Anda di halaman 1dari 82

PRESENTASI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Wanita
No. CM : 010XXX44
Usia : 68 tahun
Alamat : Cimanuk
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Status Pernikahan : Menikah
Status Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 07 Agustus 2017
Ruangan : Cempaka Bawah RSU Dr. Slamet Garut
Pembiayaan : BPJS

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Agustus 2017 di
ruang Cempaka bawah RSU Dr. Slamet Garut.

A. Keluhan Utama :
Kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit.

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien wanita 68 tahun datang Ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Dr. Slamet Garut dengan keluhan mengalami kelemahan anggota
gerak sebelah kiri yang terjadi secara mendadak sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Kelemahan anggota gerak ini dirasakan saat pasien sedang
melakukan aktivitas ringan (menjemur pakaian). Sebelum mengalami

1
kelemahan anggota gerak sebelah kiri pasien mengalami sakit kepala berat
yang dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan berupa
penurunan kesadaran, muntah menyemprot, kejang, ataupun pusing berputar
tidak dialami oleh pasien. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit hingga
pasien masuk rumah sakit, kelemahan anggota gerak tidak mengalami
perbaikan ataupun perburukan.

Keluhan seperti bicara rero, baal, dan kesemutan tidak dikeluhkan oleh
pasien. Tekanan darah saat awal pasien masuk rumah sakit adalah 180/100
mmHg. Buang air kecil lancar dan belum buang air besar selama 3 hari.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu dengan tekanan
darah tertinggi adalah 200/100 mmHg dan tidak terkontrol. Pasien tidak
memiliki riwayat sakit jantung, diabetes mellitus, ataupun stroke sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga:


Terdapat riwayat anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien. Suami pasien meninggal 13 tahun yang lalu dengan keluhan
mengalami penurunan kesadaran yang terjadi secara mendadak dan diketahui
memiliki riwayat hipertensi selama 2 tahun dan tidak terkontrol dengan baik.
Riwayat penyakit jantung, maupun diabetes mellitus di keluarga tidak ada.

E. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.

F. Keadaaan Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien tinggal bersama kedua anak dan cucunya. Pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga dan membuka usaha toko sembako.

III. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang, Berat Badan : 63 kg
Tanda vital :

2
Tekanan Darah : kanan : 150/100 mmHg
Kiri : 160/90 mmHg.
Nadi : 76 x/menit, regular.
Heart Rate : 80 x/menit, irama teratur.
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Kepala : Normocephal.
Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat.
Thoraks :
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di Intercosta V Linea Mid Clavicula
Sinistra
Perkusi : Batas Jantung Kanan Intercosta IV Linea Parasternalis Dextra
Batas Jantung Kiri Intercosta V Linea Mid Clavicula Sinistra
Batas Pinggang Jantung Intercosta III Linea Parasternalis
Sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (- / -), Gallop (- / -)

Pulmo (depan)
Inspeksi : Pergerakan dinding dada dalam keadaan statis dan dinamis
simetris bilateral, spider navy (-), sikatrik (-), hematoma (-).
Massa (-), perbandingan diameter transversal : anteroposterior
=2:1
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris bilateral, nyeri tekan
hemitoraks dextra dan sinistra (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler Breathing sound simetris kanan dan kiri, Ronkhi -/-
Wheezing - / -

Pulmo (belakang)

3
Inspeksi : Pergerakan dinding dada dalam keadaan statis dan dinamis
simetris bilateral, spider navy (-), sikatrik (-), hematoma (-).
Massa (-), perbandingan diameter transversal : anteroposterior
=2:1
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris bilateral, nyeri tekan
hemitoraks dextra dan sinistra (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler Breathing sound simetris kanan dan kiri, Ronkhi -/-
Wheezing - / -

Ekstremitas :
Superior : Akral hangat :+/+
Edema :-/-
Pitting Edema :-/-
Inferior : Akral hangat :+/+
Edema :-/-
Pitting Edema :-/-

B. Pemeriksaan Neurologi
1. Inspeksi:
Kepala
Bentuk : Normocephalus
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)

Leher
Sikap : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal
Kaku kuduk : (-)

2. Saraf otak
N. cranialis Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)

4
Subyektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan Bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Pergerakan Bulbus Baik ke segala Baik ke segala
arah arah
Strabismus - -
Nistagmus - -
Exoftalmus - -
Pupil (Besar, bentuk) D : 3mm, isokor D : 3mm, isokor
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak + +
langsung
Refleks konvergensi - -
Melihat kembar - -

N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar - -

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Dbn Dbn
Menguyah Dbn Dbn
Mengigit Dbn Dbn
Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas muka Dbn Dbn
N. VI (Abdusens)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar - -
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi Baik Baik

5
Menutup mata Dbn Dbn
Memperlihatkan gigi Plica nasolabialis Plica nasolabialis
asimetris/ dalam asimetris/ dangkal
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa kecap 2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII
(Vestibulokoklearis)
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX (Glosofaringeus)
Refleks kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Sensibilitas faring Tidak dilakukan

N. X (Vagus)
Arkus faring Dalam batas normal
Uvula Tidak deviasi
Berbicara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N. XI ( Assesorius )
Menenggok kanan kiri Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
N. XII ( Hipoglossus )
Pergerakan Lidah Melemah
Lidah deviasi Deviasi ke kiri
Artikulasi Dalam batas normal
Fungsi Luhur Dalam batas normal

3. Badan dan anggota gerak


Badan

6
Respirasi : Abdomino thorakal
Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Refleks kulit perut atas : Negatif
Refleks kulit perut tengah : Negatif
Refleks kulit perut bawah : Negatif

Anggota gerak atas


Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 5 3

Tonus : Baik
Atropi : (-)
Refleks
Biceps : +/+
Trisep : +/+
Brakio Radialis : +/+
Hoffman/trommer : -/-
Sensibilitas : Dalam batas normal
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan

Anggota gerak bawah


Motorik :+/+
Pergerakan :+/+
Kekuatan :
5 3
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Sensibilitas : Dalam Batas normal

7
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan

Refleks fisiologis
Refleks Dextra / Sinistra
Biseps ++ / +++
Triseps ++ / +++
Brachioradialis ++ / +++
Patella ++ / +++
Achiles ++ / +++
Refleks patologis
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski - +
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bechtrew - -
Rosolimo - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Chvostexs sign - -
Trousseaus sign - -
Test Laseque - -
Test brudzinsky - -
I/II/III/IV
Test kernig - -
Meningial Sign - -
Patrick Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kontra Patrick Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. Koordinasi, Gait dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : (-)
Ataksia : Tidak dilakukan

8
Rebound phenomen : (-)

5. Gerakan gerakan abnormal


Tremor : (-)
Athetosi : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)

6. Fungsi Vegetatif
BAK : Lancar
BAB : Belum BAB selama 3 hari

IV. Resume

Subyektif

Pasien wanita 68 tahun datang Ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit


Umum Dr. Slamet Garut dengan keluhan mengalami kelemahan anggota
gerak sebelah kiri yang terjadi secara mendadak sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Kelemahan anggota gerak ini dirasakan saat pasien sedang
melakukan aktivitas ringan (menjemur pakaian). Sebelum mengalami
kelemahan anggota gerak sebelah kiri pasien mengalami sakit kepala berat
yang dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Tekanan darah saat
awal pasien masuk rumah sakit adalah 180/100 mmHg. Buang air kecil
lancar dan belum buang air besar selama 3 hari.

Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien.


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu dengan tekanan
darah tertinggi adalah 200/100 mmHg dan tidak terkontrol. Suami pasien
meninggal 3 tahun yang lalu dengan keluhan mengalami penurunan
kesadaran yang terjadi secara mendadak dan diketahui memiliki riwayat
hipertensi selama 2 tahun dan tidak terkontrol dengan baik.

Obyektif
Status Pasien

Keadaan umum : Sakit Sedang

9
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit regular
Heart rate : 80 x/menit, irama teratur
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 C
Jantung : Dalam batas normal

Paru : Dalam batas normal

Status Psikis : Dalam batas normal

Status Interna

Cor : BJ I-II reg murmur (-), Gallop (-)

Pulmo: VBS ka = ki Rh-/-, Wh-/-

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Saraf Otak : Pupil bulat isokor

RCL +/+, RCTL +/+

GBM: baik ke segala arah

Motorik 5 3
5 3

Tonus : Baik

Sensorik : Dalam batas normal

Fungsi Luhur : Baik

Fungsi vegetatif : BAK: lancar, BAB: belum bab 3 hari.

