Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

HORDEOLUM

Disusun Oleh:

dr. Ervin Monica

Pembimbing:

dr. Ammy Fahmy Myala

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS KECAMATAN PULOGADUNG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul:

Hordeolum

Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan program dokter internship

di Puskesmas Kecamatan Pulogadung

Disusun oleh:

dr. Ervin Monica

Tanggal :

April 2020

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

dr. Ammy Fahmy Myala

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan

judul hordeolum dalam waktu yang telah ditetapkan. Kasus ini disusun sebagai salah satu

syarat kegiatan program dokter internship di Puskesmas Kecamatan Pulogadung.

Dengan disusunnya laporan kasus ini, penulis berharap agar dapat memberikan

wawasan dan pemahaman kepada para pembaca mengenai infeksi mata pada bagian ilmu

penyakit mata yang masih banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat

dilakukan tatalaksana yang tepat.

Penulis mengucapakan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu penulis dalam pengerjaan tugas ini sehingga tugas ini dapat selesai tepat pada

waktunya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

tugas ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis agar dapat

memperbaikan penulisan selanjutnya.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................…..ii

KATA PENGANTAR.........................................................................................iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iv

BAB I. LAPORAN KASUS…………………………..………….……………..1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….8

BAB III. PENUTUP ……………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..18

iv
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. L
TTL/Umur : 16-06-1992 / 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Layur RT.008, RW 011, Kel. Jati, Kec. Pulo Gadung
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Med. Reg. : 02314649
Tanggal Kunjugan : 20 April 2020 melalui Poli Umum

ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis di poli Umum.

Keluhan Utama : Benjolan di kelopak mata bawah kanan


Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien mengeluh adanya benjolan di kelopak mata kanan bagian bawah dan
nyeri terutama bila disentuh atau ditekan. Nyeri dirasakan sejak 2 hari yang lalu
bersamaan dengan munculnya benjolan pada kelopak mata kanan bagian bawah.
Selain itu, pasien juga mengeluh mata kanan terasa berat dan mengganjal, mata berair
(+), kabur (-), belek (-), gatal (-) silau (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Pasien tidak memakai

kacamata atau lensa kontak. Riwayat atopi, alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat penyakit sistemik lain seperti penyakit jantung, kencing manis, asma dan

tekanan darah tinggi tidak ada.

Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya memberikan insto namun keluhan tidak membaik.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :


Tidak didapatkan keluhan serupa pada keluarga pasien. Riwayat alergi obat,

atopi, penyakit jantung, kencing manis, asma dan tekanan darah tinggi dalam keluarga

tidak ada.

Riwayat Sosial dan Ekonomi :

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien sudah menikah dan saat ini

tinggal dengan suami pasien (karyawan) dan anaknya.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,50C

Status Gizi
BB = 52 kg, TB = 160 cm
Kesan : Normal

2
Keadaan Spesifik
Status Generalis:
- Kepala: Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -
- Leher:
 JVP 5 + 3 cm
 KGB tidak membesar
 Kelenjar tiroid tidak teraba membesar. Nyeri tekan (-), bruit (-).
- Thorax:
 Paru
Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-), bentuk dada
normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis

Palpasi : dinding dada simetris, stemfremitus simetris, pelebaran sela iga

(-)/(-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan. Batas paru hati pada garis
midklavikula kanan sela iga VI.

Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-) kedua basal paru.

 Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ± 1 cm di lateral linea midklavikula sinistra ICS V
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea sternalis sinistra, batas jantung kanan pada
ICS IV linea sternalis dekstra, batas jantung kiri pada ICS IV ± 1cm lateral linea
midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

3
- Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar, sikatriks (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan maupun nyeri
lepas pada regio hipocondrica sinistra dan epigastrium, tidak teraba massa.
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
- Ekstremitas:
 Atas: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (-/-)
 Bawah: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik,edema (-/-)

Pemeriksaan Oftalmologi (Pada tanggal 20 April 2020)

Occuli Dekstra Occuli Sinistra

Teraba massa ukuran ± 10 mm x 5 mm, konsistensi


padat kenyal, mobile (-), perlekatan dengan dasar (-),
perdarahan (-).

