Anda di halaman 1dari 32

KEPANITERAAN KLINIK LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU OBSTETRY GYNEKOLOGY OKTOBER 2017


UNIVESITAS MUSLIM INDONESIA

MOLA HIDATIDOSA

Oleh:
Arini Pratiwi Hadipaty
111 2015 2299

Pembimbing:
Dr. dr. Hj. Fatmawati Madya, Sp.OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRY & GYNEKOLOGY
RSUD HAJI
MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Arini Pratiwi Hadipaty

Judul Referat : Mola Hidatidosa

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik dalam Ilmu Obstetry
Gynekology Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, oktober 2017

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

Dr. dr. Hj. Fatmawati Madya Sp. OG(K) Arini Pratiwi Hadipaty, S.Ked

2
BAB I
PENDAHULUAN

Pendarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama kehamilan.


Pendarahan dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (bercak), sampai
pendarahan hebat dengan gumpalan dan kram perut. Perdarahan dapat terjadi bukan
saja pada masa kehamilan tetapi juga masa persalinan maupun masa nifas.
Penatalaksanaan dan prognosa kasus perdarahan selama kehamilan, sangat
tergantung pada umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan dari fetus dan
sebab dari perdarahan. Setiap perdarahan dalam kehamilan harus dianggap sebagai
keadaan akut berbahaya dan serius dengan resiko tinggi karena dapat menimbulkan
kematian ibu dan janin. Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan
pada awal kehamilan. Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan
pada awal kehamilan seperti abortus, mola hidatidosa, kahamilan ekopik.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus
spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Sekitar
15% - 20% terminasi kehamilan merupakan abortus spontan. Frekuensi abortus
spontan di Indonesia adalah 10%-15% dari 5 juta kehamilan setiap tahunnya atau
500.000 - 750.000. Sedangkan abortus buatan sekitar 750.000-1,5 juta setiap
tahunnya.
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal ditandai dengan villi korialis
yang mengalami perubahan hidrofobik membentuk kelompok-kelompok
menyerupai buah anggur. Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20%
dari mola hidatidosa lengkap (CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH)
mengalami transformasi maligna. Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-
negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di
Amerika Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa. Angka kejadian mola
hidatidosa di Amerika Serikat ialah kejadian kehamilan mola dari 1.000 - 1500
kehamilan. Insidensi mola di Asia dilaporkan terjadi 2 kejadian kehamilan mola

3
dari 1000 kehamilan. Di Timur Jauh bahkan tercatat 1 kejadian dalam 90
kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan.
Kehamilan mola dapat terjadi di semua umur wanita hamil, angka kejadian
tersering adalah pada wanita hamil berusia kurang dari 20 tahun dan berusia antara
40 sampai 50 tahun.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan di mana sel telur
yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus yang
mengalami abortus atau ruptur. KET merupakan penyebab 1 dari 200 (5-6%)
mortalitas maternal di negara maju. Dengan 60.000 kasus setiap tahun atau 3% dari
populasi masyarakat, angka kejadian KET di Indonesia diperkirakan tidak jauh
berbeda dengan negara maju, menurut WHO.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama pasien : Ny. H
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Jl. Pattalassang
No. MR : 239198

II.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama:
Mual dan muntah hebat
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien 28 tahun G1P0A0 datang ke RSUD Haji Makassar dengan
keluhan mual muntah hebat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Setiap makanan yang masuk dimuntahkan kembali oleh pasien. Pasien
juga mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak 3 hari yang lalu. Riwayat
perdarahan pervaginam (+). Pasien saat ini hamil pertama dan tidak
pernah keguguran. Demam (-), BAB dan BAK kesan normal. Haid
terakhir tanggal 01.06.2017
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat periksa ke klinik dengan keluhan perdarahan pervaginam
dan di suspect Mola Hidatidosa (hamil anggur) ± 3 minggu yang
lalu.
- Riwayat opname di Rumah sakit dengan keluhan yang sama dan
direncanakan kuretase namun masih di pertimbangkan masalah
biaya.
- Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

5
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa
- Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)
e. Riwayat Minum Obat:
Pasien meminum obat dari Rumah Sakit untuk keluahan mual, muntah,
perdarahan.
f. Riwayat Haid:
Menarche usia 13 tahun, siklus teratur 30 hari, selama 5-7 hari,
banyaknya 2-3 kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.
g. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/Abortus:
Hamil 1/Persalinan 0/Keguguran 0/Hidup 0
h. Riwayat KB :
Tidak pernah

