Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ODS MIOPIA ASTIGMATISMA COMPOSITUS

Pembimbing:

dr. Moch. Soewandi, Sp.M

Disusun Oleh:

Jerry Berlianto Binti

11.2017.078

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 30 SEPTEMBER 2018 – 03 NOVEMBER 2018

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

2018

1
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: 29 Oktober 2018
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA

Nama : Jerry Berlianto Binti Tanda Tangan


NIM : 11.2017.078
Periode : 1 Oktober 2018 s/d 3 November 2018
Tanda Tangan
Dokter Pembimbing/Penguji : dr. Moch. Soewandi, Sp.M

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. WD
Umur : 16 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ciliwung RT/RW 007/007
Tanggal Pemeriksaan : 29 Oktober 2018

II. ANAMNESIS
Allo-anamnesis tanggal : 29 Oktober 2018

Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan dan kiri buram sejak satu bulan SMRS.

Keluhan Tambahan
Penglihatan mata kanan dan kiri berbayang

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien An. W usia 16 tahun datang ke poliklinik Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa
dengan keluhan kurang lebih satu tahun yang lalu, penglihatan mata kanan dan kiri OS
buram saat melihat papan tulis. OS mengatakan penglihatannya kurang jelas apabila melihat
benda-benda yang jauh dan cenderung suka menyipitkan mata saat melihat benda yang jauh.
OS mengatakan tidak pusing. OS memiliki kebiasaan membaca komik sambil tidur terlentang
dan senang bermain game di telepon genggam. OS mengatakan tidak memiliki kebiasaan
membaca di tempat yang remang-remang. OS tidak memeriksakan matanya karena dirasa
masih dapat membaca tulisan di papan tulis sedikit-sedikit dengan menyipitkan matanya
Satu bulan terakhir, penglihatan mata kanan dan kiri OS bertambah buram serta
berbayang.. OS merasa kesulitan untuk melihat benda-benda yang jauh. OS masih sering
bermain game di telepon genggamnya sampai saat ini. OS mengatakan jarang menggunakan
komputer. Keluhan mata merah tidak ada, pusing tidak ada, mata sering berair tidak ada,
nyeri pada mata tidak ada, gatal pada mata tidak ada, silau terhadap sinar tidak ada, mata
seolah melihat pelangi tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 Ibu OS juga menggunakan kacamata

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,5 ‘C

3
B. Status Opthalmologis

KETERANGAN OD OS
1. VISUS

Visus 5/60 6/24f

Koreksi S-1.00C-1.25X160 6/6f S-1.00C-1.25X30 6/6f

Addisi - -

Distansia Pupil 64 mm

Kacamata Lama - -

2. KEDUDUKAN BOLA MATA Simetris

Eksoftalmus -

Enoftalmus -

Deviasi -

Gerakan Bola Mata Bebas kesegala arah, nyeri gerak (-)

3. SUPERSILIA Tidak ada kelainan

Warna Hitam

Simetris +

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema - -

4
Nyeri Tekan - -

Ektropion - -

Entropion - -

Blefarospasme - -

Trikiasis - -

Sikatriks - -

Punctum lakrimal - -

Fissura palpebra - -

Tes Anel - -

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis - -

Folikel - -

Papil - -

Sikatriks - -

Hordeolum - -

Kalazion - -

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret - -

Injeksi Konjungtiva - -

Injeksi Siliar - -

Perdarahan Subkonjungtiva - -

Pterigium - -

5
Pinguekula - -

Nevus Pigmentosa - -

Kista Dermoid - -

7. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik - -

Nyeri Tekan - -

8. KORNEA`

Kejernihan Jernih Jernih

Infiltrat - -

Edema - -

Ulkus - -

Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hyfema - -

Hipopion - -

10. IRIS

Hipopion - -

Kripte - -

6
Sinekia - -

Koloboma - -

11. PUPIL

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ± 3 mm ± 3 mm

Reflek Cahaya Langsung + +

Reflek Cahaya Tidak Langsung + +

12. LENSA

Kejernihan Jernih Jernih

Letak Di tengah Di tengah

Tes Shadow - -

13. BADAN KACA

Kejernihan Reflex fundus + Reflex fundus +

14. FUNDUS OCCULI

Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rasio Arteri:Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C/D Rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Makula Lutea Reflex Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tensi Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Baik kesemua Baik kesemua


arah arah

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Autorefraktometri
- Trial lens