Refleks fisiologis ++ +++


++ +++

Refleks patologis : (-/+)

10
V. Diagnosa
Klinis : Stroke e.c Infark Aterotrombotik
Lokalisasi : Sistem Carotis
Diagnosis : Stroke e.c Infark Aterotrombotik sc Sinistra FR HT
Diagnosis banding : SOL

VI. Rencana Awal

Rencana Diagnosis
EKG
Lab darah lengkap
Profil Lipid
CT-scan

Rencana Terapi
Terapi umum
Monitor tanda vital Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu.

Terapi Non-Medikamentosa
Tirah baring, Head up 30o
Diet rendah garam, rendah lemak dan rendah kalori
Fisioterapi
Rehabilitasi

Terapi Medikamentosa
Inf. Asering 15 gtt/mnt
Brain act 2x1000 mg
Omeprazole 1x40 mg
Mecobalamin 2x1
Aptor 1x100 mg
Atorvastatin 0-0-20 mg

Rencana edukasi

11
1) Istirahat yang cukup
2) Kontrol rutin ke dokter
3) Dimenghindari makanan asin dan berlemak
4) Menghindari stress fisik dan emosional.

VII. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsional : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

12
Tanggal Catatan Instruksi

07/08/2017 S/ Pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri PD /


yang terjadi secara mendadak sejak 3 hari sebelum masuk Lab darah lengkap
H-1 rumah sakit. Kelemahan anggota gerak ini dirasakan saat PT /
pasien sedang melakukan aktivitas ringan (menjemur Inf. Asering 15 gtt/mnt
pakaian). Sebelum mengalami kelemahan anggota gerak Citicholin 2x1 gr IV
sebelah kiri pasien mengalami sakit kepala berat yang
dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Ranitidine 2x1 amp IV
Keluhan berupa penurunan kesadaran, muntah Aptor 1x100 mg PO
menyemprot, kejang, ataupun pusing berputar tidak
dialami oleh pasien. Captopril 2x62,5 mg PO
Tekanan darah saat awal pasien masuk adalah 200/100
mmHg.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang
lalu dengan tekanan darah tertinggi adalah 200/100 mmHg
dan tidak terkontrol. Pasien tidak memiliki riwayat sakit
jantung, diabetes mellitus, ataupun stroke sebelumnya.

O/
KU : SS
KS : CM
TD : 200/100 mmHg
N : 88x / menit
R : 20x / menit
S : 36,7o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/
+), GBM baik ke segala arah
- NVII : parase central sinistra
- NXII : parase central sinistra
- Motorik : 5 3
5 3
- Sensorik : + +
+ +
- FL : Baik
- FV : BAK inkontinensia
BAB belum sejak 2 hari

- RF : ++ +++
++ +++
- RP : -/+

A/ stroke e.c Infark AT sc Dextra FR HT


Tanggal Catatan Instruksi

1
08/08/2017 S/ pasien mengeluh nyeri kepala dan Pusing berputar. PD /
Terdapat mual namun tidak muntah. penurunan kesadaran, Lab darah lengkap
H-2 nyeri dada dan demam tidak dikeluhkan. Anggota gerak PT /
sebelah kiri masih terasa lemas. Inf. Asering 15 gtt/mnt
Citicholin 2x1 gr IV
O/
KU : SS Ranitidine 2x1 amp IV
KS : CM Aptor 1x100 mg PO
TD : 160/90 mmHg
N : 76x / menit Captopril 2x62,5 mg PO
R : 20x / menit
S : 36,4o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/
+), GBM baik ke segala arah
- NVII : parase central sinistra
- NXII : parase central sinistra
- Motorik : 5 3
5 3
- Sensorik : + +
+ +
- FL : Baik
- FV : BAK inkontinensia
BAB belum 3 hari

- RF : ++ +++
++ +++
- RP : -/+

A/ stroke e.c Infark AT sc Dextra FR HT

Tanggal Catatan Instruksi

2
09/08/2017 S/ Kelemahan anggota gerak sebelah kiri mengalami PD /
sedikit perbaikan. Masih terdapat nyeri kepala dan mual. Lab darah lengkap
H-3 PT /
O/ Inf. Asering 15 gtt/mnt
KU : SS Citicholin 2x1 gr IV
KS : CM
TD : 160/90 mmHg Ranitidine 2x1 amp IV
N : 76x / menit Aptor 1x100 mg PO
R : 20x / menit
S : 36,4o C Captopril 2x62,5 mg PO

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/
+), GBM baik ke segala arah
- NVII : parase central sinistra
- NXII : parase central sinistra
- Motorik : 5 3
5 3
- Sensorik : + +
+ +
- FL : Baik
- FV : BAK inkontinensia
BAB belum 4 hari

- RF : ++ +++
++ +++
- RP : -/+

A/ stroke e.c Infark AT sc Dextra FR HT

Tanggal Catatan Instruksi

3
10/08/2017 S/ Kelemahan anggota gerak sebelah kiri mengalami PD /
sedikit perbaikan. Nyeri kepala berkurang. Masih terdapat Lab darah lengkap
H-4 mual. PT /
Inf. Asering 15 gtt/mnt
O/ Citicholin 2x1 gr IV
KU : SS
KS : CM Ranitidine 2x1 amp IV
TD : 150/80 mmHg Aptor 1x100 mg PO
N : 80x / menit
R : 20x / menit Captopril 2x62,5 mg PO
S : 36,6o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/
+), GBM baik ke segala arah
- NVII : parase central sinistra
- NXII : parase central sinistra
- Motorik : 5 3
5 3
- Sensorik : + +
+ +
- FL : Baik
- FV : BAK inkontinensia
BAB belum 5 hari

- RF : ++ +++
++ +++
- RP : -/+

A/ stroke e.c Infark AT sc Dextra FR HT

Tanggal Catatan Instruksi

4
11/08/2017 S/ Kelemahan anggota gerak sebelah kiri mengalami PD /
sedikit perbaikan. Nyeri kepala berkurang. Lab darah lengkap
H-5 PT /
O/ Inf. Asering 15 gtt/mnt
KU : SS Citicholin 2x1 gr IV
KS : CM
TD : 150/80 mmHg Ranitidine 2x1 amp IV
N : 80x / menit Aptor 1x100 mg PO
R : 20x / menit
S : 36,6o C Captopril 2x62,5 mg PO

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/
+), GBM baik ke segala arah
- NVII : parase central sinistra
- NXII : parase central sinistra
- Motorik : 5 3
5 3
- Sensorik : + +
+ +
- FL : Baik
- FV : BAK inkontinensia
BAB belum 5 hari

- RF : ++ +++
++ +++
- RP : -/+

A/ stroke e.c Infark AT sc Dextra FR HT

Hasil Laboratorium 07 Agustus 2017

5
Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 12,2 g/dL 11-16
Hematokrit 38 % 35-47
Lekosit 10.300 /mm3 3.800-10.600
Trombosit 526.000 /mm3 150.000-440.000
Eritrosit 4,75 Juta/mm3 3,5-6,5

Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
SGOT 25 U/L s/d 31
SGPT 15 U/L s/d 31
Ureum 22 mg/dl 15-50
Kreatinin 1,4 mg/dl 0,5-1,3
Glukosa Darah 128 mg/dl <140
Sewaktiu

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

6
Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh
total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah
arterial.

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya
sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai
area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. Jika terjadi
kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

7
8
ANATOMI SARAF CRANIAL

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)

Sistem olfaktorius dimulai dengan


sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terdiri dari
bagian berikut: mukosa olfaktorius
pada bagian atas kavum nasal, fila
olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi
medial lobus orbitalis.

Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal
dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai


korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu
makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan
muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom
adalah medial forebrain bundle dan stria medularis
talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius
mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan
talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

SARAF OPTIKUS (N. II)

Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang


dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati
foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak
untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial
serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
9
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma
optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-
serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus
superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut
yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus
optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari
radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual
lobus oksipital.

Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-


serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas
melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma
optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus
oksipital kanan dan sebaliknya.

SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian


di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom).

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk


persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit
mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

10
SARAF TROKLEARIS (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi


kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang
otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah,
kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-


serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut
motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis.
Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi
tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan
mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit,
dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah
bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta
bagian membran timpani.

SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing


sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan
terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)

11
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal
dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin
bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang
muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke
dalam kanalis akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar
persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-
serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung
dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf


vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan
kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis
superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara
otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis
lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

12
SARAF VAGUS (N. X)

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu


ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau
nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen
jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks
dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding
usus, jantung dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan


kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron
dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari
saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang
mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian
atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus
berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula


oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan
ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf
motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu
otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

JARAS MOTORIK & SENSORIK

13
Motorik

Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks,
ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus
piramidal dan ekstrapiramidal :

A. Traktus piramidal atau traktus corticospinalis


Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4
Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat
motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla
spinalis.