II.3. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Sakit sedang, gizi cukup
b. Kesadaran
Compos mentis
c. Tanda Tanda Vital
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Frek. Nadi : 86x/menit
Frek. Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,7 oC
d. Status Generalis
- Kepala
Mata: anemis +/+, ikterus -/-, mata cekung -/-
- Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening
- Thoraks

6
Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : dalam batas normal
- Abdomen : status obstetrikus
- Genitalia : status obstetrikus
- Ekstremitas : edema pada kedua tungkai -/-, CRT 2 detik, akral
hangat
e. Status obstetrikus
- Muka : kloasma grafidarum (-)
- Mammae : hiperpigmentasi areola mammae (-)
- Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Palpasi : TFU: 1 jari dibawah pusat, Nyeri tekan abdomen:
(+), ballotement (-)
- Pemeriksaan dalam vagina
V/V : TAK/TAK
Portio : lunak, tebal
OUE/OUI : terbuka, tertutup
Pelepasan : darah (-)

II.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Hasil laboratorium
- WBC : 5,34 103/mm3
- RBC : 2,87 106/mm3
- HGB : 8,7 gr/dl
- PLT : 232 103/mm3
- CT/BT : 7’00”/1’30”
- Plano test : (+)
- B-HCG : >1.500.00
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
Tampak uterus membesar dengan bayangan mola hidatidosa seperti
badai salju (Snow Flake Pattern) dengan kista lutein.

7
c. Pemeriksaan foto thorax
Corakan broncovaskuler normal
Cor : letak, bentuk dan ukuran normal
Sinus dan diafragma normal
Dinding dada normal
Kesan : Thorax foto normal

II.5. RESUME
Pasien 28 tahun G1P0A0 datang dengan keluhan mual muntah hebat
dan nyeri perut bagian bawah sejak 3 hari yang lalu. Haid terakhir tanggal
01.06.2017. Riwayat perdarahan pervaginam (+), riwayat di opname di RS
dengan keluhan serupa dan di rencana kuretase.
Pada pemeriksaan fisis di dapatkan sakit sedang, gizi cukup,
composmentis. TD 110/90 mmHg, Nadi 86x/i, pernapasan 22x/i, suhu
36,7oC, anemis (+/+). Pada pemeriksaan obstetri di dapatkan abdomen
cembung, TFU lebih besar dari usia kehamilan (1 jari dibawah pusat), nyeri
tekan (+), porsio lunak tebal, OUE/OUI terbuka/tertutup. Pemeriksaan

8
laboratorium didapatkan Hb 8,7 gr/dl, B-HCG > 1.500.00, plano test (+).
Pemeriksaan USG di dapatkan gambaran sesuai Mola Hidatidosa.

II.6. DIAGNOSIS KERJA


G1P0A0 Gravid 10-11 minggu + Mola Hidatidosa

II.7. DIAGNOSIS BANDING


Abortus
Kehamilan Ektopik Terganggu

II.8. TERAPI
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ketorolac 1 amp / 8j / iv
- Inj. Ranitidin 1 amp / 8j / iv
- Inj. Ondansetron 1 amp / 8j / iv
- Inj. Cefotaxime 1gr / 12j / iv
- Rencana dilatasi serviks dan kuretase

II.9. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

II.10. FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Assesment Planning

22.8.2017 Mual, KU : sakit G1P0A0 + IVFD RL 28 tpm


muntah, sedang susp. Mola
Inj. Ketorolac 1 amp / 8j / iv
nyeri perut hidatidosa

9
bagian Kesadaran : Inj. Ranitidin 1 amp / 8j / iv
bawah Compos
Inj. Ondansetron 1 ampl / 8j /
mentis
iv
TD : 110/90
Inj. Cefotaxime 1gr / 12j / iv
mmHg

Nadi : Cek laboratorium


86x/menit Rencana USG

Suhu : 36,7 0C

Mata : Anemis
(+/+)

TFU : 1 jari
dibawah pusat

Massa (+)

Nyeri tekan
(+)

