Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

“CRUSH INJURY AT REGIO PEDIS SINISTRA”

Oleh :
Annisa Maharani 1102013034
Arina Zhabrina 1102013042

Pembimbing :
dr. Husodo, SpOT

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSU DR. SLAMET GARUT
2018
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 40 tahun Suku Bangsa : Sunda
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Pabrik Pendidikan : SD
Alamat : Karangpawitan Tgl Masuk RS : 06 Februari 2018

I. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
pada tanggal 06 Februari 2018 pukul 10.00 WIB.
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan terdapat luka robek pada kaki kiri yang
terasa nyeri dan mengganggu aktivitas.
B. Keluhan Tambahan
-
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn.H datang ke RSUD dr. Slamet Garut pada tanggal 06 februari 2018
dengan keluhan terdapat luka robek pada kaki kiri yang terasa nyeri
sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit setelah pasien mengalami
kecelakaan kerja di pabrik pemecah batu bata. Paasien mengatakan saat
kejadian pasien sedang bekerja untuk memecahkan batu bata dengan
mesin kemudian pasien tergelincir saat sedang menangkap batu bata
yang dilempar oleh temannya. Kaki pasien masuk dan terjepit ke dalam
mesin pemecah batu bata tersebut kemudian terjadilah luka robek pada
kaki kiri pasien. Pasien belum mendapatkan pengobatan medis apapun
sebelum datang ke RSUD dr. Slamet Garut.
 Kualitas
Nyeri pada luka robek kaki kiri yang mengganggu aktivitas.
 Kuantitas
Nyeri pada luka tersebut terjadi terus menerus.

2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Pasien tidak
memiliki riwayat darah tinggi ataupun riwayat penyakit kronis lainnya.

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai karyawan di pabrik batu bata.

F. Kebiasaan
 Merokok (+), konsumsi suplemen kalsium (-), konsumsi vitamin
(-)
 Pasien biasa makan 3 kali dalam sehari dalam porsi besar, dengan
menu nasi dan lauk bervariasi ayam, atau ikan, dengan sayur.
Pasien mengakui jarang mengonsumsi buah.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 87 kali/menit
- Suhu : 36,5C
- Pernapasan : 20 kali/menit
 Kepala
Normocephal
 Mata
Bentuk simetris, edema palpebra (-/-), pupil ODS bulat, isokor,
diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-),
 Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), deviasi septum (-
).

3
 Telinga
Normoti, discharge (-/-).
 Mulut
Perioral sianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (), uvula di tengah,
faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1 tenang.
 Kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening submandibullar, leher, axilla, dan inguinal tidak
ada pembesaran , nyeri tekan (-)
 Thorax
a. Paru
o Inspeksi: bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,
o Palpasi: stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru
o Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
b. Jantung
o Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis teraba
o Perkusi :
Batas atas jantung di ICS II linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung sejajar ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung di ICS V linea aksilaris anterior sinistra .
o Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : datar
o Auskultasi : bising usus (+)
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
o Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

4
B. Status Lokalis
 Look : lokasi pada regio pedis sinistra terdapat luka robek
berukuran 12 x 8 x 1 cm. Tepi luka tidak rata. Dasar luka adalah
tulang dan tendon. Deformitas (+)
 Feel : nyeri (+), suhu sama dengan kulit sekitar,
 Move : ROM terbatas, nyeri gerak (+)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium 06 Februari 2018

Nama Test Hasil Nilai Normal


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 11,7 g/dL 12.0 – 16.0
Hematokrit 38 % 35 – 47
Leukosit 11.020/mm3 3.800 – 10.600
Trombosit 302.000/mm3 150.000 – 440.000
Eritrosit 4.01 juta/mm3 3.6 – 5.8
KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 26 U/L s/d 31
ALT (SGPT) 13 U/L s/d 31
Ureum 43 15 – 50
Kreatinin 0.8 mg/dL 0.5 – 1.3
Gula Darah Sewaktu 121 mg/dL < 140

5
B. Foto Rontgen

1. Foto Pedis Sinistra 06/02/2018

Keterangan : Tampak fraktur sepertiga tengah metatarsal digiti I sampai


III pedis sinistra

IV. RESUME
Seorang laki-laki Tn. H usia 45 tahun datang dengan keluhan terdapat luka
robek pada kaki kiri yang terasa nyeri sejak 4 jam sebelum masuk rumah
sakit setelah pasien mengalami kecelakaan kerja di pabrik pemecah batu
bata karena pasien tergelincir saat sedang menangkap batu bata yang
dilempar oleh temannya. Kaki pasien masuk dan terjepit ke dalam mesin