Pusat jaras Motorik

1) Neuron Motorik Atas


Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :

a) Ganglia basalis tractus corticostriata


b) Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
c) Batang otak cortico bulbaris
14
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai
Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata
masuk crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan
medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea
medulla spinalis.

Asal Neuron Orde pertama :

a. 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis

b. 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis

c. 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

2) Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak
columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :

a) Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior
subt.grisea

15
b) Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai
radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk
n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar.

B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis

1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
a) Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
b) Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke
medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
16
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap

2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea
(pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis

17
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh

18
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak

1) Tractus Corticothalamus
a) Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
b) Asal : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
c) Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
d) Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
e) Asal : area brodmann 4

Tujuan : nuclei lateralis thalami

2) Tractus corticohypothalamicus
a) Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus

3) Tractus corticosubthalamicus
a) Asal : area brodman 6
Tujuan : subthalamus
4) Tractus Corticonigra
a) Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra

5) Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6


Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius
(medulla oblongata)

Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan
alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam
dan luar. Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan
mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

1) Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan
raba
2) Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.

19
3) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :

a) Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor
tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit,
otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner
(untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan
tekanan).

b) Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause
(untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).

c) Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan
oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh
reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi
(untuk tekanan).

d) Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang
diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel
reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi
oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah,
glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.

e) Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :

20
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju
cornu posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu
menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas
yaitu traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis
lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis
menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke
korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).

STROKE

1. DEFINISI STROKE
Stroke adalah gejala defisit neurologis akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal
maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya aliran
darah pada parenkim otak, retina, atau medulla spinalis, yang disebabkan oleh
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri atau vena, yang dibuktikan dengan
pemeriksaan imaging dan/atau patologi.
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat
dalam beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang
terganggu. Menurut WHO stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat
gangguan aliran darah otak. Menurut Neil F. Gordon, stroke adalah gangguan potensial
yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang
dapat bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama sebab
darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan
makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah pusat control system tubuh
termasuk perintah dari semua gerakan fisik. Dengan kata lain stroke merupakan

21
manifestasi keadaan pembuluh darah cerebral yang tidak sehat sehingga bisa disebut
juga cerebral arterial disease atau cerebrovascular disease. Cedera dapat disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan
atau pecahnya pembuluh darah, semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang
memadai.

2. EPIDEMIOLOGI STROKE
Stroke merupakan penyakit utama dan terbanyak dari pasien rawat inap bangsal
neurologi, yang setiap tahun makin bertambah. Di masyarakat urban (Jakarta)
diperkirakan prevalensinya 0,5%, sedangkan di daerah rural (pedesaan Tasikmalaya)
insidensinya 50 per 100.000 penduduk.

Di antara penyakit-penyakit neurologi yang terjadi pada orang dewasa, stroke


menduduki rangking pertama baik pada frekuensinya maupun pada pentingnya
(emergensi) penyakit tersebut. Lebih dari 50 persen kasus stroke merupakan penyebab
dirawatnya penderita di bangsal neurologi (Victor & Ropper, 2001). Di Amerika Serikat
Stroke menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian setelah penyakit jantung dan
kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang Amerika terserang stroke di antaranya 400.000
orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk
perdarahan intraserebral dan subarakhnoid) dengan 175.000 orang mengalami kematian
(Victor & Ropper, 2001). Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh
Survey ASNA di 28 Rumah Sakit seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada
penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study), dan
dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan mortalitas dan
morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia di
bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan di
atas usia 65 tahun 33,5%.

3. FAKTOR RESIKO STROKE

Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi

a. Usia
Siapa pun tidak akan pernah bisa menaklukkan usia. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa usia itu kuasa Tuhan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa 2/3 serangan

22
stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun. Meskipun demikian, bukan berarti usia muda
atau produktif akan terbebas dari serangan stroke.
b. Jenis Kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke daripada wanita,
yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi. Namun anehnya, justru lebih banyak
wanita yang meninggal dunia karena stroke. Hal ini disebabkan pria umumnya terkena
serangan stroke pada usia muda. Sedangkan, para wanita justru sebaliknya, yaitu saat
usianya sudah tinggi (tua).
c. Garis Keturunan
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan. Dalam hal ini,
hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah menjadi faktor genetik yang
berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat pada pembuluh darah dimungkinkan merupakan
faktor genetik yang paling berpengaruh. Selain itu, gaya hidup dan pola makan dalam
keluarga yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan resiko
stroke.
d. Asal Usul Bangsa
Berdasarkan literatur, bangsa Afrika, Asia, dan keturunan Hispanik lebih rentan
terkena serangan stroke.
e. Kelainan Pembuluh Darah (Atrial Fibrillation)
Kelainan ini adalah suatu kondisi ketika salah satu bilik jantung bagian atas berdetak
tidak sinkron dengan jantung. Akibatnya, terjadi penggumpalan darah yang
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Gumpalan darah tersebut akan terbawa
sampai ke pembuluh darah otak dan menyebabkan stroke. Hasil penelitian
menunjukkan, sebanyak 20% stroke disebabkan oleh kelainan itu. Kelainan pembuluh
darah ini dapat dikontrol dengan obat atau operasi.

Faktor yang Dapat Dimodifikasi


a. Hipertensi
AtrialHipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik
stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke terjadi seiring
dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara
peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat
1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian
stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Indiana Stroke Prevention
Task Force January 2006/ Updated, 2007). Beberapa peneliti melaporkan bahwa
apabila hipertensi tidak diturunkan pada saat serangan stroke akut dapat
mengakibatkan edema otak, namun berdasarkan penelitian dari Chamorro
23
menunjukkan bahwa perbaikan sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh
adanya penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak berkembang sehingga
menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat.

b. Diabetes Melitus
Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan peningkatan
prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah yang abnormal. Pada
tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang Amerika menderita diabetes.
Berdasarkan studi case control pada pasien stroke dan studi epidemiologi prospektif
telah menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko stroke iskemik
dengan risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan
data dari Center for Disease Control and Prevention 1997-2003 menunjukkan bahwa
prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar 9 % stroke terjadi pada pasien dengan
penyakit diabetes pada usia lebih dari 35 tahun.

c. Dislipidemia
Terdapat 4 penelitian case-control yang melaporkan kaitan antara hiperkolesterolemia
dan risiko PIS (perdarahan intraserebral). Odds Ratio keseluruhan untuk kolesterol
yang tinggi adalah 1,22 (95% CI: 0,562,67), di mana penyelidikan terhadap
penelitian kohort melaporkan kaitan antara hiperkolesterolemia dan PIS; semuanya
meneliti kadar kolesterol serum total. Leppala el al. (1999) menemukan RR adjusted
PIS sebesar 0,20 (95% CI: 0,10-0,42) untuk kadar kolesterol > 7,0 mmol/L
dibandingkan dengan kadar kolesterol < 4,9 mmol/L.
d. Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat pertahunnya
diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor resiko) dan 17.800
(setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan bahwa rokok memberikan kontribusi
terjadinya stroke yang berakhir dengan kematian sekitar 12% sampai 14%.

e. Pemakaian Alkohol
Sebuah meta-analisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga 2002 melaporkan
bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol, individu yang mengkonsumsi <
12 g per hari (1 minuman standar) alkohol memiliki adjusted RR yang secara
signifikan lebih rendah untuk stroke iskemik (RR: 0,80; 95% CI: 0,67 hingga 0,96),
demikian juga individu yang mengkonsumsi 12 hingga 24 g per hari (1 hingga 2
24
standar minum) alkohol (RR: 0,72; 95% CI: 0,57). Tetapi, individu yang
mengkonsumsi alkohol > 60 g per hari memiliki adjusted RR untuk stroke iskemik
yang secara signifikan lebih tinggi (RR: 1,69;95% CI: 1,3 hingga 2,1).

f. Obesitas
Sebuah penelitian kohort observasional prospektif terhadap 21.144 lakilaki Amerika
Serikat yang di follow-up selama 12,5 tahun (rerata) untuk kejadian 631 stroke
iskemik menemukan bahwa BMI 30 kg/mm3 berhubungan dengan adjusted relative
risk (RR) sroke iskemik sebesar 2,0 (95% CI: hingga 2,7) dibandingkan dengan laki
laki dengan BMI < 30 kg/mm3.

g. Serangan Iskemik Sepintas (TIA)