23.8.2017 Mual, KU : sakit G1P0A0 + IVFD RL 28 tpm


muntah, sedang Mola
Inj. Ketorolac 1 amp / 8j / iv
nyeri perut hidatidosa
Kesadaran :
bagian Inj. Ranitidin 1 amp / 8j / iv
Compos
bawah
mentis Inj. Ondansetron 1 amp / 8j /
iv
TD : 120/70
mmHg Inj. Cefotaxime 1gr / 12j / iv

Nadi :
Cek kadar B-HCG
86x/menit
Cek plano test
Foto thorax

10
Suhu : 36,8 0C
Informed consent rencana
Mata : Anemis
dilatasi serviks dan kuretase
(+/+)

TFU : 1 jari
dibawah pusat

Massa (+)

Nyeri tekan
(+)

Hb : 8,7 gr/dl

USG : Tampak
bayangan
mola
hidatidosa
dengan kista
lutein

24.8.2017 Nyeri perut KU : sakit Mola Instruksi pre op:


bagian sedang hidatidosa
Siapkan kuretase besok pagi
bawah
Kesadaran :
Ambil darah 1 bag besok pagi,
Compos
siapkan 1 bag
mentis
Masukan misoprostol 1 tab /
TD : 110/70
vaginam besok jam 06.00
mmHg
Konsul anastesi
Nadi :
80x/menit Lapor ok

Inj. Cefotaxime 1gr / 12j / iv

11
Pernapasan :
22x/menit

Suhu : 37 0C

Mata : Anemis
(+/+)

TFU : 1 jari
dibawah pusat

Nyeri tekan
(+)

CT/BT :
7’00”/1’30”

Plano test : (+)

B-HCG :
>1.500.00

Foto thorax :
kesan normal

25.8.2017 Nyeri perut KU : sakit Mola IVFD RL 28 tpm


bagian sedang hidatidosa
Dilatasi serviks
bawah
Kesadaran :
Kuretase intra uterin
Compos
mentis Instruksi post op:

TD : 110/80 - Awasi TTV &


mmHg perdarahan
- IVFD RL + Oxytocin
20 IU 28 tpm

12
Nadi : - As. Mefenamat 3x1
82x/menit - SF 1x1
- Cefadroxil 2x1
Pernapasan :
- Transfusi PRC 1 bag
22x/menit

Suhu : 36,5 0C

Mata : Anemis
(+/+)

TFU : 1 jari
dibawah pusat

Massa (+)

Nyeri tekan
(+)

25.08.2017 Mual, KU : sakit Post IVFD RL 28 tpm


muntah, sedang dilatasi,
Inj. Ranitidin 1 amp / 8j / iv
pusing, kuretase
Kesadaran :
perdarahan dan Inj. Ondansetron 1 amp / 8j /
Compos
pervaginam transfusi iv
mentis
sedikit hari I
Aff infus bila sudah tidak ada
TD : 130/80
perdarahan
mmHg
Cek hb post kuretase, post
Nadi :
transfusi
90x/menit

Pernapasan :
22x/menit

Suhu : 38 0C

13
Mata : Anemis
(+/+)

TFU : 3 jari
atas simpisis

Fluksus darah
(+)

Nyeri tekan
(+)

26.08.2017 Mual dan KU : sakit Post Terapi oral lanjut


muntah sedang kuretase
Boleh pulang
berkurang, dan
Kesadaran :
perdarahan transfusi Kontrol di Poli membawa
Compos
pervaginam hari II hasil pemeriksaan β-HCG
mentis
(-)
TD : 110/70
mmHg

Nadi :
88x/menit

Pernapasan :
22x/menit

Suhu : 36,5 0C

Mata : Anemis
(+/+)

TFU : 1 jari
atas simpisis

14
Fluksus darah
(-)

Nyeri tekan (-)

HB kontrol :
9,9 gr/dl

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. DEFENISI
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.1 Mola hidatidosa merupakan
bagian dari penyakit trofoblas gestasional/Gestational Thropoblatic
Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi
abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan. Spektrum
keganasan dari GTD adalah dalam bentuk koriokarsinoma. Mola hidatidosa
adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas. Pada mola hidatidosa, kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi patologik.2,3,4,5 Terapi yang optimal pada kelompok penyakit ini
terletak pada diagnosis yang benar, menilai risiko keganasan, menggunakan
sistem penilaian prognostik dan pemberian pengobatan yang tepat. Mola
hidatidosa diterapi dengan evakuasi mola atau histerektomi, sedangkan
pengobatan pilihan untuk penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah
kemoterapi. Dengan pengobatan yang tepat, angka kesembuhan mendekati
100% pada kelompok dengan resiko rendah, dan 80% sampai 85% pada
kelompok dengan resiko tinggi.6,7,8