V. RESUME
OS datang dengan keluhan satu bulan terakhir, penglihatan mata kanan dan kiri
OS bertambah buram serta berbayang.. OS merasa kesulitan untuk melihat benda-benda
yang jauh. OS masih sering bermain game di telepon genggamnya sampai saat ini. OS
mengatakan jarang menggunakan komputer. Keluhan mata merah tidak ada, pusing tidak
ada, mata sering berair tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, gatal pada mata tidak ada,
silau terhadap sinar tidak ada, mata seolah melihat pelangi tidak ada. Visus OD: 5/60
dikoreksi OD: S-2.50C-1.25X160 6/6f OS: 6/24f dikoreksi OS: S-1.00C-1.25X30 6/6f,
dengan distansia pupil 64 mm.

VI. DIAGNOSIS KERJA


ODS Miopia Astigma Compositus

8
VII. DIAGNOSIS BANDING
-

VIII. PENATALAKSANAAN

- Non medika mentosa


 Pemberian kacamata lensa sferis negatif dan silinder negatif
Mata OD OS
S - 2.50 - 1.00
C - 1.25 axis 160o - 1.25 axis 30o
Pupil distant 64 mm
Lensa Single Focus
 Edukasi pasien untuk terus menggunakan kacamata kecuali tidur atau mandi
 Kontrol kembali apabila kurang nyaman

- Medika mentosa
(tidak ada)

PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Quo Ad Vitam ad bonam ad bonam
Quo Ad Fungsionam ad bonam ad bonam
Quo Ad Sanationam ad bonam ad bonam

9
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu
titik di depan retina. Miopia berasal dari bahasa yunani “ muopia” yang memiliki arti
menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah “nearsightedness. Astigmat adalah suatu keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam
mata tidak terpusat pada satu titik saja. Astigmat merupakan kelainan pembiasan mata yang
menyebabkan bayangan penglihatan pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari
bidang sudut. Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan ke retina tetapi di dua garis
titik api yang saling tegak lurus. Astigmat Myopicus Compositus yaitu dimana sinar-sinar
sejajar yang masuk ke bola mata dibiaskan oleh media refrakta dalam sumbu orbital akan
terbentuk fokus bayangan dua titik di depan retina semua. Astigmatisme jenis ini, titik fokus
dari daya bias terkuat berada di depan retina, sedangkan titik fokus dari daya bias terlemah
berada di antara titik A dan retina.
Fisiologi Penglihatan Normal
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya
dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous, lensa, dan humor vitreus. Kedua,
akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek
yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil
agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila
cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu
pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah
objek yang sedang dilihat. Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera
fotografi biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah
(pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2)
perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara humor
aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan
posterior lensa dan humor vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda,
indek bias udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40,

10
dan humor vitreous 1.34. Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar
dan bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan
skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan
sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm
di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya
bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea.
Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks
bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal bersinggungan
dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-
kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan
kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab
dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang
tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena
lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya
“akomodasi”. Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh
lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di
retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap
benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina,
karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

Gambar 1. Perbedaan Indeks Bias


Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat. Proses ini mirip dengan
proses yang terjadi dalam sebuah kamera saat digunakan untuk memotret. Gelombang cahaya
masuk melewati sejumlah lensa kamera yang kemudian memfokuskan gambar yang kita
potret serta memproyeksikannya ke permukaan film. Pada mata kita, yang berfungsi sebagai
film adalah retina. Saat mata kita melihat suatu benda, mata kita menerima cahaya yang
dipantulkan oleh benda tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata yang memfokuskan

