Anda di halaman 1dari 45

REFERAT

Osteo Arthritis
Reumatoid Arthritis
Gout Arthritis

Disusun oleh:

Shinta Mariana
1102010268

Pembimbing:
dr. Giri Marsela, Sp.OT

Kepaniteraan Klinik Bedah


RS. Moh Ridwan Meuraksa

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JAKARTA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillah syukur kepada Allah S.W.T dengan kuasa dan kehendakMu
segalanya dapat terwujud dan dengan izinMu lah penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul OA RA GOUT. Shalawat dan salam untuk Nabi
Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaat dariNya.
Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Mochamad
Ridwan Meuraksa. Penulis sangat sadar bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan referat ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada:
1. Keluarga penulis, yang akan selalu menjadi sumber inspirasi penulis, yang tidak
pernah berhenti memberikan dukungannya baik dalam moral maupun materil.
2. Teman hidup penulis, Megi yang selalu setia dan selalu memberi semangat dan
dukungan kepada penulis untuk mencapai cita-cita penulis.
3. Dr. Giri Marsela, Sp.OT selaku pembimbing yang dengan segala kesibukan dan
aktifitasnya, masih meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
4. Konsulen kepanitraan bedah RS. Ridwan Meuraksa dr.Firmansyah,Sp.B,
dr.M.Sabarullah,Sp.B, dr.Abidin,Sp.OT, dr.Senja,Sp.BP yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.
5. Teman-teman dan semua pihak yang telah turut membantu dalam pembuatan
referat ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Tak lupa penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam
penulisan referat ini karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki. Masukan kritik
dan saran sangat penulis hargai guna kesempurnan referat ini. Semoga referat ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Jakarta, Februari 2015

Shinta Mariana

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI ............................................................................................ 3
1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL .............. 3
2. OSTEOARTHRITIS ............................................................................ 9
2.1 DEFINISI OSTEOARTHRITIS ................................................... 9
2.2 ETIOLOGI ................................................................................. 9
2.3 KLASIFIKASI ............................................................................... 9
2.4 EPIDEMIOLOGI ........................................................................... 10
2.5 FAKTOR RESIKO ........................................................................ 10
2.6 PATOGENESIS ............................................................................ 11
2.7 TANDA DAN GEJALA KLINIS ................................................. 13
2.8 DIAGNOSIS .................................................................................. 15
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................. 16
2.10 PENATALAKSANAAN ............................................................ 17
3. ARTRITIS REUMATOID ................................................................... 20
3.1 DEFINISI ...................................................................................... 20
3.2 EPIDEMIOLOGI .......................................................................... 20
3.3 ETIOLOGI .................................................................................... 20
3.4 FAKTOR RISIKO ......................................................................... 21
3.5 PATOGENESIS ............................................................................ 21
3.6 MANIFESTASI KLINIS ............................................................... 23
3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK .............. 25
3.8 KRITERIA DIAGNOSTIK .......................................................... 26
3.9 DIAGNOSTIK BANDING .......................................................... 27
3.10 TERAPI ...................................................................................... 27
3.11. KOMPLIKASI ........................................................................... 29
3.12 PROGNOSIS ............................................................................... 30

ii
4. ARTHRITIS GOUT ............................................................................. 31
4.1 DEFINISI ...................................................................................... 31
4.2 ETIOLOGI .................................................................................... 31
4.3 KLASIFIKASI .............................................................................. 32
4.4 PATOFISIOLOGI ......................................................................... 32
4.5 MANIFESTASI KLINIS ............................................................... 33
4.6 DIAGNOSIS .................................................................................. 36
4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................. 37
4.8 TERAPI ......................................................................................... 37
4.9 KOMPLIKASI .............................................................................. 38
4.10 PROGNOSIS ............................................................................... 38

BAB III KESIMPULAN ........................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Artritis adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi
bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda. Beberapa diantaranya
disebabkan oleh proses peradangan yang sebenarnya, seperti artritis reumatoid.
Radang sendi atau artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.Penyakit ini menyerang
persendian, biasanya mengenai banyak sendi yang ditandai dengan radang pada
membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan
tulang.Peradangan sinovium dapat menyerang serta merusak tulang dan kartilago.Sel
penyebab radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago,
sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi yang
menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.Artritis Reumatoid
lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1.
Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. AR dapat
mengakibatkan nyeri, kemerahan, bengkok dan panas di sekitar sendi.1,2,3
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit
sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan
sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA merupakan
bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki prevalensi yang
cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga
merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Faktor resiko utama
penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi
obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit
osteoarthritis.
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal
tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit ini juga jauh lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

1
Gout adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh
secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui
ginjal yang menurun, maupun akibat tingginya asupan makanan kaya purin. Gout
disebabkan kondisi cairan tubuh sangat jenuh akan asam urat berkadar tinggi. Gout
ditandai dengan serangan berulang dari arthritis (peradangan sendi) yang akut,
kadang-kadang disertai pembentukan kristal natrium urat besar yang dinamakan
tophus, deformitas (kerusakan) sendi secara kronis, dan cedera pada ginjal. (Juandy,
2007).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL


Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai
bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal. Aktivitas
gerak tubuh manusia tergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal
dengan unit-unit neuromuskular yang menggerakkannya.Elemen-elemen tersebut
juga berinteraksi untuk mendistribusikan stres mekanik ke jaringan sekitar sendi.
Otot, tendon, ligamen, rawan sendi dan tulang saling bekerjasama dibawah kendali
system saraf agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna.6

