Oleh:
A. Moehammad Arief Ashari
C014172067
Pembimbing
dr. Ulfah Rimayanti
Supervisor
dr. Hamzah, Sp. M(K)
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Oculus Dextra Endoftalmitis, yang disusun oleh:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Rappokalling
No. Register : 128199
Tanggal pemeriksaan : 15 Maret 2019
Rumah sakit : Balai Kesehatan Mata Masyarakat
Pemeriksa : dr. A
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penurunan penglihatan pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin
Keluhan dialami sejak 1 bulan terakhir memberat seminggu yang lalu
disertai dengan mata merah, nyeri dan kelopak mata bengkak sebelum ke
poliklinik mata BKMM. Rasa gatal dialami sesekali, air mata berlebih ada
dan kotoran mata yang berlebih ada berwarna kuning.
Riwayat didiagnosis oculus dextra ulkus kornea 3 bulan lalu dan
sempat membaik. Tetapi sekitar sebulan terakhir pasien tidak datang kontrol
(putus berobat) di poliklinik mata. Riwayat terkena serbuk kayu saat bekerja
pada awal bulan November 2018 kemudian pasien mengobati matanya
dengan menggunakan obat tetes mata (xytrol) tanpa resep dokter selama 1
bulan.
Riwayat operasi mata tidak ada. Riwayat menggunakan kacamata
tidak ada. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan alergi disangkal.
Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal
(a)
(b) (c)
Gambar 1. (a) Oculus Dextra et Sinistra, (b) Oculus Dextra, (c) Oculus
Sinistra
PEMERIKSAAN OD OS
Edema (+) dan
Palpebra Edema (-)
hiperemis (+) minimal
Apparatus Lakrimalis Hiperlakrimasi (+) Hiperlakrimasi (-)
Sekret (+), konsistensi
Silia kental, purulent Sekret (-)
berwarna kuning
Hiperemis (+), mixed
Konjungtiva Hiperemis (-)
injection (+)
Bola mata Intak Intak
Mekanisme muskular
2. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
3. Tonometer/NCT
TOD: -
TOS: 12
4. Visus
VOD: 1/∞ (Tidak dilakukan koreksi)
VOS: 20/70 (Tidak dilakukan koreksi)
5. Light Sense
Refleks Cahaya Refleks Cahaya Tidak
Langsung Langsung
OD Sulit dinilai Sulit dinilai
OS (+) Sulit dilakukan
pemeriksaan
6. Penyinaran Oblik
No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1 Konjungtiva Hiperemis (+),mixed Hiperemis (-)
injection (+)
2 Kornea Keruh pada seluruh Jernih
3 Bilik mata depan permukaan Normal
4 Iris Sulit dinilai Coklat, kripte (+)
5 Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, refleks
Sulit dinilai cahaya (+)
6 Lensa Sulit dinilai Jernih
7. Funduskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Slit Lamp
9. USG Oculi
V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke poli BKMM Sulsel
dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kanan yang dialami sejak
1 bulan terakhir memberat seminggu yang lalu disertai dengan mata merah,
nyeri dan kelopak mata bengkak sebelum ke poliklinik mata BKMM. Rasa
gatal dialami sesekali, air mata berlebih ada dan kotoran mata yang berlebih
ada berwarna kuning.
Riwayat didiagnosis oculus dextra ulkus kornea 3 bulan lalu dan
sempat membaik. Tetapi sekitar sebulan terakhir pasien tidak datang kontrol
(putus berobat) di poliklinik mata. Riwayat terkena serbuk kayu saat bekerja
pada awal bulan November 2018 kemudian pasien mengobati matanya
dengan menggunakan obat tetes mata (xytrol) tanpa resep dokter selama 1
bulan.
Riwayat operasi mata tidak ada. Riwayat menggunakan kacamata
tidak ada. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan alergi disangkal.
Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
Dari pemeriksaan oftalmologi, pada oculus dextra didapatkan palpebra
udem dan hiperemis minimal, hiperlakrimasi, sekret berlebihan pada silia
dengan konsistensi kental, purulent berwarna kuning, konjungtiva hiperemis
dan adanya mixed injectio, kornea keruh pada seluruh permukaan kesan
udem kornea, BMD sulit dievaluasi. Detail lain sulit dinilai karena terhalang
oleh kornea yang keruh. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 1/∞ dan
VOS : 20/70 (tidak dilakukan koreksi). Tidak dilakukan pemeriksaan
funduskopi. Pada pemeriksaan Slit lamp, SLOD : Konjungtiva hiperemis
(+), mixed injeksio (+), kornea keruh di seluruh permukaan kesan udem
kornea, BMD sulit dievaluasi karena kekeruhan kornea. Pada pemeriksaan
USG oculus dextra tampak gambaran hiperechoik pada segmen posterior
pada rongga vitreus.
VI. DIAGNOSIS
OD Endoftalmitis
VIII. PENATALAKSANAAN
Injeksi intravitreal :
Vancomycin 1.0mg/0.1ml + Ceftazidime 2.0mg/0.1ml
Dexamethason 0.4mg/ 0.1ml
Sistemik :
Ciprofloxacin 500mg/12 jam/oral
Metil prednisolon 16mg/12 jam/oral
Topikal :
Moxifloxacin ED 1 tetes/3 jam/OS
Atropine Sulfate 0.5% ED 1 tetes/6 jam/OS
Rencana OD VPP
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia et malam
Quo ad Fuctionam : Dubia et malam
Quo ad Cosmeticum : Dubia et malam
X. DISKUSI
Pasien ini didiagnosa dengan oculus dextra endoftalmitis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Dari anamnesis didapatkan keluhan
penurunan penglihatan pada mata kanan yang dialami sejak 1 bulan terakhir
memberat seminggu yang lalu disertai dengan mata merah, nyeri dan kelopak
mata bengkak sebelum ke poliklinik mata BKMM. Rasa gatal dialami sesekali,
air mata berlebih ada dan kotoran mata yang berlebih ada berwarna kuning.
Riwayat didiagnosis oculus dextra ulkus kornea 3 bulan lalu dan sempat
membaik. Tetapi sekitar sebulan terakhir pasien tidak datang kontrol (putus
berobat) di poliklinik mata. Riwayat terkena serbuk kayu di mata kanan pada
awal bulan November 2018 kemudian pasien mengobati matanya sendiri dengan
obat tetes mata (xytrol) selama sebulan merupakan faktor predisposisi terjadinya
endoftalmitis et causa ulkus kornea (endoftalmitis eksogen). Hal ini sesuai
dengan kepustakaan tentang etiologi terjadinya endoftalmitis. Selain itu riwayat
penyakit sistemik, alergi, dan riwayat operasi mata disangkal, jadi dapat
menyingkirkan kemungkinan endoftalmitis endogen ataupun endoftalmitis pasca
operasi.
Dari pemeriksaan oftalmologi, pada oculus sinistra didapatkan palpebra
udem dan hiperemis minimal, hiperlakrimasi, sekret berlebihan pada silia dengan
konsistensi kental, purulent berwarna kuning, konjungtiva hiperemis dan adanya
mixed injectio, kornea keruh pada seluruh permukaan kesan udem kornea, BMD
sulit dievaluasi merupakan tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan visus
didapatkan VOD : 1/∞ yang disebabkan oleh adanya kekeruhan pada media
refraksi yaitu pada kornea, BMD dan korpus vitreous dan VOS : 20/70.
Pemeriksaan fundoskopi tidak dapat dilakukan. Pada pemeriksaan Slit lamp,
SLOS : Konjungtiva hiperemis (+), mixed injeksio (+), kornea keruh di seluruh
permukaan kesan udem kornea, BMD sulit dievaluasi karena kekeruhan kornea
merupakan tanda-tanda endoftalmitis. Pada pemeriksaan USG oculus sinistra
tampak gambaran hiperechoik pada segmen posterior pada rongga vitreus yang
menguatkan lagi diagnosa endoftalmitis.