III.2. INSIDENSI
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika
Latin dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat
dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, di negara-negara berkembang 1:100
atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan,
RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan;
Luat A Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; RS
Soetomo (Surabaya) : 1:80 persalinan; Djamhoer Maradisoebrata
(Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya lebih sering dijumpai pada
usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan

16
meningkatnya paritas, kemungkinan untuk menderita mola hidatidosa lebih
besar.7
Insidensi GTD konstan sekitar 1 sampai 2 per 1.000 kelahiran di
Amerika Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika
Selatan dan Turki. Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di
Asia. Berdasarkan populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini
mencatat penurunan insidensi dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000
kelahiran. Demikian pula, rumah sakit berbasis studi di Jepang dan
Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian mendekati angka di
Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih berisiko
mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli
Amerika dan kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara.
Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 –
1/100.000 kehamilan.6,7,8

III.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Uterus adalah organ berongga yang tebal, berotot, panjang kurang
lebih 7,5 cm dan lebar 5 cm dengan berat 30 – 40 gram. Terletak dalam
rongga panggul minor di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut
miometrium dan selaput lender yang melapisi bagian dalamnya disebut
endometrium. Peritoneum menutupi sebagian besar permukaan luar uterus,
posisi uterus pada wanita dewasa bervariasi tergantung dari kondisi
kandung kencing dan rectum. Bagian bawah bersambung dengan vagina
dan di bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum
uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat
ovarium dan tuba uterine. Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu : fundus yang
terletak di atas muara tuba uterine; korpus uteri yang melebar dari fundus
ke serviks; isthmus terletak antara korpus dan serviks, bagian bawah uterus
yang sempit disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga
korpus uteri melalui ostium uteri interna dan bersambung dengan rongga
vagina melalui ostium uteri eksterna.9

17
Sekitar 5 hari setelah pembuahan terjadi dalam tuba fallopi, blastosit
mencapai uterus. Blastosit terdiri atas inner cells dan outer cells, inner cells
dari blastosit kemudian akan berkembang menjadi fetus. Bagian luar
blastosit (outercells) dilapisi sel yang disebut trofoblast. Plasenta
berkembang dari blastosit trofoblas dan merupakan organ pertama
kehamilan yang berdiferensiasi. Trofoblast akan berkembang menjadi
bermacam sel yang ditemukan di placenta. Selain itu, trofoblast plasenta
memediasi terjadinya implantasi, merangsang produksi hormon kehamilan
(β-Human Chorionic Gonadotrophyn), memberikan perlindungan sistem
kekebalan tubuh bagi janin dan meningkatkan aliran darah vaskuler dari ibu
ke plasenta. Sel-sel trofoblast yang terletak di kutub embrio blastosit mulai
menembus mukosa rahim pada hari ke-6. Hari ke-9 perkembangannya,
blastosit tertanam lebih dalam ke endometrium. Trofoblast memperlihatkan
kemajuan besar dalam perkembangannya, terutama di kutub embrio dimana
vakuola muncul dalam syncytium (hari 9). Awal bulan ke-2, trofoblas
ditandai oleh sejumlah besar vili sekunder dan tersier yang memberikan
tampilan radial. Pada kutub embrio, vili banyak dan terbentuk dengan baik
sedangkan pada kutub seberangnya vili yang terbentuk sedikit dan kurang
berkembang. Awal bulan ke-4, plasenta memiliki dua komponen yaitu di
kutub janin terbentuk frondosum korion (chorionic plate) dan di kutub ibu
dibentuk oleh desidua basalis (basal plate) yang dijembatani oleh korda
umbilikalis.8,10 Ketika plasenta telah terbentuk sempurna akan terjadi
koneksi penting antara ibu dan janin yang sedang berkembang untuk
memungkinkan pertukaran gas penting dan nutrisi. Satu-satunya fungsi
plasenta adalah untuk kelangsungan hidup janin. Ketika dilahirkan, plasenta
terdiri atas dua sisi yaitu sisi maternal dan sisi fetus. Sisi maternal akan
terlihat dengan permukaan yang tidak rata yang terdiri atas kotiledon-
kotiledon dan sisi fetus akan terlihat lebih halus dan mengkilap.10,11
Disamping berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan gas dan nutrisi
bagi janin, plasenta menghasilkan hormone steroid yaitu estrogen dan
progesteron. Human chorionic gonadotrophyn (hCG) merupakan