1.1.I Struktur Sendi

Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan


tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak
satu sama lain. Tempat bertemu dua atau tiga unsur rangka, baik tulang atau tulang
rawan, dikatakan sebagai sendi atau artikulasi. Sistem muskuloskeletal pada manusia
terdiri dari tulang, otot dan persendian (dibantu oleh tendon, ligamen dan tulang
rawan). Selain sebagai penunjang dan pembentuk tubuh, tulang juga berfungsi
sebagai pelindung organ dalam.6,7
Sendi temporer terdapat selama masa pertumbuhan; misalnya epifisis tulang
panjang menyatu dengan bagian batang tulang melalui tulang rawan hialin dari
diskus epifisis. Sendi demikian menghilang bila penumbuhan berhenti dan epifisis
menyatu dengan bagian batang.6,7,8
Kebanyakan sendi bersifat permanen, dan dapat digolongkan berdasarkan
ciri susunannya menjadi 3 golongan utama yaitu fibrosa, kartilaginosa dan sinovial.
Kedua jenis pertama seringkali disebut sinartrosis (sin, bersama; arthron, sendi),
sendi yang tidak memungkinkan atau memungkinkan sedikit gerak. Sendi sinovial,
yang memungkinkan gerak bebas, disebut sebagai diartrosis (di, terpisah).6,7,8

3
Gambar 1. Macam-macam tipe persendian 9,10,11
Ada 3 jenis persendian yang dibedakan berdasarkan jangkauan gerakan
yang dimiliki:
a. Sendi fibrosa
Sendi fibrosa yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan, dimana letak
tulang-tulangnya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh selapis jaringan ikat
fibrosa, contohnya sutura di antara tulang-tulang tengkorak.Sutura hanya terdapat
pada tengkorak dan tidak bersifat permanen karena jaringan fibrosa pengikat itu
dapat diganti oleh tulang di kemudian hari. Penyatuan tulang yang dihasilkan itu
dikenal sebagai sinostosis.7,8

Gambar 2.sutura di antara tulang-tulang tengkorak 10

4
Sendi pada tulang yang dipersatukan oleh jaringan ikat fibrosa yang jauh
lebih banyak dari pada yang terdapat pada sutura disebut sindesmosis. Sendi macam
ini, misalnya sendi radioulnar dan tibiofibular, memungkinkan gerak dalam batas
tertentu. Jenis fibrosa ketiga, yaitu gomfosis, merupakan sendi khusus terdapat pada
gigi dalam maksila dan mandibula; jaringan fibrosa penyatu itu membentuk
membran periodontal.8
b. Sendi tulang rawan
Persendian Kartilaginosa, yaitu persendian yang gerakannya terbatas,
dimana tulang-tulangnya dihubungkan oleh tulang rawan hialin, contohnya tulang
iga. Sendi ini, sering dikatakan sebagai sendi kartilaginosa sekunder untuk
membedakannya dari sendi primer, paling jelas ditunjukkan oleh sendi diantara
badan-badan vertebra yang berdekatan. Permukaan tulang yang berhadapan
dilapisi lembar lembar tulang rawan hialin, yang secara erat dipersatukan oleh
lempeng fibrokartilago.Simfisis, seperti sendi pubis dan manubriosternal, merupakan
contoh sendi kartilaginosa sekunder.Sendi demikian berbeda dari diskus
intervertebralis karena dibagian pusatnya terdapat rongga kecil. Tetapi rongga sendi
ini tidak memiliki ciri khusus suatu sendi synovial.7,8

Gambar 3. Simfisis, contoh yaitu sendi pubis 11

5
c. Sendi Sinovial
Persendian sinovial adalah persendian yang gerakannya bebas, merupakan
bagian terbesar dari persendian pada tubuh orang dewasa, contohnya sendi bahu dan
panggul, sikut dan lutut, sendi pada tulang-tulang jari tangan dan kaki, pergelangan
tangan dan kaki. Pada sendi sinovial, tulang-tulang ditahan menjadi satu oleh suatu
simpai sendi dengan permukaan yang berhadapan, dilapisi tulang rawan sendi,
dipisahkan oleh celah sempit yang mengandung cairan sinovial.7,8
Tulang rawan sendi dibentuk oleh tulang rawan jenis hialin, walaupun
matriksnya mengandung banyak serat kolagen.Pada beberapa tempat, seperti tepi
fosa glenoid dari sendi bahu dan asetabulum sendi panggul, tulang rawannya bersifat
fibrosa.Lapis terdalam tulang rawan sendi mengapur dan melekat sangat erat pada
tulang di bawahnya. Tulang rawan sendi tidak memiliki serat saraf atau pembuluh
darah dan tidak dibungkus oleh perikondrium.8

Gambar 4. Sendi Sinovial 12

Simpai sendi menyatukan tulang-tulang.Lapisan luar simpai adalah jaringan


ikat padat kolagen yang menyatu dengan periosteum yang membungkus tulang dan
pada beberapa tempat menebal membentuk ligamen-ligamen sendi. Lapis dalam
simpai, yaitu membran sinovial membatasi rongga sendi, kecuali di atas tulang
rawan sendi, dan, bila ada, diskus intra-artikular.8