11
gambar dan memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang. Retina merupakan
lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya. Bagian retina yang dapat menerima dan
meneruskan detil-detil gambar disebut macula. Macula tersusun dari lapisan-lapisan sel yang
dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls elektrokimia. Informasi ini kemudian dikirim
ke syaraf optik yang akan meneruskannya ke otak yang kemudian memprosesnya sehingga
dapat mengenali gambar tersebut. Itulah cara kita melihat sesuatu. Sel-sel yang menyusun
retina pada mata kita terdiri dari sel-sel berbentuk batang (rod), kerucut (cone), dan sel-sel
ganglia. Total sel yang berbentuk batang dan kerucut bisa mencapai jumlah 125 juta sel.
Semuanya berfungsi sebagai sensor cahaya atau photoreceptor. Rasio perbandingan rod dan
cone bisa mencapai 18 banding 1 (rod lebih banyak dari cone). Rod merupakan sel-sel yang
paling sensitif karena walaupun hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu partikel
foton) sel-sel ini masih tetap dapat mendeteksinya. Sel-sel ini juga dapat memproduksi
gambar hitam-putih tanpa memerlukan banyak cahaya. Cone baru berfungsi saat ada cukup
cahaya, misalnya saat siang hari atau saat kita sedang menyalakan lampu yang terang di
dalam ruangan. Cone berfungsi untuk memberikan kita detil-detil obyek beserta warnanya.
Informasi-informasi yang diterima sel-sel rod dan cone ini kemudian dikirimkan ke sel-sel
ganglia (ada sekitar satu juta sel) dalam retina. Ganglia inilah yang kemudian mengartikan
informasi tersebut dan mengirimkannya ke otak dengan bantuan syaraf optik. Penglihatan
binokular adalah kesinkronan penglihatan dengan kedua mata. Penglihatan binokular ini lebih
bersifat stereoskopis dan 3-dimensi. Banyak faktor juga turut mempengaruhi bagaimana
seorang manusia mempersepsikan apa yang dilihatnya. Misalnya ukuran benda, cahaya di
sekitarnya, intervensi cahaya lain, panjang dan ukuran bayangan, aspek perspektif, sudut
pandang, akomodasi mata, dan usaha konvergensi penglihatan (agar benda yang dilihat
tampak jelas). Faal penglihatan yang optimal dicapai seseorang apabila benda yang dilihat
oleh kedua mata dapat diterima setajam-tajamnya oleh kedua fovea, kemudian secara
simultan dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan
tunggal. Faal penglihatan optimal seperti tersebut di atas, yang terjadi pada semua arah
penglihatan disebut sebagai penglihatan binokular yang normal. Faal penglihatan yang
normal dapat membedakan bentuk, warna dan intensitas cahaya. Visus yang normal dapat
terjadi apabila disertai fiksasi dan proyeksi yang normal pula. Seorang bayi yang baru lahir,
hanya dapat membedakan gelap dan terang, belum ada daya fiksasi. Perkembangan fovea
sentralis terbaik terdapat pada umur 3-6 bulan setelah lahir. Bila setelah berumur 6 bulan bayi
masih terdapat kelainan deviasi, harus segera diberi tindakan dengan maksud untuk mendapat

12
pembentukan visus yang baik dan juga mempertinggi kemungkinan hasil fungsional untuk
melihat binokular yang baik.
Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, diperlukan persyaratan utama, berupa:
1. Bayangan yang jatuh pada kedua fovea sebanding dalam ketajaman maupun ukurannya,
hal ini berarti bahwa tajam penglihatan pada kedua mata tidak terlalu berbeda sesudah
koreksi dan tidak terdapat aniseikonia, yang baik disebabkan karena refraksi maupun
perbedaan susunan reseptor.
2. Posisi kedua mata dalam setiap arah penglihatan adalah sedemikian rupa sehingga
bayangan benda yang menjadi perhatiannya akan selalu jatuh tepat pada kedua fovea.
Posisi kedua mata ini adalah resultante kerjasama seluruh otot-otot ekstrinsik pergerakan
bola mata.
3. Susunan saraf pusat mampu menerima rangsangan yang datang dari kedua retina dan
mensintesa menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.
Apabila salah satu dari ketiga persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akan
timbul keadaan penglihatan binokuler yang tidak normal.
Etiologi
1. Miopia
Berdasarkan penyebabnya dikenal dua jenis myopia, yaitu:
 Myopia aksial, adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih
panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang
fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu
orbita > 22,6 mm.
 Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;
1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.
2. Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena
bolamata sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi.
3. Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan oleh
seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga
terjadi regangan pada bolamata. 2
 Myopia refraktif, adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias
media refrakta.

