Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata

"blefaritis" berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan

akhiran itis, yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam

bahasa Inggris. Peradangan adalah istilah umum yang digunakan untuk

menggambarkan proses dimana sel-sel darah putih dan zat kimia yang diproduksi

dalam tubuh melindungi kita dari zat-zat asing, cedera, atau infeksi. Respon tubuh

normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat pembengkakan,

kemerahan, nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi.1

Blefaritis merupakan peradangan menahun dari margo palpebra dengan

kemerahan, edema dan disertai pembentukan skuama dan krusta. Blefaritis

menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan ketombe

seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang

disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau

jerawat rosacea. Dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak

nyaman, blefaritis tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan

permanen pada penglihatan.2

Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi biasanya berjalan kronis atau

menahun. Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif,

dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus

alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Bentuk blefaritis yang biasanya

dikenal adalah blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.3

Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya

blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan


1
kemudian diberikan antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul

adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.3

Dilaporkan satu kasus blefaritis pada pasien laki-laki berusia 55 tahun

yang datang ke poliklinik mata RSUD Jayapura.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan jaringan

fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra

sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis diantara kulit di bagian

tubuh lain.4 Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk

melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan mata,

karena kelopak mata juga berfungsi untuk menyebarkan tear film ke konjungtiva

dan kornea.3,5

Gambar 1 : Anatomi kelopak mata (Jerry Popham MD, 2013)

Pada kelopak terdapat bagian-bagian:3,4,5,6

a. Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan ikat

yang halus dengan otot yang ada dibawahnya, sehingga kulit dengan mudah

dapat digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, maka edema dan

3
perdarahan mudah terkumpul disini, sehingga menimbulkan pembengkakan

palpebra.
b. Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar

zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus dan bermuara pada

tepi kelopak mata.


c. Otot seperti:
1. M. Orbikularis Okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan

bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbikularis berfungsi

menutup bola mata yang dipersarafi N. fasialis.


2. M. Riolani. Otot yang ada di pinggir kelopak mata. Bersamaan dengan

M.Orbikularis Okuli berfungsi untuk menutup mata.


3. M. Levator Palpebra berjalan kearah kelopak mata atas dan berinsersi pada

lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh saraf ketiga (okulomotor).

Kerusakan pada saraf ini atau perubahan - perubahan pada usia tua

menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis) yang berfungsi untuk

mengangkat kelopak mata atau membuka mata.


4. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator Palpebra. Inervasinya

oleh saraf simpatis, guna M. Levator Palbebra dan M. Mulleri untuk

mengangkat palpebra.
d. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan yang rapat dengan

sedikit jaringan elastin. Gunanya untuk memberi bentuk kepada palpebra.


e. Rambut

2.2. DEFINISI

Blefaritis merupakan inflamasi kronis kelopak mata yang umum terjadi. 5

Inflamasi atau peradangan pada blefaritis sering terjadi pada palpebra dan tepi

palpebra yang melibatkan folikel dan kelenjar rambut. 3 Kadang dikaitkan dengan

infeksi stafilokokus kronis. Kondisi ini menyebabkan debris skuamosa, inflamasi

4
tepi kelopak mata, kulit, dan folikel bulu mata (blefaritis anterior). Kelenjar

Meibom dapat terkena secara tersendiri (blefaritis posterior).5

2.3. ETIOLOGI
Blefaritis disebabkan infeksi dan alergi yang berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan
bahan kosmetik. Infeksi kelopak disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta,
pneumococcus, dan pseudomonas. Demodex folliculorum selain dapat menjadi
penyebab, juga merupakan vektor untuk terjadinya infeksi staphylococcus.3
2.4. KLASIFIKASI
2.4.1.
Blefaritis Anterior
Blefaristis anterior adalah radang bilateral kronik yang umum di

tepi palpebra. Ada dua jenis utamanya: stafilokok dan seborreik. Blefaritis

stafilokook dapat disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus, yang

sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis (stafilokok koagulase-

negatif). Blefaritis seborreik (non-ulseratif) umumnya berkaitan dengan

keberadaan Pityrosporum ovale meskipun organisme ini belum terbukti

menjadi penyebabnya. Sering kali kedua jenis blefaritis ada secara

bersamaan (infeksi campur). Seborrea kulit kepala, alis, dan telinga sering

menyertai blefaritis seborreik.4


Blefaritis anterior terjadi akibat peningkatan flora nonpatologi yang

tidak terkontrol. Mekanisme terjadinya blefaritis anterior melibatkan 3

5
jalur utama, yaitu infeksi bakteri secara langsung, hipersensitivitas

eksotoksin, dan respon hipersensitivitas sel imun. Kombinasi antigen

bakteri dan peningkatan eksotoksin menyebabkan pelepasan proinflamasi

sitokin.8

Gambar 2. Blefaritis Anterior (Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7)

2.4.2. Blefaritis Posterior


Blefaritis posterior adalah peradangan palpebra akibat disfungsi

kelenjar meibom.4 Blefaritis posterior terjadi di kelopak mata bagian

dalam, bagian yang kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior

dapat disebabkan karena produksi minyak oleh kelenjar di kelopak mata

yang berlebihan (blefaritis meibom) yang akan mengakibatkan

terbentuknya lingkungan yang diperlukan bakteri untuk bertumbuh. Selain

itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang lain seperti jerawat atau

ketombe.2
Blefaritis anterior dan posterior dapat timbul bersamaan. Dermatitis

seborreik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar meibom. Kolonisasi

atau infeksi strain stafilokok dalam jumlah memadai sering disertai dengan

penyakit kelejar meibom dan bisa menjadi salah satu penyebab gangguan

fungsi kelenjar meibom. Lipase bakteri dapat menimbulkan peradangan

6
pada kelenjar meibom dan konjungtiva serta menyebabkan terganggunya

film air mata.4


Disfungsi kelenjar meibom ditandai dengan adanya inflamasi pada

tepi palpebra, terjadi perubahan anatomi dari kelenjar, dan perubahan

karakter sekresi.9 Dalam bentuk yang ringan, blefaritis posterior dapat

asimptomatik. Gejala yang muncul dapat diakibatkan oleh pelepasan

sitokin, dilatasi duktus, pelepasan produk lipolisis ke film air mata, dan

peningkatan evaporasi dari lapisan air mata. Akibat dari peningkatan

osmolaritas air mata terjadi penurunan aliran dan volume aquos air mata.

Hal ini dapat memperparah inflamasi yang sudah terjadi.9

Gambar 4. Blefaritis Posterior (Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7)

2.5. FAKTOR RISIKO


2.5.1. Usia
Blefaritis dapat terjadi pada segala usia, namun lebih sering terjadi pada

usia lebih dari 50 tahun. Hal ini dapat terjadi akibat penurunan efektifitas

dari kelenjar-kelenjar mata, sehingga mata menjadi kering dan berpasir.10


2.5.2. Dry eye / mata kering
Telah dilaporkan 50% dari pasien dengan mata kering juga mengalami

blefaritis stafilokok. Hal ini dapat terjadi dikarenakan penurunan kadar

lisosim dari imunoglobulin akibat penurunan air mata, sehingga bakteri

mudah masuk. Peningkatan evaporasi film air mata menyebabkan

7
terjadinya penurunan komponen lipid pada air mata. Hal ini yang

menyebabkan timbulnya blefaritis pada mata kering.11


2.5.3. Kondisi dermatologis
Pada sebuah penelitian, didapatkan 95% pasien dengan blefaritis seborreik

juga mengalami dermatitis seborreik.11


2.5.4. Demodicosis
Demodex folliculorum telah ditemukan pada 30% pasien dengan blefaritis

kronik. Bulu mata yang terdapat ketombe merupakan tanda dari infeksi

Demodex pada mata.11


2.6. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya blefaritis melibatkan sekresi abnormal dari tepi

palpebra, organisme pada tepi palpebra, dan difungsi dari selaput prekorneal.

Lapisan lipid pada selaput mata menurunkan evaporasi air di bawah lapisan

aquos. Sekresi kelenjar meibom yang mengandung lipid berfungsi untuk

menstabilkan selaput mata.9

Pada blefaritis, terjadi kolonisasi bakteri pada palpebra. Organisme

tersering penyebab blefaritis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, Propionbacterium aureus, dan corynobacteria.9 Kolonisasi bakteri ini

menyebabkan invasi mikrobial secara langsung masuk ke jaringan, sehingga

terjadi kerusakan yang terjadi akibat sistem imunitas tubuh atau kerusakan akibat

produksi toksin dan enzim dari bakteri.12 Hal ini menyebabkan terjadi perubahan

yang menyebabkan selaput mata menjadi tidak stabil, sehingga menyebabkan

penurunan sekresi pada tepi palpebra dan menyebabkan terjadinya perubahan

pada komposisi sekresi.9

Pada saluran kelenjar meibom dapat mengalami keratinisasi dan obstruksi

sekunder dari inflamasi tepi palpebra. Pada blefaritis seborreik terjadi produksi

8
lipid secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan kronis

pada tepi palpebra, dan menghambat saluran kelenjar meibom.9

Perubahan pada komposisi sekresi kelenjar meibom terjadi pada pasien

blefaritis kronik. Penurunan polar lipid menyebabkan lipid tear layer menjadi

tidak stabil, selaput mata tidak melapisi keseluruhan mata, dan peningkatan

evaporasi aquos tear. Akibat dari obstruksi kelenjar meibom adalah tertahannya

ekresi dari kelenjar meibom sehingga menyebabkan penumpukkan hasil sekresi

dan terjadi pembengkakan pada kelenjar meibom.9

2.7. MANIFESTASI KLINIK


A. Blefaritis stafilokokus9
- sisik keras dan pengerasan kulit terutama berlokasi di antara dasar bulu

mata .
- hiperemia konjungtiva ringan dan umumnya terjadi konjungtivitis papiler

kronis.
- Kasus lama dapat berkembang menjadi jaringan parut dan bentukan

(tylosis) dari tepi kelopak mata. Madarosis, trichiasis dan poliosis.


- Perubahan sekunder termasuk pembentukan tembel, keratitis tepi kelopak

mata dan sesekali terjadi phlyctenulosis.


- Berhubungan dengan ketidakstabilan tear film dan sindrom mata kering

yang umumnya terjadi.


B. Blefaritis seboroik9
- Hiperaemik tepi kelopak mata anterior dan tampak berminyak dengan

menempel bersama-sama pada bulu mata


- Sisik yang lembut dan terletak di mana saja pada tepi kelopak mata dan

bulu mata.
C. Blefaritis posterior9

9
- Sekresi berlebihan dan tidak normal kelenjar meibomian sehingga

menyumbat lubang kelenjar meibomian dengan tetesan minyak


- Berkerut, resesi, atau penyumbatan lubang kelenjar meibomian
- Hiperemi dan telangiectasis dari tepi kelopak posterior.
- Tekanan pada tepi kelopak mengakibatkan cairan meibomian keruh atau

seperti pasta gigi.


- Transiluminasi kelopak dapat menunjukkan hilangnya kelenjar dan

dilatasi kistik duktus meibomian.


- Tear film berminyak dan berbusa, buih dapat menumpuk di tepi kelopak

atau dalam kantus.


- Perubahan sekunder termasuk konjungtivitis papiler dan erosi kornea
epitel inferior.

2.8. DIAGNOSIS
Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang komprehensif.

Pengujian, dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata dan permukaan

depan bola mata, termasuk:13

- Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan

adanya masalah kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap

masalah mata.
- Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan

penampilan bulu mata.


- Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan kelenjar

meibomian menggunakan cahaya terang dan pembesaran.


- Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.

2.9. DIAGNOSIS BANDING14

Condition Signs and symptoms Treatment


Conditions typically presenting bilaterally
Angioedema Often, but not always Often self-limited; avoid inciting agents
bilateral Emergency medical attention is required in patients with
Abrupt onset over upper airway obstruction; administer 0.3 mg of
minutes to hours; may intramuscular epinephrine
follow an exposure Mild cases may benefit from oral antihistamines and/or

10
Scaling usually absent glucocorticoids:
Diphenhydramine hydrochloride (Benadryl), 25 to
50 mg three or four times daily (dosage for
children: 4 to 6 mg per kg per day, in three or
four divided doses)
Loratadine (Claritin), 10 mg daily (dosage for
children two to five years of age: 5 mg daily)
Prednisone, 0.5 to 1.0 mg per kg per day, then taper
after three or four days

Atopic Fine scaling usually Oral antihistamines (see above)Topical corticosteroids:


dermatitis present Desonide (Tridesilon) 0.05%
Less edema than with Alclometasone dipropionate (Aclovate) 0.05%
contact dermatitis twice daily for five to 10 days
Other signs of atopic Second-line treatments:
dermatitis may be present Tacrolimus (Protopic) 0.1% ointment twice daily
Family or personal history Pimecrolimus (Elidel) 1% cream twice daily
of allergic rhinitis or
atopic dermatitis
Blefaritis Yellow scaling at eyelid Local measures: eyelid massage, warm compresses, and
margins gentle scrubbing twice daily with a cotton swab and 1:1
Patients may have solution of dilute baby shampoo or commercially
pruritus or burning available eyelid cleanser
Less edema than with For staphylococcal infections, bacitracin or erythromycin
cellulitis or contact ointment to eyelid margins at bedtime or one to two
dermatitis; edema more weeks
prominent at eyelid For meibomian gland dysfunction, may add tetracycline,
margin 250 mg four times daily, or doxycycline (Vibramycin),
100 mg three times daily, then taper after four weeks

Contact Onset follows exposure Avoid inciting agents


dermatitis Pruritus in allergic contact For allergic dermatitis, desonide 0.05% or alclometasone
dermatitis; burning or dipropionate 0.05% cream or ointment twice daily for
stinging in irritant contact five to 10 days
dermatitis For irritant dermatitis, cool compresses and a petroleum-
Minimal scaling based emollient applied at bedtime
Edema may be profound

Rosacea Telangiectasias often Local measures as for blefaritis


present Systemic tetracyclines:
Onset over weeks to Tetracycline, 250 mg four times daily
months Doxycycline, 100 mg three times daily
Eyelid changes often Topical metronidazole 0.75% cream (Metrocream) or gel
accompany flushing, (Metrogel) twice daily
papules, and pustules of Azelaic acid gel (Finacea) twice daily
the nose, cheek, forehead,
and chin

Systemic Onset over weeks to Maximize treatment of the underlying disorder


processes months
Other cutaneous and
systemic findings present
Conditions typically presenting unilaterally

Cellulitis* Often presents with Suggested oral regimen for patients with preseptal
severe edema, deep cellulitis only:

11
violaceous color, and pain Amoxicillin/clavulanate (Augmentin), 875 mg
Onset over hours to twice daily or 500 mg three times daily (dosage
daysHistory of preceding for children older than three months: 40 mg per
trauma or bite kg three times daily; dosage for children
younger than three months: 30 mg per kg every
12 hours)
Suggested intravenous regimens:
Ampicillin/sulbactam (Unasyn), 1.5 to 3 g every six
hours (dosage for children: 300 mg per kg daily,
divided every six hours)
Ceftriaxone (Rocephin), 1 to 2 g daily or divided
every 12 hours (dosage for children: 50 to 75
mg per kg daily, divided every 12 hours)
Parenteral antibiotics are often given for seven days in
orbital cellulitis; transition to oral antibiotics if clinical
improvement is noted after one week, to complete a total
treatment course of 21 days

Herpes Vesicles often present Often self-limited; use supportive measures such as
simplex Pain or burning may be compresses
present Topical bacitracin may help prevent secondary infection
Onset over hours to days Recurrent cases can be treated with long-term suppressive
therapy:
Acyclovir (Zovirax), 400 mg twice daily
Valacyclovir (Valtrex), 500 mg to 1,000 mg daily
Famciclovir (Famvir), 250 mg twice daily
Herpes zoster Older adults Cool compresses
ophthalmicus Vesicles often present Acyclovir, 800 mg five times daily for seven to 10 days;
Pain or burning valacyclovir, 1 g three times daily for seven days; or
Onset over hours to days famciclovir, 500 mg three times daily for seven days
Early initiation of tricyclic antidepressants (desipramine
[Norpramin], 25 to 75 mg at bedtime) may inhibit
postherpetic neuralgia
Patients may require additional treatment for
complications such as keratitis and glaucoma

Tumors Older adultsInsidious Depending on tumor type, Mohs micrographic surgery or


onset wide local excision
Typically painless nodule
(Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid, 2007)

2.10.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada tes spesifik untuk mendiagnosis blefaritis, diagnosis pada

blefaritis ditegakkan dengan pemeriksaan fisis. Pemeriksaan slit lamp

diindikasikan paada gejala yang berat atau terdapat tanda-tanda adanya penyakit

mata lainnya. Pemeriksaan swab diindikasikan paa kasus yang berat atau kasus

12
rekuren, dan biopsi diindikasikan ketika terdapat tanda-tanda keganasan (seperti

adanya lesi atau hilangnya bulu mata).15

2.11. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan blefaritis pada umumnya adalah menjaga kebersihan

palpebra, selain itu dapat juga diberikan antibiotik sistemik dan topikal, dan pada

beberapa kasus dapat digunakan agen inflamasi topikal, seperti kortikosteroid.9


2.11.1.
Non-Farmakoterapi
Kebersihan dari palpebra merupakan manjemen utama dalam

pengobatan blefaritis. Palpebra dapat dikompres dengan air hangat selama

beberapa menit untuk melunakkan dan menghilangkan krusta dan

menghangatkan kelenjar meibom. Cara yang baik adalah dengan

meletakkan handuk yang telah direndam air hangat pada palpebra yang

tertutup selama 5 sampai 10 menit. Hal ini dapat diikuti dengan sedikit

pijatan pada tepi palpebra untuk melancarkan aliran sekresi kelenjar

meibom.9
Dapat juga diberikan shampo bayi atau sodium bicarbonate

solution pada kulit kepala, alis mata, dan tepi palpebra (terutama pada

blefaritis seborreik). Pada pemberian pertama dapat dilakukan 2 kali

sehari, namun selanjutnya dapat diberikan 1 kali sehari ketika sudah

adanya perbaikan. Untuk kepentingan kosmetik, dapat menggunakan eye

linear dan mascara.4,16


2.11.2.
Farmakoterapi
Pengobatan blefaritis dengan farmakoterapi adalah untuk

menurunkan derajat kolonisasi bakteri pada palpebra, sehingga dapat

menurunkan inflamasi dan gejala, namun untuk eliminasi semua bakteri

dengan penggunaan antibiotik masih menyulitkan.9 Pengobatan blefaritis

13
dapat menggunakan salep antibiotik jika gejala infeksi muncul (seperti

kloramfenikol) yang diberikan 2 kali sehari dan dioleskan pada mata atau

pada tepi palpebra dengan menggunakan ujung jari atau cotton bud. 16

Penggunaan salep antibiotik ini ditargetkan pada bakteri patogen, terutama

S. aureus (dan dapat juga untuk staphylococcus lainnya,

propionbacterium, Demolex, dan Pityrosporum sp.). Mekanismenya

adalah dengan mereduksi produksi lipase staphylococcus dan juga

eliminasi bakteri.12
Jika kebersihan palpebra dan pengobatan antibiotik topikal gagal,

dapat diberikan antibiotik oral, seperti tetrasiklin, doksisiklkin, atau

minosiklin.9,16,17 Doksisiklin diawali dengan penggunaan dosis awal 100

mg 2 kali sehari selama 3-4 minggu, dan dilanjutkan dengan dosis 100 mg

1 kali sehari selam beberapa bulan. Tetrasiklin dapat diberikan dengan

dosis awal 250 mg 4 kali sehari, dan dosis diturunkan setelah 3-4 minggu

menjadi 2 kali sehari, kemudian diturunkan lagi menjadi 1 kali sehari.

Penggunaan tetrasiklin untuk menurunkan produksi lipase pada S. aureus

dan S. epidermidis.9
Dapat juga digunakan kombinasi kortikosteroid topikal dengan

antibiotik untuk terapi jangka pendek. Penggunaan kombinasi ini dapat

lebih cepat untuk menurunkan inflamasi dan lebih cepat mengurangi

gejala.12 Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti peningkatan tekanan

intraokular, memperparah infeksi, dan dapat terjadi perubahan pada kornea

dan lensa.9,17
Terapi blefaritis posterior tergantung pada perubahan-perubahan di

konjungtiva dan kornea yang terkait. peradangan yang jelas pada struktur-

14
struktur ini mengharuskan pengobatan aktif, termasuk terapi antibiotik

sistemik dosis rendah jangka panjang. Biasanya doksisiklin (100 mg 2 kali

sehari) atau erytomisisn (250 mg 3 kali sehari), tetapi juga berpedoman

pada hasil biakan bakteri dari tepi palpebra, dan steroid topikal lemah

(sebaiknya jangka pendek), misalnya prednisolon (0,125% 2 kali sehari).


Blefaritis posterior dapat dihubungkan dengan mata kering yang

membutuhkan terapi dengan substitusi air mata buatan.5

2.12. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang

paling sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin

sebaiknya disarankan untuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti

kaca mata sampai gejala blefaritis benar-benar sudah hilang.1

Blefaritis stafilokok dapat disertai komplikasi berupa hordeolum, kalazion,

eratitis epitel sepertiga bawah kornea, dan infiltrasi kornea marginal. Kedua

bentuk blefaritis anterior merupakan predisposisi terjadinya konjungtivitis

berulang.4,7 Komplikasi lain dapat berupa hilangnya bilu mata (madarosis),

kemudian bulu mata yang tumbuh melengkung ke dalam (trikiasis). Oleh karena

blefaritis merupakan proses yang menahun, menimbulkan hipertrofi dari margo

palpebra, sehingga palpebra menjadi berat. Jika hal ini terjadi pada palpebra

superior, maka dapat terjadi tilosis, dan apabila terjadi pada palpebra inferior

maka dapat menyebabkan ektropion.7

Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya, meskipun

defisiensi tear film kadang dapat mengaburkan penglihatan, menyebabkan

berbagai derajat penglihatan berfluktuasi sepanjang hari.1

2.13. PROGNOSIS

15
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat

mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan

kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman

untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi

kronis. Jika blefaritis berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti

ketombe atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi

blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini

jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil,

kekambuhan dapat terjadi. 1

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS
Nama : Tn. Y.J
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sentani
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Berkebun
Tanggal Pemeriksaan : 26 April 2017
No. Rekam Medik : 42 44 48

3.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri pada mata kanan
b. Riwayat Penyakit
Pasien datang ke poli mata RSUD Jayapura dengan keluhan merasa

nyeri pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku mata

terasa kering, pandangan kabur serta kedua mata terasa seperti berpasir.

Pasien mengaku sudah diberi obat warungan berupa tetes mata tetapi tidak

membaik. Pasien menyangkal pernah jatuh atau mengalami trauma

sebelumnya.
Nyeri tekan (+) pada mata kanan. Keluhan mata merah (+), mata

berair (-), sekret (+), pandangan kabur (+), silau saat melihat sinar (+),

pandangan ganda (-), tidak ada kerontokan pada bulu mata, mata gatal (-),

demam (-), mual dan pusing (-).


c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat alergi obat atau makanan disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa.

e. Riwayat Sosial Ekonomi

17
Pasien berobat menggunakan KPS

5.3. PEMERIKSAAN FISIS UMUM


a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital : dalam batas normal

3.4. PEMERIKSAAN KHUSUS/ STATUS OFTALMOLOGIS

a. Pemeriksaan Subyektif

JENIS PEMERIKSAAN OD OS

Form Sence Sentral Distance Vision 6/12 6/12


(Snellen Card) Koreksi: S -0.75 Koreksi: S -0.75
6/7.5 6/7.5
Near Vision Add S +2.00 Add S +2.00
(Jaegger Test)
Perifer tde tde
Colour tde tde
Sence
Light Sence tde tde
Light tde tde
Projection

b. Pemeriksaan Objektif
1. Penanganan Bagian Luar

JENIS PEMERIKSAAN OD OS
Inspeksi Edema + -
umum Hiperemis + -
Sekret + -
Lakrimasi - -
Fotofobia + -
Blefarospasme - -
Posisi bola mata Ortoforia Ortoforia
Benjolan/tonjolan - -
Supersilia - -
Palpebra Posisi Normal Normal
Warna Hiperemis Normal
Bentuk Normal Normal
Edema + -
Pergerakan Normal Normal

18
Ulkus - -
Tumor - -
Sekret P.inferior + -
Nyeri tekan + -
Margo Posisi Normal Normal
Inspeksi Ulkus - -
palpebra
Khusus Krusta - -
Silia Madarosis Madarosis
(-) (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distrikiasis Distrikiasis
(-) (-)
Skuama - -
Konjungtiva Palpebra Warna Hiperemis Hiperemis
(+) (-)
Sekret - -
Edema - -
Bulbi Warna Hiperemis Hiperemis
(-) (-)
Benjolam - -
Pembuluh - -
darah
Injeksi - -
Forniks Posisi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Warna Ikterik (-) Ikterik (-)
Sklera Perdarahan - -
Benjolan - -
Lain-lain - -
Kekeruhan - -
Ulkus - -
Sikatriks - -
Kornea Panus - -
Bulbus Okuli
Arkus - -
Senilis
Permukaan Merata Merata
Refleks - -
Kornea
Lain-lain - -
COA Cukup Cukup
dalam dalam
Perlekatan - -
Iris Warna Cokelat Cokelat
Lain-lain - -

19
Pupil Bentuk Bulat, Bulat,
regular regular
Refleks + +
Lensa Kekeruhan - -
Nyeri Tekan + -
Palpasi Tumor - -
TIO Digital Normal/ Normal/
palpasi palpasi
2. Pemeriksaan Kamar Gelap

JENIS PEMERIKSAAN OD OS
Obligus Iluminatum
Kornea Permukaan licin, Permukaan licin,
ulkus (-), sikatriks ulkus (-), sikatriks
Direct Ophtalmoscope (-), jaringan (-), jaringan
fibrovaskulker (-) fibrovaskulker (-)
COA Cukup dalam, Cukup dalam,
hipopion (-), hipopion (-),
hifema (-), flare (-) hifema (-), flare (-)
Iris Cokelat, sinekia (-) Cokelat, sinekia (-)
Badan Kaca Normal Normal
Refleks + +
Fundus
Pembuluh Normal Normal
Darah
Macula Lutea Normal Normal
Kornea Permukaan licin, Permukaan licin,
ulkus (-), sikatriks ulkus (-), sikatriks
Slit Lamp (-), jaringan (-), jaringan
fibrovaskulker (-) fibrovaskulker (-)
COA Cukup dalam, Cukup dalam,
hipopion (-), hipopion (-),
hifema (-), flare (-) hifema (-), flare (-)
Iris Cokelat, sinekia (-) Cokelat, sinekia (-)
Lensa Keruh (-) tes Keruh (-) tes
bayangan (-) bayangan (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bulbi
Tensi Oculi Schiotz Tde tde
Placido Test Tde tde
Pupil Distance (PD) 70/68

20
FOTO KLINIS

3.5. RESUME
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang dengan keluhan merasa nyeri
sekret
pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku mata terasa

kering, pandangan kabur serta mata terasa seperti berpasir. Mata terasa panas,

apabila ditekan semakin nyeri, sudah diberi obat warungan berupa tetes mata
hiperemis epiforia
Dry
edemaeye
edema
tetapi tidak membaik, keluar sedikit belek berwarna putih, mata merah,

pandangan kabur, tidak melihat pelangi di sekitar lampu, tidak silau saat

melihat sinar, tidak melihat pandangan ganda, tidak ada kerontokan pada bulu

mata, tidak ada demam, tidak mual muntah, tidak pusing.


Dari pemeriksaan fisik mata kanan ditemukan adanya edema, suhu

perabaan hangat, nyeri tekan pada palpebra inferior, dan terdapat secret

mukoserous pada margo palpebra inferior okuli dextra. Pada pemeriksaan visus

jarak jauh didapatkan visus AVOD dan AVOAS 6/12 dengan koreksi S -0.75

maksimal visus 6/7.5 serta pada pemeriksaan visus jarak dekat didapatkan add

+2.00. Pada pemeriksaan direct opthalmoskopi dan slit lamp tidak ditemukan

adanya kelainan.

3.6. DIAGNOSIS BANDING

1 B

itis Anterior OD et causa Bakteri

21
Gejala utama pada blefaritis anterior adalah iritasi, rasa terbakar, dan gatal

pada tepi palpebra. Banyak sisik atau granulasi terlihat menggaung di bulu

mata palpebra superior maupun inferior. Pada tipe stafilokok, sisiknya

kering, palpebra merah, terdapat ulkus-ulkus kecil di sepanjang tepi

palpebra dan bulu mata cenderung rontok. Pada tipe seborreik, sisik

berminyak, tidak terjadi ulserasi, dan tapian palpebra tidak begitu merah.

2 Blefearits Anterior OD et causa Virus

Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala

-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas. Gejala tidak akan

melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda yang terlihat pada

mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan berasa demam.

Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea bila mata

terkena.

3 Blefearits Anterior OD et causa Alergi

Blefaritis alergi dapat disebabkan oleh rangsangan kronik / menahun

akibat dari debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik.

4 Blefaritis Posterior OD

Blefaritis posterior bermanifestasi dalam aneka macam gejala yang

mengenai palpebra, air mata, konjungtiva dan kornea. Disfungsi kelenjar

meibom ditandai dengan adanya inflamasi pada tepi palpebra, terjadi

perubahan anatomi dari kelenjar (edema), dan perubahan karakter sekresi.

5 Konjungtivitis akut OD

Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi

konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret

22
yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak,

kemosis, hipertrofi papil, folikel membran, pseudomembran, granulasi,

flikten, mata merasa seperti ada benda asing, dan adenopati preaurikular.

3.7. DIAGNOSIS KERJA


Blefearits Posterior OD
Dasar diagnosa
Keluhan : Nyeri pada mata kanan
Mata kering (+)
Pandangan kabur (+), mata terasa seperti berpasir
Sekret (+) berwarna mukoserous pada tepi palpebra inferior
Pemeriksaan fisik

OD :
Edem palpebra (+)
Nyeri tekan palpebra (+)
Fotofobia (+)
Hiperemis (+) pada tepi palpebra
Pemeriksaan lain dalam batas normal
OS : tidak ada keluhan

3.8. TERAPI
Medikamentosa
Antibiotik topikal berupa salep mata, yang diberikan 4 kali per hari dan

dioleskan pada mata kanan atau pada tepi palpebra dengan menggunakan

ujung jari atau cotton bud


Air mata buatan yang diberikan 4 kali per hari sebanyak 1-2 tetes

Non Medikamentosa

Prinsip utamanya ialah menjaga higenitas atau kebersihan diri, dengan

cara:

1. Kompres dengan air hangat 3-4 kali/hari selama 10-15menit/hari


2. Pembersihan sekret kelopak mata dengan shampo bayi
3. Hindari dari paparan debu

23
4. Istirahat yang cukup
5. Tutup mata baik dengan kacamata maupun kain
6. Jangan dikucek

3.9. PROGNOSIS

Prognosis OD OS
Quo ad Vitam (berhubungan dengan tanda vital) Ad bonam Ad bonam
Quo ad Sanam (berhubungan dengan penyakit) Ad bonam Ad bonam
Quo ad Visam (berhubungan dengan tajam Ad bonam Ad bonam

penglihatan)
Quo ad Cosmeticam (berhubungan dengan Ad bonam

kosmetik)

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

ophtalmologis, maka pasien ini di diagnosis dengan blefaritis posterior oculus

dextra.

24
Dari anamnesis didapatkan pasien berusia 55 tahun, datang dengan

keluhan nyeri pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku mata

terasa kering, pandangan kabur serta kedua mata terasa seperti berpasir. Mata

terasa gatal, panas dan nyeri, apabila ditekan semakin nyeri, sudah diberi obat

warungan berupa tetes mata tetapi tidak membaik. Hal ini sesuai dengan

manifestasi klinis terjadinya blefaritis yang memberikan keluhan rasa terbakar,

adanya sensasi benda asing, mata merah, fotofobia, nyeri, dan adanya penurunan

visus.

Pada status opthalmologi pemeriksaan visus jauh dengan kartu Snellen

didapatkan AVOD dan AVOS 6/12, dan setelah dikoreksi didapatkan visus AVOD

dan AVOS yaitu S -0.75, dengan maksimal ketajaman penglihatan 6/7.5.

Sedangkan pada pemeriksaan visus dekat dengan Jaegger Test didapatkan add

+2.00. Pada inspeksi umum mata kanan didapatkan edema ringan palpebra,

sekret,, hiperemis, fotofobia. Pada margo palpebra inferior terlihat adanya sekret

berwarna putih kental (mukoserous). Pada pemeriksaan direct ophtalmoscope dan

slit lamp dalam batas normal.

Maka dasar diagnosa pada kasus ini adalah sesuai dengan adanya faktor

resiko terjadinya blefaritis yaitu usia (>50 tahun), dan adanya dry eye /mata

kering. Berdasarkan teori bahwa blefaritis lebih sering terjadi pada usia lebih dari

50 tahun. Hal ini dapat terjadi akibat penurunan efektifitas dari kelenjar-kelenjar

mata, sehingga mata menjadi kering dan berpasir.

Pada blefaritis posterior terjadi perubahan pada komposisi sekresi kelenjar

meibom. Disfungsi kelenjar meibom ditandai dengan adanya inflamasi pada tepi

palpebra, terjadi perubahan anatomi dari kelenjar, dan perubahan karakter sekresi

25
air mata. Penurunan polar lipid menyebabkan lipid tear layer menjadi tidak stabil,

sehingga selaput mata tidak melapisi keseluruhan mata, dan peningkatan

evaporasi aquos tear. Peningkatan evaporasi film air mata menyebabkan

terjadinya penurunan komponen lipid pada air mata. Hal ini yang menyebabkan

timbulnya blefaritis pada mata kering.

Penurunan visus mata sebelah kanan, serta pada pemeriksaan mata kanan

tampak adanya edema, nyeri tekan palpebra, fotofobia, serta sekret berwarna

mukoserous pada margo palpebra inferior yang mendukung penegakkan diagnosa

pada penyakit blefaritis posterior oculus dextra.