6
Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial. Cairan kental ini diduga
terutama terbentuk sebagai dialisat (hasil dialisis) plasma darah dan limfe. Unsur
musin dari cairan sinovial yang terdiri atas asam hialuronat dan secara kovalen
terikat pada protein, dihasilkan oleh sel-sel sinovial. Cairan ini berfungsi sebagai
pelumas dan nutritif untuk sel tulang rawan sendi.Rongga sendi kadang-kadang
terbagi sebagian atau seluruhnya oleh diskus intra-artikular yang terdiri atas
fibrokartilago. Pada tepinya, diskus ini berhubungan dengan lapis fibrosa dari
simpai.14
Pada sendi sinovial (diartrosis), tulang-tulang yang saling berhubungan
dilapisi rawan sendi.Rawan sendi merupakan jaringan avaskular dan juga tidak
memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh
kedalam sendi.Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrisit) dan matriks
rawan sendi.Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan
sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik.Matriks rawan sendi
terutama terdiri dari air, proteoglikan, dan kolagen. Proteoglikan merupakan molekul
yang kompleks yang tersusun atas inti protein dan molekul glikosominoglikan.7
Cairan sendi yang normal bersifat jernih, kekuningan dan viskous, hanya
beberapa ml volumenya dalam sendi yang normal.2,3
Komponen penunjang sendi yaitu:
1) Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian
dalamnya terdapat rongga.
2) Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar
ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga
berfungsi mencegah dislokasi.
3) Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan
yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.
4) Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

7
Ada berbagai macam tipe persendian:
1) Sinartrosis
Sinartrtosis adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat
dibedakan menjadi dua:
a) Sinartrosis sinfibrosis: sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat
fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.
b) Sinartrosis sinkondrosis: sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan.
Contoh: hubungan antarsegmen pada tulang belakang.
2) Diartrosis
Diartrosis adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat
dikelempokkan menjadi:
a) Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah.
Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
b) Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi,
namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan
jari tangan.
c) Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi).
Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
d) Sendi luncur: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang
datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
e) Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh:
sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
3) Amfiartosis adalah persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan
sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan
a) Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen.
Contoh: persendian antara fibula dan tibia.
b) Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk
seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang. 15

8
2. OSTEOARTHRITIS
2.1 Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral
yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-
1
otot yang menghubungkan persendian.

2.2 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat
1
komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.

2.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan
kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi
panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari
suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada
osteoarthritis primer.

9
2.4 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. OA terjadi pada
13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang
berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan
radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%.
Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%,
lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang
1
dewasa berusi 45 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga
0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4

2.5 Faktor resiko


a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme.
Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam
mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan
(aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki
kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya
gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang
menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi
OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila.
Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan
pasca menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
10
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang
membantu pergerakan sendi.5,6,7

2.6 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks
tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan
penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang
rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat
yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan IL-
1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler.5

Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :8


1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul

11
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk
menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi
kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan
terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi
matriks rawan sendi. 6,7,8
Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya
tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan timbul respons
terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit)
dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian. 6,7,8
Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan
dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan
meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif
menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan
usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon dengan
meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada
akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri
sendi, kaku, dan deformitas.6,7,8
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami peradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan
terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak
kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang
subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung
tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya.

12
Gambar 5. Osteoarthritis

2.7. Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( radiologis ).
Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi
hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan
saja ).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7 Pada penelitian dengan
menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga
berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum
tulang.

13
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan
nyeri.6 Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.7
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA
lutut.7

14
h. Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut.7

2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun 7. LED<40 mm/jam
2. kaku sendi <30 menit 8. RF <1:40
3. Krepitus 9. analisis cairan sinovium sesuai
4. nyeri tekan tepi tulang osteoarthritis (Catatan:
5. pembesaran tulang Sensitivitas 92% dan spesifisitas
6. tidak teraba hangat pada sendi 75%. )
terkena

15
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku
dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.9 Pemeriksaan penunjang


2.9.1Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran
radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.

Gambar 6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of
Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3)
: 737-747.

Keterangan : Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).10

16
2.9.2 Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan
darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas
batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel
peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein. 10 Pemeriksaan tambahan lain yang
dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya.

2.10 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


2.10.1. Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu.

2.10.2 Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
17
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:
tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide desmutase dan sebagainya.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah
gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.
Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah
melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi
yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs
atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular
biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-
turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml
Hyaluronan.

18
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu
risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat
tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam.
Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density
polyethylene (Thomas, 2000).

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :


a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian
oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe
instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi
non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint,
Prior Surgical fusion.11

19
3. ARTRITIS REUMATOID

3.1 Definisi
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama.16 Artritis rheumatoid
adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ.Penyakit ini adalah salah satu
dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi sendi progresif, walaupun
episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.16

3.2 Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu berkisar
antara 0,5 1 %. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian
masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%.5 Prevalensi AR di India dan di negara barat kurang
lebih sama yaitu sekitar 0.75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya
kurang dari 0,4%, baik didaerah urban maupun rural.6 Hasil survey yang dilakukan di Jawa
Tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0.2% di daerah rural dan 0.3% di daerah
urban.7Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada pendduduk berusia diatas 40
tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah
kabupaten. Di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta, kasus baru AR
merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007
didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang
(15,1%).8 Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-
laki dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian
tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima.1

3.3 Etiologi
Faktor genetik.
Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti.Terdapat interaksi yang kompleks
antara faktor genetik dan lingkungan.Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR,
dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60 %. Hubungan gen HLA-DRB1
dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga
berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode
aktivator reseptor nuclear factor kappa B(NF-B). Gen ini berperan penting dalam resorpsi

20
tulang pada AR. Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi AR karena aktivitas
enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk
metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik.9,10 Pada kembar
monosigotmempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada
orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai
angka kesesuaian sebesar 80%.
Hormon sex.
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga
diduga hormon sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini.Pada observasi didapatkan
bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan.1,11 Pemberian kontrasepsi oral
dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan insiden AR
yang lebih berat.1
Faktor infeksi.
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit seperti tampak
pada Tabel 1.Organisme ini diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah
reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit.Walaupun
belumditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.1,12

3.4 Faktor Risiko


Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinyaAR antara lain jenis
kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan
salisilat dan merokok.Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi
decaffeinated mungkin juga berisiko.Makanan tinggi vitamin D, konsumsi tehdan
penggunaan kontrasepsi oralberhubungan dengan penurunan risiko. Tiga dari empat
perempuan dengan AR mengalami perbaikan gejala yang bermaknaselama kehamilan dan
biasanya akan kambuh kembali setelah melahirkan.