Dennis et al. (1989) meneliti risiko stroke rekuren pada pasien dengan TIA dan stroke
minor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko stroke rekuren dan atau kematian
lebih tinggi pada minor ischemic stroke (stroke iskemik ringan) walaupun perbedaan
yang signifikan hanya pada kematian. Perbedaan prognosis yang tampak mungkin
disebabkan karena prognosis yang baik pada pasien dengan amaurosis fugax di antara
pasien dengan transient ischemic attack.

h. Penyakit Jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa,
AF ditemukan pada 11,5% populasi di negaranegara barat dan merupakan salah
satu faktor risiko independen stroke. AF dapat menyebabkan risiko stroke atau emboli
menjadi 5 kali lipat daripada pasien tanpa AF. Kejadian stroke yang didasari oleh AF
sering diikuti dengan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan penurunan kemampuan
fungsi daripada stroke karena penyebab yang lain. Risiko stroke karena AF meningkat
jika disertai dengan beberapa faktor lain, yaitu jika disertai usia > 65 tahun, hipertensi,
diabetes melitus, gagal jantung, atau riwayat stroke sebelumnya seperti yang
dikategorikan dalam CHAD. Pada CHAD umur > 65 tahun, gagal jantung, hipertensi,
dan DM dinilai 1 point setiap kali ditemukan dan riwayat stroke atau emboli
sebelumnya dinilai 2 point.

i. Peningkatan Kadar Hematokrit


Pasien dengan kadar hematokrit tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
infark lakuner, tetapi tidak untuk stroke oleh karena trombus atau emboli atau stroke

25
perdarahan. Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan viskositas darah dan ada
hubungan terbalik antara viskositas dengan aliran darah otak. ADO yang rendah
viskositas yang tinggi berakibat konsumsi oksigen oleh jaringan otak akan berkurang,
dan jelas lebih rendah pada daerah yang disuplai oleh arteriarteri yang kecil yang
tidak memiliki kolateral seperti yang terjadi pada infark lakunar. Dalam penelitian
tersebut juga ditemukan kenaikan hematokrit secara signifikan disertai kenaikan
tekanan darah sistolik.

j. Peningkatan Kadar Fibrinogen


Penelitian metaanalisis (Rothwell., 2004) terhadap 3 penelitian prospektif dengan
5.113 pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di followup selam 5 tahun
mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen pasien di atas median berhubungan dengan
risiko stroke iskemik, dibandingkan dengan kadar fibrinogen yang berada di bawah
median (HR: 1,34; 95% CI: 1,13 hingga 1,60). Terdapat hubungan lebih kuat pada
pasien dengan sindrom lakunar (HR: 1,42; 95% CI: 1,131,78) dibandingkan lakunar
(HR: 1,09; 95% CI: 0,80 hingga 1,49) tetapi hasilnya tidak terlalu signifikan (p =
0,018).

k. Migren
Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam cara yang berbeda.
Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk stroke seperti dalam migrainous
infarction. Nyeri kepala mungkin adalah sebuah gejala dari penyakit serebrovaskuler
dan juga faktor risiko untuk stroke. Banyak gangguan serebrovaskuler seperti
perdarahan serebri, trombosis sinus vena, diseksi arteri karotis atau vertebralis, dan
stroke iskemik yang mungkin muncul dengan atau diikuti nyeri kepala. Konsep stroke
yang dipicu migrain telah digambarkan dengan baik oleh migrainous infarction, yang
telah dijelaskan dengan baik dalam klasifikasi International Headache Society (IHS)
yang telah direvisi, dan mewakili gambaran paling kuat hubungan antara stroke
iskemik dan migren adalah patent foramen ovale (PFO) yang mungkin memainkan
sebuah peranan patogenesis dalam kedua gangguan ini. Hubungan antara migren dan
artery dissection (CAD) dilaporkan di dalam beberapa penelitian terbaru. Migren lebih
sering pada pasien dengan CAD. Hal ini mendukung hipotesis bahwa penyakit
dinding arteri yang mendasari mungkin adalah kondisi menyebabkan predisposisi
untuk migren.

26
Trombosis

Oklusi atherothrombotik dari arteri besar (thrombus ditumpangkan pada arteri


aterosklerotik) adalah penyebab paling umum dari stroke iskemik. Atheromas, terutama
jika ulserasi, predisposisi trombus. Atheromas dapat terjadi di setiap arteri serebral utama
dan umum di daerah aliran turbulen, terutama di bifurkasi karotid. Oklusi trombotik parsial
atau lengkap terjadi paling sering pada bagian utama dari arteri serebri dan cabang-
cabangnya, tetapi juga umum di arteri besar di dasar otak, di arteri perforating dalam, dan
di cabang kortikal kecil. Arteri basilar dan segmen arteri karotid internal antara sinus
kavernosa dan proses supraclinoid sering tersumbat.

Embolisme

Emboli dapat terletak di bagian manapun dari arteri serebri, emboli dapat berasal dari
jantung jika ditemukan:
Fibrilasi atrium
Penyakit jantung rematik (biasanya mitral stenosis)
Pasca-Infark Miokard
Vegetasi di katup jantung pada endokarditis bakteri atau marantic
Katup jantung prostetik

Infark lakunar

Stroke iskemik juga dapat disebabkan oleh infark lakunar. Infark kecil ini ( 1,5 cm)
merupakan hasil dari obstruksi kecil nonatherothrombotic, arteri yang menyuplai struktur
dalam korteks mengalami perforasi; penyebab biasanya adalah lipohialinosis (degenerasi
media arteri kecil dan penggantian oleh lipid dan kolagen). Infark lakunar cenderung
terjadi pada pasien usia lanjut dengan diabetes atau hipertensi yang tidak terkontrol.

Penyebab lainnya

Setiap faktor yang mengganggu perfusi sistemik (misalnya, toksisitas karbon monoksida,
anemia berat atau hipoksia, polisitemia, hipotensi) meningkatkan risiko semua jenis stroke
iskemik. Stroke dapat terjadi di sepanjang perbatasan antara wilayah arteri (waterhed
area); di daerah seperti, suplai darah biasanya rendah, terutama jika pasien mengalami
hipotensi dan / atau jika arteri serebral utama adalah stenosis.

27
Lebih jarang, iskemik hasil stroke dari vasospasme (misalnya, selama migrain, setelah
perdarahan subarachnoid, setelah penggunaan obat simpatomimetik seperti kokain atau
amfetamin) atau trombosis sinus vena (misalnya, selama infeksi intrakranial, pasca
operasi, peripartum, sekunder untuk gangguan hiperkoagulabilitas).
4. KLASIFIKASI STROKE
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan oleh gangguan
pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan trombus atau emboli.
Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan perfusi sistemik yang mengaliri
otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral dan subarakhnoid disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al., 2005). Stroke secara luas
diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik merupakan
80% kasus stroke dan dibagi menjadi aterotrombosis arteri, emboli otak, stroke lakunar,
dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak merupakan 20% sisa penyebab stroke dan
dibagi menjadi perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid, dan hematoma
subdural/ ekstradural.

a. Stroke Hemoragik

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol
di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20%
stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2009). Jenis perdarahan (stroke hemoragik),
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid.
Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry
aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak
atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh
darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma
congenital pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal.

b. Stroke Iskemik

Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya disebabkan


oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan mengganggu atau
memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF). Nilai normal CBF
adalah 5060 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30 ml/100mg/menit. Jika

28
CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi kegagalan homeostasis, yang akan
menyebabkan influks kalsium secara cepat, aktivitas protease, yakni suatu cascade
atau proses berantai eksitotoksik dan pada akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang
terjadi kemudian dapat menyebabkan pelepasan radikal bebas yang akan menambah
kematian sel. Reperfusi juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan
infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara 1530 ml/100mg/menit, keadaan
iskemik dapat dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal.

Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan onset yang
cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung menyebabkan kematian.
Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses trombosis atau emboli yang
menyebabkan iskemia fokal atau global. Oklusi ini mencetuskan serangkaian
kaskade iskemik yang menyebabkan kematian sel neuron atau infark serebri (Adam
et al., 2001; Becker et al., 2006). Aliran darah ke otak akan menurun sampai
mencapai titik tertentu yang seiring dengan gejala kelainan fungsional, biokimia dan
struktural dapat menyebabkan kematian sel neuron yang irreversible .

Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya


a. Stroke trombosis
Stroke trombotik terjadi pada pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya
terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang lebih jarang di pangkal
arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis dan basilaris. Stroke trombotik dapat
dari sudut pandang klinis tampak gagap dengan gejala hilang timbul bergantiganti
secara cepat. Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit perfusi yang dapat
terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat
melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin bergantung pada tekanan
intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan darah tersebut dapat
menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke.

b. Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena
29
biasanya adalah bekuan kecil, fragmenfragmen dari jantung mencapai otak melalui
arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya
tergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan
berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme dapat terurai dan terus
mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejalagejala mereda. Namun, fragmen
fragmen tersebut kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbulkan gejalagejala
fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko yang lebih besar terkena
stroke hemoragik, karena terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah emboli
pertama. Perdarahan tersebut disebabkan karena struktur dinding arteri sebelah distal
dari okulasi embolus melemah atau rapuh karena perfusi. Dengan demikian, pemulihan
tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh
tersebut. Stroke kriptogenik adalah stroke iskemik akibat sumbatan mendadak
pembuluh intrakranium besar tetapi tanpa penyebab yang jelas.

c. Lakunar
Lakunar stroke terjadi pada 13-20% stroke iskemik. Oklusi pembuluh darah biasanya
terjadi pada cabang-cabang dari A. Cerebri Media, A. Lenticulostriata, atau pada
cabang-cabang dari sirkulus Willisi, A. Vertebralis, atau A. Basilaris. Lakunar stroke
biasanya berhubungan dengan orang tua yang memiliki hipertensi kronik.

Klasifikasi Iskemik Serebral

Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak. Perjalanan klinis ini akan dapat
mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu:

1. Transient ischemic Attack (TIA)


Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya berlangsung
kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. TIA sebenarnya tidak
termasuk ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang dari 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)


Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang, hanya saja
waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai 21 hari. Jika
pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya, sehingga pada TIA diagnosis
ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka pada RIND ini ada
30
kemungkinan dokter dapat mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND
membaik dalam waktu 24 - 48 jam. Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic
Neurological Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.

3. Stroke In Evolusion (Progressing stroke)


Pada bentuk ini gejala/ tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang
bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke ditegakkan mungkin
karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau berdasarkan atas
keterangan pasien bila peristiwa sudah berlalu.

4. Complete Stroke Non-Haemmorhagic


Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah
menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologi yang muncul bermacam-macam,
tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi),


stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah).

A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


a. Stroke iskemik
1. Transient Ischemic Attack (TIA) : Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Trombosis serebri : Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat.
Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau
Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini
terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
3. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

b. Stroke hemoragik

31
1. Perdarahan intraserebral : Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang
primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan
oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah
seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular
2. Perdarahan subarakhnoid : Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini
terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau
MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

B. Berdasarkan stadium:
a. Transient Ischemic Attack (TIA) : Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Stroke in evolution
c. Completed stroke

C. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):


1. Tipe karotis
2. Tipe vertebrobasiler

32
5. Patofisiologi

33
34
1) Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada
area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah
ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit
akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar
pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Aliran darah ke otak pada stroke
iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam
keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan sel
lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.

35
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir
(Wahjoepramono 2005). Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi
menjadi dua, yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke
iskemik diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk
membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik
tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.

Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah
akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri
serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri
basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu
misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena
serebralis dan sinus venosus.

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area
yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan
defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20
menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara
komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya
TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga
penderita TIA akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit
neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan
secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap
diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit
(RIND).

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam
aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai
daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik
berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri
basilaris atau pada arteri serebri posterior.

36
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA
sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini
dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya
mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu. Endapan lemak juga bisa
terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang kemudian menyumbat arteri
yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung
atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi
pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup
jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk
jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.

2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik
meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara
bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk
epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan
ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut
ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik.

Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)

Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan


parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah
sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang
disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun,
perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer
serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan
37
terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika
tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya
menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan
pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang
menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah
otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.

Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid
yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy)
melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak
banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor,
peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral. Perdarahan
intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh
penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita
yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh
akan menyerap sisa-sisa darah.

Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid)


diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang
melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan
pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit
kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan
cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum
terjadi pada wanita.

Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,


perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak
diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Perdarahan spontan biasanya
38
diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana
cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.

Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal


antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada
klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri
yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa
kemudian melemah dan pecah.

Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia


daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan
kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Secara umum daerah regional otak
yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di
sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di
luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan
pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan
menyebabkan juga defisit neurologik. Tingkat iskeminya makin ke perifer makin ringan.
Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat
adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-sel otak
berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tak terjadi
reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.

Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel otak. Pertama
proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton
sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik.
Proses kematian kedua adalah proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton sel neuron
mengalami penciutan atau shrinkage tanpa adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis
seluler dipicu oleh exitotoxic injury dan free radical injury akibat bocornya

39
neurotransmitter glutamate dan aspartat yang sangat toksik terhadap struktur sitoskeleton
otak. Demikian pula lepasnya radikal bebas membakar membran lipid sel dengan segala
akibatnya. Kematian Apoptotic mungkin lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade
iskemik yang berlangsung lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion Natrium
dan Kalium, yang diikuti proses depolarisasi membran sel yang berakibat hilangnya
kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan Natrium intraseluler. Ini memicu mitokondria
untuk melepaskan enzim caspase-apoptosis.

Penurunan aliran darah otak

Terdapat dua mekanisme patofisiologi pada iskemik otak yaitu hilang atau
berkurangnya suplai oksigen dan glukosa yang terjadi sekunder akibat oklusi vaskuler,
serta adanya perubahan pada metabolism seluler akibat gangguan proses produksi energi
akibat oklusi sebelumnya

1. Tingkat Kritikal Pertama


Terjadi apabila aliran darah otak menurun hingga 70-80% (kurang dari 50-55ml/100 gr
otak/menit). Menurut Hossman pada keadaan ini respon pertama otak adlaah
terhambatnya sintesa protein karena adanya disagregasi ribosom.

2. Tingkat Kritikal Kedua


Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 50% (hingga 35ml/100gr otak/menit).
Akan terjadi aktivasi glikolisis anaerob adan peningkatan konsentrasi laktat yang yang
selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktat dan edema sitotoksik.

3. Tingkat Kritikal Ketiga


Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 30% (hingga 20ml/100gr otak/menit).
Pada keadaan ini akan terjadi berkurangnya produksi adenosine triphosphate (ATP),
deficit energy, serta adanya gangguan transport aktif ion, instabilitas membrane sel serta
dilepaskannya neurotransmitter eksitatorik yang berlebihan. Pada saat aliran darah otak
mencapai hanya 20% dari nilai normal (10-15ml/100gr otak/menit), maka neuron-
neuron otak mengalami hilangnya gradient ion dan selanjutnya dan selanjutnya terjadi
depolarisasi anoksik dari membrane. Jika jaringan otak mendapat aliran darah kurang
dari 10 ml/ 100gr otak/menit akan terjadi kerusakan neuron yang irreversible secara
cepat dalam waktu 6-8 menit. Daerah ini disebut ischemic core.

Pengurangan O2

40
Dalam Keadaan normal konsumsi oksigen yang biasanya diukur sebagai cereberal
metabolic rate for oxygen (CMRO2) normal 3,5 cc/100gr otak/menit. Keadaan hipoksia
juga mengakibatkan produksi molekul oksigen tanpa pasangan electron.

Kegagalan Energi

Otak hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energy utama. Dengan adanya oksigen,
glukosa dirubah oleh oksigen menjadi ATP. Otak normal membutuhkan 500cc O2 dan 75-
100 mg glukosa setiap menitnya. ATP digunakan sel otak untuk smeua proses yang
membutuhkan energy. Energi yang berasal dari ATP digunakan untuk membuat dan
mempertahankan komponen dan proses sel serta memacu fungsi motor, kognitif, dan daya
ingat.

Pada stroke aliran darah terganggu sehingga terjadi iskemik, yang menghambat
penyediaan glukosa, oksigen dan bahan makanan lain ke sel otak. Hal tersebut akan
menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP, sehingga tidak saja terjadi gangguan
fungsi seluluer, tetapi juga aktivasi berbagai proses toksik. Bila hal ini tidak dikoreksi pada
waktunya, iskemik dapat menyebabkan kematian sel.

Peranan Ca dan Radikal bebas

Masuknya Ca2+ yang berlebihan akan memicu berbagai reaksi di dalam sel karena Ca2+
dapat bergfungsi sebagai second messenger yang akan mengaktifkan transduksi sinyal
intraseluler. Berbagai enzim yang berikatan dengan Ca2+ akan teraktifkan secara terus
menerus dan menimbulkan kerusakan struktur sel.

