Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RSAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA

Nama : Jerry Berlianto Binti TandaTangan


NIM : 11.2017.078 ...............................
Topik : Anestesi Umum
DokterPembimbing : dr. Chripinus Adisuryo, Sp. An ...............................

A. IDENTITAS
Nama : Nn. RN
Usia : 21 tahun
No.CM : 015172
Jenis Kelamin : Perempuan
Rawat Inap : Cendrawasih
Alamat : Jl. Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur
Diagnosis pre operasi : Soft tissue tumor axilla sinistra
Jenis Operasi : Eksisi FAM
Jenis Anestesi : General Anestesi
Tanggal masuk : 19-02-2019
Tanggal Operasi : 20-02-2019

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada hari rabu tanggal 20 Februari 2019 Pukul 09.00 di
ruang persiapan pra operasi RSAU dr. Esnawan Antariksa.

Keluhan utama : Benjolan di ketiak kiri

1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di ketiak kiri yang membesar sejak 1
bulan yang lalu. Benjolan sudah ada sejak 1 tahun yang lalu, tetapi terasa membesar
sejak 1 bulan terakhir. Nyeri tekan (+), benjolan dapat digerakkan dan tidak tampak
merah.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien memiliki riwayat gastritis. Pasien tidak memiliki riwayat asma, tidak
memiliki riwayat hipertensi, tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, tidak
memiliki riwayat penyakit jantung, tidak memiliki riwayat penyakit hepar maupun
penyakit kelainan darah, serta keganasan. Riwayat alergi obat dan makanan juga
disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dalam keluarga, pasien mengakui tidak ada riwayat penyakit diabetes mellitus,
tidak ada yang menderita penyakit jantung, tidak ada yang menderita asma, serta
riwayat anggota keluarga dengan pendarahan sulit berhenti, tumor atau kanker, dan
penyakit menurun lainnya tidak ada.

Riwayat Operasi, Anestesi, Pengobatan, Kebiasaan, dan Alergi :


Pasien mengatakan tidak pernah menjalani operasi sebelumnya. Pasien tidak
merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras dan tidak sedang mengkonsumsi
obat-obatan, baik yang diresepkan tenaga medis maupun atas inisiatifnya sendiri.
Pasien juga tidak mengkonsumsi jamu maupun minuman/obat herbal lainnya.
Pasien menyangkal riwayat alergi, termasuk alergi obat, mencakup bersin atau gatal
terhadap debu atau makanan tertentu, dan terhadap obat-obatan.

Persiapan Pre Operasi


Anamnesis ( 20 Februari 2019)
A (Allergy) : Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan.
M (Medication) :-
P (Past Illnes) :-
L (Last Meal) : Puasa mulai 00.00 WIB (6 - 8 jam sebelum operasi)
E (Environment) : Diaxila anterior kiri tampak benjolan, dapat digerakan (+), nyeri
tekan (+), konsistensi lembek, tidak tampak merah.

C. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular, kuat angkat
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,5  C
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 162 cm
Keadaan gizi : Baik

4. Status generalis

Kepala : Normocefali
Mata : RC +/+ isokor Ø 3mm, CA-/- SI-/-
Telinga : liang lapang, tidak tuli
Hidung : simetris, rhenorea -/-
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)
Gigi geligi : Utuh, gigi palsu (-)
Leher : Simetris, massa (-), Nyeri (-)
Thorax : Bentuk normal, Retraksi sela iga (-), saat palpasi di axilla sinistra
tampak benjolan, dapat digerakan (+), nyeri tekan (-), konsistensi
lembek, tidak tampak merah.
Paru- Paru
Pemeriksaan Paru DEPAN BELAKANG
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan

3
dinamis dinamis
Palpasi Kiri Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Kanan Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Batas paru-hati : ICS V linea
midclavicula dekstra,
Peranjakan hepar 2 jari.
Auskultasi Kiri Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
Wheezing (-/-) Rhonki (-/-) Wheezing (-/-) Rhonki (-/-)
Kanan Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
Wheezing (-/-) Rhonki (-/-) Wheezing (-/-) Rhonki (-/-)

Jantung
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra
Perkusi Batas atas : ICS II linea sternal sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Batas kiri : ICS V, 1cm medial linea midclavidula sinistra
Auskultasi Bunyijantung I-II, murni dan regular pada semua katup

Abdomen
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Distensi abdomen (-), scar (-), benjolan (-), tidak tampak kelainan.
Palpasi Nyeri tekan (-), defanse muscular (-), massa (-)
Hati : tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : ballotement (-), nyeri ketok CVA (-), bimanual (-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal 12 kali permenit, supel, tidak terdapat kelainan.
Punggung
Struktur tulang normal, ruam (-), deformitas (-), tidak ada kelainan pada tulang
belakang, CVA (-).