3.5 Patogenesis
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial
setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi
neovaskularisasi.Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-
bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial
yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan

21
merusak rawan sendi dan tulang.16(Gambar 5) Berbagai macam sitokin, interleukin,
proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan
komplikasi sistemik.(Gambar 6 dan 7).

NORMAL AR
Membran
sinovial Peradangan
membaran
sinovial

Tulang Pannus
rawan
sendi

Kapsul Cairan
sendi sinovial

Penipisan tulang
rawan sendi

Gambar 7. Destruksi sendi oleh jaringan pannus.

Peran sel T. Induksi respon sel T pada artritis reumatoid di awali oleh interaksi antara
reseptor sel T dengan share epitope dari major histocompatibility complex class II (MHCII-
SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau sistemik.. Interleukin
(IL)-6 dan transforming growth factor-beta (TGF-) kebanyakan berasal dari APC aktif,
signal pada sel Th17 menginduksi pengeluaran Il-17.
Peran sel B. Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti,
meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan
sel B. Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR diduga melalui mekanisme sebagai berikut: 20
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang penting untuk
clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.
2. Sel B dalam membran sinovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNF-
dan kemokin.
3. Membran sinovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor reumatoid
(RF). AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit artikular yang
lebih agresif, mempunyai prevalensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan
angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus
diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen kepada sel
Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF. Selain itu kompleks imun
RF juga memperantarai aktivasi komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung
dengan reseptor Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.

22
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam patogenesis AR. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya sel B. Berdasarkan
mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel B berperanan penting dalam penyakit AR,
sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.

3.6 Manifestasi Klinis


Awitan (onset).Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, artritis
simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan
penyakit.Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu
antara beberapa hari sampai beberapa minggu.Sebanyak 10 15% penderita mempunyai
awitan fulminant berupa artritis poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah
ditegakkan.Pada 8 15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu
(infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung
selama satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa
kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.2,4

Manifestasi artikular. Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku
pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau
beberapa sendi saja.4Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri,bengkak, kemerahan dan
teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan (flare),
namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.2
Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membran
sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian
tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa
terkena.Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak
simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan
kehilangan fungsi.22 Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan
tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan
dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang
proksimal dan metakarpofalangeal.Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah
terlibat.2,4 Distribusi sendi yang terlibat pada AR tampak pada Tabel 2.

23
Manifestasi ekstraartikular.Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama,
tetapi AR merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai
manifestasi ekastraartikular.Manifestasi ekastraartikular pada umumnya didapatkan pada
penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) serum tinggi. Nodul reumatoid
merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan
intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnya ditemukan didaerah ulna, olekranon, jari
tangan, tendon achilles atau bursa olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada
penderita AR dengan faktor reumatoid positif (sering titernya tinggi) dan mungkin
dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang
berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric
reticulohistiocytosis.Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan
patologik hanya ditemukan saat otopsi.Beberapa manifestasi ekstraartikuler seperti vaskulitis
dan Feltysyndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik.2
Deformitas.Kerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan ligamentum)
menyebabkan terjadinya deformitas.Bentuk-bentuk deformitas yang bisa ditemukan pada
penderita AR dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1.Bentuk-bentuk deformitas pada artritis reumatoid.


Bentuk deformitas* Keterangan

Deformitas leher angsa (swan-neck) Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP.


Deformitas boutonnire Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP.
Deviasi ulna Deviasi MCP dan jari-jari tangan kearah ulna.
Deformitas kunci piano (piano-key) Dengan penekanan manual akan terjadi
pergerakan naik dan turun dari ulnar styloid,
yang disebabkan oleh rusaknya sendi radioulnar.
Deformitas Z-thumb Fleksi dan subluksasi sendi MCP I dan
hiperekstensi dari sendi interfalang.
Arthritis mutilans Sendi MCP, PIP, tulang carpal dan kapsul sendi
mengalami kerusakan sehingga terjadi
instabilitas sendi dan tangan tampak mengecil
(operetta glass hand).
Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol kaki
mengalami deviasi kearah luar yang terjadi
secara bilateral.
*Lihat foto artritis reumatoid

24
3.6 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Tabel 2. Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk artritis reumatoid.16
Pemeriksaan penunjang Penemuan yang berhubungan
C-reactive protein (CRP)* Umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/mL, bisa
digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.
Laju endap darah (LED)* Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan untuk
monitor perjalanan penyakit.
Hemoglobin/hematokrit* Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10 g/dL, anemia
normokromik, mungkin juga normositik atau mikrositik
Jumlah lekosit* Mungkin meningkat.
Jumlah trombosit* Biasanya meningkat.
Fungsi hati* Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat.
Faktor reumatoid (RF)* Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium dini. Jika
pemeriksaan awal negatif dapat diulang setelah 6 12 bulan
dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif pada
beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma, sindrom
Sjgrens, penyakit keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus,
parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaian perburukan
penyakit.
Foto polos sendi* Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi
dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto
pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk data
dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya.
MRI Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal
dibandingkan dengan foto polos, tampilan struktur sendi
lebih rinci.
Anticyclic citrullinated Berkorelasi dengan perburukan penyakit, sensitivitasnya
peptide antibody (anti-CCP) meningkat bila dikombinasi dengan pemeriksaan RF. Lebih
spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak semua laboratorium
mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP.
Anti-RA33 Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP
negatif.
Antinuclear antibody (ANA) Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR.
Konsentrasi komplemen Normal atau meningkat.
Imunoglobulin (Ig) Ig -1 dan -2 mungkin meningkat.
Pemeriksaan cairan sendi Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak
ditemukan kristal, kultur negatif dan kadar glukosa rendah.
Fungsi ginjal Tidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk
memonitor efek samping terapi.
Urinalisis Hematuria mikroskopik atau proteinuria bisa ditemukan pada
kebanyakan penyakit jaringan ikat.
* Direkomendasikan untuk evaluasi awal AR

