Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ULKUS KORNEA

Disusun oleh :
Adeirma Suriyani Y. Pasau
C014172112

Supervisor :
dr. Ratih Natasha Maharani, Sp. M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Adeirma Suriyani Y. Pasau


NIM : C014172112

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul “Ulkus Kornea” dalam
rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 24 Juni 2019


Supervisor,

dr. Ratih Natasha Maharani, Sp. M, M.Kes

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I LAPORAN KASUS
1.1.Data Identitas Pasien ...............................................................................
1.2.Anamnesis ...............................................................................................
1.3.PemeriksaanFisis .....................................................................................
1.4.Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................
1.5.Diagnosis .................................................................................................
1.6.Tatalaksana..............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi dan Fisiologi
2.2.Definisi
2.3.Epidemiologi
2.4.Etiologi
2.5.Patogenesis Ulkus Kornea
2.6.Klasifikasi
2.7.Manifestasi Klinis
2.8.Diagnosis
2.9.Penatalaksanaan
2.10. Komplikasi
2.11. Diagnosis Banding
2.12. Prognosis
BAB II KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1.Data Identitas Pasien


 Nama : An. VN
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 13 tahun (03-04-2006)
 Pekerjaan : Pelajar
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Teuku Umar, Makassar
 Status : Belum menikah
 No. RM : 121936
 Tanggal/Jam Masuk : 19 Juni 2019/11.00 WITA

1.2.Anamnesis
Keluhan Utama : Bercak putih pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin :
Seorang pasien remaja perempuan usia 13 tahun datang dengan keluhan timbul
bercak putih berupa titik kecil pada mata kanan sejak 4 hari lalu. Titik-titik putih
tersebut dirasakan makin hari makin luas sehingga berbentuk bulat. Timbulnya
bercak putih tersebut disertai dengan mata kanan yang memerah, air mata berlebih,
kotoran mata berlebih, silau, nyeri dan penglihatan mata kanan yang kabur.
Pasien ada riwayat menggunakan lensa kontak sejak 5 hari lalu, dengan
penggunaan sering dibuka-pasang. Pasien belum pernah konsultasi ke dokter untuk
keluhannya. Tidak ada riwayat menggunakan kacamata sebelumnya. Tidak ada
riwayat alergi, operasi mata, trauma mata maupun penyakit mata lain sebelumnya.
Tidak ada riwayat keluhan yang sama dalam keluarga.

1.3.Pemeriksaan Fisis
 Status Generalis
 Keadaan Umum : Sakit Sedang

1
 Gizi : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
 BB/TB : 45 kg/155 cm
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg  Respirasi : 22 x/menit
 Nadi : 80 x/menit  Suhu : 36,5oC
Kepala
 Wajah : Ekspresi normal, deformitas (-), simetris antara kiri dan kanan
 Mata :
OD : Edema palpebra (+), Silia sekret (+), konjungtiva hiperemis (+), mixed
injection (+), kornea tampak ulkus pada sentral dan parasentral,
fluoresens (+), hipopion setinggi 2 mm (+), detail lain sulit dievaluasi
OS : Segmen anterior bola mata batas normal

2
 THT : Deformitas (-/-), Tophus (-/-), Septum deviasi (-/-), Faring tidak
hiperemis, Lidah kotor dengan tepi hiperemis (-)
 Leher : Pembesaran Kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-),
JVP R+2 cmH2O, trakea di midline
Thorax
 Inspeksi : Normochest, simetris kiri kanan saat statis maupun dinamis
 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris
 Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax, batas paru hepar sesuai
 Auskultasi : Vesicular, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi Jantung I/II regular, murmur (-)
Abdomen
 Inspeksi : Datar, mengikuti gerak napas, tidak ada scar dan tanda inflamasi
 Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
 Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Ekstremitas
 Inspeksi : Tidak ada scar dan tanda inflamasi, edem (-), petekie (-)
 Palpasi : Akral dingin (-), CRT < 2 detik, edem (-)

