Skleritis
Disusun oleh:
Silvie Anastasya G
40621222026
Pembimbing:
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
……………….
Pembimbing: dr. Nanda Lessi, Sp.M
…………………………………………
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Ciawi, 10 Desember 1969
Agama : Islam
Alamat : Kp. Pasanggrahan
Tanggal pemeriksaan : 16 Februari 2024
II. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 16 Februari 2024 pukul 10.00 WIB
di poli Mata RSUD Ciawi
Keluhan Utama :
Mata kanan merah
Keluhan Tambahan : nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 4 bulan yang lalu,
mata merah dirasakan hilang timbul, sudah pernah berobat ke dokter mata
lalu kambuh lagi, keluhan disertai nyeri pada mata kanannya, pasien
mengeluhkan nyerinya tidak tertahankan dan memberat pada malam hari,
saat pasien bangun tidur serta saat menggerakan mata.
Riwayat Penyakit dahulu :
Riwayat HT (-), asma (-), DM (-). Riwayat alergi disangkal. Riwayat nyeri
sendi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak memakai obat apapun sebelum berobat ke RSUD Ciawi.
GCS : E4 V5 M6 15
Suhu : 36,6oC
Telinga-Hidung-Mulut
Normotia, sekret (-/-)
Thorax : Jantung
BJ I& II regular, murmur (-), gallop (-)
Thorax : Paru
SNV (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen
Supel (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Edema -/-, CRT <2 detik, akral hangat
Status Ophtalmologi
KETERANGAN OD OS
VISUS
Koreksi - -
Addisi - -
Pupilary distance - -
Kacamata lama - -
Eksoftalmus - -
Endoftalmus - -
Deviasi - -
SUPERSILIA
Edema - -
Nyeri tekan - -
Ektropion - -
Entropion - -
Blefarospasme - -
Trikiasis - -
Sikatriks - -
Fissure palpebral - -
Hiperemis - -
Folikel - -
Papil - -
Sikatriks - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret - -
Injeksi konjungtiva + -
Injeksi siliar + -
Injeksi episklera - -
Chemosis - -
Pterygium - -
Pinguekula - -
Nevus pigmentosus - -
Kista dermoid - -
SKLERA
Ikterik - -
Nyeri tekan - -
KORNEA
Sensibilitas + +
Infiltrat - -
Keratik presipitat - -
Sikatriks - -
Ulkus - +
Perforasi - -
Arcus senilis + +
Edema - -
Hifema - -
Hipopion - -
Efek tyndall - -
IRIS
Kripta - -
Sinekia - -
Koloboma - -
PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Ukuran 4 mm 5 mm
LENSA
Test shadow - -
BADAN KACA
FUNDUS OCCULI
Ekskavasio - -
Eksudat - -
Perdarahan - -
Sikatriks - -
Ablasio - -
PALPASI
Nyeri tekan + -
Massa tumor - -
Tensi occuli - -
KAMPUS VISI
OD
IV. Resume
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 52 tahun dengan keluhang
dengan keluhan mata kanan merah sejak 4 bulan yang lalu, mata merah
dirasakan hilang timbul, sudah pernah berobat ke dokter mata lalu kambuh
lagi, keluhan disertai nyeri pada mata kanannya, pasien mengeluhkan
nyerinya tidak tertahankan dan memberat pada malam hari, saat pasien
bangun tidur serta saat menggerakan mata.
Riwayat HT (-), asma (-), DM (-) dan alergi pada pasien dan keluarga
disangkal. Riwayat nyeri sendi (-)
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan dan penyakit yang serupa.
Pasien sudah tidak memakai obat apapun sebelum berobat ke RSUD Ciawi.
C Jernih Jernih
I Coklat Coklat
L Jernih Jernih
Badan kaca Jernih Jernih
Fundus Baik Baik
Palpasi NT (+) Baik
Tes konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
V. Saran Pemeriksaan Penunjang
● CBC
● Rheumatoid Factor
VI. Diagnosis Kerja
Skleritis OD
IX. Prognosis
OD OS
Dubia ad
Ad Functionam Bonam
Bonam
Dubia ad
Ad Sanationam Bonam
Bonam
Bab II
Tinjauan Pustaka
Definisi
Skleritis merupakan proses peradangan pada sklera, yang melibatkan lapisan yang
lebih dalam dan mempunyai manifestasi klinis lebih berat dibanding epskleritis.
