Anda di halaman 1dari 46

Nama : Tn. H.N.

Umur : 64 Tahun No. DM : 44 69 79


JK : Laki-laki Tanggal MRS : 19 November 2018
ANAMNESA Suku : Ambon Tanggal Pem. : 19 November 2018
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : TKBM
Status : Menikah

Sumber: 1. Pasien sendiri


2. Keluarga (ayah/ibu/suami/Istri/Saudara/Anak)
3. Orang lain

1.1. DAFTAR MASALAH


No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Cerebrovascular disease susp. 19/11/2018 -
Stroke
2. Hemiparese sinistra  1 19/11/2018 -
3. Hipertensi grade I 19/11/2018

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Keluhan Utama : kelemahan tubuh bagian kiri
 Onset : Mendadak ± 8 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
 Lokasi : tubuh bagian kiri
555 333
 Kualitas : Kekuatan Motorik
555 333

 Kuantitas : ADL (Barthel Indeks 10) : Ketergantungan sedang


 Kronologis
Pasien diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan kelemahan pada tubuh
bagian kiri sejak ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit secara tiba-tiba saat pasien baru bangun
tidur. Pasien mengaku awalnya kaki kiri seperti terasa kesemutan yang kemudian menjalar ke

1
tangan kiri, lalu lama kelamaan pasien merasa kaki kiri terasa berat untuk digerakkan. Riwayat
jatuh sebelumnya disangkal. Selain itu pasien juga mengeluh mual namun tidak muntah. Nyeri
kepala, pusing berputar, penglihatan kabur, bicara pelo, nyeri ulu hati, sesak disangkal. BAB
terakhir kemarin pagi dan BAK lancar, makan dan minum baik.
Pasien mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
 Faktor yang memperingan : Berbaring
 Faktor yang memperberat : -
 Gejala penyerta : mual (+), muntah (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah memeriksa kesehatan

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti pasien
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat Kolesterol disangkal
 Riwayat Asam urat disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


 Riwayat merokok ada, sejak > 10 tahun
 Riwayat alkoholisme disangkal
 Pasien bekerja sebagai TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat)

2. PEMERIKSAAN FISIK
2.1 Status Vital
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V5M6

2
 Tekanan Darah : 160/100 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Respirasi : 22 x/menit
 Suhu badan : 36.50C
 SpO2 : 99%

2.2 Status Generalisata


1. Kepala dan Leher
 Mata : Konjungtiva anemis(-/-), skelera ikterik (-/-), refleks cahaya +/+
, pupil isokor (Ø 2 mm/2 mm)
 Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-)
 Mulut : Caries (-), oral candidiasis (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP normal.
2. Thoraks
Paru
 Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan-kiri normal
 Perkusi : Kanan sonor, kiri sonor
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba ICS V
 Perkusi : Pekak
Batas atas jantung parasternal line sinistra ICS II
Kanan bawah ICS IV, parasternal line dekstra.
Kiri bawah ICS V midklavikularis line sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular,murmur (-), gallop (-)
3. Abdomen

3
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar TTB/TTB
 Perkusi : Tympani

4. Ekstremitas : Akral hangat, Udem , Ulkus , CRT < 2 detik


5. Genitalia : Tidak dievaluasi
6. Vegetatif : - Makan/Minum (Baik/Baik)
- BAB/BAK (Lancar/Lancar)

2.3 Status Neurologis


 Tingkat Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4V5M6)
 Rangsang Meningeal :
Rangsang Meningeal Interptretasi
Kaku Kuduk -
Laseq -/-
Kerniq -/-
Bruzinski I/II -/-

 Nervus Cranialis

Nervus Cranialis Interpretasi


N. I (Olfaktorius-sensoris) Tidak dievaluasi
N.II (Optikus-Sensoris) Reflex cahaya (+)
N.III (Oculomotorius-Motorik) Tidak dievaluasi
N.IV (Trochlearis-mata: (M.Obliq sup) Tidak dievaluasi
N.V (Trigeminus-sensoris wajah)
Tidak dievaluasi
dan M. Masticator
N.VI (Abducens) Pupil bulat, isokor (Ø 2 mm/2 mm)

4
N.VII (Fasialis – motorikwajah) Motorik: Mengerutkan dahi (+), mengangkat
 sentral alis (+), menutup mata (+), senyum (+), mulut
mencong (-)
Sensorik: rasa manis (+), asin (+), asam (+),
pahit (+)
N.VIII (vestibulokoklearis) Pendengaran (+)
N.IX (Glosopharingeus) Dalam batas normal
N.X (Vagus) Uvula berada di tengah, refleks muntah (+),
menelan (+)
N.XI (Assesorius) Tidak dievaluasi
N.XII (Hypoglosus) Lidah (+) normal

 Motorik
a) Inspeksi :
- Sikap tubuh : terlentang
- Keadaan otot (bentuk) : atrofi otot (-)
b) Palpasi :
- Tonus otot : Hipertonus
- Kekuatan otot:
555 233
555 333

Refleks Fisiologis :
Refleks Fisiologi Ekstremitas Kanan Ekstremitas Kiri
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patella ++ ++
Achiles ++ ++

Refleks Patologis :
Refleks Patologi Ekstremitas Dekstra Ekstremitas Sinistra

5
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -

 Sensorik
Sensibilitas : Baik
 Otonom Vegetatif
BAB/BAK : baik/baik
Makan/minum : baik/baik