 Status Oftalmologi

Ocular Dextra Ocular Sinistra


1/300 Visus 20/20
Tidak Dilakukan Koreksi Tidak Dilakukan

2
Tidak Dilakukan Skiascopi Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan Sensus Coloris Tidak Dilakukan
Intak Bulbus Oculi Intak
Tidak Dilakukan Parese/Paralyse Tidak Dilakukan
Sekret (+) Supercilia Sekret (-)
Edem (+) Palpebra Superior Edem (-)
Edem (+) Palpebra Inferior Edem (-)
Hiperemis (+) Conjunctiva Palpebralis Hiperemis (-)
Hiperemis (+) Conjunctiva Fornices Hiperemis (-)
Hiperemis (+) Conjunctiva Bulbi Hiperemis (-)
Intak Sclera Intak
Keruh, melting ulcer Cornea Jernih
Hipopion 2 mm Camera Oculi Anterior VH4
Sulit Dinilai Iris Cokelat
Sulit Dinilai Pupil Bulat
Sulit Dinilai Lensa Jernih
Sulit Dinilai Fundus Refleks +
Sulit Dinilai Corpus Vitreum Dalam Batas Normal
Tn Tensio Oculi Tn
Tidak Dilakukan System Canalis Lacrimalis Dalam Batas Normal
Tidak Ada Lain-lain Tidak Ada

1.4.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Tunggu Hasil
Fluorosens : Positif (+)

3
Scrapping Cornea : Bakteri Gram Negatif (Coccus)

Radiologi :-

1.5.Diagnosis : ULKUS KORNEA OCULAR DEXTRA CUM HIPOPION

1.6.Tatalaksana :

Non-Farmakologi :

 Jaga kesbersihan sekitar mata

 Mata tidak digaruk atau digosok

Farmakologi

 IVFD Ringer Laktat 16 Tetes/Menit

4
 Ceftriaxone 750 mg/12 jam/Intravena

 Dexametason 2,5 mg/8 jam/Intravena

 Ketorolac 15 mg/8 jam/Intravena

 Ranitidin 25 mg/12 jam/intravena

Topikal

 Levofloxacin eye drop, 1gtt/jam/OD

 Tobramycin eye drop, 1 gtt/jam/OD

 Tropin 1% eye drop, 1 gtt/12jam/OD

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan Fisiologi


Kornea adalah media refrakta utama pada mata manusia dan bersama dengan
sklera menjadi lapisan terluar dari bola mata. Lapisan ini dikenal dengan nama tunika
fibrosa dengan fungsi utamanya sebagai pelindung untuk struktur dalam bola mata
terhadap trauma mekanik, kimiawi dan termasuk infeksi. Kornea adalah lapisan
transparan avaskuler yang bersama-sama dengan tear film menjadi lapisan refraktif
paling anterior pada mata. Kornea memiliki kekuatan sekitar dua pertiga untuk fungsi
refraktif mata (40-44 dioptri) dengan indeks bias kornea sekitar 1,376.1,2
Kornea secara horizontal berbentuk oval, berukuran 11-12 mm secara horizontal
dan 9-11 mm secara vertikal. Diameter kornea berkisar antara 11,04-12,50 mm pada
pria dan 10,7-12,58 mm pada perempuan. Kornea berbentuk cembung dan asferis,
dengan kelengkungan anterior adalah 7,8 mm dan kelengkungan posterior sekitar 6,5
mm. Pada mata normal, ketebalan kornea sentral berkisar antara 551 hingga 565 μ
dan ketebalan kornea perifer berkisar antara 612 hingga 640 μ. Ketebalan ditemukan
menurun dengan bertambahnya usia.1,2

a. Tear Film Pre Kornea

6
Tear film menutupi permukaan anterior kornea, sedangkan permukaan
posteriornya bersentuhan dengan humor aquous. Tear film membentuk
mekanisme pertahanan yang penting terhadap infeksi mikroba. Ketebalannya
sekitar 7 μm dan memiliki volume 6,5 ± 0,3 μl. Tear film terdiri dari sebuah
lapisan lipid di luar (0,1 μm), lapisan air di tengah (7 μm) dan lapisan musin di
dalam (0,02 hingga 0,05 μm) . Tear film menjaga permukaan kornea tetap lembab
dan mencegah infeksi mikroba. Defisiensi tear film pre-kornea dapat
mempengaruhi terjadinya infeksi pada kornea. Lebih dari 98% volume air mata
adalah air.Tear film memiliki banyak zat penting seperti elektrolit, glukosa,
imunoglobulin, laktoferin, lisozim, albumin dan oksigen. Selain itu juga memiliki
banyak zat aktif secara biologis seperti histamin, interleukin, prostaglandin, dan
faktor pertumbuhan.Beberapa dari faktor-faktor ini memodulasi migrasi epitel
kornea, proliferasi dan diferensiasi.2

b. Epitelium
Epitel kornea memiliki ketebalan 50-90 μm dan terdiri dari lima hingga tujuh
lapisan bertingkat, skuamosa dan sel-sel yang tidak keratin. Ini mewakili 10% dari
total ketebalan kornea. Sel-sel epitel kornea dapat diklasifikasikan dalam tiga
kategori, yaitu sel skuamosa superfisial, sel middle wing dan sel basal pada
lapisan paling dalam.2
 Sel Skuamosa Superfisial
Sel superfisial atau skuamosa membentuk 1-2 lapisan terluar dari epitel kornea.
Sel skuamosa superfisial merupakan lapisan tertua sel epitel dan akan hancur dan
luruh ke dalam tear film dengan proses deskuamasi. Sel-sel ini memiliki proyeksi
mikroskopis (mikrovili, retikulasi, microplicae) dan glikokaliks fibrillar
berinteraksi dengan tear film berlendir. Epitel akan beregenerasi kira-kira setiap
7 hingga 14 hari. Sel-sel superfisial terhubung satu sama lain oleh desmosom dan
kompleks junctional. Kompleks ini terdiri dari tight junctions, yang mengelilingi
keseluruhan sel, dan menahan aliran cairan melalui epitel permukaan.2
 Sel Middle Wing

7
Lapisan tengah epitel kornea terdiri dari sel-selwing, yang memiliki lateral,
seperti sayap tipis ekstensi yang berasal dari badan sel yang lebih bulat. Sel-sel
yang berdekatan bergabung dengan desmosomal junction dan gap junction.2
 Sel Basal
Sel basal berbentuk kuboid hingga berbentuk kolumnar dan berdiameter 8- 10
μm. Di posterior, sel-selnya rata dan didukung oleh lamina basal.Sel basal aktif
secara metabolik dan membelah sehingga menimbulkan sayap dan sel-sel yang
dangkal.Sedangkan epitel kornea berperan sebagai pelindung terhadap
mikroorganisme dan benda asing. Konea memiliki beberapa permeabilitas
terhadap molekul kecil termasuk glukosa, natrium oksigen dan karbon dioksida.2

c. Membran Basal
Sel-sel basal epitel kornea melekat oleh hemi-desmosom ke membran
basement, yang terletak antara epitel kornea dan membran bowman dan
mengandung kolagen tipe IV dan tipe VII serta glikoprotein. Lapisan basement
dari epitel kornea memiliki dua bagian: Lamina lucida (superfisial) dan Lamina
densa (dalam).2

d. Membran Bowman
Membran Bowman adalah membran seperti zona aseluler. Tebalnya 8- 14 μm
dan memiliki banyak pori sebagai jalur saraf kornea menuju ke epitel. Membrane
bowman mengandung kolagen tipe I dan III.2

e. Stroma Kornea
Tebal strooma kornea sekitar 500 μm dan membentuk 90% ketebalan kornea,
terletak di antara membran bowman dan membran descemet (Gbr. 1.2). lapisan
Ini terdiri dari lamella yang terbentuk dari bundel kolagen yang pipih, keratosit
stroma dan bahan-bahan dasar seperti keratan sulphate. Komponen struktural
utama stroma kornea adalah kolagen (tipe I sebagai konstituen utama, sedangkan
yang lain adalah koagen tipe III dan VI). Terdapat 200- 250 bundel fibril kolagen.
Serat kolagen tersusun secara teratur, sejajar dengan permukaan kornea. Susunan

8
dan jarak yang sama dari serat kolagen membentuk fraksi tiga dimensi, yang
bertanggung jawab atas kemampuan kornea untuk menyebar 98% dari sinar
cahaya yang masuk. Lamella pada bagian posterior stroma memiliki orthogonal
layering, yaitu bundel berada di sudut yang tepat satu sama lain. Di sepertiga
anterior stroma, lamella memiliki lapisan yang lebih miring. Glikosaminoglikan
primer stroma adalah keratin sulfat dan kondroitin sulfat, yang terjadi pada rasio
3: 1.Stroma lamelar disekresi dan dikelola oleh fibroblas stroma yang disebut
keratosit, yang menempati 3-5 % dari volume stroma. Mereka bertanggung jawab
atas pemeliharaan komponen stroma dan mensintesis enzim degradatif kolagen
seperti matrix metalloproteases (MMPs) .MMP sangat penting dalam patogenesis
keratitis ulseratif perifer. MMP akan menumpuk di air mata dan memicu respon
autoimun yang melibatkan jaringan okular. Keratosit menjalani diferensiasi
seluler sebagai respons terhadap cedera menjadi fibroblas.2

f. Membran Descemet
Membran Descemet adalah membran basement dari endotel kornea dan
disintesis oleh endotelium. Saat lahir, lebar membran descemet manusia 3 μm
tetapi pada usia dewasa, lebarnya bertambah menjadi 12 μm (Gbr. 1.3). Ada dua
wilayah berbeda — anterior, setengah sampai sepertiga, yang banded, dan
posterior dua pertiga, yang non-banded. Pada beberapa jenis keratitis bakteri dan
ulserasi Mooren, membran ini tetap utuh dan menonjol sebagai descemetocele
karena tekanan intraocular yang diikuti pembubaran stroma di atasnya.2

g. Endotelium
Endotel kornea adalah lapisan tunggal, endotelium berbentuk kubus.Sekitar
400.000 sel, tebal 4-6 μm dan lebar 20 μm.Sel-sel ini berbentuk heksagonal. Sel-
sel endotel memiliki lateral tight interdigitations, mencegah rembesan humor
aqueous ke dalam stroma. Jumlah sel endotel, akan berkurang seiring
bertambahnya usia pada tingkat 0,3- 0,6% per tahun. Pada awal kelahiran,
kepadatan sel berkisar 3.500- 4.000 sel /mm2 sedangkan orang dewasa memiliki
kepadatan 1400- 2500 sel / mm2. Karena jumlah sel kornea terus berkurang, maka

9
kornea suatu saat akan menjad lebih tipis dan lemah. Kornea kehilangan
kejernihannya ketika kepadatan sel endotel mencapai 400-700 sel /mm2 .Tidak
seperti epitel kornea, sel endotel tidak bisa mengalami mitosis setelah lahir. Sel-
sel endotel dihubungkan satu sama lain oleh struktur kompleks fungsional dan
adanya gap junction tetapi tidak ada desmosom. Sel-sel endotel tidak bereplikasi
pada manusia. Sel-sel endotel menurun dengan bertambahnya usia, peningkatan
tekanan intraokular, pembedahan dan peradangan intraokular. Endotel kornea
memainkan peran utama mempertahankan hidrasi stroma (yang normalnya 78%)
melalui Na-K yang mengaktivasi adenosin triphosphatase (ATPase) pada
basolateral sel.2
Innervasi Kornea
Kornea terutama dipersarafi oleh saraf sensorik yang berasal dari nervus siliaris
dari cabang oftalmik dari nervus trigeminal. Serabut saraf menembus kornea di
stroma perifer yang dalam dan kemudian ke anterior membentuk subepitel
terminal.Serabut saraf kehilangan mielinisasi setelah menembus membran
bowman dan berakhir pada tingkat sel wing.Persarafan simpatik otonom juga
terdapat dalam kornea.Peran fisiologis persarafan kornea tidak jelas.Kehadiran
sensasi kornea sangat penting untuk pemeliharaan integritas kornea.Dalam kasus
herpes simpleks, herpes zoster dan diabetes, sensasi kornea berkurang dan ini
dapat menyebabkan epitel menjadi cacat dan penyembuhan luka di epitel
terhambat.2

Vaskularisasi
Kornea adalah salah satu dari beberapa jaringan avaskular di tubuh.Kornea
yang normal tidak memiliki pembuluh darah. Arteri siliaris anterior berasal dari
arteri ophthalmik membentuk arkade di limbus.2

Oksigen dan Nutrisi


Oksigen terutama berdifusi dari tear film. Oksigen dari udara juga dilarutkan
dalam air mata.Untuk tingkat yang lebih rendah oksigen juga diperoleh dari air
dan pembuluh limbus. Jadi selama pemakaian lensa kontak difusi oksigen akan

10
berkurang. Juga, pada pasien yang tidur dengan memakai lensa kontak aktif,
metabolisme diubah dari aerob ke anaerob menyebabkan asam laktat menumpuk
di kornea.2

Transparansi Kornea
Menurut teori yang dikemukakan oleh Maurice, kornea mempertahankan
transparansi karena fibril kolagen memiliki diameter yang sama (275-350A °) dan
jaraknya sama satu sama lain. Demikianlah sinar datang tersebar oleh setiap serat
kolagen dibatalkan oleh gangguan sinar yang tersebar lainnya yang
memungkinkannya untuk lewat melalui kornea.Dekompensasi kornea karena
hidrasi kornea terjadi sebagai proteoglikan di dalam lamella kornea menyerap air
dan keseimbangan ini terganggu menyebabkan hilangnya transparansi. Sifat
biokimia dan fisik dari stroma biasanya dipertahankan oleh adanya epitel dan
endotel dan fungsi pompa metabolik sehingga kadar airnya dipertahankan pada
78%. Mekanisme Pertahanan Normal Kornea bersama dengan konjungtiva dan
tear film bertindak sebagai komponen utama sistem pertahanan mata terhadap
infeksi mikroba. Sedangkan epitel kornea bertindak sebagai penghalang mekanis,
komponen seluler dan kimia. komponen konjungtiva dan tear film pre-kornea
bertindak sebagai sistem perlindungan biologis. Ada beberapa hambatan untuk
infeksi mata.Silia melindungi kelopak mata dengan refleks berkedip cepat.Kulit
kelopak mata, silia dan permukaan adneksa biasanya terdapat bakteri aerob dan
anaerob nonpathogenik / saprofitik yang menurunkan peluang kolonisasi mikroba
patogen. Selain itu, permukaan epitel utuh dari konjungtiva dan kornea
memberikan penghalang yang hebat dari invasi mikroorganisme. Kehadiran tear
film dan drainase oleh aparat lakrimal bertindak sebagai penghalang intrinsik
untuk infeksi. Mikroorganisme, benda asing dan sel-sel epitel yang dideklamasi
secara kontinyu keluar dari mata karena drainase lakrimal dan berkedip. Tear film
juga menyediakan sifat antimikroba yang menghambat bakteri ber-adhesi ke
lapisan sel epitel, seperti: antibodi spesifik (terutama IgA) dan non-spesifik
molekul antimikroba seperti komplemen, laktoferin, lisozim dan β-lisin.2

11
Fisiologi Kornea
Dasar fisiologi kornea terdiri dari epitel kornea, endotel dan fungsi pompa
metabolik. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrasi kornea meliputi: epitel
kornea, endotel, fungsi pompa metabolik, penguapan dan tekanan intra okular.
Jika salah satu dari barier ini bermasalah, akan bermanifestasi sebagai
pembengkakan kornea. Fungsi pompa metabolik juga memainkan peran dalam
pembengkakan karena peningkatan tonisitas komponen stroma, yang
mengandung kolagen, garam, dan proteoglikan.Tekanan pembengkakan stroma
kornea adalah 60 mm Hg. Permukaan anterior dan posterior kornea berkontribusi
pada fungsi optiknya. Jumlah indeks bias kornea adalah jumlah dari refraksi di
kedua permukaannya serta transmisi sifat-sifat jaringan. Indeks bias udara, air
mata, kornea dan aqueous humor adalah masing-masing 1.0, 1.336, 1.376 dan
1.336 . Daya bias pada lengkungan permukaan ditentukan oleh indeks bias dan
jari-jari kelengkungan. Kekuatan bias di pusat kornea adalah sekitar +43 dioptri
dan merupakan jumlah dari daya bias di air-tear (+44 dioptri), tear-cornea (+5
dioptri) dan humor aqueous kornea (-6 dioptri). Stroma kornea anterior dan
posterior berbeda secara morfologis.Dermatan sulfat, yang memiliki lebih besar
properti retensi air, terletak lebih banyak di anterior lapisan stroma sedangkan
keratin sulfat terletak lebih banyak di lapisan stroma posterior. Oleh karena itu,
secara klinis, jika edema terbatas pada lapisan posterior, akan lebih mudah
membaik.2

2.2.Definisi
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat adanya nekrosis kornea. Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Keterlambatan
dalam diagnosis dan manajemen ulkus akan menyebabkan kehilangan penglihatan.
Dikenal 2 bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer. Penyebab
ulkus kornea adalah bakteri,jamur,akantamuba,dan herpes simpleks 3,4,5