6
pemecah batu bata tersebut kemudian terjadilah luka robek pada kaki kiri
pasien.
Berikut merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan:
 Pemeriksaan Fisik :
 Look : lokasi pada regio pedis sinistra terdapat luka robek
berukuran 12 x 8 x 1 cm. Tepi luka tidak rata. Dasar luka adalah
tulang dan tendon. Deformitas (+)
 Feel : nyeri (+), suhu sama dengan kulit sekitar,
 Move : ROM terbatas, nyeri gerak (+)

 Pemeriksaan Penunjang:
1. Laboratorium darah rutin : Hb 11,7 gr/dL, leukosit 11.020/mm3.
2. Rontgen pedis sinistra : Tampak fraktur sepertiga tengah metatarsal digiti
I sampai III pedis sinitra
 Diagnosa Kerja
Crush injury at regio pedis sinistra

 Tatalaksana
 Inf RL 500cc 20 gtt/menit
 Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
 Inj Gentamisin 2x80 mg IV
 Inj Dexketoprofen 2x1 amp IV
 Rencana Debridement + ORIF

 Prognosis
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

7
Follow Up

Tanggal 06 Februari 2018


S Pasien mengalami kecelakaan saat bekerja di pabrik pemecah batu bata.
Pasien mengeluh terdapat luka robek pada kaki kiri yang terasa nyeri
sehingga sulit untuk tidur.

O KU : SS
KS : CM
T : 140/80mmHg
N : 87 x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,8o C

A Crush injury at regio pedis sinistra

P  Infus RL 1500cc/24 jam 30 tpm


 Injeksi Cefotaxim 2 x1gr IV
 Inj Gentamisin 2x80mg IV
 Inj Dexketoprofen 2x1 amp IV
 Rencana debridement + ORIF

8
Tanggal 07 Februari 2018
S Pasien mengeluh terdapat luka robek pada kaki kiri yang terasa nyeri
sehingga sulit untuk tidur.

O KU : SS
KS : CM
T : 140/100mmHg
N : 89 x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,8o C

A Crush injury at regio pedis sinistra

P  Infus RL 1500cc/24 jam 30 tpm


 Injeksi Cefotaxim 2 x1gr IV
 Inj Gentamisin 2x80mg IV
 Inj Dexketoprofen 2x1 amp IV
 Rencana debridement + ORIF

9
Tanggal 08 Februari 2018
S Pasien mengeluh terdapat luka robek pada kaki kiri yang terasa nyeri
sehingga sulit untuk tidur.

O KU : SS
KS : CM
T : 130/80mmHg
N : 71 x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,7o C

A Crush injury at regio pedis sinistra

P  Infus RL 1500cc/24 jam 30 tpm


 Injeksi Cefotaxim 2 x1gr IV
 Inj Gentamisin 2x80mg IV
 Inj Dexketoprofen 2x1 amp IV
 Rencana debridement + ORIF

Laporan Operasi

Tanggal operasi : 08 februari 2018


Nama : Tn Haris
Usia : 45 Tahun
Ruang : Marjan atas
Operator bedah : dr. Husodo, SpOT
Asisten operator : br.Abduh
Instrumen : br. Jamil
Dokter anastesi : dr. Dhadi, SpAn
Penata anastesi : br. Erryan

10
Diagnosa pre-operative : Crush injury + open fraktur metatarsal digiti I, II,
III pedis sinistra
Diagnosa post-operative : Crush injury + open fraktur metatarsal digiti I,II,III
pedis sinistra + soft tissue lost at regio dorsum pedis
sinistra
Jenis operasi : khusus
Posisi operasi : supine
Jenis pembuatan : regional anastesi

DO:
- Ditemukan luka terbuka di dorsum pedis ukuran 12x8x1 cm, tepi tidak
rata, dasar luka tulang dan tendon
TO:
- Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada lapangan operasi dan sekitarnya
- Ditemukan DO
- Dilakukan tindakan debridement
- Dilakukan ORIF K-wire
- Perdarahan dirawat
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis
- Remobilisasi dengan posterior splint

Instruksi Post Op :

- Observasi TNRS tiap jam


- Pasien tidak perlu puasa
- Inf RL : D5  2 : 1 20 gtt/menit
- Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
- Inj Gentamisin 2x80 mg IV
- Inj Dexketoprofen 2x1 amp IV
- GV POD II