13
Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa
macam sebab, antara lain :

1. Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).


2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga bentuk
lensa kristalinaa menjadi lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini
biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal (imatur).
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada
penderita diabetes melitus). 2
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya myopia, antara lain:
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang
dari normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang
lebih panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih
besar (70% – 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling
kecil adalah Afrika (10% – 20%).
3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat
memperbesar resiko myopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan
penerangan yang kurang memadai.2
2. Astigmat
Penyebab terjadinya astigmatismus adalah :
a. Kornea
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah
kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya
adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena
perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter
anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi
karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan
kornea serta akibat pembedahan kornea.3
b. Lensa Kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin
juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus yang terjadi
karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatismus lentikuler.3

14
Klasifikasi
Klasifikasi Miopia
 Menurut perjalanan myopia:
1. Myopia stasioner, myopia simpleks, myopia fisiologis
Myopia yang menetap setelah dewasa.
2. Myopia progresif
Myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
3. Myopia maligna, myopia pernisiosa, myopia degenerative
Myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina
atau kebutaan.2
 Menurut klinis:
a. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang
terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu
tinggi.
b. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi
terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah
pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya,
sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi myopia.
c. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang
memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena
memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya
dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa
koreksi.
d. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive
myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu.
e. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh
pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa, dan sebagainya.

15
 Menurut derajat beratnya miopi
a. Ringan : lensa koreksinya < 3,00 Dioptri
b. Sedang: lensa koreksinya 3,00 – 6,00 Dioptri.
c. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini rawan
terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
 Menurut umur
a. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
b. Youth-onset myopia (< 20 tahun)
c. Early adult-onset myopia (20-40 tahun)
d. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). 2
Klasifikasi Astigmatisme
Berdasarkan letak titik astigmatismus.3
a. Astigmatisme regular.
Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian - meredian utamanya (meredian di
mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bolamata), mempunyai arah
yang saling tegak lurus. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°, maka
daya bias terlemahnya berada pada meredian 180°, jika daya bias terkuat berada pada
meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada meredian 135°. Astigmatisme jenis
ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan
yang lain. Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

16
1) Astigmatisme With The Rule.

Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian horisontal.
Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis vertikal atau Cyl + pada axis
horisontal.

2) Astigmatisme Against The Rule


Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian vertikal.
Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis horisontal atau dengan Cyl + pada
axis vertikal.

Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias terkuat akan
disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan disebut titik B.
Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan dalam 5
jenis, yaitu :

17
a) Astigmatismus Myopicus Simplex.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y
atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

b) Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl
+Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

c) Astigmatismus Myopicus Compositus.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -
X Cyl -Y.

18
d) Astigmatismus Hypermetropicus Compositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.

e) Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -
Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular ini juga dibedakan menjadi
3 jenis, yaitu:

1. Astigmatisme Simetris.
Astigmatisme ini, kedua bolamata memiliki meredian utama yang deviasinya simetris
terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenali adalah axis cylindris mata kanan dan
kiri yang bila dijumlahkan akan bernilai 180° (toleransi sampai 15°), misalnya kanan
Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X135°.

19
2. Astigmatisme Asimetris.
Jenis astigmatisme ini meredian utama kedua bolamatanya tidak memiliki hubungan
yang simetris terhadap garis medial. Contohnya, kanan Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -
0,75X100°.