2.3.Epidemiologi

12
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descementocele,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan jaringan parut kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia. Ulkus tersebut bisa terdapat pada sentral kornea dan berpengaruh sekali
pada visus atau bisa terdapat di tepi kornea dan tidak terlalu berpengaruh pada visus.4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika dilaporkan bahwa laki-laki
lebih menderita ulkus kornea yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan di India Utara ditemukan bahwa 61% penderita ulkus kornea adalah laki-
laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan laki-laki sehari-hari
sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.6
Di Indonesia, Insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5 persen dengan
prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi
Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua Barat
(2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea pada laki‐laki
cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan. Prevalensi
kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan pada kelompok responden
yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi kekeruhan kornea
tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja lainnya. Tingginya insidensi ulkus
kornea mebutuhkan perhatian khusus, karena pembentukan parut akibat ulserasi
kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia.7
Thomas Young pada tahun 1801 pertama kali memperkenalkan lensa kontak
terbuat dari lilin yang dapat dilengketkan pada korena dan memungkinkan kelopak
mata untuk berkedip. Sejak itu, bahan pembuatan lensa kontak mengalami evolusi
dan berkembang menjadi poly methyl methacrylate (PMMA). Penggunaan lensa
kontak terus mengalami peningkatan popularitas. Lensa kontak bukan hanya
digunakan untuk memperbaiki kelainan refraksi, akan tetapi juga untuk keperluan
mode. Seiring dengan peningkatan penggunaan lensa kontak, peningkatan insidens
kejadian infiltrative kornea pun semakin meningkat. Pada tahun 2017 melaporkan
bahwa insidensi infiltrasi kornea simtomatik akibat penggunaan lensa kontak lama
berkisar 2,5-6%. Namun, angka ini bias mengalami peningkatan hingga 20-25% jika

13
kejadian infriltratif kornea akibat penggunaan lensa kontak panjang yang asimtomatik
dimasukkan. Temuan ini lebih tinggi dibandingkan laporan 10 tahun lalu oleh
Stapleton et al. yaitu angka kejadian infiltratif kornea simtomatik paling tinggi 3,3%
namun lebih rendah untuk kejadian yang asimtomatik yaitu paling tinggi mencapai
44% per tahun.8

2.4.Etiologi
Berdasarkan etiologi, ulkus kornea dibagi menjadi ulkus kornea infeksius dan
ulkus kornea non infeksius. Ulkus kornea infeksius dapat disebabkan oleh 9 :
a. Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri biasanya disebabkan oleh pemakaian kontak lensa, terutama pada
pemakaian jangka panjang.
b. Infeksi Virus
Herpes simpleks, Varicella, dan Herpes zoster dapat menyebabkan ulkus kornea
yang dipicu oleh stress, gangguan system kekebalan tubuh, dan paparan sinar
matahari.
c. Infeksi Jamur
Infeksi ini dapat berasal dari penggunaan kontak lensa, tetes mata steroid, dan
cedera oleh tenaman sebagai media bagi jamur untuk menginvasi kornea.
d. Infeksi Parasit
Infeksi yang disebabkan oleh Achantamoeba.Achantamoeba merupakan
organism sel tunggal yang hidup di tanah dan air.Organism ini dapat masuk ke
mata dan menyebabkan infeksi yang serius.

Ulkus kornea Non-infeksius dapat disebabkan oleh 9:


a. Dry eye syndrome
Terjadi ketika air mata kering dan tidak mampu memberikan pelumas pada mata.
Ini dapat meneybabkan abrasi kornea dan ulkus kornea.
b. Bell’s Palsy

14
Kondisi ini menyebabkan kelemahan sementara atau kelumpuhan saraf pada
wajah yang salah satunya untuk mengontrol gerakan kelopak mata. Hal ini
dikaitkan dengan dry eye syndrome.
c. Kondisi lain dapat berupa: penyakit autoimun, toksin neurotropik, keratitis alergi,
luka bakar kimia.

2.5.Patogenesis Ulkus Kornea


Ulserasi kornea terjadi karena sel host dan respon imunologis terhadap agen
penyebab (bakteri, virus, jamur atau protozoa). Terkadang pula terjadi ulserasi kornea
tanpa didahului oleh infeksi mikroorganisme (ulkus steril), hal ini dapat terjadi oleh
dermatologis sistemik atau cedera jaringan ikat dan bahan kimia atau panas.Respons
seluler sebagian besar bertanggung jawab untuk kerusakan kornea pada infeksi dan
steril corneal melting. Dalam semua kasus, stromal melting didahului oleh cedera
epitel kornea. PMN akan disekresikan sebagai respons terhadap kerusakan kornea,
yang selanjutnya akan dikeluarkan berbagai enzim litik seperti kolagenase, elastase
dan cathepsin yang menyebabkan kerusakan kornea. Bersamaan dengan itu, fibroblas
reaktif, sintesis kolagen akan menyebabkan perbaikan kornea.2
Terlepas dari proses infektif, mekanisme imunologi akibat infeksi juga dapat
memainkan peran. Misalnya, pada keratitis interstitial herpes simpleks, kerusakan
stroma terjadi karena mekanisme imunologis sebagai konsekuensi dari akuisisi
antigen herpes, dengan demikian menghasilkan PMN dan sel-sel fagosit, yang
menyebabkan kerusakan jaringan. Untuk fase reparatif ulkus kornea, aksi antara
keratosit dan pembuluh darah sangatlah penting. Vaskularisasi stroma menghambat
proses ulseratif karena nutrisi (seperti askorbat) dan antiprotease dikirim ke bagian
yang mengalami ulserasi.2
Proses ulserasi kornea, dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
 Tahap Progresif
Pada tahap progresif, ulserasi biasanya dikaitkan dengan zona infiltrasi abu-
abu.Pada tahap ini, mikroba menempel pada epitel, melepaskan toksin dan enzim
yang menyebabkan kehancuran jaringan.Adhesi organisme difasilitasi oleh pili
bakteri dan glycocalyx envelope dalam bakteri seperti Pseudomonas dan