Oculi Dekstra Posisi Bola Mata: Oculi Sinistra

4
Orthophoria

5/5 VISUS 5/5

   
GERAKAN BOLA MATA

massa (+) ukuran 10mm x


5mm konsistensi kenyal,
bintik suppuratif (-), mobile
(-), perlekatan dengan dasar Oedem (-),
(-), PALPEBRA
spasme (-)
hiperemi (-), oedem (+),
spasme (-),

perdarahan (-).

CI (-), PCI (-) CONJUNCTIVA CI (-), PCI (-)

Jernih CORNEA Jernih

Dalam COA Dalam

Rad line (+) IRIS Rad line (+)

Bulat, Ø 3mm, RP (+), PUPIL Bulat, Ø 3mm, RP (+)

Jernih LENSA Jernih

n/p TIO n/p

DIAGNOSA

5
- Hordeolum Interna OD

DIAGNOSIS BANDING
 Kalazion

 Karsinoma kelenjar sebasea

6
RESUME

Ny. L usia 27 tahun datang ke poli Umum puskesmas kecamatan pulogadung

dengan keluhan benjolan yang nyeri di kelopak mata bawah sebelah kanan. Keluhan

penurunan penglihatan, gatal dan merah disangkal pasien.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran

composmentis. TD: 110/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, reguler, kuat angkat, RR:

20x/menit, Suhu: 36.5 C. Status generalis, tidak didapatkan kelainan. Status lokalis

mata didapatkan benjolan konsistensi kenyal, mobile, bitnik supuratif (-). Diagnosa

pada pasien tersebut adalah hordeolum interna. Dilakukan pemberian obat salep mata

kloramfenicol 1%.

PENATALAKSANAAN

 Pro Rawat jalan


 Obat salep mata kloramfenicol 1%
 Asam mefenamat 3x500mg (prn nyeri)
 Edukasi :
 Kompres air hangat minimal 4x sehari 10-15 menit
 Menjelaskan keadaan pasien
 Menjelaskan penggunaan obat
 Menjaga kebersihan mata

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pendahuluan

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.

Hordeolum merupakan infeksi akut yang umumnya disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus pada kelenjar palpebra. Hordeolum terbagi atas hordeolum eksterna

yang merupakan infeksi pada kelenjar yang lebih kecil dan superfisial (Zeis atau

Moll) dan hordeolum interna dimana infeksi terjadi pada kelenjar Meibom.

Infeksi pada hordeolum bersifat self limiting atau dapat sembuh sendiri dalam

satu hingga dua minggu. Insiden tidak bergantung pada ras dan jenis kelamin. Dapat

mengenai semua usia, lebih sering pada dewasa. Sejauh ini terapi lini pertama lebih

dianjurkan sebelum diberikan terapi medikamentosa. Dalam hal ini pemakaian anti

biotik dapat diberikan jika terapi lini pertama tidak menunjukan perbaikan. Limitasi

terhadap pemberian anti biotik topikal maupun sistemik dilakukan untuk menekan

angka resistensi. Tidak didapatkan sumber mengenai pemberian kortikosteroid

sebagai terapi hordeolum. Pembedahan merupakan pilihan terapi jika kedua terapi di

atas tidak menunjukan adanya perbaikan dan terdapat progresifitas pada lesi

hordeolum. Rekurensi ditemukan baik pada terapi medikamentosa maupun

pembedahan.

Ancaman terhadap gangguan fungsi penglihatan dapat terjadi sebagai

komplikasi hordeolum terlebih jika penderita tidak mendapatkan penegakan diagnosis

dan terapi awal yang tepat sehingga penanganan awal yang tepat diperlukan untuk

mencagah komplikasi yang lebih lanjut.

8
b. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Lebih sering pada anak kecil dan dewasa muda, meskipun tidak ada

batasan umur dan pada pasien dengan tarikan pada mata akibat

ketidakseimbangan otot atau kelainan refraksi. Kebiasaan mengucek mata atau

menyentuh kelopak mata dan hidung, serta adanya blefaritis kronik dan diabetes

mellitus adalah faktor-faktor yang umumnya berkaitan dengan hordeolum

rekuren. Hiperlipidemia termasuk kolesterolemia, hygiene lingkungan dan riwayat

hordeolum sebelumnya juga mempengaruhi.

2. Organisme penyebab

Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.