25
3.8. Kriteria Diagnostik
Pada penelitian klinis, AR didiagnosis secara resmi dengan menggunakan tujuh
kriteria dari American College of Rheumatology seperti tampak pada Tabel 9.Pada penderita
AR stadium awal (early) mungkin sulit menegakkan diagnosis definitif dengan menggunakan
kriteria ini.Pada kunjungan awal, penderita harus ditanyakan tentang derajat nyeri, durasi dari
kekakuan dan kelemahan serta keterbatasan fungsional.Pemeriksaan sendi dilakukan secara
teliti untuk mengamati adanya ciri-ciri seperti yang disebutkan diatas.4 Liao dkk30 melakukan
modifikasi terhadap kriteria ACR dengan memasukkan pemeriksaan anti-CCP dan
membuang kriteria nodul reumatoid dan perubahan radiologis, sehingga jumlah kriteria
menjadi enam.Diagnosis AR ditegakkan bila terpenuhi 3 dari 6 kriteria. Kriteria diagnosis ini
ternyata memperbaiki sensitivitas dari kriteria ACR (74% : 51%), tetapi spesifisitasnya lebih
rendah dari kriteria ACR (81% : 91%).

Tabel 3.Kriteria diagnosis artritis reumatoid menurut ACR.


Gejala dan tanda Definisi Persentase penderita
AR jika gejala atau
tanda* :
Ada Tidak ada
Kaku pagi hari (morning Kekakuan pada sendi dan sekitarnya 39 14
stiffness) yang berlangsung paling sedikit selama
1 jam sebelum perbaikan maksimal.
Artritis pada 3 persendian Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan 32 13
atau lebih menunjukkan pembengkakan jaringan
lunak atau efusi (bukan hanya
pertumbuhan tulang saja) yang
diobservasi oleh seorang dokter. Ada 14
daerah persendian yang mungkin terlibat
yaitu : PIP, MCP, pergelangan tangan,
siku, lutut, pergelangan kaki dan MTP
kanan atau kiri.
Artritis pada persendian Paling sedikit ada satu pembengkakan 33 12
tangan (seperti yang disebutkan diatas) pada
sendi : pergelangan tangan, MCP atau
PIP.
Artritis yang simetrik Keterlibatan sendi yang sama pada kedua 29 17
sisi tubuh secara bersamaan (keterlibatan
bilateral sendi PIP, MCP atau MTP dapat
diterima walaupun tidak mutlak bersifat
simetris).

26
Nodul rheumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah 50 25
tonjolan tulang, permukaan ekstensor
atau daerah juxtaartikular yang
diobservasi oleh seorang dokter.
Faktor reumatoid serum Adanya titer abnormal faktor reumatoid 74 13
positif serum yang diperiksa dengan metode
apapun, yang memberikan hasil positif <
5% pada kontrol subyek normal.
Perubahan gambaran Terdapat gambaran radiologis yang khas 79 21
radiologis untuk artritis reumatoid pada foto
posterioanterior tangan dan pergelangan
tangan, berupa erosi atau dekalsifikasi
tulang yang terdapat pada sendi atau
daerah yang berdekatan dengan sendi
(perubahan akibat osteoartritis saja tidak
memenuhi persyaratan).
* Diasumsikan bahwa probabilitas keseluruhan (overall probability) untuk AR adalah 30%
- Diagnosis ditegakkan bila memenuhi 4 atau lebih dari kriteria diatas, kriteria 1 4 sudah
berlangsungminimal selama 6 minggu

3.9. Diagnostik Banding


AR harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya seperti artropati reaktif yang
berhubungan dengan infeksi, spondiloartropati seronegatif dan penyakit jaringan ikat lainnya
seperti lupus eritematosus sistemik (LES), yang mungkin mempunyai gejala menyerupai AR.
Adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan.Artritis gout jarang bersama-sama dengan
AR, bila dicurigai ada artritis gout maka pemeriksaan cairan sendi perlu dilakukan.

3.10. Terapi
Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya gejala, terapi
sedini mungkin akan menurunkan angka perburukan penyakit.Oleh karena itu sangat penting
untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin.ACRSRA mekomendasikan
bahwa penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala
untuk konfirmasi diagnosis dan inisiasi terapi DMARDs (Disease-modifying antirheumatic
drugs). Modalitas terapi untuk AR meliputi terapi non farmakologik dan farmakologik.

27
Tujuan terapi pada penderita AR adalah :
1. Mengurangi nyeri
2. Mempertahankan status fungsional
3. Mengurangi inflamasi
4. Mengendalikan keterlibatan sistemik
5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
6. Mengendalikan progresivitas penyakit
7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

TERAPI NON FARMAKOLOGIK


Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,
suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik.
Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing
agents pada penderita AR.Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam
perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,
acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang meyakinkan.Pembedahan harus
dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi
yang ekstensif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, 3.
Ada ruptur tendon.