11
TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang
Di tengah jaman modern ini semakin banyak pengguna kendaraan-
kendaraan bermotor, pengerjaan bangunan, dan lain-lain. sering dalam
kehidupan sehari-hari manusia mengalami kecelakaan dalam menjalankan
contoh kegiatan tersebut diatas, salah satu akibat dari kecelakaan tersebut yang
sering kita jumpai adalah crush injury.
Ketika bagian tubuh terjebak diantara dua benda yang saling
mendorong dengan tekanan yang tinggi akan mengakibatkan patah tulang,
cedera sel otot, perdarahan, dan keadaan-keadaan lain yang sering kita sebut
crush injury.
Crush Injury didefinisikan sebagai kompresi dari ekstremitas atau
bagian lain dari tubuh yang dapat menyebabkan pembengkakan otot atau
gangguan saraf di area tubuh yang tekena.
Karena angka kejadian crush injury terbanyak pada masyarakat adalah
ekstremitas bawah (74%) maka, disini kita akan membahas lebih dalam tentang
crush injury lower limb atau crush injury pada ekstremitas bawah.
Crush injury berasal dari bahasa Inggris Crush “ hancur” dan Injuri “
luka” , yang definisikan sebagai Luka yang hancur pada extremitas atau
anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius,
meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah,
persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi penghubung anatara tulang ),
kerusakan tulang serta komponen didalam tulang.
Menurut U.S Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (
2009) , lokasi yang sering terjadi crush injury meliputi ; extremitas inferior
74%, extremitas superior 10%, serta organ lain 10%.
Penyebab crush injury biasanya tertimpa object berat/lebar, motor
(kecelakaan lalu lintas) , kecelakaan industrial, atau sarana (angkut) jalan
kereta api yang menggulung di atas kaki, dan crush injury dari peralatan
industri.

12
A. Anatomi dan fisiologi
Ekstremitas inferior adalah anggota tubuh yang terbentang mulai dari pelvis sampai
ujung kaki.
a. Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang
pipih. Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium,
pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi
dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan
pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut
sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan
pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian
pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk
artikulasi dengan tulang femur.

13
b. Femur merupakan tulang panjang, yang di bagian proksimal berartikulasi
dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles.
Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan
trochanter minor, dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal
anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan
tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat
fossa intercondylar
c. Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding
dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral
di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur.
Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral.
Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal
tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
d. Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding
dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan
di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi
dengan tulang-tulang tarsal

Struktur Otot Bagian posterior region crurys superficial terdiri dari lapisan ;
m.Gastrocnemius, tendon dan muskulus plantaris, muskulus soleus, lapisan
posterior paling dalam muskulus flexor digitorum longus, bagian lateral muskulus
peroneus longus dan muskulus brevis, bagian anterior ; muskulus tibialis anterior,
muskulus extensor digitorum longus dan muskulus brevis. Dari masing- masing
otot memiliki tendon dibagian origo dan insertionya.

14
15
16
17
e. Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan tibia dan fibula
di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu
calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan
sebagai tulang penyanggah berdiri.
f. Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal
dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari)
terdapat 2 tulang sesamoid.
g. Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari
dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana
di ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.

18
Vaskularisasi
Vaskularisasi pada ekstremitas inferior berasal dari a. Iliaca eksterna berlanjut
menjadi a. Femoralis kemudian menjadi a. Poplitea yang pada cruris menjadi a.
Tibialis anterior dan a. Tibialis posterior, a. Tibialis anterior berlanjut menjadi a.
Dorsalis pedis dan arteri-arteri kecil pada phalank kemudian manuju ke vena.

19
Innervasi
inervasi ekstremitas inferior berasal dari plexus lumbalis I-IV yang menjadi nervus
femoralis. Dan berasal dari plexus lumbalis IV-V dan plexus sacralis I-IV yang
menjadi n. Ischiadicus yng pada cruris menjadi n. Tibialis dan n. Peroneus
communis.