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Lengkap (Tanggal 18-11-2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HGB 12.9 g/dl 13.3 – 16.6 g/dl
RBC 4.91x106/L 3.69 – 5.46 x 106/L
WBC 9.03x103/L 3.37 – 8.38 x 103/L
HCT 37.8 % 41.3– 52.1 %
PLT 401.000/L 140.000 – 400.000/L

DDR Negative (-)

b. Kimia Darah (18-11-2018)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 140.90 135 – 148 mEq/L
Kalium 3.64 3,5 – 5,3 mEq/L
Chlorida 107.30 98 – 106 mEq/L
Calcium Ion 1.14 1.15 – 1.35 mEq/L
GDS 126 <= 140 mg/dL
SGOT 17.2 <= 40 U/L

6
SGPT 16.7 <= 41 U/L
BUN 8.5 7-18 mg/dL
Creatinin 0.94 <= 0.95 mg/dL

 CT-SCAN Kepala tanpa Kontras

Kesan : Infark cerebri di daerah parietal kanan seperti lacunar juga parietal kiri/berulang ?;
brain atropi; hydrocefalus.

7
 EKG

Barthel Indeks
No. Kegiatan Kemampuan Score Nilai
BAB  Tidak terkendali/tidak teratur 0
(butuh pencahar)
1. 1
 Kadang tidak teratur 1
 Terkendali/teratur 2
BAK  Tidak terkendali/tidak teratur 0
(butuh pencahar)
2. 2
 Kadang tidak teratur 1
 Terkendali/teratur 2
Kebersihan diri  Membutuhkan orang lain 0
3. 0
 Mandiri 1
Penggunaan jamban/toilet  Membutuhkan orang lain 0
 Bila memerlukan bantuan 1
4. 1
pada beberapa aktivitas
 Mandiri 2

8
Makan  Tidak mampu/membutuhkan 0
orang lain
5. 2
 Membantu sebagian 1
 Mandiri 2
Berpindah posisi dari tempat  Membutuhkan orang lain 0
tidur ke kursi roda dan (banyak)
6. sebaliknya  Membutuhkan 2 orang 1 2
 Membutuhkan 1 orang 2
 Mandiri / sendiri 3
Mobilitas 0
 Tidak mampu
1
 Memakai kursi roda
7. 2
 Bila dipapah 1 orang
2
 Bisa sendiri/mandiri
3
8. Berpakaian  Bila bergantung pada orang 0 0
Total 10
Interpretasi Hasil
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total

Siriraj Stroke Score:


(2,5 x Tingkat Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri kepala) + (0,1 x TD Diastolik) – (3 x
atheroma markers) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) – (3 x 0) -12
= 0 + 0 + 0 + 10 – 0 – 12
= - 2 ( < -1 = Stroke infark)

9
4. RESUME
Pasien ♂ 64 tahun dengan hemiparese sinistra sejak ± 8 jam SMRS. KU: TSS; kesadaran : CM,
GCS: 15 (E4V5M6); TTV: TD: 160/100 mmHg. Kekuatan otot , Barthel Indeks
(10) Ketergantungan sedang. Lab. (18/11/2018) : HB 12.9 g/dL, Trombosit 401x103/L,
Clorida 107.30 mEq/dL, Calcium ion 1.14 mEq/dL. CT-scan kepala non kontras, kesan : Infark
cerebri di daerah parietal kanan seperti lacunar juga parietal kiri/berulang ?

5. DIAGNOSA KERJA
 Diagnosa Klinis : Hemiparese sinistra
 Diagnosa Topis : Sistem Karotis Dextra
 Diagnosa Etiologi : Stroke Infark (berdasarkan siriraj stroke score)
 Diagnosa Tambahan : Hipertensi grade I

6. PLANNING
 Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap, kimia lengkap
 Pemeriksaan CT Scan kepala non kontras
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan foto thorax PA
 Fisioterapi

7. TATALAKSANA
a) Non Farmakologis
 Posisi tirah baring rata, miring kanan-kiri per 2 jam
 Fisioterapi
b) Farmakologis
 IVFD NaCl 0,9 % 1500cc/ 24 jam
 Inj. Citicolin 2x500mg (IV)
 Semax drops 4x15 tetes mukosa nasal

10
 Clopidogrel 1x75 mg (PO)
 Aspilet 1x80 mg (PO)
 Atorvastatin 1x20 mg (PO)
 Amlodipin 1x10 mg (PO)

8. PROGNOSA
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia

Co-Ass bertugas, Dokter pembimbing

Kurnia Sari, S.Ked dr. Ignatius I. Letsoin, Sp.S, M.Si, Med, FINS, FINA

11
Foloow up
Hari, Catatan Tindakan
Tanggal
Senin S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
19/11/2018 Kesadaran :Compos mentis, GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 150/100mmHg, N: 83x/mnt, RR: 21x/mnt, SB : 36,5oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset = 1 Status Generalis
HP = 1 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Diet rendah garam tinggi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) serat
Saraf Otak : - Mika/miki tiap 2 jam
Motorik :
555 444

555 222
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAB (-) 1 hari, BAK (+)
Refleks Fisiologis : BPR (++), TPR (++), KPR (++), APR (++)
Refleks Patologis : Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-)

Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
Selasa, S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
20/11/2018 Kesadaran :Compos mentis, GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 83x/mnt, RR: 21x/mnt, SB : 37,1oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset= 2 Status Generalis
HP = 2 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Diet rendah garam tinggi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) serat
Saraf Otak : - Mika/miki tiap 2 jam
Motorik :
555 333

555 222
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAB (-) 1 hari, BAK (+)
Refleks Fisiologis : BPR (++), TPR (++), KPR (++), APR (++)