Skleritis dapat terlokalisir, nodular, atau difus, dan dapat melibatkan segmen
anterior dan atau posterior. Keterlibatan segmen anterior bermanifestasi sebagai
mata merah dan nyeri hebat, sedangkan skleritis posterior tanpa keterlibatan
anterior tidak terlihat merah dan dapat nyeri ataupun tidak.
Epidemiologi
Insidensi skleritis diperkirakan 3,4 – 4,1 kasur per 100.000 orang dan prevalensi 5,2
kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat. Skleritis lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada laki-laki dengan rata-rata usia 45-53 tahun.
Etiologi
Skleritis biasanya disebabkan oleh adanya kelainan atau penyakit sistemik.
Beberapa penyakit sistemik yang berkaitan dengan episkleritis adalah rheumatoid
arthritits, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, gout, atopi, pasca herpes, sifilis.
Kadang-kadang dapat disebabkan oleh tuberkulosis, bakteri (pseudomonas),
sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. Patofisiologi skleritis
berhubungan dengan kemampuan mengekspresikan HLA, meskipun belum di
pahami dengan baik. Degradasi fibril kolagen sklera akibat proses enzimatik serta
invasi sel radang ke sklera memiliki peran penting dalam patofisiokogi skleritis,
kondisi ini sering kali merupakan bagian dari suatu kondisi sistemik berkaitan
dengan vaskulitis, yang didasari oleh reaksi imun tiper kompleks. Kasus skleritis
mempunyai kemungkinan 25-50% untuk mempunyai penyakit sistemik yang
mendasari inflamasi pada sklera, dan skleritis paling banyak ditemukan menyertai
penyakit reumatik. Pada 1/3 pasien dengan skleritis difus/nodular, dan 2/3 pasien
dengan skleritis nekrotikans, dideteksi juga adanya penyakit autoimun jaringan ikat.
Klasifikasi
Skleritis diklasifikasikan berdasarkan lokasi (anterior atau posterior) dan
karakteristik inflamasinya (difus, nodular atau nekrotikans).
a. Skleritis Anterior
a. Skleritis anterior difus: Hal ini ditandai dengan peradangan luas
pada bagian anterior sklera. Ini adalah bentuk skleritis anterior yang paling
umum dan juga paling jinak.
b. Skleritis anterior nodular: Tipe ini ditandai dengan satu atau lebih
nodul meradang yang bersifat eritematosa, tidak dapat digerakkan, dan
nyeri tekan pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus berkembang menjadi
skleritis nekrotikans.
c. Skleritis anterior nekrotikans dengan peradangan: Bentuk ini
sering menyertai kelainan pembuluh darah kolagen sistemik yang serius
termasuk artritis reumatoid. [4] Nyeri pada kondisi ini biasanya sangat
parah, dan kerusakan pada sklera sering kali terlihat jelas. Skleritis anterior
nekrotikans dengan peradangan kornea juga dikenal sebagai
sklerokeratitis. Skleritis anterior nekrotikans adalah bentuk skleritis paling
parah dan paling umum dengan komplikasi yang mengancam penglihatan
dan mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen.
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
Skleritis muncul dengan warna ungu kebiruan yang khas dengan edema dan
dilatasi sklera.
Pemeriksaan dalam cahaya alami: berguna dalam membedakan perbedaan warna
halus antara skleritis dan episkleritis.