15
Gonococcus.Sebagai respon terhadap hal tersebut, PMN dihasilkan di bagian
ulserasi.PMN berasal dari air mata dan pembuluh limbal sebagai respons terhadap
cedera kornea. Invasi progresif kornea oleh PMN dan fagosit akan meningkat
ukuran ulserasi, karena pelepasan berbagai enzim litik oleh mikroba. Hal ini
menyebabkan nekrosis dan peluruhan epitelium, membran bowman dan stroma
yang terlibat.Dinding ulkus aktif akibat pembengkakan lamella oleh imbibisi
cairan. Ulkus dapat berkembang lebih lanjut dengan ekstensi lateral yang
mengarah ke ulserasi superfisial difus atau dengan penetrasi infeksi lebih dalam
yang mengarah ke pembentukan descemetocele dan memungkinkan perforasi
kornea. 2
 Tahap Regresif
Akhir tahap progresif dan onset dari tahap regresif dilakukan oleh mekanisme
pertahanan alami (respon antibodi humoral dan sel memediasi pertahanan imun)
. Ada peningkatan dalam gejala dan tanda-tanda klinis. Garis demarkasi terbentuk
di sekitar ulkus sehingga margin dan dasar ulkus menjadi lebih halus dan
transparan. Garis demarkasi terdiri mengandung leukosit yang akan menetralkan
dan memfagosit organisme penyebab dan debris nekrotik dan menyebabkan
pembesaran ulkus. Proses ini mungkin disertai dengan vaskularisasi superficial. 2
 Tahap Penyembuhan
Proses epitelisasi mulai terjadi pada tahap ini. Histiosit dan keratosit diubah
menjadi fibroblas sehingga terbentuk jaringan parut. Vascularisasi akan menuju
pada daerah ulkus, yang selanjutnya menyebabkan penyembuhan sebagai akibat
dari adanya fibroblas dan antibodi. Ketika penyembuhan selesai, pembuluh darah
beregresi dan menjadi "ghost vessels" yang dapat dilihat melalui iluminasi
indirek.Tingkat jaringan parut dari penyembuhan bervariasi sesuai kedalaman
jaringan yang terlibat.Membran Bowman tidak dapat beregenerasi dan digantikan
oleh jaringan berserat, yang selama periode waktu tertentu menjadi kurang padat,
terutama pada pasien muda. Proses sikatriks terjadi karena regenerasi kolagen dan
pembentukan jaringan fibrous. Karena serat baru yang terbentuk tidak teratur
seperti pada lamella kornea normal, maka bekas luka yang terbentuk akan
menyebabkan cahaya dibiaskan tidak teratur.2

16
2.6.Klasifikasi

17
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu 4 :
- Ulkus Kornea Sentral
- Ulkus Kornea Marginal/Perifer
1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
 Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan
tepi ulkus yang menggaung.4
 Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai infiltrat
berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.4
 Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat menyebar
ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu
dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk
ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak. Secara histopatologi, khas pada ulkus ini ditemukan sel neutrofil yang
dominan.4
 Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan
terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang
penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman.4
 Ulkus Neisseria gonorrhoeae
Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae dan merupakan salah
satu dari penyakit menular seksual. Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea
dan kerusakan yang sangat berarti pada struktur mata yang lebih dalam.4
b. Ulkus Kornea Fungi

18
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat penyebaran seperti
bulu di bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Pada infeksi kandida
bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik dan dapat terjadi neovaskularisasi
akibat rangsangan radang.4

c. Ulkus Kornea Virus


 Ulkus Kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu timbul 1-3 hari
sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat
subepitel dan stroma. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor.4
 Ulkus kornea Herpes Simplex
Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulseratif, jelas
diwarnai dengan fluoresein. 4
d. Ulkus kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan
dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan
infiltrat perineural.4