TERAPI FARMAKOLOGIK
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi non
steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular
dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiat,
diproqualone dan lidokain topikal. Pada dekade terdahulu, terapi farmakologik untuk AR
menggunakan pendekatan piramid yaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai
saat diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanya diberikan bila
terjadi perburukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid) lebih
disukai, yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan
penyakit.16

28
Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu :
1. kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit;
2. DMARD memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin;
3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi;
4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek
menguntungkan.16

3.11. Komplikasi
Dokter harus melakukan pemantauan terhadap adanya komplikasi yang terjadi pada
penderita AR. Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita AR dirangkum dalam Tabel 11
dan Tabel 4.

Tabel 4. Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita artritis reumatoid.4


Komplikasi Keterangan

Anemia Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit; 75% penderita


AR mengalami anemia karena penyakit kronik dan 25% penderita
tersebut memberikan respon terhadap terapi besi.
Kanker Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan; kejadian
limfoma dan leukemia 2 3 kali lebih sering terjadi pada
penderita AR; peningkatan risiko terjadinya berbagai tumor solid;
penurunan risiko terjadinya kanker genitourinaria, diperkirakan
karena penggunaan OAINS.
Komplikasi kardiak 1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi perikardial
asimptomatik saat diagnosis ditegakkan; miokarditis bisa terjadi,
baik dengan atau tanpa gejala; blok atrioventrikular jarang
ditemukan.
Penyakit tulang belakang Tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa menyebabkan
leher (cervical spine instabilitas sumbu atlas, hati-hati bila melakukan intubasi
disease) endotrakeal; mungkin ditemukan hilangnya lordosis servikal dan
berkurangnya lingkup gerak leher, subluksasi C4-C5 dan C5-C6,
penyempitan celah sendi pada foto sevikal lateral. Myelopati bisa
terjadi yang ditandai oleh kelemahan bertahap pada ekstremitas
atas dan parestesia.
Gangguan mata Episkleritis jarang terjadi.
Pembentukan fistula Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena,
terhubungnya bursa dengan kulit.
Peningkatan infeksi Umumnya merupakan efek dari terapi AR.
Deformitas sendi tangan Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal; deformitas

29
boutonniere (fleksi PIP dan hiperekstensi DIP); deformitas swan
neck (kebalikan dari deformitas boutonniere); hiperekstensi dari
ibu jari; peningkatan risiko ruptur tendon
Deformitas sendi lainnya Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain :frozen
shoulder, kista popliteal, sindrom terowongan karpal dan tarsal.
Komplikasi pernafasan Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan
lesi kavitas; Bisa ditemukan inflamasi pada sendi cricoarytenoid
dengan gejala suara serak dan nyeri pada laring; pleuritis
ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai
dengan adanya ronki pada pemeriksaan fisik (selengkapnya lihat
Tabel 6).
Nodul rheumatoid Ditemukan pada 20 35% penderita AR, biasanya ditemukan
pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan
lainnya, tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sklera, pita suara,
sakrum atau vertebra.
Vaskulitis Bentuk kelainannya antara lain : arteritis distal, perikarditis,
neuropati perifer, lesi kutaneus, arteritis organ viscera dan arteritis
koroner; terjadi peningkatan risiko pada : penderita perempuan,
titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat
beberapa macam DMARD; berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya infark miokard.
PIP = proximal interphalangeal; DIP = distal interphalangeal; RF = rheumatoid factor

3.12 Prognosis
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor fungsional yang
rendah, status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga dekat
menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit,
RF atau anti-CCP positif, ada perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul
reumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya.2, Sebanyak 30% penderita AR dengan
manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah
mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit lebih ringan
memberikan respon yang baik dengan terapi.Penelitian yang dilakukan oleh Lindqvist dkk
pada penderita AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan
angka mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan
penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6.
Tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.

30
4. ARTHRITIS GOUT

4.1 DEFINISI
Gout adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara
berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang
menurun, maupun akibat tingginya asupan makanan kaya purin. Gout disebabkan kondisi
cairan tubuh sangat jenuh akan asam urat berkadar tinggi. Gout ditandai dengan serangan
berulang dari arthritis (peradangan sendi) yang akut, kadang-kadang disertai pembentukan
kristal natrium urat besar yang dinamakan tophus, deformitas (kerusakan) sendi secara
kronis, dan cedera pada ginjal. (Juandy, 2007).

4.2 ETIOLOGI
Penyebab timbulnya gejala artritis akut adalah reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosium urat monohidrat atau akibat supersaturnasi asam urat didalam
cairan ekstraseluler. Sehingga dari penyebabnya, penyakit ini digolongan sebagai kelainan
metabolik. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolik purin. Penyakit asam urat
ditandai dengan serangan mendadak dan berulang yang terasa sangat nyeri. Penyakit ini
umumnya menyerang pria dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki
hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat melalui urin (Messwati, 2007).
Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena :
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.
a. Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
b. Gout sekunder metabolik, disebabkan oleh pembentukan asam urat yang
berlebihan karena penyakit lain seperti leukemia, terutama bila diobati
dengan sitostatika, psoriasis,polisitemia vera, dan mielofibrosis.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
a. Gout primer renal, terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di tubuli
distal ginjal yang sehat.
b. Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya gagal
ginjal kronik.
3. Perombakan dalam usus yang berkurang, namun secara klinis hal ini tidak begitu
penting. (Mansjoer, 2004).

31
4.3 KLASIFIKASI
Penyakit Gout digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Penyakit Gout Primer
Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor
genetik/ keturunan dan faktor hormonal yang mengakibatkan gangguan metabolisme
yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga
diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
2. Penyakit Gout Sekunder
Disebabkan meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi
makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa
organik yang menyusun asam nukleat asam inti dari sel dan termasuk dalam
kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. (www.medicastore.com, 2009).