18
luteneizing hormone yang dihasilkan oleh syncytiotrophoblasts dari
plasenta di awal kehamilan, sebab itulah adanya hormon ini dalam darah
dan urin seorang wanita menjadi tanda awal adanya kehamilan. Saat
plasenta menghasilkan hormon-hormon steroid maka sekresi hCG segera
mengalami penurunan.11,12

Gambar 1. Skema perkembangan gestasional mulai pembuahan,


perkembangan blastosit, trophoblast dan janin pada trimester 1

III.4. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat
.
menyebabkan antara lain

19
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi

terlambat dikeluarkan. 


2. Imunoselektif dari Tropoblast 


3. Keadaan sosioekonomi yang rendah 


4. Paritas tinggi 


5. Kekurangan protein 


6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas. 


III.5. PATOFISIOLOGI
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23
pasang kromosom, dimana salah satu masing-masing pasangan dari ibu dan
yang lainnya dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23
kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan
dihasilkan 46 kromosom. 6,7,9

Gambar 2. Skema Konsepsi Normal

Pada Mola hidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel


telur, menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada
konsepsi normal. Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang
terlalu banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan
plasenta tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,
akan tetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan
hidup.6,7,9

20
Gambar 3. Skema Kehamilan Mola hidatidosa Parsial (MHP)

Suatu MHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Sel sperma
membuahi ovum abnormal yang tidak memiliki nukleus (atau kromosom)
pada MHK. Penyebab terbentuknya ovum abnormal tersebut tidak
diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut berlangsung,
perkembangan normal tidak akan terjadi, tidak akan terbentuk chorion,
amnion atau korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya
sel trofoblast pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi MHK.
Bahkan jika kromosom ayah dilipatgandakan untuk menyusun 46
kromosom, materi genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang
dibuahi mati pada saat itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut
terimplantasi pada uterus. Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya
sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan jaringan mola.6,7,9

Gambar 4. Skema Kehamilan Mola hidatidosa Komplit (MHK)

- Human Chorionic Gonadotropin


Hormon ini disebut juga dengan hormon kehamilan, merupakan
suatu glikoprotein dengan aktivitas biologi yang mirip dengan LH.
Keduanya bekerja melalui reseptor LH-hCG membran plasma. Walaupun

21
diproduksi hampir seluruhnya oleh plasenta, hCG juga dibentuk oleh ginjal
janin, dan sejumlah jaringan janin lain juga menghasilkan subunit β atau
molekul utuh hCG.12
Berbagai keganasan juga memproduksi hCG, kadang-kadang dalam
jumlah yang sangat besar, terutama neoplasma trofoblastik. Gonadotropin
korionik diproduksi dalam jumlah yang sangat sedikit pada jaringan wanita
yang tidak hamil dan laki-laki, terutama di kelenjar hipofisis anterior.
Meskipun demikian, deteksi hCG pada darah atau urin hampir selalu
menunjukkan suatu kehamilan.12

- Karakteristik Kimia
Human Chorionic Gonadotropin merupakan suatu glikoprotein
dengan berat molekul 36.000–40.000 Da dan dengan kandungan
karbohidrat yang paling tinggi dari hormon manusia–30%. Komponen
karbohidrat, terutama asam sialat terminal, melindungi molekul hCG dari
katabolisme. Waktu paruh hCG adalah 24 jam, lebih lama daripada waktu
paruh LH yang hanya 2 jam. Molekul hCG terdiri dari dua subunit yang
tidak sama. Satu subunit α yang terdiri dari 92 asam amino, sedangkan
subunit β terdiri dari 145 asam amino. Kedua subunit ini disatukan dengan
ikatan non kovalen dan disatukan oleh gaya-gaya elektrostatik dan
hidrofobik. Subunit yang dipisahkan tidak dapat berikatan dengan reseptor
LH dan dengan demikian kehilangan aktivitas biologisnya.12
Hormon ini secara struktural berhubungan dengan tiga hormon
glikoprotein yang lain–LH, FSH dan TSH. Urutan asam amino dari sub unit
α dari keempat hormon glikoprotein ini serupa. Sub unit β, walaupun
memberikan kemiripan tertentu, ditandai dengan urutan asam amino yang
berbeda. Rekombinasi dari sub unit α dan β pada keempat hormon
glikoprotein ini menghasilkan molekul dangan karakteristik aktivitas
biologis dari hormon penghasil subunit β tersebut.12

22
III.6. DIAGNOSIS
Pasien dengan kehamilan mola hidatidosa biasanya datang dengan
perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat
menyebabkan anemia. Diagnosa mola hidatidosa dapat ditegakkan dengan
riwayat keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir 80%
pasien datang dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
dengan ketiadaan denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus MHK disertai
dengan hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan peningkatan kadar
β-hCG dan besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai dengan preeklampsia.
Pada 2-7% pasien MHK terdapat hipertiroidisme yang tampak secara klinis.
Insufisiensi paru terjadi pada 2% kasus MHK. Pada kasus-kasus seperti ini
distres pernafasan akut dapat muncul setelah evakuasi molahidatidosa.
Tanda dan gejala dari distres pernafasan akut adalah dispnea, takikardi, dan
takipnea. Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki yang luas. Dan
dibutuhkan rawatan ICU maupun ventilator. Dengan penanganan yang baik,
distres pernafasan akan mereda dalam 2-3 hari.6,7,8,10
Sekitar 27% pasien MHK mengalami toksemia ditandai oleh adanya
hipertensi (tekanan darah >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/dl), dan
edema. Hipertiroid pada molahidatidosa dapat disebabkan oleh peningkatan
produksi hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai efek dari
peningkatan hormon Estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat pada mola
hidatidosa disebabkan oleh peningkatan kadar hormon hCG sehingga terjadi
peningkatan ikatan molekul hCG pada tempat reseptor TSH, yang
menyebabkan terjadinya hiperfungsi dari kelenjar tiroid sehingga terjadi
peningkatan hormon T4 serum.6,7,8,10
Keadaan hipertiroid ini ditandai oleh takikardia, kulit hangat,
tremor, peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Setelah diagnosa mola
hidatidosa ditegakkan, maka sebaiknya diberikan terapi β-adrenergik
sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola untuk mencegah
terjadinya badai tiroid pada saat evakuasi jaringan mola dan pembiusan.
Terapi anti tiroid diberikan untuk waktu yang singkat. Dosis anti tiroid yang

23
dianjurkan 20-40 mg setiap 12 jam secara oral, dan dosis di titrasi sampai
5-10 mg perhari setelah evakuasi jaringan mola dilakukan untuk
mempertahankan denyut jantung sekitar 100 denyutan/menit.6,7,11
Pasien-pasien MHP biasanya tidak datang dengan gambaran klinis
yang khas seperti MHK. Pada umumnya, pasien MHP datang dengan
keluhan abortus inkomplit atau missed abortion dan jarang didiagnosa MHP
sebelum evakuasi uterus dilakukan. Diagnosa MHP biasanya ditegakkan
setelah pemeriksaan histologi. Gejala utamanya adalah perdarahan
pervaginam (73%). Pembesaran uterus dan preeklampsia hanya muncul
pada 4-11% dan 1-4% kasus. Kista teka lutein, hiperemesis dan hipertiroid
jarang muncul. Diperkirakan sekitar 8-20% pasien dengan MHK
berkembang menjadi keganasan trofoblastik setelah evakuasi uterus. Mola
hidatidosa parsial menjadi persisten kurang dari 3% kasus.6,7,8,10
Ultrasonografi (USG) telah terbukti sebagai alat diagnostik yang
akurat dan sensitif untuk menegakkan diagnosa mola hidatidosa. Mola
hidatidosa komplit menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena
pembengkakkan dari vili korionik. Vili korionik pada trimester I MHK
cenderung lebih kecil dan lebih sedikit kavitasi. Akan tetapi, mayoritas dari
MHK pada trimester I tetap menunjukkan gambaran USG yang khas (pola
snow storm) yaitu pola kompleks, ekogenik massa intrauterin yang
mengandung banyak ruang kista kecil. Temuan USG yang bermakna untuk
MHP adalah : ruang kistik pada plasenta dan rasio transversal dengan
anteroposterior dari kantung kehamilan > 1,5.6,7,10

24
Gambar 5. USG menunjukkan pola khas MHK. Tampak karakteristik
pola vesikel dari mola hidatidosa

Gambar 6. Gambaran Partial Mola Hydatid trimester 1.