12
Refleks Patologis : Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-)

Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
Rabu, S : Sakit kepala(-), gelisah(-), demam(-), sesak(-) - Citicolin 2x500 mg (p.o)
05/09/2018 Kesadaran :Compos mentis, GCS: E4V5M6 - Piracetam 1 x1200mg (p.o)
HP = 12 TTV: TD: 180/100mmHg, N: 96x/mnt, RR: 22x/mnt, SB : 36,8oC
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Status Generalis
Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Valsartan 1 x 160 mg (p.o)
Pembesaran KGB (-) - Simvastatin 1x 20 mg (p.o)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Clorpidogrel 1x75mg
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Aspilet 1x80mg
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) - Omeprazole 2x1caps
Status Neurologis
- Mobilisasi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II,III (-/-/-) - Rencana Pulang bila TD
Motorik : 150/90mmHg
444 444
333 333
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAB (-) 10 hari, BAK (+)
Refleks Fisiologis : BPR (+++), TPR (+++), KPR (+++), APR
(+++)
Refleks Patologis : Babinski (+/+), Chaddock (+/+), Gordon (+/+),
Oppenheim (+/+)

Diagnosa Kerja :
- Stroke infark sistem carotis sinistra
- Hipertensi emergensi
- Hemiparese dupleks
- Ventriikulomengali
Kamis, S : Sakit kepala(-),munta(-), demam(-), kejang(-) - Citicolin 2x500 mg (p.o)
06/09/2018 Kesadaran :Compos mentis, GCS: E4V5M6 - Piracetam 1 x1200mg (p.o)
HP = 13 TTV: TD: 170/100mmHg, N: 77x/mnt, RR: 22x/mnt, SB : 36,5oC
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Status Generalis
Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Valsartan 1 x 160 mg (p.o)
Pembesaran KGB (-) - Simvastatin 1x 20 mg (p.o)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Clorpidogrel 1x75mg
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Aspilet 1x80mg
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) - Omeprazole 2x1caps
Status Neurologis
- Ciprofloksasin 3x25mg
Rangsang Meningeal : refleks cahaya (+/+),pupil bulat isokos
2m/2m, Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-), Brudzinky I,II, (-/-/-) - Mobilisasi
Saraf Otak : N.VII: labialis line asimetris, miring ke sebelah kanan, - Rencana Pulang bila TD
N.XII: bicara pelo (kurang jelas) 150/90mmHg
Motorik :
444 444

13
333 333
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAB (-) 10 hari, BAK (+)
Refleks Fisiologis : BPR (+++), TPR (+++), KPR (+++), APR
(+++)
Refleks Patologis : Babinski (+/+), Chaddock (+/+), Gordon (+/+),
Oppenheim (+/+)

Diagnosa Kerja :
- Stroke infark sistem carotis sinistra
- Hipertensi emergensi
- Hemiparese dupleks
- Ventriikulomengali
Sabtu, S : Sakit kepala(-), gelisah(-), demam(-), sesak(-) - Citicolin 2x500 mg (p.o)
07/09/2018 Kesadaran :Compos mentis, GCS: E4V5M6 - Piracetam 1 x1200mg (p.o)
HP = 14 TTV: TD: 160/90mmHg, N: 70x/mnt, RR: 21x/mnt, SB : 36,9oC
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Status Generalis
Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Valsartan 1 x 160 mg (p.o)
Pembesaran KGB (-) - Simvastatin 1x 20 mg (p.o)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Clorpidogrel 1x75mg
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Aspilet 1x80mg
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) - Omeprazole 2x1caps
Status Neurologis
- Ciprofloksasin 3x25mg
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II,III (-/-/-) - Mobilisasi
Saraf Otak : N.VII: labialis line asimetris, miring ke sebelah kanan, - BPL
N.XII: bicara pelo (kurang jelas) - Kontrol kembali ke poli
Motorik :
444 444 saraf dan rehabilitasi medik
333 333
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAB (-) 10 hari, BAK (+)
Refleks Fisiologis : BPR (+++), TPR (+++), KPR (+++), APR
(+++)
Refleks Patologis : Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Gordon (+/-),
Oppenheim (+/-)

Diagnosa Kerja :
- Stroke infark sistem carotis sinistra
Hipertensi emergensi
- Hemiparese dupleks
- Ventriikulomengali

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi pembuluh darah otak
2/3 otak bagian depan, kedua belahan otak dan struktur subkortikal
mendapat darah dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian
belakang yang meliputi serebellum, korteks oksipital bagian posterior batang
otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri kemudian
bersatu menjadi arteri basilaris. Kedua arteri utama ini disebut sistem karotis
interna dan sistem vertebrobasiler. Kedua sistem ini beranastomosis membentuk
sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran tertutup dan berada
di dasar hipotalamus dan khiasma optikum.

15
Fisiologi otak
Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam
cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral
perfusio pressure/ CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular
resistance/ CVR).
CBF = CPP = MABP – ICP
CVR CVR
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sitemik (mean arterial
blood pressure/ MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial, sedangkan
komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Tonus pembuluh darah otak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
Dari percobaan hewan maupun manusia, derajat ambang batas CBF secara
langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:
a. Ambang fungsional: 50-60 cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi, fungsi
neuronal terhenti, tetapi integritas sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktifitas listrik otak 15cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi,
aktifitas listrik neuronal terhenti artinya sebagian struktur intrasel berada
dlm proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi,
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15
cc/100gr/menit)
Patogenesis Infark Otak
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi
keduanya. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan menurun akibat
tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversible akibat henti jantung,
perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi artrial berat dan lain-lain. Sedangkan
iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan
ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah di otak

16
di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah atau sebagian atau seluruh
lumen pembuluh darah otak. Penyebabnya antara lain:
a. Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan
trobosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut.
b. Perubahan akibat proses hemodinamik disebabkan oleh tekanan perfusi
sangat menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri
seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar.
c. Perubahan akibat perubahan sifat dari misalnya; anemia sickle cell,
leukemia akut, polisitemia, hemmoglobinopati dan makroglobulinemia.
d. Sumbatan pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya: trombosis
arteri-arteri, emboli jantung dan lain-lain.