Selain itu, Staphylococcus epidermidis, Proprionibacterium acnes,

Corynebacterium spp, Aerococcus viridians ditemukan pada kultur sample

specimen hordeolum.

c. Klasifikasi

Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :

1. Hordeolum interna, infeksi kelenjar meibom yang sering disebabkan oleh

stafilokokus. Blokade kelenjar meibom memicu infeksi stafilokokus. Lesi yang

terbentuk berupa benjolan berinti putih yang mengarah ke konjungtiva (selaput

kelopak mata bagian dalam).

9
Gambar 1. Hordeolum Interna
Keterangan : Menyerang Kelenjar Meibom, Benjolan Cenderung Mengarah ke Konjungtiva.

2. Hordeolum eksterna, lokal inflamasi akut dengan pembentukan abses dan sering

disebabkan oleh S.aureus pada kelenjar zeis dan kelenjar moll. Hordeolum eksterna

berhubungan dengan stafilokokus blefaritis dan berpeluang untuk terjadi rekurensi.

Gambar 2. Hordeolum Eksterna


Keterangan : Terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll. Benjolan nampak dari luar pada kulit
kelopak mata bagian luar (palpebra).

10
d. Patogenesis

Hordeolum eksterna timbul dari blockade dan infeksi dari kelenjar zeiss dan

moll sedangkan hordeolum interna timbul dari infeksi pada kelenjar meibom yang

terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada

tarsus dan jaringan di sekitarnya. Patogenesis hordeolum eksterna diawali dengan

pembentukan pus dalam lumen kelenjar oleh infeksi stafilokokus aureus (90 – 95 %

kasus), .Infeksi tersebut dapat mengenai kelenjar Meibom (hordeolum interna),

maupun kelenjar Zeis dan Moll (hordeolum eksterna). Proses tersebut diawali dengan

pengecilan lumen dan statis hasil sekresi kelenjar. Statis ini akan mencetuskan infeksi

sekunder oleh Staphylococcus aureus sehingga terjadi pembentukan pus dalam lumen

kelenjar.

Secara histologis akan tampak gambaran abses, dengan ditemukannya sel

polimorfonuklear (PMN) dan debris nekrotik. Nyeri, hiperemis, dan edema palpebral

adalah gejala khas pada hordeolum. Intensitas nyeri mencerminkan beratnya edema

palpebra. Apabila pasien menunduk, rasa sakit bertambah. Pada pemeriksaan terlihat

suatu benjolan setempat, warna kemerahan, mengkilat dan nyeri tekan, dapat disertai

bintik kuning atau putih yang merupakan akumulasi pus pada folikel silia.

Terjadinya pembentukan pus dalam lumen kelenjar, secara histologi akan

tampak sebagai abses dan ditemukannya sel debris nekrotik. Hordeolum interna

terjadi akibat lesi sekunder kelenjar meibom di lempeng tarsal.

11
e. Gambaran Klinis

 Gejala Klinis

Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yaitu tampak adanya benjolan

pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna kemerahan dan nyeri.

Hordeolum eksterna adalah infeksi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll. Benjolan

nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar (palpebra). Hordeolum interna

adalah infeksi yang terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum interna ini

benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata bagian dalam). Benjolan

akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata. Hordeolum internum

biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum.

 Tanda klinik

Pada stadium selulitis (infiltratif) ditandai dengan adanya benjolan keras,

kemerahan, lokal, nyeri, edema, umumnya pada margo palpebral.

Pada stadium abses (supuratif) ditandai dengan adanya pus yang dapat terlihat

berupa bintik kuning atau putih pada kelopak mata pada silia yang terifeksi.

Umumnya pembentukan hordeolum tunggal, namun bisa lebih dari satu/multipel

(hordeola).

Pseudoptosis atau ptosis dapat terjadi akibat bertambah beratnya kelopak mata

sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum, kelenjar preaurikel kadang

ditemukan ikut membesar. Keluhan lain yang umumnya dirasakan oleh penderita

hordeolum diantaranya rasa mengganjal pada kelopak mata, nyeri tekan dan intensitas

nyeri bertambah bila pasien menunduk. Hordeolum dapat membentuk abses di

kelopak mata dan pecah dengan mengeluarkan pus.