Penanganan endoftalmitis untuk pasien ini adalah diberikan terapi injeksi
intravitreal Vancomycin + Ceftazidine dan injeksi intravitreal Dexamethason,
terapi sistemik berupa Ciprofloxacin 500mg/12 jam/oral dan Metil prednisolon
16mg/12 jam/oral, terapi topikal pula berupa Moxifloxacin 8x1 tetes OS dan 4x1
tetes OS. Untuk terapi antibiotik, diberikan terapi injeksi intravitreal antibiotik
Vancomycin untuk bakteri gram positif dan Ceftazidine untuk bakteri gram
negatif yang diinjeksikan secara terpisah. Selain itu sebagai antibiotik topikal
diberikan Moxifloxacin. Untuk antibiotik sistemik diberikan Ciprofloxacin tablet.
Sebagai terapi steroid, diberikan injeksi intravitreal Dexamethason tetapi
pemberian injeksi steroid masih menjadi kontroversi. Untuk steroid sistemik
diberikan Metil prednisolon tablet 16 mg, 2 kali sehari. Tujuan pemberian steroid
adalah sebagai antiinflamasi. Atropine Sulfate 0.5% diberikan sebagai
midriatikum dan sikloplegikum untuk mengurangi nyeri karena immobilisasi iris,
mencegah sinekia lensa dengan iris dan menstabilkan blood-aqueous barrier.
Pada kasus ini direncanakan dilakukan OD Vitrektomi Pars Plana (VPP).
VPP bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan enzim
proteolitiknya yang berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi antibiotik
dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang potensial menimbulkan
ablasi serta mengembalikan kejernihan vitreous.
Pasien pada kasus ini mempunyai prognosis dubia ad malam karena pasien
tersebut sudah mengalami kebutaan. Dengan terapi yang optimal sekalipun,
endoftalmitis memiliki prognosis yang buruk. Prognosis penderita endoftalmitis
tergantung dari kondisi imunitas penderita, durasi dari endoftalmitis, virulensi
bakteri, serta jangka waktu infeksi sampai penatalaksanaan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Endoftalmitis adalah peradangan berat intraokular yang jarang terjadi
namun mengancam penglihatan. Endoftalmitis merupakan inflamasi berat pada
bagian dalam struktur bola mata yang melibatkan rongga vitreus dan ruang
anterior mata dan dapat melibatkan jaringan mata yang berdekatan lainnya seperti
koroid atau retina, sclera atau kornea.
Endoftalmitis termasuk kegawatdaruratan dalam bidang oftalmologi
meskipun bukan 5 besar penyebab terjadinya kebutaan. Endoftalmitis merupakan
peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau
bedah atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga
mata dan struktur didalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata akan
menimbulkan abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif
adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau
sistemik melalui peredaran darah (endogen).
Endoftalmitis jarang ditemukan namun merupakan komplikasi yang
membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada mata termasuk
setelah dilakukannya operasi mata yang merupakan faktor risiko masuknya
mikroorganisme ke dalam mata. Mikroorganisme ini menyebabkan infeksi
intraokuler yang disebut endoftalmitis.
Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Ini biasanya
ditandai dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion atau eksudat
pada COA. Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang. Karena hasil pengobatan
akhir sangat tergantung pada diagnosis awal, maka penting untuk melakukan
diagnosis sedini mungkin. Pengobatan bukan untuk mengobati visusnya, karena
visus tidak dapat diperbaiki lagi. Cara yang paling muktahir dalam pengobatan
endoftalmitis adalah dengan melakukan vitrektomi atau Eviserasi.
2.2 Epidemiologi
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari
semua kasus endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per
10.000 pasien yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih
mungkin terinfeksi sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih
proksimal untuk mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun
1980, infeksi Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat.