17
Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab
lain,akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di
sekitarnya mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut ini:
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan
2 minggu.
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.

18
Pada iskemia otak yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ishcemic core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi
dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak
sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional paralysis. Pada
daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Astrup
menyebutnya sebagai ischemic penumbra.
3. Daerah disekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut
sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan
stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur selular neuron yang
masih hidup dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang
cepat. Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus
tepat waktunya supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat,
sehingga neuron penumbra tidak mengalami nekrosis.
Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi di daerah
iskemia, sehingga respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen
atau karbondioksida menghilang.
Mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah,
berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer di sisni yang sama dan juga di sisi
hemisfer yang berlawanan (diaschisis) dalam tingkat yang lebih ringan. Di
samping itu, di daerah cermin (mirror area) pada sisi kontra lateral hemisfer
mengalami proses diaskisis yang relatif paling terkena dibanding sisi lainnya, dan
juga pada sisi kontralateral hemisfer serebral (remote area).

19
Perubahan aliran darah ke otak bersifat umum/global akibat stroke ini
disebut diaskisis, yang merupakan reaksi global terhadap aliran darah otak,
karena seluruh aliran darah otak berkurang/menurun. Kerusakan hemisfer
terutama lebih besar pada sisi yang tersumbat (ipsilateral dari sumbatan).
Proses ini diduga karena pusat dibatang otak (yang mengatur tonus
pembuluh darah di otak) mengalami stimulasi sebagai reaksi terjadinya sumbatan
atau pecahnya salah satu pembuluh darah sistem serbrovaskuler, didasari oleh
mekanisme neurotransmiter dopamin atau serotonin yang mengalami perubahan
keseimbangan mendadak sejak saat stroke.

II. STROKE ISKEMIK INFARK


2.1. DEFINISI
WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal (paresis, sulit bicara, buta) maupun global (gangguan kesadaran)
yang berlangsung cepat selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskular.
Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan pada pembuluh darah
(arteri) servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor
seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau
stenosis.
Stroke trombotik merupakan sindrom stroke yang disebabkan oleh
trombosis otak (obstruksi akibat bekuan trombus), paling sering diperberat
oleh plak aterosklerosis; onset gejala bervariasi dari beberapa menit sampai
beberapa hari setelah penyumbatan. Sumbatan aliran di arteria karotis
interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang
sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah

20
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Sebagian besar stroke iskemia
tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara-
negara maju, yaitu penyebab kematian tersering ketiga pada orang dewasa
di Amerika Serikat, yang mencapai kira-kira 200.000 kematian per tahun.
Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih
dari 200.000 insiden. Stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000
per tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren. Walaupun orang
mungkin mengalami stroke pada usia berapa pun, dua pertiga stroke terjadi
pada orang berusia lebih dari 50 tahun. Di Amerika Serikat, perempuan
membentuk lebih dari separuh kasus stroke yang meninggal.
Stroke infark paling sering terjadi pada dekade ketujuh kehidupan
dan lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. The
National Stroke Association mengajukan penjelasan bahwa resiko stroke
meningkat seiring dengan usia dan bahwa perempuan hidup lebih lama
daripada laki-laki. Perempuan berusia di atas 30 tahun yang merokok dan
mengonsumsi kontrasepsi oral dengan kandung estrogen yang lebih tinggi
memiliki risiko stroke 2 kali lebih besar daripada rata-rata.

2.3. ETIOLOGI
Beberapa penyebab stroke infark (Muttaqin, 2008)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri
ini disebabkan karena adanya:

21
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan
darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
emboli:
a. Penyakit jantung, reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium

2.4. FAKTOR RESIKO


Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau
yang sering disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factors). Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi seperti usia, ras, gender, genetic atau riwayat keluarga yang
menderita stroke. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi berupa
hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, alkohol,
dan dyslipidemia.

22
2.5. KLASIFIKASI
a) Berdasarkan kelainan patologik pada otak :3
1. Stroke Hemoragik :
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) yang
dibagi atas subtipe :
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
b) Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya3
1. Transient Ischemik Attack (TIA
2. Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND)
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE)
4. Stoke komplit atau completed stroke
c) Berdasarkan lokasi lesi vaskuler3
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
d) Berdasarkan etiologi, stroke dapat dibedakan menjadi :3
1. Stroke thrombosis
2. Stroke embolik

Pembagian Stroke Iskemik-Infark1


Subtipe pada stroke iskemik berdasarkan penyebab salah satunya
ialah stroke lakunar dan stroke trombotik pembuluh besar. Stroke lakunar
terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteria vertebralis

23
dan basilaris. Hemiparesis motorik akibat infark di kapsula interna
posterior dan pars anterior merupakan dua dari empat sindrom lakunar
yang sering dijumpai.
Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat, sebagian
besar terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan
dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda yang terjadi bergantung
pada lokasi sumbatan. Stroke ini sering berkaitan dengan aterosklerotik
yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna.
Awitan bertahap, berkembang dalam beberapa hari (stroke in evolution).