3. Astigmatisme Oblique.
Adalah astigmatisme yang meredian utama kedua bolamatanya cenderung searah dan
sama - sama memiliki deviasi lebih dari 20° terhadap meredian horisontal atau
vertikal. Misalnya, kanan Cyl -0,50X55° dan kiri Cyl -0,75X55°.

b. Astigmatisme Irregular.
Bentuk astigmatisme ini, meredian - meredian utama bolamatanya tidak saling
tegak lurus. Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidakberaturan
kontur permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya
kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bolamata atau pun lensa mata (misalnya
pada kasus katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan
lensa kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan
memberikan hasil akhir yang setara dengan tajam penglihatan normal.

Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh ketidakberaturan kontur


permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar,
yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan
operasi (LASIK, keratotomy).

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :


1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus
rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan
pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.

20
Gejala Klinis
1. Miopia
Gejala subyektif:
 Kabur bila melihat jauh.
 Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
 Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi), astenovergens.
Gejala obyektif:
Myopia simpleks:
 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil syaraf optik.
 Myopia patologik:
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
1. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan
kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia.
2. Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke
seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
3. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid. 4
2. Astigmat
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala
sebagai berikut:

21
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya pende-rita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.4
Diagnosis
Pemeriksaan Untuk Kelainan Refraksi
 Uji pinhole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan
retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti
pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman
pennglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau
pun retina yang menggangu penglihatan.
 Uji Refraksi
Refraksi Subyektif:
- Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih
dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata.
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis
positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif

22
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif
memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
lakukan uji pengaburan (fogging technique.)5
Contoh Perhitungan Ukuran kacamata:

Seseorang dapat normal melihat benda di titik dekat (pp = 25 cm), tetapi
mengalami kelainan pada lensa mata, dimana ia hanya mampu melihat benda paling
jauh pada jarak 2 meter. Agar penglihatannya normal, orang tersebut ditolong dengan
kacamata. Perhitungan ukuran kacamata yang dipakai sbb:

Jarak terjauh obyek/benda yang mampu dilihat 2 meter, sehingga jarak


bayangan pada kacamata harus berada -2 meter (bayangan maya berjarak 2 m) S1 = -
2m

P=-0,5 D

Kacamata yang dipakai berkekuatan/daya -0,5 Dioptri

 Refraksi Obyektif
Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh
alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa
detik.

23
Gambar 8. Automated refractometer. Diunduh dari www.shin-
nippon.jp

Gambar 9. Hasil automated refractometer. www.shin-nippon.jp

 Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan
dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen,
misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring
astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90
derajat yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa
silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif
ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya
dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa
silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen
dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.

24
Gambar 10. Kipas astigmat. http://www.aoa.org/
Dioptri adalah ukuran kekuatan lensa yang diturunkan dari metode aljabar kalkilasi
optis.
Penatalaksanaan
Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan
refraksi atau mencegah jangan sampai menjadi parah.3

- Koreksi lensa
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu
diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila
permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia,
kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di
depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia
ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa
kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai
memberikan tajam penglihatan yang terbaik.
Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi
dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -
3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.3

25
- Obat -obatan
Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan siklopentolat setiap hari
secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari myopia pada anak-anak usia kurang
20 tahun. 1
- Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari
satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari respon
individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan myopia sampai
dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan
dalam penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6
bulan pertama dari program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar
memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea
secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman dengan
prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level dasar,
pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah
umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.
Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah secara
maksimal sesuai standarnya. Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi dari
pada permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan myopia hingga 2.00
dioptri. Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam, dapat mengurangi permukaan
kornea yang tidak rata. Orthokeratology adalah penampilan yang umum pada anak muda
walaupun menggunakan lensa yang kaku tetapi dapat mengontrol myopia, lensa kontak
yang permeable pada anak-anak menjadi pilihan yang disukai.
Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata)
permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis
bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif
untuk ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk
(selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa kontak
tersebut.
Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang
tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan
memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea
tertutup rata dan terisi oleh film air mata.5