Gambar. Ulkus kornea Acanthamoeba


2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal

19
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan
limbus.4
b. Ulkus mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan
progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan untuk perforasi ditandai tepi
tukak bergaung dengan bagian sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak
lama.4

2.7. Manifestasi Klinis


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa 4 :
1. Gejala subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
2. Gejala objektif
 Injeksi silier
 Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat
 Hipopion

2.8.Diagnosis
Untuk menegakkan diagnose ulkus kornea, maka dapat dilakukan mulai dari
anamnesis, pemeriksaa fisis dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis

20
Pasien dengan ulkus kornea biasanya dating dengan keluhan nyeri, kemerahan,
sensasi benda asing, fotofobia dan penurunan penglihatan.
Riwayat medis sistemik yang lengkap dan tinjauan sistem sangat penting pada
pasien ini, termasuk pertanyaan mengenai adanya penurunan berat badan,
malaise, nyeri otot atau kelemahan serta gejala yang melibatkan sistem
neurologis, pernapasan dan ginjal. Perlu juga ditanyakan riwayat pemakaian obat
topikal karena kortikosteroid mungkin telah dipakai dan dapat menjadi
predisposisi bagi penyakit bakteri, jamur dan virus.10

2. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis menyeluruh harus dilakukan, selain pemeriksaan
oftalmologis lengkap. Pemeriksaan pasien dengan penyakit pada mata selalu
dimulai dari pemeriksaan umum.level ketajaman penglihatan dan ukuran lesi
menjadi dua hal yang penting sebagai indikator berat tidaknya suatu ulkus pada
kornea. Tipe organisme penyebab juga dapat memberikan karakteristik yang
berbeda sehingga menjadi salah satu clue untuk mendiagnosis.2,10
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan gejala berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai adanya
jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai hipopion.
Pemeriksaan area lacrimal sac juga harus dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosis dacryocystitis karena ulkus kornea pneumokokkus sering dikaitkan
dengan infeksi pada lacrimal sac.2
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti ketajaman
penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflex pupil, pewarnaan kornea
dengan zat fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram,
giemsa atau KOH). Pemakaian slit lamp penting untuk pemeriksaan kornea. Hal
yang harus diperhatikan adalah perjalanan pantulan cahaya saat menggerakan
cahaya di atas kornea. Dengan cara ini dapat terlihat daerah kasar yang
menandakan adanya defek epitel.4
Melalui pemeriksaan slit lamp, kita juga dapat menilai conjunctiva bulbi dan
palpebra untuk menilai adanya lesi atau penyakit seperti vernal catarrh. Reaksi

21
konjunctiva biasanya tidak spesifik tetapi kadang-kadang dapat membantu dalam
diagnosis dan sangat berhubungan dengan infeksi gonococcus, pneumococcus,
dan haemophilusdan kadang-kadang tampak pseudomembran konjunctiva.Infeksi
bakteri juga dapat ditandai dengan adanya papilla yang merupakan berkas kapiler
yang terinfiltrasi oleh sel-sel inflamasi.Pada anterior chamber dapat ditemukan
flare cell hingga hipopion. Hipopion yang immobile mengindikasikan penyebab
jamur.Lokasi, ukuran, dan kedalaman ulkus kornea, dimensi defek epitel dan
infiltrate menjadi hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan slit lamp.2
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes flourosensi
Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea
dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau
ditengahnya.4
b. Uji fistel (Seidel Test)
Untuk mengetahui letak dan kebocoran kornea, pada konjungtiva inferior
ditaruh kertas fluoresein.Kemudian dilihat adanya cairan mata yang keluar
dari fistel kornea.4
c. Pewarnaan gram dan KOH
Biasanya kokus gram positif akan memberikan gambaran ulkus yang
terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak
ulkus yang supuratif.Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
dengan menggunakan larutan KOH.4
d. Kultur
Kultur bakteri biasanya dilakukan pada semua kasus pada saat kunjungan
pertama.Kultur untuk jamur, acanthamoeba, atau virus dapat dikerjakan bila
gambaran klinisnya khas atau bila tidak ada respon terhadap terapi infeksi
bakteri.Hasil kerokan kornea dapat diinokulasi pada medium agar, chocolate
agar, Saboroud’s dextrose agar (Jika curiga fungus), dan media anaerob (Jika
curiga bakteri anaerob.2

22
DAFTAR PUSTAKA

23
1

Anda mungkin juga menyukai