III.7. TATALAKSANA
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari dua fase yaitu :
evakuasi jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi
trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum

25
evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas
untuk mencari metastasis. Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari
lesi paru berupa lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan
otak tidak dilakukan secara rutin.6,7,10,12
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa,
berapa pun ukuran uterusnya. Untuk mola hidatidosa yang besar,
dipersiapkan darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem
intravena untuk menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan
laminaria apabila serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih
lanjut dapat dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang
memadai untuk memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar
jaringan mola dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan
jika miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang
menyeluruh secara hati-hati4,5
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan
petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak
terkendali atau trauma serius pada uterus.6,7,8
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi
memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan
daripada aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi
wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik
ganas pada kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa
37 persen dari wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi
tumor trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor
trofoblastik, histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan
kekambuhan penyakit.6,7,8,10,11

26
- Follow Up β-hCG setelah evakuasi molahidatidosa
Menurut FIGO tahun 2000 penanganan paska evakuasi
molahidatidosa, meliputi : pemeriksaan β-hCG setiap minggu pada bulan
pertama sampai tidak terdeteksi. Dikatakan tidak terdeteksi bila pada dua
pemeriksaan selanjutnya dalam interval 1 minggu tetap tidak terdeteksi.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan setiap dua minggu pada bulan kedua,
setiap bulan selama 6 bulan dan setiap 6 bulan selama setahun.7,8,10

Satu bulan pertama : 1 minggu sekali

Bulan kedua : 2 minggu sekali

Selama 6 bulan : sebulan sekali

Selama 1 tahun : 6 bulan sekali

Kehamilan dapat terjadi selama periode pengawasan dan


menyebabkan produksi hCG yang dapat mengganggu deteksi dari progresi
menjadi Penyakit Trofoblas Ganas (PTG). Karena alasan ini, wanita
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif sampai titer β-hCG
kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari penilaian individual. Pil
kontrasepsi oral menurunkan kemungkinan kehamilan dibandingkan
dengan kontrasepsi barrier yang kurang efektif dan tidak meningkatkan
risiko PTG. Medroksiprogesteron asetat injeksi berguna jika kepatuhan
pasien yang rendah. Sebaliknya, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
tidak dipakai sampai kadar β-hCG tidak terdeteksi karena risiko perforasi
uterus jika ada suatu mola hidatidosa invasif. Kudelka dan Freedman
menyatakan bahwa sekitar 80% pasien paska evakuasi molahidatidosa tidak
memerlukan intervensi. Kadar β-hCG pada sebagian besar kasus akan
kembali normal dalam 8 minggu dan sebagian kecil lainnya akan kembali
normal dalam 14-16 minggu setelah evakuasi. Sedangkan menurut

27
Berkowitz dan Goldstein kadar β-hCG pada pasien molahidatidosa biasanya
akan kembali normal dalam 9-11 minggu setelah evakuasi. Tetapi apabila
selama follow up tersebut dijumpai kadar β-hCG yang meningkat atau
plateu maka diagnosa PTG dapat ditegakkan.8,10,11

Gambar 5. Kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit-β paska


mola

- Hubungan β-hCG Terhadap fungsi Tiroid


Pada wanita yang mengalami mola hidatidosa atau koriokarsinoma,
kadang-kadang dijumpai bukti hipertiroidisme secara biokimiawi atau
klinis. Dahulu dianggap bahwa pembentukkan tirotropin korionik oleh PTG
merupakan penyebab gambaran mirip-hipertiroid pada wanita tersebut.
Namun kemudian dibuktikan bahwa beberapa bentuk hCG berikatan
dengan reseptor TSH sel tiroid. Pemberian hCG kepada pria normal
meningkatkan aktivitas tiroid. Aktivitas stimulatorik tiroid dalam plasma
wanita hamil trimester pertama cukup bervariasi dari satu sampel ke sampel
lainnya. Modifikasi pada oligosakarida hCG tampaknya penting untuk
membentuk kapasitas hCG untuk merangsang fungsi tiroid. Sebagian dari
bentuk iso hCG yang bersifat asam merangsang aktivitas tiroid, dan