Pada biomikroskopi slit-lamp: pembuluh darah sklera yang meradang sering kali
memiliki pola bersilangan dan melekat pada sklera. Pembuluh darah ini tidak
dapat digerakkan dengan aplikator berujung kapas, yang membedakan pembuluh
darah sklera yang meradang dengan pembuluh darah episkleral yang lebih
superfisial. Cahaya bebas merah dengan slit lamp juga menonjolkan visibilitas
pembuluh darah dan area nonperfusi kapiler. Akhirnya, pembuluh darah
konjungtiva dan superfisial dapat memucat dengan 2,5-10% fenilefrin namun
pembuluh darah dalam tidak terpengaruh. Bola mata juga sering kali lembut untuk
disentuh.
b. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk mencari penyakit sistemik yang mendasari (penyakit autoimun
jaringan)
• Pemeriksaan darah perifer lengkat
• Laju endap darah
• CRP
• Fungsi hati dan ginjal
• Kadar asam urat
• Foto thorax
• ANA test
• Anti dsDNA
• Rheumatoid factor
• Serologi sifis; VDRL/TPHA
Tatalaksana
Prinsip pengobatan skleritis adalah sistemik, dan hendaknya melibatkan bidang ilmu
kesehatan mata dan reumatologi.
• obat anti inflamasi nonsteroid sistemik (NSAID. Obat ini sangat efektif pada
skleritis nodular dan difus dan biasanya diresepkan setidaknya selama 1 minggu.
• Deteksi penipisan sklera memerlukan penggunaan pelindung mata pada mata
yang terkena untuk mengurangi risiko perforasi. Pastikan pelindung mata tidak
menyentuh kelopak mata atau bola mata. Tempelkan selotip dari dahi ke
zygoma. Jika pelindung mata tidak tersedia, gunakan cangkir kertas atau
polistiren, asalkan cukup besar untuk menutupi mata tanpa memberikan tekanan
berlebihan pada bola mata.
• Pengobatan skleritis memerlukan terapi imunomodulator setelah diagnosis pasti
ditegakkan. Prednison oral dosis tinggi digunakan terutama pada skleritis
nekrotikans dan skleritis nonnekrotikans parah.
• Imunosupresif digunakan sebagai tambahan ketika steroid saja gagal
mengendalikan perkembangan penyakit dan termasuk siklosporin, azathioprine,
siklofosfamid, dan metotreksat. Semakin banyak bukti yang mendukung peran
rituximab dalam penyakit yang sulit disembuhkan.
• Meskipun terapi steroid topikal biasanya gagal, terapi ini dapat dianggap sebagai
pengobatan lini pertama untuk skleritis anterior nonnekrotikans, terutama pada
kasus di mana kemungkinan komplikasi dari terapi steroid sistemik atau NSAID
tinggi.
• Sangatlah penting untuk menentukan tujuan terapi karena, kegagalan terapi
dapat menyebabkan perburukan penyaki, seperti bentuk nodular menjadi
nekrotikans, berikan alternatif terapi jika tidak ada respons setelah pemberian
terapi awal selama 2-3 minggu.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding skleritis adalah episkleritis, konjungtivitis, keratokonjungtivitis
sicca, plak hialin pada sklera, stafiloma sklera anterior, uveitis anterior, hemangioma
konjungtiva, ulkus mooren, PUK.
Komplikasi
Komplikasi skleritis cukup sering terjadi, termasuk diantaranya adalah:
• Keratitis perifer
• Uveitis
• Katarak
• Glaukoma
• Penipisan sklera
• Skleritis posterior: Kehilangan penglihatan permanen disebabkan oleh atrofi
saraf optik dan kerusakan makula yang ireversible
Prognosis
Prognosis visual relatif baik untuk pasien dengan skleritis ringan atau sedang yang
merespon dengan baik terhadap perawatan medis yang tepat dan pengelolaan kondisi
sistemik yang mendasarinya. Kasus nekrotikans dan skleritis posterior menimbulkan
risiko kehilangan penglihatan yang lebih tinggi karena peradangan dan keterlibatan
struktur mata lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP, editors. Buku Ajar
Oftalmologi. 1st ed. Universitas Indonesia; 2020.
2. Simakurthy S, Tripathy K. Endophthalmitis. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 [cited 2023 Oct 5].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559079/
3. Salmon JF, Kanski JJ. Kanski’s clinical ophthalmology: a systematic
approach. 9th edition. Erscheinungsort nicht ermittelbar: Elsevier; 2020.
941 p.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New
Age International; 2007.