B. Definisi
Crush Injury didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau
anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius,
meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah,
persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi penghubung anatara tulang ),
kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush Injury lebih sering
terjadi pada anggota gerak bawah (ekstemitas bawah), dengan manifestasi
sistemik. Efek sistemik disebabkan oeh trauma rhabdomyolysis (pemecahan

20
otot) dan pelepasan sel komponen otot yang berbahaya dan elektrolit ke sistem
peredaran darah. Crush injury ini dapat menyebabkan cedera jaringan lokal,
disfungsi organ, kelainan metabolik, termasuk asidosis, hypercalemia dan
hypocalcemia

C. Etiologi
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ;
tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada
Industri, kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang serius

D. Patofisiologi
Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat
mempermudah masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka sehingga
sangat penting pada ada anamnesis dapat diketahui mengenai mekanisme
trauma dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui risiko terjadinya infeksi.
Patofisiologi crush injury dimulai dengan cedera otot dan kematian sel
otot. Menurut James Dickson, pada awalnya ada tiga mekanisme yang
bertanggung jawab atas kematian sel otot-otot
a) Immediate Cell Disruption : Kekuatan lokal yang menghancurkan sel
menyebabkan Immediate Cell Disruption (lisis). Hancurnya sel otot ini
kemudian mengakibatkan pelepasan myoglobin yg banyak kedalam
sirkulasi sehingga mengakibatkan kerusakan pada ginjal.
b) Direct pressure on muscle cell : Tekanan langsung dari crush
injury menyebabkan sel otot menjadi iskemik. Sel-sel kemudian beralih ke
metabolisme anaerobik, menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Proses
ini terjadi selama satu jam pertama setelah crush injury.
c) Vascular compromi : Kekuatan crush injury menekan pembuluh darah
utama mengakibatkan hilangnya suplai darah ke jaringan otot. Biasanya,
otot bisa bertahan sekitar 4 jam tanpa aliran darah (warm ischemia time).
Selanjutnya terjadi kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan
pembuluh darah yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan
terakumulasi ke jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan

21
hipovelemia yang signifikan sehingga mengakibatkan terjadi syok
hipovolemik, serta kehilangan ion calcium (Ca+) sehingga berpotensi
menyebabkan terjadinya hipokalsemia.

Kerusakan pembuluhh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush injury


yang mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot dapat
bertahan selama 4 jam tanpa aliran darah ( warm ischemia time) masuk dalam
sel otot, kemudian sel-sel otot akan mati. Selanjutnya terjadi kebocoran
membrane plasma sel otot serta kerusakan pembuluh darah yang akan
mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke jaringan yang
cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang signifikan
sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan ion
calcium (Ca+) sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hipokalsemia.
Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek neurologis
yang signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang n.Tibialis dapat
menginervasi regio pedis.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada kortek,
sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan.
Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot)
yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal medullary antara
ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini
menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi,
eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya.
Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan
keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang, sumsum kuning yang
keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran
darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak ( Fat emboly ). Apabila
emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter
emboli lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi
hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti
otak, jantung, dan paru-paru.

22
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan nyeri
yang hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana
tulang dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga
dapat menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang ditandai dengan
kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila perubahan susunan
tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih mudah terjadi proses
penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai dengan anatominya.
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan
berkembang timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat
kerusakan sel-sel otot sebagai akibat dari crush injury. Crush syndrome
ditandai dengan adanya gangguan sistemik.
Keadaan kematian sel otot dan timbulnya sindrom kompartemen seperti
yang digambarkan diatas menyebabkan jaringan otot yang terluka
menghasilkan dan melepaskan sejumlah substansi yang dapat menjadi racun
dalam sirkulasi. Mekanisme tekanan pada crush injury sebenarnya berfungsi
sebagai mekanisme perlindungan, mencegah racun mencapai sirkulasi pusat.
Setelah pasien terbebaskan dan tekanan dilepaskan, racun bebas masuk dalam
sirkulasi dan berefek sistemik. Mereka dapat mempengaruhi organ yang jauh
dari lokasi crush injury. Kebocoran racun dapat berlangsung selama 60 jam
setelah crush injury terbebaskan.
Beberapa substansi dan efeknya adalah sebagai berikut
a) Asam amino dan asam organik lainnya
Berkontribusi terhadap asidosis, aciduria, dandysrhythmia.
b) Creatine phosphokinase (CPK) dan enzim intraseluler lain
Berfungsi sebagai penanda dalam laboratorium untuk crush injury.
c) Free radicals, superoxides, peroxides
Terbentuk ketika oksigen kembali pada jaringan iskemik, menyebabkan
kerusakan jaringan lebih lanjut.
d) Histamin
Vasodilatasi, bronkokonstriksi.
e) Asam laktat

23
Berperan besar terhadap terjadinya asidosis dan disritmia.
f) Leukotrienes
Cedera paru (ARDS), dan hepatic injury.
g) Lysozymes
Enzim pencernaan sel yang menyebabkan cedera selularlebih lanjut.
h) Mioglobin
Presipitat dalam tubulus ginjal, khususnya dalam pengaturan asidosis
dengan pH urin rendah, mengarah ke gagal ginjal.
i) Nitratoksida
Menyebabkanvasodilatasi, yang memperburuk hemodinamik.
j) Fosfat
Hyperphosphatemia menyebabkan pengendapan kalsium serum, yang
mengarah kehypocalcemia dan disritmia.
k) Kalium
Hiperkalemia menyebabkan disritmia, terutama bila dikaitkan dengan
asidosis dan hypocalcemia.
l) Prostaglandin
Vasodilatasi, cedera paru.
m) Purin (asam urat)
Dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut (nefrotoksik).
n) Thromboplastin
Koagulasi intravaskuler diseminata(DIC).

E. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush injury.
Pada trauma yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek, nyeri
terlokasir dan ringan. Namun pada trauma crush injury yang berat dapat
terlihat kerusakan hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan sering dijumpai kerusakan
hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia, saraf, pembuluhh darah, tulang
serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang mungkin dan sering
timbul yaitu; klinis pada kulit mungkin hampir sama dengan trauma bukan
crush injury, bengkak daerah trauma, paralisis ( jika mengenai vertebra),

24
parestesi, nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi trauma mungkin ada atau tidak
ada, mioglobinuri yang mana warna urine menjadi merah gelap atau coklat.
Keadaan akut dari crush injury biasanya timbul hipovolemi dan
ketidakseimbangan metabolic (reperfusion sindrom). Pada beberapa kasus
sering terjadi cardiacs arytmia dan kematian mendadak. Pada keadaan lebih
lanjut, pelepasan zat-zat akibat dari kematian sel menuju sirkulasi
mengakibatkan myoglobinuria, yang mengakibatkan kasus gagal ginjal jika
tidak diobati.
Crush injury memiliki beberapa tanda dan gejala yang dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
a. Hipotensi
1) Munculnya ruang ketiga yang masif, memerlukan penggantian cairan
yang cukup dalam 24 jam pertama terjadinya penumpukan cairan pada
ruang ketiga ini mencapai > 12 L selama periode 48-jam
2) Ruang ketiga dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti
sindrom kompartemen, yang merupakan pembengkakan dalam ruang
anatomi tertutup; yang seringkali membutuhkan fasiotomi
3) Hipotensi juga berperan dalam insidensi gagal ginjal
b. Kegagalan Ginjal
1) Rhabdomyolysis melepaskan mioglobin, kalium, fosfor, dan kreatinin
ke sirkulasi
2) Myoglobinuria dapat mengakibatkan nekrosis tubular ginjal jika tidak
ditangani
3) Pelepasan elektrolit dari otot yang iskemik menyebabkan kelainan
metabolic
c. Kelainan Metabolik
1) Kalsium mengalir ke dalam sel otot melalui membran yang bocor,
menyebabkan hypocalcemia sistemik
2) Kalium dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik,
menyebabkan hyperkalemia
3) Asam laktat dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik,
menyebabkan asidosis metabolic

25
4) Ketidakseimbangan kalium dan kalsium dapat menyebabkan aritmia
jantung yang mengancam jiwa, termasuk cardiac arrest; dan asidosis
metabolik dapat memperburuk kondisi pasien ini
5) Secara umum, ada beberapa tanda dan gejala lain yang mungkin hadir
ialah
a) Cedera Kulit
b) Bengkak
c) Kelumpuhan –> menyebabkan seringkali crush injury keliru diartikan
sebagai cedera sumsum tulang belakang.
d) Parestesia, mati rasa à dapat menutupi derajat cedera (masking effect).
e) Nyeri –> seringkali memberat pada pembebasan crush injury.
f) Nadi –> pulsasi distal mungkin ada atau tidak ada.
g) Myoglobinuria –> urin dapat menjadi berwarna merah tua atau coklat,
menunjukkan adanya myoglobin.
Beberapa tanda dan gejala yang cukup signifikan yaitu:
1. Hiperkalemia
Seperti disebutkan sebelumnya, hiperkalemia sering hadir pada pasien
dengan crush injury. Dengan tidak adanya analisis laboratorium, tingkat
hiperkalemia dapat diperkirakan secara kasar dengan elektrokardiogram
(EKG).Lebih baik dilaksanakan EKG serial.Perubahan elektrokardiografi
adalah sebagai berikut:
a) Hiperkalemia ringan (5,5-6,5 mEq/L)
Gelombang T meninggi.
b) Hiperkalemia Sedang (6,5-7,5 mEq/L)
PR interval memanjang, penurunan amplitudogelombang P, depresi atau
elevasi segmen ST, sedikit pelebaran QRS kompleks.
c) Hiperkalemia berat (7,5-8,5 mEq/L)
Pelebaran lebih lanjut dari QRS karena blok pada bundel cabang atau
intraventricular, gelombang P yang datar dan lebar.
d) Mengancam kehidupan hiperkalemia (> 8,5 mEq/L)
Hilangnya gelombang P; blok AV; disritmia ventrikel; pelebaran lebih
lanjut dari kompleks QRS, akhirnya membentuk pola sinusoid.

26
2. Sindrom Kompartemen
Seperti disebutkan pada patofisiologi, sindrom kompartemen dapat terjadi
bersamaan dengan crush injury. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan ini
meliputi:
a) Nyeri yang berat pada ekstremitas yang terlibat.
b) Nyeri pada peregangan pasif otot-otot yang terlibat.
c) Penurunan sensasi pada saraf tepi yang terlibat.
d) Peningkatan tekanan intracompartmental pada direct manometry.

F. Penatalaksanaan.
Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera , karena lebih
dari 6-8 jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan
menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk dan terjadi banyak
komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi pasien dan penanganan
selanjutnya menjadi semakin sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu
dengan prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau
mengurangi perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan ke rumah
sakit.
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS.
Pemberian oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta
terutama organ-organ vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi
cairan awal harus diarahkan untuk mengoreksi takikardia atau hipotension
dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan menggunakan
cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur dan kemudian dilanjutkan
perlahan ± 1-1.5 L/jam.
Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran
terapi akhir–akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol untuk
mempertahankan diuresis minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini penting
dipasang folley cateter guna menghitung balance cairan masuk dan cairan
keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat mencegah kematian

27
yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian, dimana dapat
memperbaiki perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat crush injury.
Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome. Ini
akan mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering timbul
dan juga sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati
hiperkalemia. Hal ini juga akan meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan
jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Masukkan natrium bikarbonat
intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk mencegah mioglobin dan
endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa 50-100 mEq bikarbonat,
tergantung pada tingkat keparahan.
Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk
memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang mengancam,
biasanya diberikan:
1. Insulin dan glukosa.
2. Kalsium - intravena untuk disritmia.
3. Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll
4. Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene
(Kayexalate).
5. Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut

Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang menguntungkan


beberapa korban crush syndrome guna melindungi ginjal dari efek
rhabdomyolisis, peningkatan volume cairan ekstraselular, dan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol selama 40 menit berhasil
mengobati sindrom kompartemen, dengan menghilangkan gejala dan
mengurangi bengkak ( edema).
Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kg atau ditambahkan ke
cairan intravena pada pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum adalah
200 gm/d, dosis yang lebih tinggi dari ini dapat merusak fungsi ginjal.
Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik yang dikoreksi dengan
cairan IV lain sebelumnya.

28
Luka harus dibersihkan, debridemen, dan ditutup dengan dressing
sterile dengan kain kasa. Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi jantung
akan membantu untuk membatasi edema dan mempertahankan perfusi.
Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah infeksi, obat-obatan
untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang sesuai. Torniket
yang kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun biasanya jarang
digunakan.
Amputasi di lapangan atau tempat kejadian digunakan hanya sebagai
upaya terakhir. Ini mungkin sesuai strategi penyelamatan untuk pasien yang
hidupnya berada dalam bahaya langsung dan yang tidak dapat melepaskan diri
dengan cara lain. Ini merupakan bidang yang sulit dengan prosedur yang sangat
meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan pada pasien. Amputasi dirumah
sakit harus dilakukan oleh dokter ahli yang berkompeten berdasarkan
keahlian.
Pada amputasi bawah lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan yang
sulit untuk dipertahan lagi dan kerusakan fungsi komponen yang terdapat pada
daerah bawah lutut ( under of knee) yang melibatkan kerusakan kulit , soft
tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon, fascia serta tulang. Sehingga
amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus tulang paha,
namun pada kasus crush injury ( Regio cruris) yang kerusakannya mencapai
tulang patella, dapat dilakukan tindakan amputasi daerah diatas lutut
(Amputation above the knee).
Pastikan tindakan ini membantu pasien untuk berlatih seketika setelah
amputasi, supaya dapat memperkuat: otot adductor sisa, mencegah prosthesis
gerakkan keluar ketika ia berjalan, dan otot extensors, sebab kedua fungsi otot
ini akan melebarkan pinggul pasien dan prosthesis, yang mana untuk
membentuk lututnya dan juga harus belajar untuk menyeimbangkan
pinggulnya sebagai ganti otot yang diamputasi.
Tujuan operasi amputasi bawah lutut adalah untuk menghasilkan
sebuah alat gerak yang padat, berbentuk silindris, bebas dari jaringan parut
yang sensitif dengan tulang yang cukup baik ditutupi oleh otot dan jaringan