28
beberapa bentuk yang lebih basa juga merangsang penyerapan iodium. Juga
terdapat bukti awal bahwa reseptor LH/hCG diekspresikan di tiroid. Dengan
demikian, terdapat kemungkinan bahwa hCG merangsang aktivitas tiroid
melalui reseptor LH/hCG dan juga melalui reseptor TSH.12

III.8. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Pasien yang didiagnosis dengan kehamilan mola harus dievaluasi
untuk kemungkinan terjadinya komplikasi medis seperti anemia, toksemia,
atau hipertiroidisme. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan fisik
lengkap dan pemeriksaan laboratorium rutin, termasuk penentuan golongan
darah, fungsi tiroid, hati, dan ginjal.14 Pemeriksaan radiologis x-rays,
magnetic resonance imaging dan computed tomography thorax, pelvis, otak
dan abdomen juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi kemungkinan
terjadinya metastase jauh. Data yang pernah didapatkan dari beberapa sentra
disebutkan terjadinya rekurensi peningkatan kadar β-hCG sebesar kurang
dari 1% pada pasien yang telah dinyatakan bebas selama 6 bulan berturut-
turut.4
Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20% dari mola
hidatidosa lengkap (CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH)
mengalami transformasi maligna. Jaringan trofoblas menginvasi sistem
pembuluh darah ibu dan dapat diangkut ke organ ekstrauterine lokal seperti
vagina dan panggul, tetapi dapat mencapai organ yang lebih jauh seperti
paru-paru dan otak. Metastase yang sangat langka yaitu ke sumsum tulang
belakang dan jaringan paraspinal juga pernah dilaporkan. Metastase
ekstrauterin biasanya terdeteksi secara klinis beberapa bulan setelah
evakuasi kehamilan mola. Koriokarsinoma biasanya dapat mencapai
hitungan tahun paska evakuasi kehamilan mola baru terdeteksi secara
klinis.4
Di Amerika Serikat, sebagian besar pusat kanker menggunakan
sistem skor persistent gestational trophoblastic neoplasia berdasarkan pada
beberapa faktor resiko. Wanita dengan skor kurang dari atau sama dengan

29
6 memiliki prognosis yang baik dan berespon sangat baik dengan
kemoterapi. Wanita dengan skor 7 diperkirakan memiliki prognosis buruk,
respon terhadap kemoterapi kurang walaupun tumor belum menyebar luas.4

30
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease. Available from:


www.cancer.org.
2. McLennan M.K. Molar pregnancy (hydatidiform mole; gestational
trophoblastic disease. JANVIER 1999; 45: 49-62
3. Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey B, Kamaya A. Physiologic,
Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception.
RadioGraphics 2013; 33:781–96
4. Zhou Q, Lei XY, Xie Q, Cardoza JD. Sonographic and Doppler Imaging in the
Diagnosis and Treatment of Gestational Trophoblastic Disease. J Ultrasound
Med 2005; 24:15–24
5. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. 2001.
Hal 265-267.
6. Cuninngham. F.G. dkk. Penyakit Trofoblas Gestasional. Dalam: Obstetri
Williams. Edisi 23 vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2010; hal
271-78.
7. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan
selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. 2002 Hal 341-348.
8. Mochtar. R. Penyakit Trofoblast. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998. Hal 238-243.
9. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Kelainan Telur, Plasenta, Air ketuban,
Cacat, dan Gangguan Janin. Dalam: Ilmu Kandungan : Obstetri Patologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC Jakarta: 2005; Hal 28-33
10. Hydatidiform Mole (molar pregnancy) artcle published by : The Miscarriage
Association, England, 2009

31
11. Tidy J, Sheffield and BW Hancock, Sheffield.The Management of Gestational
Trophoblastic Disease.Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists.2010;1-11
12. Shah D, Sekharan. The Management of Gestational Trophoblastic Disease.
ICOG FOGSI Recommendations for Good Clinical Practice. Guideline, India,
2009

32

Anda mungkin juga menyukai