26
Lensa kontak merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft contact lens)
atau rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan kornea. Lensa kontak
menmberikan koreksi penglihatan yang lebih baik dibanding kacamata. Lensa kontak
dapat diresepkan untuk mengoreksi miopia, hiperopia, astigmatisma, anisometropia,
anisokonia, afakia, setelah operasi katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau
rigid gas permeable lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa
kontak toric yang memiliki kirvatura berbeda yang disatukan pada permukaan depan
lensa dapat diresepkan untuk mengoreksi astigmatisma. 6

Gambar 11. Perbedaan soft contact lens dan RGP. Diunduh dari: http://www.allaboutvision.com/contacts/

Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang dapat


menyebabkan hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah tarsal
papillary conjunctivitis dan perubahan bulbar conjunctival, epithelial keratopathy, corneal
neovascularization, nonmicrobial infiltrates, dan corneal warpage. Perubahan endotel dapat
terjadi termasuk polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi densitas sel
endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea juga pernah dilaporkan. Gejala
klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan oksigen ke kornea penting diperhatikan terutama
pada pasien dengan kelainan refraksi tinggi akibatnya lensa kontak yang dipakai lebih tebal
dan lebih berpotensi menimbulkan masalah.

1. Soft Contact Lens


Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate dan plastik fleksibel serta
30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm dan menutupi seluruh kornea. lensa ini dapat
digunakan untuk miopia dan hiperopia. Karena lensa ini mengikuti lengkung kornea maka
tidak dapat dipakai untuk mengoreksi astigmatisma yang lebih dari astigmatisma
minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft contact lens lebih gampang dipakai dan
jarang kemasukan benda asing antara pada ruang lensa dan kornea serta adaptasinya juga
cepat. 6

27
Gambar 12 soft contact lens.diunduh dari: http://www.davidorf.com/los-angeles/latest-
news.htm

2. RGP (rigid gas permeable) lens


Lensa RGP terbuat dari fluorocarbon dan campuran polymethyl methacrylate.
Diameternya 6.5-10 mm in diameter dan hanya menutupi sebagian kornea mengapung di
atas lapisan air mata. Lensa RGP memberikan penglihatan yang lebih tajam dibanding
soft contact lens, pertukaran oksigen yang lebih baik sehingga dapat mencegah infeksi
dan gangguan mata lain. Durasi pemakaian lensa RGP dapat lebih lama dibanding soft
contact lens. Lensa RGP disesuaikan ukurannya pada setiap mata dengan lebih tepat dan
teliti. Kerugiaannya adalah lensa RGP kurang nyaman dibanding soft contact lens dan
masa adaptasinya yang lebih lama. Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti
keratoconus dimana terdapat irregularitas bentuk kornea yang tidak dapat dikoreksi soft
contact lens. 6,12Lensa kontak toric dipakai untuk mengoreksi astigmat. Lensa ini memiliki
dua power untuk sferis dan silindris. Agar berada pada posisi yang tepat dan stabil
biasanya lensa ini lebih berat dan memiliki penanda di bawah. 6

Gambar 13. Lensa kontak toric. Diunduh dari: http://www.davidorf.com/los-


angeles/latest-news.htm
3. Gabungan
Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft contact lens dan RGP yang
memadukan keuntungan keduanya yakni lebih mudah dipakai dan pertukaran oksigen
yang baik.

28
Gambar 15. Lensa kontak gabungan soft contact lens dan RGP
Diunduh dari: http://ads.allaboutvision.com/
- Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
 Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian
yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan
tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun
pengalaman beberapa orang menjalani radial keratotomy menunjukan penurunan
myopia, sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat
menurunkan pengguanaan lensa kontak.5
Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal
dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata,
kadang-kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang
terbaik, meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan
perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan
atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul
lebih awal dari pada gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan
struktur dari bola mata. 5
 Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6
(20/20) setelah dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam
penglihatan yang terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan

29
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat
diprediksi dari pada radial keratotomy.
- Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik)
Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk membentuk kurva kornea
dengan membuat slice (potongan laser) pada kedua sisi kornea.

Daftar Pustaka

1. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
4. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction,
New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
5. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
6. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pm
centrez. 30 oktober 2018.

30

Anda mungkin juga menyukai