29
subkutan yang sesuai dengan panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi
oleh jaringan kulit, subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat.
Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai
anatomi dan fisiologi pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini harus
dilakukan oleh ahli orthopedic.

30
Adapun indikasi yang sangat penting diketahui yaitu :
(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang
mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi). Sangat mengancam nyawa bila
dibiarkan, misalnya pada crush injury, sepsis yang berat, dan adanya tumor
ganas.
(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara
maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan. Anggota gerak
tidak berfungsi sama sekali, sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali,
adanya nyeri yang hebat, malformasi hebat atau ostemielitis yang disertai
dengan kerusakan tulang hebat. Serta kematian jaringan baik akibat diabetes
melitus (DM), penyakit vaskuler, setelah suatu trauma, dapat di indikasikan
amputasi.

Indikasi amputasi :
1. Dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap
hampir 90% dari seluruh amputasi. Penyebab lainnya adalah trauma parah,
luka bakar, dan frost bite.
2. Dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor ganas, sepsis
yang potensial lethal dan crush injury. Pada crush injury pelepasan torniquet
atau penekanan lain akan berakibat pada kegagalan ginjal (crush syndrome).
3. Damn nulsance, ada keadaan dimana mempertahankan anggota gerak dapat
lebih buruk daripada tidak mempunyai anggota gerak sama sekali. Hal ini
mungkin dapat disebabkan oleh nyeri, malformasi berat, sepsis berulang atau
kehilangan fungsi yang berat. Kombinasi antara deformitaas dan kehilangan
sensasi khususnya merupakan masalah yang berat dan pada alat gerak bawah
cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena tekanan.

Skor Mangled :
Mangled Extremity Severity Score (MESS)
1. Skeletal/soft tissue injury
 Low energy injury (eg. simple bone fracture) – 1 point
 Medium energy injury (eg. multiple bone fractures) – 2 points

31
 High energy injury (eg. car accidents) – 3 points
 Very high energy injury (eg. high speed trauma with severe
contamination) – 4 points
2. Limb ischemia
 Normal perfusion with reduces or even absent pulse – 1point
 Absent pulse,paresthesia, diminished capillary refill – 2points
 Cool, paralyzed, insensate limb – 3points
3. Shock
 Systolic blood pressure > 90 mm Hg: 0 points
 Hypotensive transiently: 1 point
 Hypotensive persistent: 2 points
4. Age
 < 30 years: 0 points
 30-50 years: 1 point
 50 years: 2 point
 The score is doubled for ischemia > 6 hours

Apabila skor Mangled ≥7 maka indikasi dilakukannya amputasi.

G. Komplikasi
1. Hypotensi
2. Crush Syndrome
3. Renal failure
4. Compartmen Syndrome
5. Cardiac Arrest

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif


Watampone; 2007
2. Astuti, Ovi, dkk, Crush Injury pada Lower Extremity, FKUMS, Surakarta,
2013.
http// http://www.scribd.com/doc/140460667/Referat-crush-injury.
3. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease
Control and Prevention, Atlanta,USA 2009
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
4. Kamsri, S. Amputasi, Depkes Semarang, 2009
http://bedahunmuh.files.wordpress.com/2010/05/amputasi.pdf.
5. Sukamti, E. Anatomi Ekstremitas Inferior, FIKUNY, 2010.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/AnatomiEXTREMITAS%20INFE
RIOR.pdf.

33

Anda mungkin juga menyukai