Anggota gerak
Ekstremitas atas : Sensorik dan motorik dalam batas normal, Edema tangan (-/-),
akral hangat, sianosis tangan dan kaki (-/-),CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Sensorik dan motorik dalam batas normal, Edema kaki (-/-),
akral hangat, sianosis tangan dan kaki (-/-),CRT < 2 detik

Genital dan colok dubur (atas indikasi)


Tidak dilakukan pemeriksaan karena tidak ada indikasi.

5. Status lokalis
 Axilla sinistra : Tampak benjolan, dapat digerakan (+), nyeri tekan (-),
konsistensi lembek, tidak tampak merah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Februari 2018

Darah Rutin Hasil Satuan


Hemoglobin 14.7 g/dL
Leukosit 6.72 103/µL
Hematokrit 43.4 %
Trombosit 331 103/µL
Eritrosit 5.34 M/uL

D. KLASIFIKASI STATUS FISIK

ASA kelas I

5
E. DIAGNOSA KERJA

Fibroadenoma Mamae

F. RENCANA TINDAKAN BEDAH

Eksisi Fibroadenoma Mamae

G. RENCANA TINDAKAN ANASTESI

Rencana dilakukan anastesi umum

H. TATA LAKSANA BEDAH

1. Pro Eksisi FAM


2. IVFD RL 20 tetes/menit
3. Konsul anestesi

I. TATA LAKSANA ANESTESI

PREOPERASI
1. Memastikan identitas pasien sesuai dengan yang tertulis pada rencana operasi
2. Memastikan pasien sudah mengenakan pakaian operasi dan penutup kepala
3. Memastikan kapan terakhir kali pasien makan
4. Menanyakan apakah ada alergi obat atau makanan
5. Menanyakan apakah ada riwayat asma
6. Menanyakan apakah ada riwayat penyakit kronis atau sistemin lainnya
(hipertensi, diabetes mellitus, dll)
7. Menanyakan apakah pasien memiliki kelainan tulang belakang
8. Menanyakan apakah pasien memakai gigi palsu atau gigi goyang, kacamata,
lensa kontak atau alat bantu dengar
9. Lakukan pemeriksaan fisik dan sesuaikan jika ada hasil dari pemeriksaan
penunjang ( CT scan, USG, MRI, dll)
10. Memastikan atau memasang IV line yang lancar
INTRA OPERASI
1. Lama pembiusan : 45 menit
2. Lama pembedahan : 30 menit

Tindakan anestesi
Jenis anestesi : Anestesi Umum
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Lama puasa 6-8 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e. Posisi terlentang
f. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
g. Infus RL 20 tetes/menit

2. Di ruang operasi
a. Jam 09.35 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang.
Premedikasi dengan pemberian fentanyl 50 mcg.
b. Jam 09.40 dilakukan premedikasi dengan fentanyl 100 mcg dan induksi
dengan propofol 100 mg dan notrixum 10 mg segera kepala diekstensikan,
Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan nasal endotrakheal tube no.6,5 dan
Guedel, balon ET dikembangkan. Setelah terpasang baik dihubungkan
dengan mesin anestesi untuk mengalirkan N2O : O2 = 3 L : 2 L permenit.
c. Jam 09.45 dialirkan volutail berupa Sevofluran 3 vol %,
d. Jam 09.50 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 15 menit. Infus RL
500 cc.
e. Jam 09.55 Injeksi ketorolac 30 mg , injeksi Ondansetron 4 mg, infus RL 500
cc.
f. Jam 10.10 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery.

7
Monitoring Selama Anestesi

Jam Tensi Nadi SpO2 Keterangan


09.35 134/67 70 100% Masuk ruang operasi, infuse RL 500 cc, injeksi
fentanil 50 mcg
09.40 130/75 64 100% Injeksi fentanyl 100 mcg, propofol 100 mg,
Notrixum 10 mg
09.45 120/62 64 100% sevoflurane 3%
09.55 125/64 80 100% Infus RL 500 cc, ketorolac 30 mg, ondancetron 4
mg
10.10 105/66 80 100% Operasi selesai, pindah ke RR

POST OPERASI
Post Anesthesia Care Unit (PACU)
Keluhan :-
Tekanan darah : 105/66 mmHg
Suhu : 36,8°C
Pernafasan : Spontan, 18x/menit
Nadi : 80x/menit
Aldretescore :
Kesadaran :2
Respirasi :2
Sirkulasi :2
Warna kulit :2
Aktivitas :2
Total : 10
VAS :0