Penatalaksanaan pada pasien berupa pemberian terapi medikamentosa dan

non-medikamentosa. Untuk medikamentosa, diberikan salep antibiotik atas dasar

adanya gejala peradangan yang muncul (edema, nyeri, adanya sekret), diberikan

antibiotik topikal salep mata 2 kali sehari dan dioleskan pada mata kananatau pada

tepi palpebra dengan menggunakan ujung jari atau cotton bud. Selain itu diberikan

pula obat tetes air mata buatan dengan indikasi untuk mengurangi mata kering

serta iritasi akibat kondisi lingkungan pasien yang sering terpapar oleh debu. Di

berikan 4 kali sehari sebanyak 1-2 tetes pada mata kanan.

Pada pengobatan non-medikamentosa, pasien dianjurkan untuk menjaga

higenitas atau kebersihan diri. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

menjaga kebersihan dari palpebra merupakan manjemen utama dalam pengobatan

blefaritis. Palpebra dapat dikompres dengan air hangat selama beberapa menit

dengan cara yang baik yaitu dengan meletakkan handuk yang telah direndam air

hangat pada palpebra yang tertutup selama 5 sampai 10 menit. Dapat juga

diberikan shampo bayi atau sodium bicarbonate solution pada kulit kepala, alis

26
mata, dan tepi palpebra untuk mencegah keparahan dari blefaritis dengan cara

membantu menghilangkan debris skuamosa pada mata. Istirahat yang cukup dan

meminta pasien untuk tidak mengucek pada mata yang iritasi agar tidak

menyebabkan peradangan yang lebih lanjut.

Pada kasus ini tidak ditemukan adanya penyulit seperti hordeolum,

kalazion, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng. Sehingga perawatan kelopak

mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan.

Prognosis pada pasien dengan blefaritis baik. Kecacatan visual akibat

blefaritis dilaporkan jarang terjadi. Prognosis pada pasien ini adalah quo ad

vitam : bonam, quo ad fungsionam : bonam, quo ad sanationam : ad bonam, dan

quo ad cosmeticam : ad bonam.

BAB V

KESIMPULAN

27
1. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan ophtalmologis,

maka pasien pada kasus ini di diagnosis dengan blefaritis posterior oculus

dextra.
2. Penanganan pada pasien ini yang utama yaitu untuk menjaga higenitas atau

kebersihan diri. Pemberian antibiotik topikal berupa salep mata 2 kali sehari

dan dioleskan pada mata kanan atau pada tepi palpebra, dan pemberian tetes

air mata buatan 4 kali sehari sebnyak 1-2 tetes untuk mengurangi mata kering

serta iritasi akibat kondisi lingkungan.


3. Tidak ditemukan penyulit pada kasus ini seperti hordeolum, kalazion,

madarosis, trikiasis, dan lainnya.


4. Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam : bonam, quo ad fungsionam :

bonam, quo ad sanationam : ad bonam, dan quo ad cosmeticam : ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahl, Andrew A. Blefaritis. [diakses 26 April 2017]. Diakses dari:

http://www.medicinenet.com/blefaritis/article.htm pada tanggal 27 April

2017.

28
2. Johnson, Stephen M. Blefaritis in Midwest Eye Institute. 2017]. Diakses dari:

http://smjohnsonmd.com/Blefaritis.html pada tanggal 27 April

3. Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit Mata, edisi ketiga, Jakarta: balai penerbit FKUI,

2009; 89-97p.

4. Riordan P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.

Jakarta: EGC, 2015; 79-80p.

5. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology, 9 th ed. Australia: Blackwell

publishing, 2013; 52-4p.

6. Popham, Jerry. In Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery : Eyelid Anatomy.

Diakses dari: http://www.drpopham.com/347-Anatomy%20-%20Eyelid/ pada

tanggal 26 April 2017.

7. Wijana, Nana. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma

Jaya, 1989; 18-9p.

8. Putnam CM. Diagnosis and Management of Blepharitis: An Optometrists

Perspective. Dovepress, 2016; 71-8p.

9. Jackson WB. Blepharitis: Current Strategies for Diagnosis and Mangement.

Can J opthalmol, 2008; 170-9p.

10. The college of opthometrists. Blepharitis. London: The college of

optometrists, 2011.

11. Coleman AL. Blepharitis. San Fransisce: American academy of

opthalmology, 2013; 1-26p.

12. Lowery RS. Adult blepharitis. Los Angeles: Medscape, 2016. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a4 pada tanggal 26

April 2017.

29
13. Hadrill, Marilyn. Blefaritis Page updated September 21. Diakses dari:

http://www.allaboutvision.com/conditions/blefaritis.htm pada tanggal 26

April 2017.

14. Feder, Robert S et all. Blefaritis Limited Revision In Preferred Practice

Pattern. American Academy Ophthalmology: 2011.

15. Scoot O. Blepharitis. Patient platform limited, 2014; 1-6p.

16. The college of optometrists. Clinical management guidelines: Blepharitis

(inflamation of the lid margins). The college of optometrists, 2009; 1-4p.

17. Stuart A. Managing blepharitis: Tried-and-True and New Approaches.

American academy of opthalmology, 2012; 29-31p.

30

Anda mungkin juga menyukai