Peranan Nitrit Oksida

Radikal bebas Nitrit Oksida (NO) dihasilkan 3 jenis isoform nitric oxide synthase (NOS)
yaitu neuronal NOS (nNOS), inducible NOS (iNOS) dan endothelial NOS (eNOS). Peran
NO pada iskemia serebri adalah kompleks. NO dapat memberikan efek protektif maupun
efek merusak pada sel. Dalam keadaan iskemik, NO yang dihasilkan oleh nNOS melalui
aktivasi Ca dapat merusak sel-sel otak melalui reaksi NO dengan superoksida yang
menghasilkan peroksinitrit yang sangat reaktif, sedangkan iNOS yang dihasilkan oleh
makrofag terlibat dalam proses inflamasi dan bersifat sitotoksik yang menyebabkan
kematian sel.

41
Dalam keadaan normal, otak dapat menghasilkan NO yang berperan pada pengontrolan
aliran darah serta mengatur kontraktilitas, perfusi jaringan, trombogenesis dan modulasi
aktifitas neuronal. Pada storke iskemik akut, peningkatan kadar metabolit NO berkorelasi
dengan keparahan kerusakan otak. Meskipun penurunan aliran darah sentral merupakan
faktor utama yang bertanggung jawab terhadap kerusakan nekrotik, faktor lain yang juga
terlibat adalah derajat metabolic, densitas kapiler, ekstoksisitas asam amino dan mungkin
perbedaan dari aktifitas NOS lokal.

Apoptosis

Mitchel (1997) menyebutkan ada 2 pola kematian sel, yaitu :

Nekrosis, paling sering adalah nekrosis koagulatif, terjadi setelah menghilangnya


aliran darah atau karena racun, dan ditandai dengan adanya pembengkakan sel,
denaturasi protein dan kerusakan organela.
Apoptosis, kejadian yang lebih teratur, merupakan kematian yang terprogram dari
pada populasi spesifik dalam keadaan normal seperti embryogenesis.

Patogenesis Stroke Iskemik

Penyebab utama stroke iskemik adalah thrombus dan emboli yang seringkali
dipengaruhi oleh penurunan perfusi sistemik. Thrombus disebabkan oleh kerusakan
pada endotel pembuluh darah, dapat terjadi baik di pembuluh darah besar (large vessel
thrombosis), maupun di pembuluh darah lakunar (small vessel thrombosis). Kerusakan
ini dapat mengaktivasi dan melekatkan platelet pada permukaan endotel tersebut,
kemudian membentuk bekuan fibrin. Penyebab terjadinya kerusakan yang paling sering
adalah aterosklerosis (aterotrombotik). Pada aterotrombotik terbentuk plak akibat
deposisi lipid sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah dan menghasilkan
aliran darah yang turbulen sepanjang area stenosis. Hal ini dapat menyebabkan disrupsi
intima atau pecahnya plak sehingga memicu aktivitas trombosit. Gangguan pada jalur
koagulasi atau trombolisis juga dapat menyebabkan thrombus. Pembentukan thrombus
atau emboli yang menutupi arteri akan menurunkan aliran darah di serebral dan bila ini
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan iskemik jaringan sekitar lokasi
thrombus.

42
Aliran darah tidak memadai dalam arteri otak tunggal sering dapat dikompensasikan
dengan sistem kolateral efisien, terutama antara karotis dan arteri vertebralis melalui
anastomosis di lingkaran Willis dan, pada tingkat lebih rendah, antara arteri utama yang
menyuplai darah ke hemisfer serebri. Namun, variasi normal dalam lingkaran Willis
dan sejumlah pembuluh darah kolateral, aterosklerosis, dan lesi arteri lainnya yang
diperoleh dapat mengganggu aliran kolateral, meningkatkan kemungkinan bahwa
penyumbatan satu arteri akan menyebabkan iskemia otak.

Beberapa neuron mati ketika perfusi adalah <5% dari normal selama >5 menit;
Namun, tingkat kerusakan tergantung pada beratnya iskemia. Jika itu adalah ringan,
kerusakan berlangsung perlahan-lahan; dengan demikian, bahkan jika perfusi adalah
40% dari normal, 3 sampai 6 jam dapat dilalui sebelum jaringan otak benar-benar rusak.
Namun, jika iskemia berat (yaitu, penurunan perfusi) tetap > 15 sampai 30 menit,
semua jaringan yang terkena akan mati (infark). Kerusakan terjadi lebih cepat selama
hipertermia dan lebih lambat selama hipotermia. Jika jaringan iskemik tetapi belum
rusak secara ireversibel, pemulihkan segera aliran darah dapat mengurangi atau
membalikkan cedera. Misalnya, intervensi mungkin dapat menyelamatkan daerah
cukup iskemik (penumbras) yang sering mengelilingi area iskemia berat (daerah-daerah
tersebut ada karena aliran kolateral).

Mekanisme cedera iskemik meliputi edema, trombosis mikrovaskular, kematian sel


terprogram (apoptosis), dan infark dengan nekrosis sel. Mediator inflamasi (misalnya,
IL-1B, tumor necrosis factor-) berkontribusi terhadap edema dan mikrovaskuler
trombosis. Edema, jika berat atau luas, bisa meningkatkan tekanan intrakranial. Banyak
faktor yang dapat berkontribusi untuk kematian sel nekrotik; mereka termasuk
hilangnya penyimpanan ATP, hilangnya homeostasis ion (termasuk akumulasi Ca
intraseluler), kerusakan peroxidative lipid untuk membran sel oleh radikal bebas (iron-
mediated process), neurotoksin eksitatori (misalnya, glutamat), dan asidosis intraseluler
akibat akumulasi laktat.

6. MANIFESTASI KLINIS STROKE

43
Manifestasi klinik pada pasien stroke pada umumnya mengalami kelemahan pada
salah satu sisi tubuh dan kesulitan dalam berbicara atau memberikan informasi karena
adanya penurunan kemampuan kognitif atau bahasa.

Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah bertahuntahun, berupa :

Nyeri kepala saat terjaga, kadangkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala Klinis PIS PSA Iskemik

Defisit local Berat Ringan Berat Ringan

Onset Menit atau 1-2 menit Jam atau hari


jam

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan

Muntah di awal Sering Sering Tidak, kecuali


lesi batang otak

Hipertensi Hampir selalu Dominan Sering


tidak

Kesadaran + + -

Kaku Kuduk -/+ + -

Hemiparesis Sering dari Di awal Sering dari


awal tidak ada awal

Gangguan bicara +/- -/+ ++

LCS Berdarah Berdarah Jernih

Gangguan N.III - +/- -

Gangguan + + +
anggota gerak

44
Manifestasi Klinis Stroke

45
A. Perdarahan Hemmoragic

46
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
a. Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari
80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum
b. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
c. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal / umum.
d. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola
mata menghilang dan deserebrasi
e. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema
dan perdarahan subhialoid.

Perdarahan serebral

Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari
cabang distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul pada saat pasien
melakukan aktifitas. Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat
mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan
bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada
beberapa pasien.

Perdarahan mesensefalon

Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan perdarahan
biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum atau ponds.
Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan
oftalmoplegia juga hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala lain
yang ditimbulkan antara lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar,
reflek extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan
pinpoint pupil.

Perdarahan pons

47
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan masuknya
darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang
hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi
disfungsi sistem otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai
atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.

Perdarahan medula oblongata

Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang
dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening,
muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi
somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus,
disfonia, dan disfagia.

2. Perdarahan subarachnoid (PSA)


a. Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
b. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
c. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
d. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
sampai
beberapa jam.
e. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
f. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan
subarakhnoid.
g. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyakkeringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya :

48
1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa
menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan
cerebrospinal) dari kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam
otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan
resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa
kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa
tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa
menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan
rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa,
vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.

B. Stroke Non-Hemoragik

Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk


mengidentifikasi dasar neuroanatomik dari defisit klinis. Berikut adalah korelasi klinik
anatomik dari stroke iskemik.
1. Arteri serebral anterior
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang termasuk bagian
dari korteks motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki kontralateral dan juga
disebut sebagai pusat inhibisi dan mikturisi kandung kemih. Stroke akibat oklusi arteri
serebral anterior jarang dijumpai bila dibandingkan dengan stroke akibat oklusi arteri
cerebral medial yang menerima aliran darah serebral dalam jumlah besar. Dapat
dijumpai paralisis lengan dan tungkai kontralateral, grasp reflex kontralateral, rigiditas
gegenhalten, abulia, gangguan gait, prespirasi dan inkontinensia urin.