INSTRUKSI PASCA ANESTESI


Pasien dirawat di RR dalam posisi supine, oksigen 3 liter/menit, awasi respirasi,
nadi, tensi tiap 15 menit. Bila tensi turun dibawah 90/60, berikan kristaloid atau
ephedrine 10 mg. Bila muntah, berikan ondansetron 4 mg. Bila kesakitan, berikan
ketorolac 15 mg. Infus RL dan NaCl 1500 cc/24 jam dengan tetesan 18 tetes per menit.
Setelah sadar, pasien di rawat di ruang perawatan sesuai dengan bagian operator. Bila
aldrette skor > 8 dan VAS < 3 , dipindah ke ruang perawatan.

Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruang perawatan.


1. Awasi keadaan umum, perdarahan, selama 2 jam post operasi.
2. Cek darah rutin & elektrolit dan dikoreksi bila perlu.
3. Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh makan dan minum
secara bertahap.
4. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.

PEMBAHASAN

Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang) didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I yaitu pasien
sehat baik secara organik, fisiologik, psikiatrik, maupun biokimia.
Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat
proses anestesi selama pembedahan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan selama masa pembiusan. Refleks laring mengalami penurunan selama
anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas
merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.Untuk
meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu
sebelum induksi anestesia.
Tindakan premedikasi sendiri, yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi
anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat
anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi
cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.
Pada keluhan pasien jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan
preparat opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular, fentanyl 50 microgram, ataupun

9
morfin. Sedangkan untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi berupa ondansentron 2 -4 mg iv.
Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik
digunakan dalam eksisi adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih
adalah teknik balance anesthesia, nafas kendali dengan nasootracheal tube nomor 6,5.
Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu
dilakukan pemasangan nasotrakeal tube.
Ektubasi dapat segera diberikan setelah spontan normal kembali dengan
volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit untuk mencegah
hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi
obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin
(prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03
mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi,
keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur,
sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02
mg/kg.
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering
digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini
diberikan propofol 100 mg iv.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan
dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan
adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan
saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-
mioklonik, epistotonus, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.
Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang.
Sungkup ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu ditahan atau sedikit ditarik ke
belakang ( posisi kepala ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar.
Pengikat sungkup muka ditempatkan dibawah kepala. Jika pernafasan masih tidak
lancar dicoba mendorong kedua pangkal rahang ke depan dengan jari manis dan tengah
tangan kiri. Kalau perlu dengan kedua tangan kita yaitu dengan kedua ibu dan telunjuk
jari yang memegang sungkup muka dan dengan jari-jari yang lain menarik rahang ke
atas. Tangan kanan kita bila brbas dapat memegang balon pernafasan dari alat anestesi
untuk membuat pernafasan ( menekan balon sedikit bila pasien melakukan ispirasi).
N2O mulai diberikan 3 L dengan O2 2 L /menit untuk memperdalamkan anestesi,
bersamaan dengan ini sevo dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit ( sesudah setiap
5-10 kali tarik nafas) dinaikkan dengan 1% sampai 3 atau 4 % tergantung reaksi dan
besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata ( bola mata
menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika
stadium anestesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukkan pipa
orofaring. Isoflurane kemudian dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum
operasi selesai. Selesai operasi N2O dihentikan dan pasien diberi O2 100% beberapa
menit mencegah hipoksia.
Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + sevoflurane. Oksigen
diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya
kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat
dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh
tubuh.
Sebelum operasi selesai pada pasien ini diberikan analgetik ketorolac 30 mg
dan antiemetik ondansetron 4 mg. Pemberian ketorolac pada pasien ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri pasca pembedahan, dan ondansetron diberikan dengan tujuan
mengurangi mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan dengan kerja di sentral.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah
pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. RR terletak berdekatan
dengan ruang operasi sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang memerlukan
pembedahan ulang tidak akan mengalami kesulitan. Pada saat di RR, dilakukan
monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen,
EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena
kesakitan atau karena hipoksia (TD turun, nadi cepat, misalnya karena
hipovolemik). Bila kesakitan harus diberikan analgetik seperti petidin 15-25 mg IV,
tetapi kalau gelisah karena hipoksia harus diobati sebabnya, misalnya dengan
menambah cairan elektrolit ( RL ), koloid ( dextran), darah. Oksigen selalu diberikan

11
sebelum pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelem
sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas
normal.Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor
Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh dan visual analog scale kurang dari tiga. Sedangkan
pada pasien diatas, didapatkan skornya Alderete 10 dan VAS 0, sehingga pasien dapat
dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai