OS KERATOPATI
Oleh :
Arini Pratiwi Hadipaty
111 2015 2299
Pembimbing :
dr. Hj. Ruslinah H.TM, Sp.M, MARS
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul OS KERATOPATI, yang disusun oleh:
Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas pada
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
pada waktu yang telah ditentukan.
2
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kesulitan melihat pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 2 minggu yang lalu. Dirasakan perlahan-lahan dan makin
lama makin memberat. Awalnya pasien merasakan perih dan rasa
mengganjal. Keluhan ini disertai dengan mata merah, air mata berlebih ada,
kotoran mata tidak ada, silau ada, kadang-kadang gatal ada. Riwayat mata
merah ada dan sering berulang. Riwayat terkena serpihan kayu pada mata kiri
sejak 2 bulan yang lalu dan mendapatkan pengobatan di klinik Kolaka.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada, riwayat penyakit yang
sama dalam keluarga tidak ada.
3
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7o C
4
Apparatus Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
lakrimalis
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), injeksio
konjungtiva (+), injeksio
siliar (+)
Bola Mata Normal Normal
Kornea Jernih Keruh (+)
Bilik mata depan Kesan normal Sulit dievaluasi
Iris cokelat Sulit dievaluasi
Pupil Bulat, Refleks cahaya Sulit dievaluasi
(+)
Lensa Keruh Sulit dinilai
Mekanisme
muscular
B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn
Nyeri tekan (-) (+)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)
C. Tonometri (NCT)
TOD : 11 mmHg
TOS : tidak dapat dievaluasi
5
D. Visus
OD OS
Visus jauh tanpa koreksi 20/80F 1/
Koreksi Tidak dikoreksi -
Visus jauh dengan koreksi - -
terbaik
Visus dekat - -
Koreksi - -
E. Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan.
F. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.
G. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), injeksio
konjungtiva (+),
injeksio siliar (+)
H. Funduskopi
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
6
I. Slit Lamp
SLOD : Palpebra edema (-). Silia sekret (-). Konjungtiva hiperemis
(-). Kornea jernih. BMD kesan normal, Iris coklat, Pupil bulat, sentral,
Refleks Cahaya (+), lensa keruh pada korpus posterior tapi belum padat.
SLOS : Palpebra edema (+), silia secret (-), Konjungtiva hiperemis
(+), injeksio konjungtiva (+), injeksio siliar (+). Korena keruh dan
adanya sikatriks (+) di daerah sentral, Pupil tertutup oleh kekeruhan
kornea. Lensa sulit dievaluasi.
1.6 RESUME
Seorang laki-laki berusia 56 tahun dating ke Poli Mata Balai
Kesehatan Mata Masyarakat dengan keluhan kesulitan melihat pada mata
kiri. Dialami sejak 2 minggu yang lalu. Dirasakan perlahan-lahan dan makin
lama makin memberat. Awalnya pasien merasakan perih dan rasa
mengganjal. Keluhan ini disertai dengan mata merah, air mata berlebih ada,
kotoran mata tidak ada, silau ada, kadang-kadang gatal ada. Riwayat mata
merah ada dan sering berulang. Riwayat terkena serpihan kayu pada mata
kiri sejak 2 bulan yang lalu dan mendapatkan pengobatan di klinik Kolaka.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada, riwayat penyakit yang
sama dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan oftalmologi, mata kanan dalam batas normal,
7
mata kiri didapatkan edema pada palpebra, silia bersekret (-), konjungtiva
hiperemis (+), lakrimasi (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio siliar (+).
Kornea keruh di daerah sentral. Iris, pupil dan lensa sulit dievaluasi.
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 20/80F, VOS = 1/,
tanpa koreksi. Pada pemeriksaan tonometri NCT didapatkan TOD = 11
mmHg dan TOS : tidak dapat dievaluasi.
Pada pemeriksaan slit lamp mata kanan ditemukan lensa keruh pada
korpus posterior tapi belum padat, detail lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan slit lamp mata kiri Palpebra edema (+), silia secret (-),
Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio siliar (+).
Korena keruh dan sikatriks (+) di daerah sentral, Pupil tertutup oleh
kekeruhan kornea, Lensa sulit dievaluasi.
1.7 DIAGNOSIS
OD Katarak
OS Keratopati
1.9 PENATALAKSANAAN
Terapi Non Farmakologi :
1. Jaga hygien dan gunakan pelindung mata
2. Edukasi terapi : pemakaian obat tetes mata yang adekuat, teratur, dan
tidak mengucek mata.
Terapi Farmakologi :
Oral :
1. Ciprofloxacin 500mg/12 jam/oral
2. Metilprednisolon 4mg/8 jam/oral
8
Topikal :
1. Vigamox 1 gtt/2 jam/ODS
2. Eye Fres Plus 1 gtt/2 jam/OS
1.10 PROGNOSIS
OD OS
Qua ad vitam : Dubia ad Bonam Malam
Qua ad sanationem : Dubia ad Bonam Malam
Qua ad fungsionam : Dubia ad Bonam Malam
Qua ad kosmeticum : Dubia ad Bonam Malam
Qua ad kosmeticum : Dubia ad Bonam Malam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Pendahuluan
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
sebagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapisa : epitel,
membrane bowman, stroma, membrane descement, dan epitel.1
Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan jendela yang
dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya
kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avascular, dan
deturgensens. Deturgensens atau keadaan dehidrasi relative jaringan
kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dari epitel
dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada endotel jauh lebih
serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang
cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi
endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema
local sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan
regenerasi sel-sel epitel yang cepat.2
10
menerima nutrisi melalui difusi dari cairan air mata di bagian luar dan
humor berair di bagian dalam dan juga dari neurotropin yang dipasok
oleh serabut saraf yang menginstasinya. Pada manusia, kornea memiliki
diameter sekitar 11,5 mm dan ketebalan 500-600 μm di pusat dan 600-
800 μm di pinggiran. Transparansi, avaskularitas, kehadiran sel imun
menetap yang belum dewasa, dan hak istimewa imunologi membuat
kornea menjadi jaringan yang sangat khusus.3
Permukaan anterior kornea berbentuk elips sedangkan permukaan
posterior berbentuk bulat dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Diameter
horizontal dari permukaan anterior adalah 11,7 mm dan diameter
vertikal adalah 11mm. Jari-jari kelengkungan kornea adalah 8 (7,8
mm).4
Ketebalan kornea sentral adalah 0,52 mm, sedangkan pinggiran
adalah 0,67 mm tebal. Ketebalan kornea sentral memiliki pengaruh
langsung dalam pengukuran TIO. Bagian tengah 5 mm dari kornea
membentuk permukaan pembiasan mata yang paling kuat. Kekuatan
bias kornea adalah 45D yang merupakan 3/4 dari total kekuatan mata
bias. Indeks bias kornea adalah 1,376.4
11
Kornea terdiri dari lima lapisan: epitel kornea terluar, yang terdiri
dari sel epitel superfisial, sel epitelial superasal sentral dan lapisan
tunggal dalam sel epitel basal; lapisan Bowman; stroma kornea yang
dihuni oleh keratosit; membran Descemet dan endotelium kornea bagian
dalam, yang merupakan monolayer dari sel-sel endotel yang berasal dari
neural crest.6
12
yang terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dari serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.1
d. Membrana descement
Merupakan membran aseluler yang merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur
hidup, mempunyai tebal 40 m.1
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40m. endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zona okluden.
13
tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
meyebabkan sistem pompa endotel terganggu sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.1
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus, humor aqueous dan air mata. Kornea
superfisial juga mendapat oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf
sensoris kornea didapat dari cabang pertama (opthalmicus) nervus
cranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskulerdan deturgensinya.7
14
terdiri dari hemidesmosom, desmosom, tight junction, dan gap
junction. Hemidesmosom atau zonula adherens dan desmosom
terdapat hampir pada seluruh bagian epitel kornea, sedangkan gap
junction terdapat pada wing cell dan sel basal yang dapat dilewati
oleh molekul kecil. Tight junction atau zonula okludens terutama
terdapat di antara sel superfisial, membentuk sawar semipermeabel
yang sangat efektif untuk mencegah penetrasi lapisan air mata ke
stroma.5
Epitel kornea mengalami suatu siklus untuk regenerasi
selnya, dengan terlepasnya sel superfisial, proliferasi dan
pergerakan sel basal, serta proliferasi dan migrasi sentripetal dari
sel punca limbus. Konsep ini mendasari hipotesis X, Y, Z oleh
Thoft. Gangguan dari ketiga proses di atas akan mengakibatkan
kerusakan epitel kornea. Sel epitel juga bermigrasi secara
sentripetal dari sel punca limbus yang membelah dan menghasilkan
transient amplifying (TA) cell, kemudian berdiferensiasi menjadi
wing cell dan selanjutnya sebagai sel skuamosa superfisial. Proses
diferensiasi ini membutuhkan waktu sekitar 7-14 hari. Sel epitel
superfisial yang telah matur kemudian berdeskuamasi, dan
selanjutnya terlepas menuju lapisan air mata.5
Epitel dideskripsikan sebagai lapisan sel tight ion-
transporting, yang berfungsi sebagai sawar protektif dan lapisan
asesori untuk sekresi cairan yang meningkatkan regulasi hidrasi
stroma. Pompa chlorida (Cl-) dependen menyebabkan sekitar 15%
air meninggalkan stroma. Perpindahan Cl- dari stroma dan
sekresinya menuju lapisan air mata diatur oleh beberapa reseptor,
yaitu β – adrenergik dan seretonergik reseptor, serta phorbol ester
reseptor. β-adrenergik dan seretonergik reseptor akan bekerja sama
dalam aktivasi adenilat siklase dan stimulasi sintesis cyclic
adenosine monophosphate (cAMP), sedangkan phorbol ester
reseptor yang akan mengaktifkan protein kinase C. Pompa natrium
15
(Na+)/kalium (K+)- adenosine triphosphate (ATP)ase berlokasi di
membran sel basolateral pada epitelium kornea, dan Ca2+/Mg2+
dependen ATPase pada membran plasma memiliki peranan penting
pada transpor dari Na+, K+, dan Ca2+, seperti dijelaskan pada
Gambar 3.3. Na+/K+-ATPase pada epitelium kornea secara kuat
akan dihambat oleh metabolit dependen sitokrom P-450 dari
metabolisme asam arakhnoid yang disebut sebagai 12(R) hydroxyl-
eicosatetraenoic acid (HETE) atau compound C. Inhibitor endogen
tipe seperti ini, memegang peranan penting dalam modulasi
transpor ion melewati membran basolateral dari epitelium kornea.
Selain mekanisme transportasi yang telah dijelaskan, sel epitel
kornea juga memiliki Na+/H+ exchanger dan transporter laktat-H+.
Mekanisme transportasi ini mengatur pH intraselular dengan
ekstrusi ion-ion laktat dan ion H+.5
b. Proses Biokimia pada Stroma
Stroma kornea adalah jaringan yang mudah menerima air
karena tekanan osmotik yang dihasilkan oleh molekul bermuatan
negatif dalam jumlah besar. Pengendalian hidrasi kornea atau yang
dikenal sebagai deturgesensi yaitu dengan cara memompa keluar
kelebihan air yang masuk ke stroma melalui protein aquaporin oleh
tekanan osmotik balik yang dihasilkan oleh aliran ion natrium yang
diangkut oleh Na+/K+-ATPase ke sebuah saluran berukuran 200 Å
di antara sel endotel yang berdekatan. Ion dengan densitas lebih
tinggi ada di membran Descemet dan berada di luar stroma, akibat
tekanan osmotik balik tersebut. Jika mekanisme pemompaan tidak
ada, ion Na+ dan air akan terus menerus memasuki stroma kornea,
menyebabkan edema stroma dan kornea menjadi buram.5
Konsentrasi Na+ dan K+ lebih tinggi pada stroma
dibandingkan pada humor aqueous. Aktivitas ionik yang
menentukan gradien osmotik dan difusi untuk Na+, lebih sedikit di
stroma dibandingkan di humor aqueous. Dehidrasi aktif dari kornea
16
akan tercapai akibat gradien osmotik yang dibentuk oleh pompa
metabolik endotel kornea.5
c. Proses Biokimia pada Endotel
Kornea normal memiliki 70 – 80% sel endotel berbentuk
heksagonal. Sel endotel di bagian perifer memiliki densitas lebih
tinggi dibandingkan dengan di bagian sentral. Di antara sel-sel
heksagonal, terdapat ruang interselular yang terdiri dari macula
occludens dan lateral gap junction, yang membentuk sawar pada
proses difusi molekul kecil.5
Lapisan endotel mempunyai fungsi utama yaitu memompa
cairan dan ion keluar secara terus-menerus dari stroma menuju
humor aqueous. Fungsi ini yang dapat mempertahankan
deturgesensi dan transparansi dari kornea. Fungsi kedua dari
endotel kornea adalah sebagai sawar fisik yang mengontrol
masuknya cairan yang berasal dari humor aqueous ke dalam stroma.
Sawar ini tetap dapat melakukan difusi nutrien, air, dan metabolit
lainnya menuju stroma melewati ruang ekstraselular dengan lebar
2-4 nm. Beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi fungsi
sawar endotel adalah gangguan reversibel pada cell junction,
kerusakan mekanik, trauma bedah, trauma kimia. Sel-sel viabel
yang tertinggal akan bermigrasi dan membangun kembali
interselular cell junction. Endotel mendapat asupan oksigen yang
cukup dari humor aqueous untuk menjaga fungsi pompa
normalnya.5
Pada membran sel lateral endotel terdapat transpor Na+ dan
bikarbonat (HCO3-) dari stroma menuju ke humor aqueous,
menimbulkan gradien osmotik yang menyebabkan tertariknya air
dari stroma menuju ke humor aqueous. Proses ini dimediasi oleh
protein transpor Na+/K+-ATPase yang berada pada membran lateral
setiap sel endotel.
17
Gradien osmotik akan terjadi bila fungsi sawar endotel
terjaga. Stroma mempunyai total konsentrasi Na+ 179mEq/L, yaitu
134,4mEq/L dalam keadaan bebas dan 44,6mEq/L terikat pada
proteoglikan stroma. Pada keadaan sawar dan pompa metabolik
endotel yang normal, humor aqueous mempunyai total Na+
142,9mEq/L dalam keadaan bebas. Gradien osmotik yang terbentuk
sebesar +30,4 mmHg, yang diperoleh setelah memperhitungkan
aktivitas Cl- dan tekanan imbibisi, menyebabkan air akan berdifusi
dari stroma menuju ke humor aqueous.5
Sel endotel kornea juga mengandung banyak HCO3-.
Bikarbonat ini akan berdifusi menuju ke gradien konsentrasi yang
lebih rendah ke dalam ruang ekstraselular atau melewati membran
menuju humor aqueous melalui Cl-/HCO3-exchanger atau Cl-
channels. Bikarbonat juga dapat masuk ke sel melalui Na+/HCO3-
co-tranposrter, sehingga pH intraselular dapat teregulasi. Transpor
Cl-di endotel terjadi melalui transporters dan channels, Cl- dari
stroma akan memasuki sel melalui basal Na+/K+/2Cl- transporters
dan HCO3-/Cl- exchanger, dan berakhir pada humor aqueous
melalui anion apikal.5
Fungsi pompa endotel dipengaruhi oleh inhibisi
farmakologis Na+/K+-ATPase, menurunnya temperatur,
menurunnya inhibitor HCO3-, dan menurunnya jumlah sel endotel
karena trauma. Kompensasi fisiologis akan terjadi untuk
menghindari edema kornea, bila densitas sel endotel di antara 2000
– 750 sel/mm2 yaitu dengan meningkatkan aktivitas pompa serta
meningkatkan jumlah dan densitas area pompa pada membran
lateral sel endotel. Proses kompensasi ini akan gagal apabila
densitas endotel kornea sentral mencapai 500 sel/mm2 atau lebih
kecil. Pada keadaan ini permeabilitas akan sangat meningkat, sel
endotel yang tersebar sudah sangat tipis, sehingga tidak memiliki
cukup ruang membran sel lateral untuk memperbanyak area
18
pompanya, karena masing-masing pompa telah bekerja secara
maksimal, sehingga akan terjadi edema kornea.5
19
menjadi asam laktat atau dekarboksilase melalui siklus asam
trikarboksilat (siklus Kreb) menghasilkan 2 fragmen karbon asetat,
serta 36 mol ATP. Sejumlah kecil dari glukosa 6-fosfat akan diubah
menjadi glikogen terutama pada lapisan sel basal. Glikogen
merupakan sumber energi selama periode berkurangnya pasokan
oksigen pada kasus trauma atau ketidakcocokan fitting dari lensa
kontak, pada kondisi ini cadangan glukosa akan habis dalam waktu
singkat.5
Jalur pentose fosfat atau sering disebut hexose
monophosphate (HMP) shunt, merupakan jalur penting lainnya
dalam metabolisme glukosa 6-fosfat. Glukosa yang dimetabolisme
oleh epitel kornea melalui jalur ini sekitar 35%, tetapi pada keadaan
tertentu dapat mencapai 66%. Salah satu fungsi penting pada HMP
shunt selain pada metabolisme pentose adalah dengan
dihasilkannnya NADPH. Proses ini akan menjaga agar molekul
seperti glutation dan askorbat tidak teroksidasi, sehingga terhindar
dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas seperti H2O2.5
b. Metabolisme Oksigen dan Asam Amino
Epitel dan endotel kornea mengkonsumsi oksigen untuk
metabolisme basalnya. Endotel kornea mengkonsumsi oksigen 10
x lebih besar dibandingkan dengan stroma. Total konsumsi oksigen
dari kornea adalah 3.5 µlO2/cm2/jam. Oksigen yang digunakan
berasal dari beberapa struktur. Pada lapisan epitel, oksigen berasal
dari vaskularisasi limbal dan lapisan air mata prekorneal (155
mmHg). Sumber oksigen pada lapisan endotel berasal dari humor
aqueous (40 mmHg).5
Asam amino disuplai dari humor aqueous melalui
mekanisme difusi pasif. Kebutuhan akan asam amino didasarkan
untuk perbaikan dan penggantian sel epitel dan endotel kornea
secara konstan.5
20
Kesimpulannya adalah kornea berfungsi sebagai membrane
pelindung dan jendela yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju
retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avascular, dan deturgensens. Deturgensens atau keadaan
dehidrasi relative jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting dari epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan
kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada
epitel. Kerusakan sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya
potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya
menyebabkan edema local sesaat pada stroma kornea yang akan
menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.2
Kornea merupakan salah satu media refraksi yang paling penting
pada mata. Kornea memiliki struktur, komposisi dan sifat viskoelastik
yang menunjang peran tersebut. Serangkaian proses biokimia dan
metabolisme yang terjadi di dalam kornea menentukan fungsi dari
kornea yang meliputi hidrasi kemampuan mempertahankan
transparansi, dan juga kemampuan untuk memperbaiki diri pada
keadaan trauma. Apabila proses-proses tersebut mengalami gangguan,
maka akan mempengaruhi fungsi fisiologis dari kornea.5
2. 6 Exposure keratopathy
1. Pendahuluan
Paparan keratopathy (EK) adalah kerusakan pada kornea yang
terjadi terutama dari paparan yang terlalu lama dari permukaan
okular ke lingkungan luar. EK dapat menyebabkan ulserasi,
keratitis mikroba, dan kehilangan penglihatan permanen dari
jaringan parut.8
21
2. Etiologi, patofisiologi
Lapisan terluar terdiri dari lipid yang disekresikan oleh kelenjar
meibom. Lapisan ini bertanggung jawab untuk melumasi dan
memastikan penyebaran seragam dari film air mata, pencegahan
penguapan, dan stabilisasi permukaan okular halus untuk
pembiasan. Lapisan berair terdiri dari lapisan tengah film air
mata dan mengandung protein, sitokin, faktor pertumbuhan,
elektrolit, oksigen, dan glukosa dan dipasok oleh kelenjar
lakrimal utama dan aksesori. Protein dalam lapisan ini termasuk
lisozim, laktoferin, transferin, seruloplasmin, metalloproteinase,
defensin, dan imunoglobulin. Lapisan ini memiliki banyak
fungsi termasuk tetapi tidak terbatas pada pertahanan
antimikroba kornea, pelumasan, nutrisi dan suplai oksigen,
pembersihan mekanis puing-puing, dan pengaturan fungsi
seluler. Terakhir, lapisan musinosum, yang dipasok oleh
konjungtiva dan kornea (piala konjungtiva dan sel epitel dan sel
epitel kornea) menstabilkan lapisan berair (dengan menyediakan
media kental), mempertahankan perlekatan film air mata ke
epitel kornea melalui penggunaan glikoprotein, dan membantu
mendistribusikan merata lapisan film air mata melalui
penciptaan lingkungan tegangan permukaan rendah. Dalam
keadaan normal, kelopak mata dan lapisan air mata melindungi
kornea, epitel avaskular, nonkeratin, dari trauma, pengeringan,
dan serangan mikroba. Film air mata, cairan komposit dari tiga
lapisan, memiliki beberapa peran penting: memelihara dan
melumasi kornea, membantu dalam ketajaman visual yang
tajam, dan melindungi kornea dari invasi bakteri. Beberapa
faktor membantu mempertahankan distribusi yang memadai dari
film air mata; ini termasuk refleks kedipan utuh, tingkat kedipan
normal, dan penutupan kelopak mata lengkap saat tidur dan
berkedip. Gangguan pada sistem ini dapat menyebabkan cacat
22
epitel. Epitel kornea berfungsi sebagai penghalang ke dunia luar
melalui penggunaan persimpangan ketat dan kerusakan pada
integritas struktur ini dapat memfasilitasi penetrasi mikroba dan
debris eksternal.8
3. Faktor resiko
Pasien yang berisiko untuk EK termasuk mereka yang menderita
kondisi yang mengganggu kemampuan untuk melindungi
kornea; baik melalui penutupan kelopak mata yang tidak
lengkap, refleks kedipan yang tidak memadai, laju kedipan yang
tidak memadai dan / atau penurunan pelumasan protektif pada
kornea.8
- Lagopthalmus
- Proptosis
- Penyakit neurologis dan neurotropik
4. Gejala
Pasien mungkin mengeluhkan sensasi benda asing, terbakar,
peningkatan robekan, dan penglihatan buram intermiten (dari
film air mata yang tidak stabil). Gejala mungkin lebih buruk di
pagi hari jika mereka disebabkan oleh lagophthalmos nokturnal.
Gejala lain yang mungkin termasuk nyeri dan fotofobia.8
5. Pemerikssan penunjang
Slit lamp: ditandai dengan pengeringan kornea dan setelah
pemberian pewarna fluoresensin pewarnaan epitel dangkal, yang
paling sering terlokalisir ke inferior sepertiga dari kornea
menjadi jelas.8
6. Terapi
Bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan etiologi
yang mendasari.8
- Air mata buatan tiap jam
- Perban dan lensa sklera
- Operasi
23
2. 7 Bullous keratopati
1. Pendahuluan
Keratopati bullous disebabkan oleh edema kornea, akibat
kegagalan endotelium kornea untuk mempertahankan keadaan
kornea yang biasanya mengalami dehidrasi. Paling sering, itu
karena Fuchs dystrophy endotel kornea atau trauma endotel
kornea. Distrofi fuchs adalah kelainan genetik yang
menyebabkan bilateral, kehilangan sel endotel kornea progresif,
kadang-kadang menyebabkan keratopati bulosa bergejala pada
usia 50 hingga 60 tahun.9
2. Etiologi
Penyebab keratopati bullous lain yang sering adalah trauma
endotel kornea, yang dapat terjadi selama pembedahan
intraokular (misalnya, pengangkatan katarak) atau setelah
penempatan implan lensa intraokular yang tidak dirancang atau
malposisi buruk. 9
3. Klasifikasi
Keratopati bullous setelah pengangkatan katarak disebut
pseudophakic (jika ada implan lensa intraokular) atau aphakic
(jika tidak ada implant lensa intraokular) keratopati bulosa.9
4. Gejala
Pembengkakan menyebabkan pembentukan lepuhan berisi
cairan pada permukaan kornea. Ketidaknyamanan mata, rasa
sakit saat melihat cahaya terang, dan penglihatan kabur yang
signifikan dapat terjadi. Lepuhan bisa pecah, menyebabkan rasa
sakit yang hebat, seringkali dengan sensasi benda asing yang
terperangkap di mata, dan dapat semakin merusak penglihatan.9
5. Pengobatan
Agen dehidrasi topikal (misalnya, saline hipertonik dan salep 5%
natrium klorida 5%), agen penurun tekanan intraokular,
penggunaan jangka pendek lensa kontak lunak terapeutik untuk
24
beberapa kasus ringan sampai sedang, dan pengobatan infeksi
mikroba sekunder. Transplantasi kornea biasanya bersifat
kuratif.9
25
aphakic dan ametropia tinggi, setelah laser argon, keratotomi
radial.11
Keratopati bullous dapat terjadi pada sekitar 1 hingga 2% pasien
yang menjalani operasi katarak, yaitu sekitar dua hingga empat
juta pasien di seluruh dunia.11
3. Pengobatan
Perawatan klinis untuk edema kornea harus didasarkan pada
agen hipertonik topikal seperti natrium klorida (5%), obat anti-
inflamasi, obat antiglaukoma topikal dan / atau sistemik, karena
peningkatan TIO dapat membahayakan fungsi sel endotel,
kortikosteroid, pelumas dan kadang-kadang, karena rasa sakit
yang dialami oleh pasien, lensa kontak terapeutik untuk
memperbaiki gejala. Transplantasi kornea masih merupakan
pengobatan standar emas untuk pasien keratopati bulosa. 11
26
2. Gejala
Iritasi, injeksi, dan penglihatan kabur
Keratopati bekapur menyertai sejumlah kondisi peradangan,
metabolik dan degeneratif. Kelainan ini sejara khas terdapat
pada arthritis rematoid juvenilis. Keratopati berkapur ini
dilaporkan terjadi pada kondisi peradangan mata
berkepanjangan, glaukoma dan cysclitis kronik.13
3. Pengobatan
Pengangkatan epitel kornea dengan kuret dengan anastesi lokal,
diikuti dengan irigasi kornea dengan larutan
ethilenediaminetetraacetit acid (EDTA) (edetate calsium) 0,01
molar steril atau pemberian EDTA dengan aplikator kapas.
Dapat juga dilakukan dengan laser excimer (keratektomi
fototerapiutik).13
27
semakin kesentral dan diikuti kekeruhan kornea yang
mengaburkan penglihatan.13
3. Pencegahan dan pengobatan
Pemakaian kacamata hitam memblokir UV
Kasus lanjut dilakukan dengan transplantasi kornea.12
2. 11 Neurotrophic Keratopathy
1. Pendahuluan
Keratopati neurotropik, yang ditandai dengan epitel kornea yang
buruk penyembuhan, terjadi pada mata dengan penurunan
persarafan sensorik kornea. Temuan klinis termasuk cacat epitel
kronis dan ulserasi kornea. Banyak kondisi predisposisi untuk
keratopati neurotropik termasuk diabetes mellitus, kecelakaan
dan trauma bedah, herpes simplex dan herpes zoster keratitis,
lepra, dan penyalahgunaan anestesi topikal.15
2. Pengobatan
Manajemen keratopati neurotropik termasuk pelumasan okular,
penambalan tekanan, tetes mata serum autologus, pemasangan
lensa kontak perban, pencangkokan membran amnion dan
tarsorrhaphy bedah. Operasi tarsorrhaphy bisa sangat sukses
dalam menyelesaikan ulkus kornea neurotropik, tetapi banyak
pasien menemukan opsi ini secara kosmetik tidak dapat
diterima.15
2. 12 Crystalline Keratopathy
1. Definisi
Keratopati kristal merupakan kondisi dimana kristal yang
mengendap di dalam epitel kornea dan / stroma. Pada pasien
yang terkena sering datang ke dokter mata dengan gejala nyeri,
penurunan penglihatan atau fotofobia. Kondisi ini mungkin
timbul dari banyak penyebab, seperti infeksi, distrofi kornea atau
28
penyakit sistemik, yang mengakibatkan penumpukan produk
metabolic di kornea.16
2. Etiologi dan klasifikasi
a. Infeksi
keratopati kristal dapat disebabkan oleh berbagai penyebab,
salah satu penyebab keratopati kristalina adalah infeksi.
Bakteri tersering penyebab infeksi keratopati kristalina
adalah Streptococcus viridans. Staphylococcus epidermidis,
streptococcus pneumonia, haemophillus, enterococcus, dan
candida telah dilaporkan sebagai organisme penyebab.
Tindakan operasi refraksi, penggunaan steroid jangka
panjang dan penyalahgunaan zat anastesi juga beresiko
terhadap angka kejadian infeksi bakteri.16
b. Distrofi kornea
Distrofi kornea berhubungan dengan deposit kristal pada
kornea. Distrofi kornea biasanya bilateral, simetris dan
herediter.
- Schnyder kristal kornea distrofi
Ini adalah distofi autosomal dominan yang paling umum
terjadi pada keturunan swedia dan finlandia. Memiliki
perjalanan penyakit yang lama.
Kondisi ini berhubungan dengan opasitas kornea sentral
dan midperiferal. Pada mikroskopik didapatkan
peningkatan sepuluh kali lipat kolestrol dan fosfolipid
dapat terjadi. Rasa tidak nyaman pada mata dengan
sindrom erosi kornea berulang dapat terjadi pada kondisi
tersebut. Pasien harus dikirim ke laboratorium untuk
pengecekan profil lipid karena perubahan genetik pada
metabolisme lipid telah dihubungkan dengan deposisi
lipid kornea.16
29
- Bietti kristal distrofi kornearetinal
Ini adalah distrofi resesif autosomal yang ditandai oleh
kebutaan malam progresif dan kehilangan bidang visual.
Secara klinis, distrofi ini bermanifestasi sebagai kristal
retina kecil, kekuningan, berkilau; atrofi koroid dan
sklerosis; dan endapan kristal kuning-putih berkilau di
kornea perifer pada tingkat stroma superfisial dan lapisan
subepitel. Tidak ada perawatan yang tersedia untuk
penyakit ini. Bietti crystalline corneoretinal dystrophy
berhubungan dengan mutasi genetik tertentu; Oleh
karena itu, anggota keluarga pasien dengan distrofi ini
juga harus dievaluasi.16
c. Penyakit sistemik
- Sistinosis
Ini adalah kelainan autosomal resesif dari membran
transportasi lisosom. Ada dua jenis tipe sistinosis :
nefropati dan nonnefropati. Yang terakhir ialah varian
jinak dari sistinosis dimana tidak ada di ginjal. Nefropati
sistinosis biasanya muncul pada tahun pertama
kehidupan dengan poliuria, polidipsi, dehidrasi, gagal
tumbuh dan gagal ginjal (sindrom fanconi) dengan
keterlibatan sistemik lainnya jika tidak diobati.15
- Kelainan limfoproliferatif
Monoklonal gammopati dan multipel mieloma telah di
laporkan sebagai penyebab keratopati kristal yang jarang
terjadi. Deposit kornea berada pada epitel atau stroma.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan ialah nyeri tulang,
sering memar dan riwayat patah tulang multipel.16
d. Obat
Penggunaan fluorokuinolon telah dilaporkan sebagai
penyebab keratopati kristalina. Ciprofloksasin telah dicatat
30
sebagai penyebab deposisi kristal difus di kornea. Kristal
tersebut karena presipitasi obat ke dalam kornea.15
3. Manifestasi Klinis
Pada umumnya pada pasien yang terkena keratopati
kristalina ini menunjukkan gejala nyeri pada mata, penurunan
penglihatan dan fotofobia. Pada keratopati kristalina yang
disebabkan oleh infeksi biasanya didahului riwayat operasi pada
mata, penggunaaan steroid jangka panjang dan penyalahgunaan
zat anastesi yang berisiko terhadap timbulnya infeksi.16
Pada distrofi kornea biasanya menunjukkan bilateral,
simetris dan herediter. Pada Schnyder kristalina kornea distrofi
terdapat hubungan dengan peningkatan kolestrol, rasa tidak
nyaman pada mata dengan sindrom erosi kornea berulang dapat
terjadi pada kondisi tersebut. Pada Bietti kristaline distrofi
kornearetinal ditandai dengan kebutaan malam hari progesif dan
penurunan lapang pandang. Secara klinis, manifestasi ini ialah
kristal retina kuning putih berkilauan.16
Keratopati yang disebabkan oleh kelainan limfoproliferatif
merupakan kejadian yang jarang dijumpai, pada kelainan ini
ditemukan adanya nyeri tulang, sering memar dan riwayat patah
tulang multiple.16
Pada keratopati kristal yang disebabkan oleh penggunaan
obat–obatan topical seperti penggunaan fluorokuinolon,
menunjukkan terdapat riwayat pengobatan topikal
sebelumnya.16
4. Penatalaksanaan
Keratopati kristal yang disebabkan oleh infeksi, pengobatan
lini pertama yang digunakan ialah antibiotik topikal.
Kebanyakan para ahli menggunakan cefazolin 50 mg/cc atau
vankomisin 50 mg/cc.16
31
Pasien dengan distrofi kornea Schnyder diobati dengan
keratektomi phototherapeutic untuk kristal subepitel.
Keratoplasty tembus dilakukan untuk kasus berat dengan
keterlibatan panstromal. Modifikasi gaya hidup dan / atau obat-
obatan direkomendasikan untuk mengobati kolesterol tinggi.16
Pengobatan cystinosis nefropatik yaitu cysteamine oral (obat
aminothiol yang memfasilitasi transportasi membran sistin dari
lisosom) harus diberikan untuk mengobati manifestasi sistemik.
Topical cysteamine eyedrop digunakan untuk melarutkan kristal
kornea dan meredakan gejala okular. Pasien harus dirujuk.16
Type of
Crystaline
Keratopathy Clinical History Exam Findings Treatment
Infectious De novo Slit-lamp exam: fine branchlike Antibiotics
Recent refractive or deposits in cornea
Workup: cultures of corneal
corneal surgery deposits
Ocular irritation or
photophobia
Schnyder Personal or family Slit-lamp exam: central and mid- Observe if
corneal history of hyper- peripheral subepithelial corneal asymptomatic
dystrophy cholesterolemia crystals composed of cholesterol; Treat
Ocular irritation or dense arcus; and decreased corneal hyperlipidemia
photophobia sensation Phototherapeutic
Workup: fasting lipid panel keratec-tomy if
symptomatic
with
ocular discomfort
32
Bietti Progressive night Slit-lamp exam: sparkling yellow- No treatment to
corneoretinal blindness white crystals mostly in peripheral date
dystrophy Visual field loss stroma; tiny, yellowish retinal
Ocular irritation or crystals
photophobia
Cystinosis Obtain history for age Slit-lamp exam: polychromatic Cysteamine
cystine crystals in the conjunc-
of onset tiva, eyedrops for
Determine presence
of stroma corneal deposits
renal disease Gonioscopy: cystine crystals in Oral form for
(polyuria/polydipsia) trabecular meshwork systemic disease
Ocular irritation or Workup: check leukocyte cystine
photophobia level and/or document evidence of
cystine crystal formation in the
cornea
Lymphoprolife Slit-lamp exam: corneal deposits
r Variable ocular in Supportive care
ative
disorders symptoms epithelium or stroma Refer to primary
Bone pain care physician
Bruising
Recent use of a Discontinue
Medication- topical Slit-lamp exam: diffuse crystal fluoro-
induced fluoro-quinolone deposit in cornea quinolone drops
Ocular irritation or
photophobia
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. 2011. Kornea. Ilmu Penyakit Mata. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 5
2. Vaughan & Asbury. 2010. Kornea. Oftalmologi Umum. ECG. Jakarta. Hal 125
3. Institute of Vasion and Optics. Corneal Anatomy. Available at:
http://www.ivo.gr/en/patient/cornea-diseases/cornea-diseases.html
4. Eophtha. Dr. Pathopratim Dattu Majumder. Anatomi of Cornea. Available at:
http://www.eophtha.com/eophtha/Anatomy/anatomyofcornea.html
5. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.
Available at: http://perpustakaanrsmcicendo.com/download/2973/
6. Life Map Discovery. Embryonic Development and Stem Cell Compendum. The
Anatomi and Structure of the Adult Human cornea. Available at:
https://discovery.lifemapsc.com/library/images/the-anatomy-and-structure-of-
the-adult-human-cornea
7. Vaughan & Asbury. 2010. Anatomi dan Embriologi Mata. Oftalmologi Umum.
ECG. Jakarta. Hal 8
8. American Academy of Ophthalmology. Exposure Keratopathy. Available at :
http://eyewiki.org/Exposure_Keratopathy
9. Marck Manual Profesiona Version. Bullous Keratopathy. Available at:
https://www.merckmanuals.com/en-pr/professional/eye-disorders/corneal-
disorders/bullous-keratopathy#v955070
10. MSD Manual Consumer Version. Bullous Keratopathy. Available at:
https://www.msdmanuals.com/home/eye-disorders/corneal-disorders/bullous-
keratopathy
11. NCBI. Romanian Journal of Ophthalmology. Pseudophakic Bullous
Keratopathy. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5710027/
34
12. Science Direct. Journal of Acute Disease. Acute Band Keratopathy Formation
After Penetrating Keratoplasty: A Case Report. Available at:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2221618915000578
13. Vaughan & Asbury. 2010. Kornea. Oftalmologi Umum. ECG. Jakarta. Hal 140
14. Khalid F Tabbara, Hind M Alkatan. Chapter 46. Climatic Droplet Keratopathy.
Available at: http://fac.ksu.edu.sa/sites/default/files/ch-46.pdf
15. BMJ Jaurnals. British Journal of Ophthalmology. Treatment of Neurotrophic
Keratopathy with Nasal Dilator Strips. Available at:
http://bjo.bmj.com/content/89/11/1529.2
16. American Academy of Ophthalmology. 2008. Crystalline Keratopathy:
Spectrum Disease, Diagnosis, and Treatment. Available at :
https://www.aao.org/eyenet/article/crystalline-keratopathy-spectrum-of-
disease-diagno
35