12
f. Diagnosis Banding

Kalazion

Keluhan benjolan dan nyeri pada palpebra pada hordeolum mirip dengan

kalazion. Hal yang membedakan adalah kalazion merupakan radang granulomatosa

kronis yang steril dan idiopatik pada kelenjar meibom; umumnya ditandadai dengan

ditandai oleh pembengkakan setempat yang tidak terasa sakit dan berkembang dalam

beberapa minggu. Awalnya dapat berupa radang ringan disertai nyeri tekan mirip

hordeolum. Dibedakan dengan hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut.

Kebanyakan kalazion mengarah ke permukaan konjungtiva, yang mungkin sedikit

merah dan meninggi.

Gambar 3. Chalazion
Keterangan : Infeksi kronis pada Kelenjar Meibom Umumnya ditandai Oleh pembengkakan
Setempat Tanpa Rasa Sakit.

13
Tabel 2.1 Perbedaan Hordeolum dengan Chalazion

Hordeolum Chalazion
Visus Tidak dipengaruhi Tidak dipengaruhi
Discharge Tidak ada Tidak ada
Lokasi Folikel atau Kelenjar pada daerah Kelenjar ada daerah tarsal
tarsal
Etiologi Steril atau inflamasi purulent Obstruksi
Nyeri Nyeri Tidak nyeri
Rencana Terapi Kompres hangat, antibiotic Kompres hangat, insisi atau
drainase

Karsinoma Kelenjar Sebasea

Adeno karsinoma sebasea (AKS) adalah tumor yang berasal dari kelenjar sebasea

yang bersifat ganas. Karsinoma tersebut biasanya berasal dari kelenjar meibom yang

terletak pada tarsal plate, namun dapat juga berasal dari kelenjar Zeis dekat bulu mata

atau kelenjar sebasea pada karunkula, alis ataupun kulit wajah. Diagnosis klinis adenoma

karsinoma sebasea palpebra sulit ditegakkan karena pada stadium dini dapat menyerupai

lesi jinak. Penderita biasanya mengeluh timbul benjolan pada palpebra dimana pada

pemeriksaan benjolan tersebut dapat menyerupai kalazion, bleparitis kronis, karsinoma

sel basal atau sel skuamosa, sikatriks pemfigoid okular, keratokonjungtivitis. Kesalahan

pengambilan spesimen histologis dan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan sering

ditemukan karena karsinoma tersebut dapat bersifat difus.

14
Gambar 4. Adeno Karsinoma Sebasea
Keterangan : Tampak keganasan pada palpebra inferior berupa benjolan dengan ulkus

g. Penatalaksanaan

Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self limited) dalam 1-2
minggu, namun tidak jarang membutuhkan terapi khusus topical maupun kombinasi
dengan oral. Dapat dengan kompres air hangat 3-4 kali per hari selama 10-15 menit
akan sangat membantu. Terapi lini pertama yang diberikan ialah dengan kompres
hangat.Kompres hangat dapat membantu meningkatkan tear-film lipid layer thickness
(TFLT) dan sebagai terapi pada disfungsi kelenjar meibom. Pada kondisi normal, titik
leleh kelenjar meibom berada pada suhu 32 - 40oC, jika terdapat infeksi maka titik
leleh meningkat sehingga terjadi stagnansi kelenjar.Kompres hangat ditujukan untuk
membantu peningkatan suhu ini. Peningkatan aliran lipid pada meibom membantu
untuk mengurangi evaporasi okuler.

Apabila bintik pus sudah terbentuk dapat dilakukan evakuasi dengan epilasi
pada silia yang berkaitan. Insisi pembedahan jarang dilakukan kecuali pada abses
yang besar. Antibiotik tetes (3-4 kali sehari) dan salep antibiotik (saat akan tidur)
sebaiknya diberikan setiap tiga jam untuk mengontrol terjadinya infeksi. Obat anti
inflamasi dan analgetik dapat diberikan untuk mengurangi nyeri dan edema.Pada
kasus tertentu yang jarang terjadi, hordeolum dapat menyebabkan timbulnya selulitis
preseptal sekunder sehingga dibutuhkan pemberian antibiotik sistemik.Antibiotik
sistemik dapat digunakan pula untuk kontrol segera infeksi. Pada hordeolum rekuren,
perlu dicari dan diterapi kondisi predisposisi yang berkaitan. Jika tidak ada perbaikan
kondisi dalam 48 jam, insisi dan drainase bahan purulent dapat diindikasikan.