4.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Gout Akut


Hiperurikemia

Presipitasi kristal asam urat di sendi

Fagosit oleh neutrofil Aktivasi faktor Hageman

Merusak lisosom Produksi Kinin

Lisis neutrofil Aktivasi Hageman

Melepaskan kristal dan enzim lisosom Inflamasi akut

32
Patofisiologi Gout Kronis
Ekskresi menurun Produksi berlebih

Kadar serum asam urat

Formasi Sodium Biurat

Pengendapan kristal di jaringan periartikular dan


kerusakan kartilago artikular dan non artikular

Disorganisasi sendi karena Tophi

kartilago dan ligament sendi

4.5 MANIFESTASI KLINIS


Secara klinis, gout ditandai dengan timbulnya arthritis, tofi, dan batu ginjal yang
disebabkan karena terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapan
dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh karena itu, sering terbentuk tofi. Tofi seringkali
terbentuk pada daerah telinga, siku, lutut, dorsum pedis, dekat tendo Achilles pada
metatasofalangeal digiti I, dan sebagainya. Serangan seringkali terjadi pada malam hari.
Biasanya sehari sebelumnya, pasien masih tampak sehat tanpa keluhan apapun. Tiba-tiba
pada tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang sangat hebat. (Juandy, 2007)

Gambar 8. Tophus
Daerah khas yang paling sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki
sebelah dalam disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, dan nyeri sekali
bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu namun kemudian
menghilang. Kejadian itu dilukiskan oleh Sysenham sebagai sembuh beberapa hari sampai
beberapa minggu bia tidak diobati, rekuren yang multiple, interval antar serangan singkat dan
33
dapat mengenai beberapa sendi. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit tapi dapat merusak
tulang. Sendi lutut sendiri juga merupakan predileksi kedua untuk serangan ini. (Stefanus,
2006).

Gambar 9. Predileksi Gout

Manifestasi klinik selanjutnya adalah tofi, tofi merupakan penimbunan asam urat
yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering
timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut
dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan arthritis pertama. Tofi ini sering pecah dan
agak sulit disembuhkan dengan obat sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder. (Juandy,
2007).

Terdapat tiga stadium, yaitu:


A. Artritis Gout Akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu yang
singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat
dan tidak dapat berjalan. Keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan
gejala berupa demam, menggigil, dan merasa lelah. Pada serangan akut yang tidak berat,
keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat, keluhan dapat
sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Faktor pemicu serangan akut antara
lain trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat

34
diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat. Keradangan atau inflamasi merupakan
reaksi penting pada artritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan
tubuh untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses
inflamasi ini adalah:
1.Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab
2.Mencegah perluasan dari agen penyebab ke jaringan yang lebih luas (Stefanus, 2006).

B. Stadium Interkritikal
Pada stadium ini terjadi periode interkritik asimptomatik. Meskipun secara klinik
tidak terdapat tanda-tanda radang akut, tapi pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Ini
menunjukkan proses keradangan tetap berlanjut, meski tanpa keluhan. Apabila tidak ada
penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang benar, dapat menimbulkan serangan
akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen
yang tidak baik, mengakibatkan keadaan interkritik berlanjut menjadi stadium menahun
dengan pembentukan tofi (Stefanus, 2006).

C. Stadium Gout Artritis Menahun


Stadium ini terjadi pada pasien yang mengobati dirinya sendiri, sehingga dalam kurun
waktu yang lama tidak melakukan pengobatan secara teratur pada dokter. Artritis gout
menahun biasanya disertai adanya tofi yang banyak. Tofi ini sering pecah dan sulit
disembuhkan dengan obat, kadang timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat
dilakukan ekstirpasi, tapi hasilnya kurang memuaskan. Di stadium ini kadang disertai batu
saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun. Tak jarang ditemukan pasien dengan kadar
asam urat tinggi dalam darah, tanpa ada riwayat gout yang disebut hiperurisemia
asimptomatik. Pada hiperurisemia asimptomatik, kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal (MTP) dan lutut yang sebelumya tidak pernah mendapat serangan akut.
Tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang
rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan
keras. Tofi ini merupakan lanjutan dari gout yang muncul 5-10 tahun setelah serangan artritis
akut pertama (Mansjoer, 2004; Stefanus, 2006).

35
Gambar 10. Deposit Tophi Yang Besar Di Gambar 11. X-ray menunjukkan
Sekeliling Sendi pembengkakan jaringan lunak dan erosi
sendi

4.6 DIAGNOSIS
Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria
diagnostik untuk gout adalah :

A. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.


B. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan
mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
C. Diagnosis lain seperti :
a. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
b. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari
c. Oligoarthritis (jumlah sendi meradang kurang dari 4)
d. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
e. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak
f. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
g. Tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago artikular
(tulang rawan sendi) dan kapsula sendi
h. Hiperurisemia
i. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)

Diagnosis gout ditetapkan ketika didapatkan kriteria A dan/atau kriteria B dan/atau 6


hal atau lebih dari kriteria C. (Juandy, 2007)

36
4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan lab yang dilakukan pada penderita gout didapatkan kadar asam urat
yang tinggi dalam darah ( >6 mg% ). Kadar asam urat normal dalam serum pria 8 mg% dan
pada wanita 7mg%. Sampai saat ini, pemeriksaan kadar asam urat terbaik dilakukan dengan
cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan dan LED yang meninggi
sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga tinggi (500mg%/liter per 24jam). Pemeriksaan
radiografi pada serangan artritis gout pertama adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi
pada long standing adalah inflamasi asimetri, arthritis erosive yang kadang-kadang disertai
nodul jaringan lunak. (Stefanus, 2006)
Selain pemeriksaan tersebut, pemeriksaan cairan tofi juga penting untuk menegakkan
diagnosis. Cairan tofi merupakan cairan yang berwarna putih seperti susu dan kental sekali.
Diagnosis dapat dikatakan pasti apabila diperoleh gambaran kristal asam urat (berbentuk lidi)
pada sediaan mikroskopik (Mansjoer, 2004).

4.8 TERAPI
Terapi nonmedikamentosa
Kondisi yang terkait dengan hiperurisemia adalah diet kaya purin, obesitas, serta
sering meminum alkohol. Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat
dalam tubuh, sehingga diet purin merupakan cara terbaik dalam pengobatan asam urat.
(Juandy, 2007).

Terapi medikamentosa
Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik ( menggunakan obat-obatan ).
Medikamentosa pada gout termasuk :
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs).
NSAIDs dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout secara efektif.
Contoh dari NSAIDs adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari selama 2-3
hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu berikutnya. (Stefanus, 2006)
Colchicine.
Merupakan pilihan utama dalam pengobatan maupun pencegahan dengan dosis lebih
rendah. Colchicine mengontrol gout secara efektif, tetapi seringkali membawa efek
samping, seperti nausea, vomiting and diare. Colchicine diberikan secara oral, dan diberikan
setiap 1 sampai 2 jam dengan dosis maksimal 6mg hingga adanya peningkatan yang lebih
baik pada kondisi pasien.

37
Steroids.
Steroids biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan yang lansung
disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari Steroids antara lain penipisan tulang,
susah menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Steroids
digunakan pada penderita gout yang tidak bisa menggunakan NSAIDs ataupun colchicines
(Mansjoer, 2004).

Terapi operatif

Pasien gout yang terdiagnosa dan diterapi lebih awal biasanya tidak memerlukan
operasi orthopedi. Pasien gout yang tidak diterapi atau terlambat diterapi memerlukan
operasi orthopedi.

4.9 KOMPLIKASI

Komplikasi pada gout berhubungan dengan hiperurikemia kronis. Pada arthritis gout
kronis dapat terjadi kerusakan sendi, bahkan dapat menyebabkan deformitas. Gout juga
dapat menimbulkan nefrolithiasis yang diakibatkan oleh nefropati urat sehingga dapat
timbul gagal ginjal kronis.

4.10 PROGNOSIS

Gout tidak memperpendek masa hidup tapi mengurangi kualitas hidup.

38
BAB III

KESIMPULAN

Artritis reumatoid adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi
bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda.merupakanpenyakit autoimun
(penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang
persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran
sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya gejala,
terapi sedini mungkin akan menurunkan angka perburukan penyakit.46Oleh karena itu sangat
penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin. ACRSRA
mekomendasikan bahwa penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejak
timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan inisiasi terapi DMARDs (Disease-modifying
antirheumatic drugs).25 Modalitas terapi untuk AR meliputi terapi non farmakologik dan
farmakologik.Tujuan terapi pada penderita AR adalah, mengurangi nyeri, mempertahankan
status fungsional, mengurangi inflamasi, mengendalikan keterlibatan sistemik, proteksi sendi
dan struktur ekstraartikular, mengendalikan progresivitas penyakit, menghindari komplikasi
yang berhubungan dengan terapi.
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan
perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang
rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab
kecacatan paling banyak pada orang tua. Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara
pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting
dalam proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara pembentukan dan
penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci dalam perjalanan
penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu terutama sendi-sendi yang
mendapat beban cukup berat dari aktivitas sehari-hari.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan
atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering muncul pada
osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas dan gejala akan mereda
setelah istirahat.

39
Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai
penunjang/pemastian diagnosis.Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x pasien
dengan osteoarthritis adalah menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. Pemeriksaan tambahan lain yang dapat
dilakukan adalah MRI yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan
ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian
besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis. Terapi
yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi hilangnya
fungsi fisik. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara
membantu pasien agar tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
Gout adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara
berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang
menurun, maupun akibat tingginya asupan makanan kaya purin. Gout disebabkan kondisi
cairan tubuh sangat jenuh akan asam urat berkadar tinggi. Gout ditandai dengan serangan
berulang dari arthritis (peradangan sendi) yang akut, kadang-kadang disertai pembentukan
kristal natrium urat besar yang dinamakan tophus, deformitas (kerusakan) sendi secara
kronis, dan cedera pada ginjal. (Juandy, 2007).

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United
States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition Examination
Survey 19911994. J Rheumatol. 33(11):22712279.
2. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.
3. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging
Clin Exp Res. 15(5):364372.
4. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
5. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737747.
6. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279286
7. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
8. Robbins L.S., Kumar V . 1995. Buku Ajar Patofisiologi II Edisi 4.EGC. pp: 464-6.
9. Corwin E.J. 2000. Patofisiologi. EGC. pp: 308-9.
10. Tjkroprawiro A., Setiawan P.B., Santoso D., Soegianto G. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Airlangga University Press. pp: 255-6
11. Nasution A.R. dan Sumariyono. 2006. Introduksi Reumatologi dalam Sudoyo dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Cetakan Pertama. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, p: 1083
12. Sumariyono dan Wijaya L.K. 2006. Struktur Sendi, Otot, Saraf dan Endotel Vaskular
dalam Sudoyo dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 1083
13. Leeson C.R., Leesn T.S., Paparo A.A.1996. Buku Ajar Histologi. EGC. pp: 156-7.
14. Sudoyo,D Arua, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 2006.
15. Mansjoer,A., dkk, 2004. Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran .Edisi ketiga Jilid 1
Cetakan Keenam. Media Aesculapius Fakultas kedokteran UI, Jakarta. Hal 542-546.

41

Anda mungkin juga menyukai