Jumlah orang yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering
menggunakan obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya,
transplantasi sumsum tulang).
Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi
setelah operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya
infeksi, endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi.
Di Amerika Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling
umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang
telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase
kecil, sejumlah besar operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan
untuk terjadinya infeksi ini lebih tinggi.
Post traumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera
penetrasi okular. Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan
perforasi pada bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata
berkorelasi dengan peningkatan resiko berkembangnya endophthalmitis. Kejadian
endophthalmitis yang disebabkan oleh benda asing intraokular adalah 7-31%.
Jalur infeksi:
1. Infeksi eksogen
Inflamasi purulen pada umumnya disebabkan oleh infeksi eksogen pasca
luka perforasi, perforasi dari ulkus kornea atau infeksi pasca operasi
intraocular, seperti operasi katarak.
2. Infeksi endogen atau endoftalmitis metastasis
Jarang terjadi dan biasanya berasal dari penyebaran hematogen yang
berasal dari fokus infeksius dalam tubuh seperti karies gigi, septisemia dan
sepsis purpura.
3. Infeksi sekunder dari struktur sekitarnya
Infeksi ini sangat jarang terjadi. Namun, kasus inflamasi intraokular
purulen telah dilaporkan pasca infeksi selulitis orbita, tromboflebitis, dan
ulkus kornea infeksius.
Organisme penyebab:
1. Endoftalmitis bakterial.
Patogen yang paling sering menyebabkan endoftalmitis bakterial akut
adalah kokus gram positif, yaitu Stafilokokus epidermidis dan
Stafilokokus aureus. Bakteri penyebab lainnya dapat berupa Streptokokus,
Pseudomonas, Pneumokokus, dan Korinebakterium. Propioniakterium
akne dan Aktinomyces merupakan organisme gram positif yang mampu
menyebabkan endoftalmitis kronik.
2. Endoftalmitis jamur
Secara komparatif jarang. Dapat disebabkan oleh Aspergilus, Fusarium,
Kandida, dan lain-lain.
2.3.2 Endoftalmitis non infeksius (steril)
Endoftalmitis steril merujuk pada inflamasi pada struktur bagian dalam
bola mata akibat toksin/substansi toksin tertentu. Hal ini dapat terjadi pada situasi
berikut:
1. Endoftalmitis steril pasca operasi dapat terjadi akibat reaksi toksin
terhadap:
a. Zat kimia yang melekat pada lensa intraokular (LIO) atau
b. Zat kimia yang melekat pada instrumen
2. Reaksi berat yang hanya terjadi pada segmen anterior disebut juga “Toxic
anterior segmen syndrome” (TASS)
Endoftalmitis steril pasca trauma dapat terjadi akibat reaksi toksin
terhadap benda asing yang tertinggal intraokular, contoh: tembaga murni.
3. Endoftalmitis fakoanafilaksis dapat diinduksi oleh protein lensa pada
pasien dengan katarak Morgagni.
4. Nekrosis tumor intraokular dapat menyerupai endoftalmitis steril (sindrom
masquerade).
Endoftalmitis pasca operasi akut merupakan komplikasi berat dari operasi
intraokular dengan insiden mencapai 0,1%. Sumber infeksi. Pada kebanyakan
kasus diperkirakan berasal dari flora normal yang dimiliki pasien pada daerah
periokular seperti palpebra, konjungtiva, dan sakus lakrimalis. Sumber potensi
infeksi yang lain berasal dari instrumen atau cairan yang terkontaminasi, dan flora
normal lingkungan termasuk operator dan personel ruang operasi.
Onset dapat akut atau kronik:
- Onset akut endoftalmitis bakteri biasanya terjadi antara 1-7 hari pascaoperasi.
- Onset kronik endoftalmitis terjadi dalam seminggu hingga berbulan-bulan
pasca operasi.
Jamur merupakan penyebab paling umum dan Propionibakterium acne
merupakan penyebab kedua paling umum dari endoftalmitis kronik.