15
Pada tindakan pembedahan berupa insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan
anestesia topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi infiltrasi dengan
prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi bila :

 Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.


 Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra.

Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan
meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotic.

h. Komplikasi

 Jika tidak ditangani dengan baik, hordeolum dapat menjadi infeksi yang

menyebar pada jaringan periorbita, seperti selulitis.

 Gangguan visual jika terdapat defek penekanan pada kornea.

 Dapat terjadi hordeolum rekuren apabila kurang menjaga higienitas.

 Deformitas palpebra atau adanya fistula pada palpebra merupakan komplikasi

pada tindakan drainase atau kuretase.

i. Prognosis

Hordeolum biasanya sembuh spontan dalam waktu 1-2 minggu. Resolusi lebih
cepat dengan penggunaan kompres hangat dan ditutup yang bersih. Hordeolum termasuk
gangguan kelopak mata yang jinak, namun umumnya sering rekuren. Apabila ditangani
dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

Penekanan terhadap aksis penglihatan mungkin terjadi jika lesi semakin tidak
tertangani dan membesar. Terapi insisi dilakukan jika terapi lini pertama dengan kompres
hangat dan terapi lini kedua dengan medikamentosa tidak menunjukan perbaikan. Scar
bekas insisi kuretase menjadi focus perhatian akhir-akhir ini sehingga pertimbangan
kosmetik diperlukan. Terapi pembedahan tidak menurunkan angka rekurensi sehingga
masih didapatkan peluang munculnya rekurensi. Follow up pasien diperlukan untuk
evaluasi terhadap keluhan maupun penyembuhan lesi.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyakit hordeolum merupakan jenis infeksi akut non-threatening yang

menyerang kelenjar meibom, kelenjar zies, maupun kelenjar moll palpebra.

Hordeolum dibagi menjadi dua yaitu hordeolum interna dan hordeolum eksterna.

Penyebab dari hordeolum bisa berupa faktor usia maupun kurangnya higinetas mata

serta adanya infeksi S. aureus. Penyakit ini bersifat self limiting sekitar 1-2 minggu.

Diagnosis hordeolum dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan

fisik. Gejala dari hordeolum yang paling sering muncul yaitu adanya benjolan yang

nyeri (bersifat akut) serta bisa didapatkan adanya bitnik supuratif.

Terapi hordeolum saat ini berupa medikamentosa yaitu pemberian antibiotik

baik oral maupun topical serta dapat dilakukan insisi jika didapatkan adanya bintik

supuratif pada benjolan. Terapi non medikamentosa yang dapat dilakukan yaitu

kompres daerah benjolan menggunakan air hangat sekitar 10-15 menit sebanyak 3-4x

sehari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arthur LSW, Constable IJ. 2007. A clinical ocular toxicology. Philadelpia : Elsevier
Saunders : 2008.

Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR. 2011. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. Edisi ke-
18. Philadelphia : McGraw-Hill.

Hirunwiwatkul, Parima, Wachirasereechai, Kanitta, Kantipong, Mayuree, Chongthaleong,


2012, Identification of Hordeolum Pathogen and its Susceptibility to Antimicrobial
Agents In Topical and Oral Medication, Ophtalmology, Faculty Medicine,
Chulangkorra University, Bangkok, Asia Biomedicine Vol.6 No.2 April 2012; 2097-
302.

Ilyas, S., dan Yulianti, S.R. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. hal. 216-22

Kanski JJ, Bowling B. 2011.Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook]. 7th ed.
USA: Saunders Elsevier.

Muckley, E.D. 2007. Prescribe oral antibiotics when internal hordeola do not respond to
topical therapy. Primary Care Optometry News, September 2007

Panicharoen, Hiruwiwatkul, 2011, Current Pattern Treatment of Hordeolum by


Opthalmologist in Thailand, Journal of Medical Association of Thailand=chotmaihet
Thangphaet [2011, 94(6):721-724].

Sullivan JH, Shetlar DJ, Whitcher JP. 2004. Lids, Lacrimal Apparatus and Tears. In: Riordan
P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. California:
McGraw-Hill; p. 78-81.

Vaughan, D.G., Asbury, A., Riordan-Eva, P. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika

18

Anda mungkin juga menyukai