2. Arteri serebral media


Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur subkortikal
dalam. Cabang kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi superior mensuplai
seluruh area korteks motorik dan sensorik dari wajah, tangan, dan lengan Berta area
berbahasa ekspresif (Broca) dari hemisfer dominan. Devisi inferior mensuplai radiasi
49
visual, area berbahasa reseptif (Wernicke) dari hemisfer dominan. Arteri lentikulostriata
yang merupakan cabang dari bagian proksimal arteri cerebral medial mensuplai daerah
basal ganglia dan juga serabut motorik untuk wajah, lengan, tangan, kaki pada genu dan
krus posterior kapsula interna.Arteri serebralis medial adalah arteri yang paling sering
terkena dalam stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang terlibat, bermacam-macam
gambaran klinis dapat terlihat.
Stroke devisi superior
Hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi tidak
pada kaki; hemisensori kontralateral pada area yang sama; tanpa hemianopia
homonim. Kalau area hemisfer dominan terlibat maka selain gambaran diatas juga
disertai dengan afasi broca.
Stroke devisi inferior
Hemianopsia homonim kontralateral; gangguan fungsi sensoris kortikal yang
bermakna seperti grafastesia dan stereognosis pada kontralateral tubuh,
anosognosia, dressing apraxia, konstruksional apraxia. Kalau hemisfer dominan
juga ikut terkena maka dijumpai aplasia Wernicke.

3. Arteri karotis interna


Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung pada
adekuat tidaknya sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat asimptomatik,
sedang yang simptomatik memberikan gejala yang mirip dengan stroke arteri cerebralis
medial walaupun gejala lain mungkin juga timbul.

4. Arteri serebralis posterior


Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi suplai darah
pada korteks cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan rostral otak
tengah. Gambaran klinis berupa hemianopia homonym yang mengenai lapangan
pandang kontralateral. Kalau oklusi terjadi pada level otak tengah, abnormalitas ocular
yang meliputi kelumpuhan pandangan vertical, kelumpuhan nervus okulomotor. Kalau
oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital hemisfer dominan, maka pasien akan
mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan visual agnosia.

5. Arteri Basiler
50
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri basiler
berjalan melalui permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level otak
tengah, kemudian bercabang menjadi arteri serebralis posterior. Cabang-cabang arteri
basiler mensuplai lobus oksipital dan temporal medial, thalamus medial, krus posterior
dari kapsula interna dan keseluruhan batang otak dan serebellum.

Infark lacunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%,
nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam
sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik,
dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

7. DIAGNOSIS STROKE
a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengerti tentang
penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayatmengenai
gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saatserangan, gejala seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan(hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan Fisik
a. Penilaian Respirasi, Sirkulasi, Oksimetri, dan Suhu tubuh.
b. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang,
bruitkarotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif).
c. Pemeriksaantorak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
d. Pemeriksaan neurologis
Derajat Kesadaran
Rangsang selaput otak
Pemeriksaansaraf kranialis
Sistem motorik, sensorik
Sikap dan cara jalan refleks,koordinasi,
Fungsi kognitif.
c. Penilaian Skor
Skor yang dapat digunakan oleh tenaga medis untuk mengarahkan diagnosis
diantaranya :
d. Skala stroke NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)
e. Skor Siriraj
Kesadaran ( x 2,5 ) Siaga 0
Pingsan 1
51
Semi koma, koma 2
Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
Nyeri kepala dalam 2 jam No 0
( x2) Yes 1
Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1

Atheroma markers ( x -3 ) Done 0


Diabetes, angina, claudicatio
intermitten 1
Konstanta 12

Siriraj Stroke Score (SSS):


( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x tekanan
diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12
Interpretasi score :Skor -1 = Infark, 1 = Hemoragik
Poin-poin pada masing-masih gejala klinis tersebut ditambahkan, dan ditemukan hasil
dengan interpretasi < -1 adalah kemungkinan strok non-hemorrhagic, sedangkan pada
skor >1 maka kemungkinan stroke hemorrhagic.

Skor Gajah Mada

52
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI atau CT scan
tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik serta
mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa (kecurigaan stroke luas). Stroke iskemik
adalah diagnosis yang paling mungkin bila CT scan tidak menunjukkan perdarahan, tumor,
atau infeksi fokal, dan bila temuan klinis tidak menunjukkan migren, hipoglikemia,
ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid (Goldszmidt et al., 2009).

Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnosa yang sangat penting
karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana stroke yang diderita oleh
seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi dengan
obat antikoagulan atau antiagregasi platelet. CT scan dibedakan menjadi dua yaitu, CT
scan non kontras yang digunakan untuk membedakan antara stroke hemoragik dengan
stroke iskemik yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan penyebab lain
yang memberikan gambaran klinis menyerupai gejala infark atau perdarahan di otak,
misalnya adanya tumor. Sedangkan yang kedua adalah CT scan kontras yang digunakan
untuk mendeteksi malformasi vaskular dan aneurisme (Lumbantobing., 2001).

53
8. PENATALAKSANAAN STROKE

Terapi Non Farmakologi

Perubahan Gaya Hidup Terapeutik

Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik merupakan
perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua pasien yang berisiko
aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat untuk hipertensi atau
dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan oleh modifikasi diet dan
perubahan gaya hidup lainnya.

2. Aktivitas fisik

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara dengan merokok,
dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan tidak
sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk melakukan aktivitas aerobik sekitar 30-
45 menit setiap hari (Goldszmidt et al., 2011). Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat
meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi kardiovaskular
(jantung). Latihan juga merupakan komponen yang berguna dalam memaksimalkan

54
program penurunan berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih efektif dalam
menurunkan berat badan dan pengendalian metabolisme.

Terapi Farmakologi

Outcome/ goal penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain:

1. mengurangi progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian


2. mencegah komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas permanen
3. mencegah stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung pada jenis stroke yang
dialami (iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada rentang waktu terapi (terapi
pada fase akut dan terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi).

Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang pertama reperfusi yaitu memperbaiki
aliran darah ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki iskemik dengan obat-obat
antitrombotik (antikoagulan, antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi yaitu
pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya area iskemik.

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk pengurangan stroke


iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang direkomendasikan dengan grade A
yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin dengan onset 48 jam.

a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)

Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah, melalui
enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan darah). Akan tetapi, obat ini
mempunyai risiko, yaitu perdarahan. Hal ini disebabkan kandungan terlarut tidak hanya fibrin
yang menyumbat pembuluh darah, tetapi juga fibrin cadangan yang ada dalam pembuluh
darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika diberikan sebelum 3 jam dimulainya gejala
stroke. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan lain, seperti CT scan, MRI, jumlah
trombosit, dan tidak sedang minum obat pembekuan darah.

b. Antiplatelet

The American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA)


merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai terapi pencegahan
stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel maupun extended-release dipiridamol-aspirin
55
(ERDP-ASA) merupakan terapi antiplatelet yang direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008).
Berbagai obat antiplatelet, seperti asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol, tiklopidin, dan
klopidogrel telah dicoba untuk mencegah stroke iskemik. Agen ini umumnya bekerja baik
dengan mencegah pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan konsetrasi prostasiklin.
Proses ini dapat membangun kembali keseimbangan yang tepat antara dua zat, sehingga
mencegah adesi dan agregasi trombosit.

Belum ada data penelitian yang merekomendasikan obat golongan antiplatelet selain dari
aspirin. Aspirin merupakan antiplatelet yang lebih murah, sehingga akan berpengaruh pada
tingkat kepatuhan jangka panjang. Bagi pasien yang tidak tahan terhadap aspirin karena alergi
atau efek samping pada saluran cerna yaitu mengiritasi lambung, dapat direkomendasikan
dengan penggunaan klopidogrel. Klopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan asetosal
dengan penurunan resiko serangan berulang 7,3% lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian asetosal. Kombinasi asetosal dan klopidogrel tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan resiko perdarahan dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan
pemberian tunggal klopidogrel.

c. Pemberian Neuroprotektan

Pada stroke iskemik akut, dalam batasbatas waktu tertentu sebagian besar jaringan neuron
dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut
sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas
metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen selsel neuron. Dengan demikian neuron
terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas
yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron.
Suatu obat neuroprotektif yang menjanjikan, serebrolisin (CERE) memiliki efek pada
metabolisme kalsium neuron dan juga memperlihatkan efek neurotrofik (Sylvia A.P. &
Lorraine M.W., 2006). Beberapa diantaranya adalah golongan penghambat kanal kalsium
(nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor glutamat (aptiganel, gavestinel, selfotel), agonis
GABA (klokmethiazol), penghambat peroksidasi lipid (tirilazad), antibody anti-ICAM-1
(enlimobab), dan aktivator metabolik (sitikolin). Pemberian obat golongan neuroprotektan
sangat diharapkan dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian.

56
d. Pemberian Antikoagulan

Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke pada pasien
dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke atau TIA, resiko
kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang diketahui. Pada percobaan
yang dilakukan Eropa Atrial Fibrilasi Trial (EAFT), dengan sampel sebanyak 669 pasien yang
mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA.
Pasien pada kelompok plasebo, mengalami stroke, infark miokardium atau kematian vaskular
sebesar 17% per tahun, 8% per tahun pada kelompok warfarin dan 15% per tahun pada
kelompok asetosal. Ini menunjukan pengurangan sebesar 53% risiko pada penggunaan
antikoagulan (Fagan & Hess, 2008). Secara umum pemberian heparin, LMWH atau
Heparinoid setelah stroke iskemik tidak direkomendasikan karena pemberian antikoagulan
(heparin, LMWH, atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan
yang serius. Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk pencegahan primer maupun
sekunder pada pasien dengan atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati karena
dapat meningkatkan risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke
iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic atau sebagai pencegahan
dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.

Rehabilitasi Pasca Stroke

Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi, meminimalkan


gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas rehabilitasi stroke dini adalah
pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan penyakit penyerta dan komplikasi.
Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik memilki
prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi berbicara, terapi fisik, dan terapi
occupasional (Aminoff, 2009).

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Iskemik

Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi


mobilitas dan mortalitas stroke. Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi
pada stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah
sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg. Sebagian besar ahli berpendapat obatobat
57
antihipertensi yang ada sebelum serangan stroke diteruskan pada fase awal serangan stroke
dan menunda pemberian obat antihipertensi yang baru sampai dengan 710 hari paska
serangan stroke.

Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau> 110 mmHg bila
akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi
berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain. Jika tekanan sistolik >
230 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 121-140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1-2
menit. Dosis labetalol dapat diulang atau digandakan setiap 1-2 menit sampai tekanan darah
yang memuaskan dapat tercapai atau sampai dosis komulatif 300 mg yang diberikan melalui
teknik bolus mini, setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap 6-8 jam bila diperlukan.

Jika tekanan sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah diatolik 15-120 mmHg,
terapi darurat harus ditunda kecuali ada bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel
jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati
hipertensi dan sebagainya. Jika pengukuran tekanan darah tersebut menetap pada dua kali
pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari
sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang memuaskan selain labetalol adalah nifedipin
oral 60 mg setiap 6 jam atau 6,25-25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak
berhasil atau obat tidak dapat diberikan peroral, maka diberikan labetalol i.v. batas penurunan
tekanan darah sebanyakbanyaknya sampai 20%-25% dari tekanan darah arterial rerata, dan
tindakan selanjutnya ditentukan kasus perkasus.

a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula
58
darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan
insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <
60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg,
diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin
dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).

b. Stroke Hemoragik
59
Terapi umum :

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada
stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau
inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.


Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting,
dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM).

Penanganan Oedem Otak

Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya oedem
otak. Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai
puncaknya 24-96 jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah
otak setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:

60
a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis
0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320
mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena
10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-35
mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan
pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena
disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

Pengobatan Umum

Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:

1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang
timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.

3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru
akan menambah iskemik lagi.

61
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian
infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark
yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube
(NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat Mekanisme Dosis Interaksi Efek Samping


Obat

Tiazid

Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50- Awitan < 5 Retensi cairan dan
sensitive K- 100 mg; IV menit garam,
channels infus; 15-30 hiperglikemia
mg/menit berat, durasi lama
(1-12 jam).

ACEI

Enalaprit ACE inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan < 15 Durasi lama (6


IV selama 15 menit. jam), disfungsi
menit. renal.

Calcium Channel Blocker

Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV, Awitan cepat Bradikardia,


kalsium 2.5 mg/jam tiap (1-5 menit), hipotensi, durasi
Clevidipin
15 menit, tidak terjadi lama (4-6 jam).
Verapamil sampai 15 rebound.
mg/jam. Eliminasi
Diltiazem
tidak
dipengaruhi
62
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.

Beta Blocker

Labetalol Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,


reseptor 1, 1, tiap 10 menit (5-10 menit). hipoglikemia,
2 sampai 300 durasi lama (2-12
mg/hari; infus jam). Gagal
0,5-2 mg/menit. jantung kongestif,
bronkospasme.

Bradikardia, gagal
jantung kongestif.
0,25-0,5 mg/kg
Antagonis IV bolus
Awitan segera,
Esmolol selektif reseptor disusul dosis
durasi singkat
1. pemeliharaan.
< 15 menit.

Alfa Blocker

Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV. Awitan cepat Takikardia, aritmia.


reseptor 1, 2. (2 menit),
durasi singkat
(10-15 menit)

Vasodilator Langsung

Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum sickness-


dengan bolus (sampai like, drug-induced
mobilisasi 40 mg). lupus, durasi jam
kalsium dalam (3-4 jam), awitan
otot polos. lambat (15-30
menit)

Thiopental Aktivasi 30-60 mg IV. Awitan cepat Depresi miokardial


63
reseptor GABA (2 menit),
durasi singkat
(5-10 menit).

Awitan segera,
Blockade 1-5 mg/ menit durasi singkat Bronkospasme,
ganglionik. IV (5-10 menit) retensi urin,
Trimetafan
siklopegia,
midriasis
Awitan < 15
Hipokalemia,
menit, durasi
Agonis DA-1 takikardia,
10-20 menit.
dan reseptor alfa bradikardia.
0,001- 1,6
Fenoldipam 2 Awitan segera,
g/kg/ menit Keracunan sianid,
durasi singkat
Nitrovasodilator IV; tanpa bolus vasodilator serebral
(2-3 menit)
(dapat
0,25-10/ kg/
mengakibatkan
menit IV.
Sodium peningkatan
Nitroprusid tekanan
intracranial) refleks
takikardi.

Produksi
methemoglobin,
reflek takikardia.

Awitan 1-2
menit, durasi
3-5 menit.
Nitrovasodilator
5-1000
g/kg/menit IV
Nitrogliserin

Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut


64
A. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase Mekanisme:
mengaktifkan plasmin dan menyebabkan melisiskan tromboemboli. Penggunaan t-PA
sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut. Catatan:
tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko perdarahan.
B. Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin yang masih
merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-
aspirin, jika alergi atau gagal maka diberikan clopidogrel, dan jika gagal juga :
tiklopidin
C. Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial Agen:
heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH),
heparinoids warfarin

9. PENCEGAHAN STROKE
1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang
bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat
menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan
billboard.
2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat
bebas stroke, antara lain:
Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan

65
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
4. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan
pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier
dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan
diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi
wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
Rehabilitasi Fisik Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang
dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi
masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot,
duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di
tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational
Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan
buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan

66
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
Rehabilitasi Mental Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi
sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita
perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan
psikiater atau ahki psikologi klinis.
Rehabilitasi Sosial Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk
membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas
senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai
layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

10. KOMPLIKASI STROKE

a. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu
kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130)
tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam.
Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan
ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke
bahkan sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.

b. Komplikasi Kronik

67
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, infeksi
saluran kemih, inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Deep Vein Thrombosis (DVT)
Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah penggumpalan
darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam. Kondisi ini umumnya
muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat di bagian paha dan betis. Tubuh
yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama menyebabkan darah
cenderung berkumpul pada tungkai bawah, seperti pada betis dan paha.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.

11. PROGNOSIS STROKE

Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik.
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan,
33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan
stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma
hematoma > 3 cm umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya
bersifat lethal. Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung
keparahan gangguan neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu
prognosis buruk.

68
DAFTAR PUSTAKA

Baehr M, Frotscher M. Duus. 2005. Topical Diagnosis in Neurology. 4 th revised edition :


New York
Caplan LR. 2000. Caplans Stroke: A Clinical Approach. 3rd ed. Butterworth-Heineman:
Boston.
Cotran RS. 2000. Robbins pathologic basic of disease. 4t ed. Philadelphia: WB Saunders
Gunawan , Sulistis Gan et all. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI : Jakarta.
Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Pres : Yogyakarta.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke : Jakarta.
Lumbantobing. 2016. Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI : Jakarta.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
FKUI Jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta.

Martono, Hadi. Strok Dan Penatalaksanaannya Oleh Internis. Dalam: Sudoyo A, setyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 5.
Jakarta: InternaPublishing 2009: 892-897.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Putz, R. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Sobotta. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI : Jakarta

69
70

Anda mungkin juga menyukai