah, Ompong, Perbaikan
Costen dibelakang berdenyut- tekanan sendi arthritis geligi, operasi
atau di denyut temporomandibular rematoid pada beberapa
depan diperberat oleh kasus
telinga, proses
pelipis, mengunyah,
wajah Nyeri tekan
sendi temporo-
mandibula,

25
Maloklusi atau
ketiadaan
molar
Neuralgia Orbito- Nyeri kepala Alkohol pada Tidak ada Ergotamin
Migreno- frontal, sebelah beberapa kasus sebagai
sum rahang atas, profilaksis
angulus
nasolabial

10. Tatalaksana

Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi

medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini

pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah

hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan

a. Terapi Farmakologi

Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan

beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European

Federation of Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal

dengan carbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin ( 600-1800mg

sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen

dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien

dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.

Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European

Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin

efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan

26
lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi

obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan

valproat.2

Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian

200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/hari

sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauh

lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profil

keamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan

lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 80 mg/hari, dan pimizoid 4

12 mg/hari.2

Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikan

obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yang

disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin,

topiramate, levetiracetam, dan valproat.2

27
Gambar. Management terapi pada trigeminal neuralgia

Karbamazepine

Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada kanal

natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine

memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes dorsalis dan

neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar

penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti dengan

menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat

luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan

agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang

selama pengobatan.2,6,7

28
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah).

Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi

1-3 perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi. Karbamazepine

diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir 70%

memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari,

secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek

samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.

Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri

membandel, atau diubah ke oxykarbazepine.2

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental

confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia. Terdapat

juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash,

gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia,

keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.2,6

Oxykarbamazepin

Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana

mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat

meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x 300 mg

yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis

maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah

nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu

rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah.

29
Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara

bertahap.2

Lamotrigine

Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf dan

menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari secara

perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek samping

dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7- 10% pasien

dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga terjadi kelainan

berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau limfadenopati indikasi

Stevens - Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian segera.2

Phenitoin

Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat

anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari

fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam

mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadang-

kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan

pengukuran kadar obat dalam plasma.7,8

Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgia

dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping yang

ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga

mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan

hypertrichosis.

30
Baklofen

Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat

dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru

terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi

karbamazepine.. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg

perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal

neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.2

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah

mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan

secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau

serangan jantung.2

Gabapentin

Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya

dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya

3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling

sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat,

penghentian secara cepat harus dihindari.

b. Terapi Pembedahan

Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak

bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi

pembedahan.2

31
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi

pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan

penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan

dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah

pada MRI.1

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,

terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer

dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan

suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah

rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan

gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife

merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa

posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus

difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus

trigeminus.

32
Algoritme Terapi Trigeminal Neuralgia

33
11. Prognosis
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama

berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa

menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan

jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait dengan hidup singkat,

morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan berulang dapat

dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi ini dapat berkembang

menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapatmenderita depresi dan kehilangan

fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi kegiatan yang memicu

rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin kehilangan berat badan

dalam keadaan ekstrim.

Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa.

Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan

penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana

medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan

operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari

jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai

penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang

memberikan kelegaan pada banyak pasien

34
BAB III

PENUTUP

Neuralgia trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan

ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau

seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam

beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat

unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam

etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal primer

dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder

sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum

ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk

mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah

pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat

dipertimbangkan dengan cara pembedahan

35
DAFTAR PUSTAKA

Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal

Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. Aetiology and pathogenesis of trigeminal


neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac 2012; 3(4): 1-7

Gupta SK, Gupta A, Mahajin A, et al. Clinical insights in Trigeminal Neuralgia. JK


Science 2005; 7 (3): 181-184.

Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal


neuralgia. World Institute of Pain 2009; 9(4): 252-259

Loeser JD. Cranial Neuralgia, In : Banicas Management of Pain, Philadelphia,


Lipincott William & Wilkins. 2001.

Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam neurologi
klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.

Mark Obermann. Treatment optionts in trigeminal neuralgia. Therapeutics


Advances in Neurological Disorders 2010; 3(2): 107-115.

Meraj NS, Siddiqui S, Ranashinghe JS, et al. Pain management: trigeminal


neuralgia. Hospital Physician 2003; 3: 64-70.

Nurmikko TJ and Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis,


and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia 2001; 87 (1): 117-132.

Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral


Medicine 2001.

Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal


Neuralgia. Columbia Dental Review 2000; 5: 4-7.

Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An Updated
Review. Seattle: IASP Press. 2002.

Siccoli MM, Bassetti CL, Sndor PS. Facial pain: clinical differential diagnosis.
Lancet Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri
Hebat Sesisi Wajah.

Wahyu Ika Wadhani, dkk. Kapita Selekta Kedokeran. Team Media Aesculapius.
Jakarta, 2000: 44

36
37

Anda mungkin juga menyukai