Gambar 4. Stroke infark

2.6. TANDA DAN GEJALA STROKE INFARK


Berdasarkan tanda dan gejala klinis. Gejala stroke infark yang til
akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah.15

1. Arteri Cerebri Anterior:


a. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol
b. Gangguan mental
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
d. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
e. Bisa terjadi kejang-kejang

24
2. Arteri Cerebri Media:
a. Bila sumbatan dipangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan
b. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
c. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
3. Arteri Karotis Interna:
a. Buta satu mata yang episodik
b. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesa
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan
4. Arteri Cerebri Posterior
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Ketidakmampuan membaca (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketga
5. Sistem Vertebrobasiler:
a. Kelumpuhan disatu sampai keempat ekstremitas
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
d. Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo)
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
f. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
g. Kehilangan ksadaran sepintas (sinkop, stupor, koma, pusing,
gangguan daya ingat, disorientasi)

25
h. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis dari
gerakan satu mata)
i. Gangguan pendengaran
j. Rasa kaku diwajah, mulut atau lidah

2.7. PATOGENESIS
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi, yaitu arteri karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Proses patologi yang mendasari dapat berupa keadaan penyakit pada
pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis;
berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah; gangguan aliran darah akibat embolus infeksi
yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium. Lesi aterosklerotik
paling parah ditemukan di pembuluh besar, misalnya arteri karotis interna,
arteri serebri media bagian proksimal dan arteri basilaris. Selain
aterosklerotik, oklusi arteri karotis interna biasanya akibat trombosis.1
Infark paling sering terjadi di daerah yang diperdarahi oleh cabang-
cabang arteri serebri media. Infark di regio ini bermanifestasi sebagai
hemiparesis dan spastisitas kontralateral, berkurangnya sensasi di sisi
tubuh yang berlawanan dengan infark; kelainan lapang pandang; dan pada
kasus infark yang mengenai hemisferium serebri dominan, timbul kelainan
bicara (afasia).1
Stroke kebanyakan menyebabkan gangguan saraf fasialis jenis
sentral. Kelumpuhan saraf ini menyebabkan posisi mulut yang mencong.
Inti saraf hipoglosus menerima serabut dari korteks traktus piramidalis dari
satu sisi, yaitu sisi kontralateral. Lesi saraf hipoglosus dapat bersifat

26
supranuklir, misal pada lesi di korteks atau kapsula interna yang dapat
diakibatkan oleh stroke sehingga ketika terjadi gangguan peredaran darah
di otak di daerah korteks dan kapsula interna, saraf hipoglosus terganggu,
ditandai dengan kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan fasikulasi.4
Pengucapan kata-kata seperti “Ari lari di lorong-lorong lurus”
dibutuhkan otot-otot artikulasi, yaitu mulut (masseter, orbikularis oris),
otot lidah, otot laring dan faring. Jadi artikulasi merupakan kerjasama
antara saraf Trigeminus, Fasialis, Glosofaringeus, Vagus, dan Hipoglosus.
Kelumpuhan saraf-saraf (otot-otot) ini dapat mengakibatkan penderita
tidak mampu mengucapkan kata dengan baik, ketika kata-kata ini
diucapkan dan terdengar sengau, hal ini menunjukkan adanya kelumpuhan
saraf glosofaringeus dan vagus.4

Aterosklerosis Pada Pembuluh Darah Otak3


Proses aterosklerosis pada pembuluh darah otak sering kali
mengakibatkan penyumbatan yang berakibat terjadinya stroke infark.
Terdapat dua kemungkinan mekanisme terjadinya stroke iskemik. Tipe
yang paling sering adalah lepasnya sebagian dari trombus yang terbentuk
di pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.
Trombus ini menyumbat arteri yang terdapat disebelah distal lesi.
Penyebab lain yang mungkin adalah hipoperfusi jaringan disebelah distal
pembuluh darah yang terkena proses aterosklerosis yang dicetuskan oleh
hipotensi dan jeleknya sirkulasi kolateral ke daerah distal lesi aterosklerosis
tersebut. Karena sumbatan yang terjadi biasanya berhubungan dengan
proses trombosis dan embolisme, stroke infark karena proses aterosklerosis
biasa disebut stroke infark aterombotik dan embolisme karena lepasnya
bagian plaque aterosklerosis dikenal dengan istilah tromboemboli.

27
Gambar 5. Mekanisme atherosklerotik, thrombus dan tromboemboli

2.8. DIAGNOSIS
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau
non hemoragis antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut
termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus
dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark
berdasarkan anamnesis

28
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark
berdasarkan tanda-tandanya

Algoritma dan penilaian dengan Algoritma Stroke Gadjah Mada

29
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Hasil : SS > + 1 = Stroke hemoragik


-1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang (CT-Scan)
SS <-1 = Stroke non hemoragik
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium- untuk menentukan faktor resiko
- Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit
- Glukosa plasma N/2 jam PP
- Profil Lipid (HDL, LDL, Total, Trigliserida)
- Asam urat
- Ureum, Kreatinin
- Urinanalisis
 CT-scan merupakan gold standard/MRI untuk mendeteksi
gangguan pembuluh darah otak.
 Angiografi- menentukan lokasi penyempitan, oklusi, aneurisma
vaskuler
 Lumbar punsi- bila dicurigai perdarahan subarachnoid dan CT-
scan tidak menunjukan darah atau CT-scan/MRI tidak ada
 EKG- melihat adanya kelainan jantung, faktor resiko

30
2.9. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan
napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
slangnasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip
intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan
pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial
BloodPressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90
mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl0,9% 250 mL selama 1

31
jam, dilanjutkan 500 mLselama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atausampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang,
diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan
tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound
atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan
osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.Proteksi neuronal/sitoproteksi
dapat diberikan :
 CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan
cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat
terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis
asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta
analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7
penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500
– 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka
kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows
2 – 14 hari.
 Piracetam, cara kerja secara pasti tidak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV
dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke

32
lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,.
Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
 Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek
anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream
adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi
pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek
“upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial
Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible
Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti
inflamasi dan anti oksidan.
 Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 –
50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik
yang bermakna.

2. Terapi Khusus :
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam
(jika didapatkan afasia) untuk pencegahan kerusakan otak agar tidak
berkembang lebih berat akibat adanya area iskemik (Fagan and Hess,
2008).
Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA),
untuk pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi
farmakologi yang direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA
dengan onset 3 jam dan aspirin dengan onset 48 jam.

33
a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)
Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat
pembuluh darah, melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin
(komponen pembekuan darah). Akan tetapi, obat ini mempunyai
risiko, yaitu perdarahan.Hal ini disebabkan kandungan terlarut
tidak hanya fibrin yang menyumbat pembuluh darah, tetapi juga
fibrin cadangan yang ada dalam pembuluh darah. Selain itu, tPA
hanya bermanfaat jika diberikan sebelum 3 jam dimulainya
gejala stroke. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan
lain,seperti CT scan, MRI, jumlah trombosit, dan tidak sedang
minum obat pembekuan darah.
b. Antiplatelet
The American Heart Association/ American Stroke Association
(AHA/ASA) merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik
digunakan sebagai terapi pencegahan stroke iskemik sekunder.
Aspirin, klopidogrelmaupun extended-release dipiridamol-
aspirin (ERDP-ASA) merupakan terapi antiplatelet yang
direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008). Berbagai obat
antiplatelet, seperti asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol,
tiklopidin, dan klopidogrel telah dicoba untuk mencegah stroke
iskemik. Agen ini umumnya bekerja baik dengan mencegah
pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan konsetrasi
prostasiklin. Proses ini dapat membangun kembali
keseimbangan yang tepat antara dua zat, sehingga mencegah
adesi dan agregasi trombosit. Belum ada data penelitian yang
merekomendasikan obat golongan antiplatelet selain dari
aspirin. Aspirin merupakan antiplatelet yang lebih murah,
sehingga akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan jangka
panjang. Bagi pasien yang tidak tahan terhadap aspirin karena
alergi atau efek samping pada saluran cerna yaitu mengiritasi

34
lambung, dapat direkomendasikan dengan penggunaan
klopidogrel. Klopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan
asetosal dengan penurunan resiko serangan berulang 7,3% lebih
tinggi dibandingkan dengan pemberian asetosal. Kombinasi
asetosal dan klopidogrel tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan resiko perdarahan dan tidak menunjukkan hasil
yang signifikan dengan pemberian tunggal klopidogrel.
c. Pemberian Neuroprotektan
Pada stroke iskemik akut, dalam batas–batas waktu tertentu
sebagian besar jaringan neuron dapat dipulihkan.
Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang
disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode ini
adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja
kebutuhan oksigen sel–sel neuron. Dengan demikian neuron
terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia
berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat
jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron.
Suatu obat neuroprotektif yang menjanjikan, serebrolisin
(CERE) memiliki efek pada metabolisme kalsium neuron dan
juga memperlihatkan efek neurotrofik. Beberapa diantaranya
adalah golongan penghambat kanal kalsium (nimodipin,
flunarisin), antagonis reseptor glutamat (aptiganel, gavestinel,
selfotel), agonis GABA (klokmethiazol), penghambat
peroksidasi lipid (tirilazad), antibody anti-ICAM-1 (enlimobab),
dan aktivator metabolik (sitikolin). Pemberian obat golongan
neuroprotektan sangat diharapkan dapat menurunkan angka
kecacatan dan kematian.

d. Pemberian Antikoagulan

35
Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk
pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pada
pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke atau TIA, resiko
kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang
diketahui.Pada percobaan yang dilakukan Eropa Atrial Fibrilasi
Trial (EAFT), dengan sampel sebanyak 669 pasien yang
mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan sebelumnya pernah
mengalami stroke atau TIA. Pasien pada kelompok plasebo,
mengalami stroke, infark miokardium atau kematian vaskular
sebesar 17% per tahun, 8% per tahun pada kelompok warfarin
dan 15% per tahun pada kelompok asetosal. Ini menunjukan
pengurangan sebesar 53% risiko pada penggunaan antikoagulan
(Fagan & Hess, 2008). Secara umum pemberian heparin,
LMWH atau Heparinoid setelah stroke iskemik tidak
direkomendasikan karena pemberian antikoagulan (heparin,
LMWH, atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan
komplikasi perdarahan yang serius. Penggunaan warfarin
direkomendasikan baik untuk pencegahan primer maupun
sekunder pada pasien dengan atrial fibrilasi. Penggunaan
warfarin harus hati-hati karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan.Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke
iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome
neurologic atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang
tidak direkomendasi.

2.10. REHABILITASI
Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi,
meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas
rehabilitasi stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen
dan pencegahan penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya

36
rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik memilki
prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi berbicara, terapi
fisik, dan terapi occupasional.

2.11. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stress mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan
amfetamin, kokai dan sejenisnya. Mengurangi kolestrol dan lemak
dalam makanan. Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
2. Pencegahan Sekunder
Dapat dilakukan dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko
seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes
melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit
jantung dengan antikoagulan oral, dislipedimia dengan diet rendah
lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari
kegemukan dan kurang gerak.
Bagian pembuluh darah yang sering menyebabkan infark?
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium
berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah
tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan
belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah
mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.

37
2.12. PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh
secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang
dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan.
Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo,
namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan. Namun sebagian besar
penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya
serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat
stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal
seperti sebelum serangan stroke. Upaya untuk memulihkan kondisi
kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya
dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses
ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

III. HIPERTENSI EMERGENSI


3.1. Definisi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik
dan diastolik. Berdasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih
dan diastolik 90 mmHg atau lebih.8
Krisis hipertensi / hipertensi emergensi merupakan suatu keadaan
klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang
kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ
target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,
dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Pada
hipertensi emergensi, tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan

38
kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah
harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah
kerusakan organ lebih lanjut. 9
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa Menurut JNC 7

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik


Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

3.2. Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi


Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara
seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup
penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja
yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin
dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan
obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan
respon penderita terhadap obat antihipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut:
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang
timbulnya komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
antihipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.

39
5. Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik,
penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat
angiotensin-converting enzyme (ACE- inhibitor), penghambat
reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB) dan
antagonis kalsium.
Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak
dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC
sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok
obat yang dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis
α-2 sentral dan vasodilator.10
Penyakit penyulit pada hipertensi meliputi gagal jantung, pasca
infark miokard, resiko penyakit koroner yang tinggi, diabetes, penyakit
ginjal kronis, dan pencegahan stroke. Penatalaksanaan hipertensi untuk
pasien dengan indikasi penyakit penyulit membutuhkan pertimbangan
khusus. Berdasarkan JNC 7, adanya indikasi penyulit membutuhkan obat-
obat antihipertensi tertentu sebagai lini pertama. Kelas obat yang
direkomendasikan merupakan hasil pertimbangan dari berbagai uji klinis
tentang penggunaan kelas obat tertentu pada hipertensi dengan penyakit
penyulit..8

40
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


neurologis serta pemeriksaan penunjang, maka pasien atas nama Tn.H.H, umur 60
tahun didiagnosa Hemiparese Duplex e.c. Stroke infark trombosis f.r Hipertensi
Emergensi.
Berdasarkan teori, Hemiparesis merupakan manifestasi klinis dari serangan
stroke. Sesuai dengan definisi stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal (paresis, sulit bicara, buta) maupun global
(gangguan kesadaran) yang berlangsung cepat selama lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskular. Stroke
iskemik terjadi karena adanya sumbatan pada pembuluh darah (arteri) servikokranial
atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering
merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau
stenosis.
Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi Faktor yang Dapat Dimodifikasi
a. Usia a. Hipertensi
b. Ras b. Merokok
c. Gender c. Penyakit jantung
d. Genetik atau riwayat keluarga yang m d. Diabetes mellitus
enderita stroke. e. Obesitas
f. Alkohol
g. Dyslipidemia

41
Langkah berikutnya adalah untuk menetapkan stroke tersebut merupakan jenis
yang stroke hemoragik atau stroke non hemoragik. Kita dapat mengevaluasi hal
tersebut dengan menggunakan tabel berikut:

SIRIRAJ STROKE SCORE

Hasil : SS > + 1 = Stroke hemoragik


-1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang (CT-Scan)
SS <-1 = Stroke non hemoragik

Pada pasien didapatkan defisit neurologi berupa kelemahan keempat anggota


gerak ± 12 jam SMRS secara tiba-tiba sewaktu beristirahat. Gejala utama stroke infark
adalah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi

42
pada usia lebih dari 50 tahun. Selain itu, pada pasien didapatkan faktor risiko berupa
usia dan hipertensi tidak terkontrol (+), sehingga faktor ini dapat menyebabkan atau
memperburuk stroke.
Berdasarkan SSS = 0 (-1 > SS > 1= Perlu pemeriksaan penunjang (CT-Scan)
(2,5 x Tingkat Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri kepala) + (0,1
x TD Diastolik) – (3 x atheroma markers) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 120) – (1 x 0) -12
= 0 + 0 + 0 + 12 – 0 – 12
Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnosa yang sangat
penting karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana stroke yang diderita
oleh seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi
dengan obat antikoagulan atau antiagregasi platelet. CT scan dibedakan menjadi dua
yaitu, CT scan non kontras yang digunakan untuk membedakan antara stroke
hemoragik dengan stroke iskemik yang harus dilakukan untuk mengantisipasi
kemungkinan penyebab lain yang memberikan gambaran klinis menyerupai gejala
infark atau perdarahan di otak, misalnya adanya tumor.
Berdasarkan CT-scan pada Tn. HH didapatkan bahwa hasil CT-Scan tanpa
kontras yaitu infark cerebri lacunar capsula eksterna-intena kiri parietal kiri
periventrikuler kiri infark lama sisi kanan; brain atropi; hydrocefalus.
Hipertensi merupakan satu dari beberapa faktor risiko stroke. Berdasarkan
banyak penelitian berbagai klinis dan meta-analisis menunjukkan bahwa dengan
mengendalikan hipertensi akan mengurangi risiko terjadinya stroke. Hipertensi juga
diduga memicu terjadinya aterosklerosis, namun aterogenesisnya tidak diketahui
dengan pasti. Diduga tekanan darah tinggi merusak endotel dan menaikkan
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein.
Pada kasus ini tekanan darah pasien 200/120 ketika awal masuk ke RS Dok II
Jayapura maka sesuai dengan kriteria hipertensi emergency. Hipertensi emergensi
(krisis) dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah mencapai >180/120
dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ yang terlibat
diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.. Pasien juga mengaku memiliki riwayat

43
hipertensi yang tidak terkontrol dan juga mengkonsumsi amlodipine 1x10 mg untuk
tekanan darahnya, namun tidak rutin. Hipertensi masuk dalam salah satu faktor risiko
yang dapat dimodifikasi untuk stroke.
Terapi pada Tn. HH selama dirawat sudah benar, memenuhi terapi umum untuk
pasien stroke yaitu diberikan neuroproktetor yaitu Citicolin 2x500 mg, namun karena
pada Tn. HH terdapat Hipertensi emergensi sehingga Tn.H.H juga mendapat beberapa
obat sebagai terapi khusus :
 Nikardipin
 Clopidogrel : merupakan antagonis reseptor ADP (adenosin diposphatte) platelet.
Pada 19.000 penelitian dengan penyakit atherosklerosis, 75 mg clopidogrel
efektif untuk menurunkan resiko stroke.
 Aspilet :dengan menghambat fungsi platelet melalui inaktivasi COX
(Cycloxigenase) secara irreversibel. Hal ini dapat menurunkan resiko stroke,
infark miokardium dan kematian vaskuler. U.S Food and drug Administration
merekomendasikan dosis aspilet 50-325 mg/ hari pada pasien stroke. Efek
samping utama ketidaknyamanan pada lambung

Sedangkan untuk obat antihipertensinya, Tn. HH diberikan:


 Valsartan : Valsartan merupakan reseptor angiotensin II antagonis, yang
digunakan dalam pengobatan hipertensi, mengurangi angka kematian
kardiovaskular pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, dan dalam
pengobatan gagal jantung. Efek hipotensi terjadi dalam waktu 2 jam, mencapai
puncaknya dalam waktu 4 sampai 6 jam, dan berlangsung selama lebih dari 24
jam. Efek hipotensif maksimum dicapai dalam waktu 2 sampai 4 minggu. Pada
hipertensi, valsartan diberikan dalam dosis awal 80 mg sekali sehari. Dosis
valsartan ditingkatkan, jika perlu, untuk 160 mg sekali sehari, dosis maksimum
adalah 320 mg sekali sehari. Dosis awal yang lebih rendah dari 40 mg sekali
sehari dapat digunakan pada pasien usia lanjut lebih dari 75 tahun, dan pada
mereka dengan penurunan volume intravaskular. Pada gagal jantung, valsartan
diberikan dalam dosis awal 40 mg dua kali sehari.

44
 Pasien juga diberikan Amlodipin. Kategori obat antihipertensi ini, disebut juga
antagonis kalsium. Cara kerjanya yakni dengan engganggu jalan masuk kalsium
menuju sel otot jantung dan arteri. Ini akan membatasi penyempitan arteri,
memungkinkan aliran darah yang lebih lancar untuk menurunkan tekanan darah.
Golongan obat ini juga diresepkan untuk mengatasi gangguan irama jantung
disertai nyeri dada yang disebut sebagai angina pektoris (biasanya disebut angina
saja). Efek samping meliputi jantung berdebar, bengkak pada pergelangan kaki,
ruam, konstipasi, sakit kepala, dan pening. Setiap obat dalam golongan ini
memiliki efek samping khusus. Pada pasien ini diberikan amlodipin 10mg 1 hari
sekali.

Pada pasien diberikan Fisioterapi dengan tujuan utama adalah untuk mencegah
komplikasi, meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas rehabilitasi
stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan penyakit penyerta
dan komplikasi. Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke
hemoragik memilki prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi berbicara, terapi
fisik, dan terapi occupasional.

Prognosis untuk Tn.H.H. : Quo ad Vitam : ad bonam jika ditangani dengan cepat
tetapi bisa saja mengalami stroke berulang bahkan dapat meninggal jika tidak cepat
ditangani, Quo ad Fungtionam: ad malam karena kelemahan pada keempat anggota
gerak, dimana kelemahan menetap dan tidak dapat kembali seperti semula, Quo ad
sanationam : ad bonam karena jika pasien mengontrol tekanan hipertensi dengan baik
maka resiko terjadinya stroke berulang sangat kecil kemungkinannya.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Chobanian. 2003. Classification of Blood Pressure dalam The Seventh Report of


the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Preassure. National Heart, Lung, and Blood Institute. pp: 3-19
2. American Diabetes Association. 2003. Treatment of Hypertension in Adults with
Diabetes. Diabetes Care. 26: S80-S82
3. Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan
Terapi edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
4. Sylvia AP, Lorraine MW. Huriawati H, Penyunting. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005.
5. Bachrudin, Moch.2016. Neurologi Klinis. UMM Press: Malang.
6. SM Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013
7. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rsud Arifin Achmad Pekanbaru Fakultas Kedokteran
UR.Guideline Stroke Tahun 2011 Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (Perdossi); 2011.
8. Greenberg, David A, Aminoff, Michael J, Simson, Roger P. Clinical Neurology
5th Ediotion. McGraw-Hill; 2002.
9. World Health Organization. STEPS-stroke manual (version 1.4): The WHO
stepwise approach to stroke surveillance [PDF file]. Geneva. World Health
Organization; 2004.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan
11. Trihono, et al. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013). Jakarta.
Kementerian Keseh atan Republik Indonesia

46

Anda mungkin juga menyukai