2.5 Patogenesis 3,4
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier)
memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Dalam
endophthalmitis endogen, mikroorganisme yang melalui darah menembus sawar
darah-mata baik oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh
perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang
dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan
oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari
respon kekebalan.
Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa,
iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan
okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,
peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi
yang mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endophthalmitis
eksogen.
Secara rinci, patofisiologi dari endoftalmitis dapat diakibatkan dengan
mekanisme sebagai berikut :
1. Endoftalmitis Eksogen
2,7
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. B-scan ultrasonography
Bermanfaat untuk melihat adanya penebalan retina, koroid dan benda
asing di okular. Pada endoftalmitis, bisa terlihat adanya eksudat pada
rongga vitreus. Pasien dengan endoftalmitis endogen bisa terlihat adanya
abses pada koroid (dome-shaped lesion).
2. Microbiology testing
- Anterior chamber tap (Aqueous humour tap)
- Vitreous tap (biopsy vitreus atau vitrectomi pars plana)
- Dilakukan pada pasien yang :
Mempunyai visus LP (light perception) yaitu visus 1/∞.
Kasus akut yang memerlukan sampel yang banyak.
Fokus infeksi terbanyak di vitreous.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
1,2,3,4,7,9
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Non-farmakologi
Edukasi pada pasien untuk memotong kuku pasien. Kuku yang terlihat
kotor dan panjang meningkatkan resiko infeksi pada mata jika menggaruk saat
mata terasa gatal dan merupakan faktor predisposisi terjadinya endoftalmitis.
Pasien juga diajarkan cara mencuci tangan untuk mengurangi jumlah organisme
pathogen pada tangannya, menjaga kebersihan mata dan menyeka mata dengan
tisu sekali pakai.8
2.9.2 Farmakologi
Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi
mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin
yang dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak
antara ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu
pengobatan ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi
proses inflamasi yang terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit
dan keadaan yang lebih berat.
Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai
pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme
spesifik yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang
diketahui.
1. Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.
a. Injeksi intravitreal (kombinasi 2 antibiotik)
1) Peptide antibiotic (vancomycin1.0mg/0.1ml) untuk bakteri gram
positif
2) Antibiotic beta lactam (ceftazidime 2.0mg/0.1ml) untuk bakteri
gram negative.
3) Untuk pasien yang sensitive pada antibiotic golongan beta lactam,
bisa diberikan antibiotic aminoglycoside (amikacin 400µg/0.1ml)
tetapi mempunyai risiko toksisitas retina.
b. Terapi topical
Moxifloxacin penetrasi mata sehingga ke aqueous dalam masa 2
jam. (untuk bakteri gram positif dan negative)
c. Terapi sistemik
Lipid-soluble Quinolone (Ciprofloxacin, Ofloxacin) bisa penetrasi
ke dalam mata dan antibiotik ini merupakan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa antibiotik yang
bekerja terhadapa membran set, seperti golongan Penicilin,
Cephalosporin dengan antibiotik yang dapat menghambat sintesa
protein dengan reseptor ribosomal, seperti golongan Chloramphenicol,
Aminoglycosida.Antibiotik tersebut dapat diberikan secara dosis
tunggal ataupun kombinasi. Kombinasi yang dianjurkan adalah
gabungan antara golongan aminoglikosida. Pilihan kombinasi tersebut
merupakan yang terbaik, karena:
1) Toksisitas minimal terhadap retina dan jaringan okular
2) Kombinasi tersebut lebih memiliki arti klinis dibandingkan
pemberian antibiotik tunggal maupun kombinasi lainnya.
3) Sebagai terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan
jaringan intraokular yang luas, karena kadang mikroorganisme
sulit diidentifikasi dari endoftalmitis.
Biasanya endoftalmitis fungal terdiagnosis bila pasien setelah
pemberian antibiotik dosis tunggal atau kombinasi tidak berespon.
Ataupun ditemukan faktor-faktor predisposisi seperti, pasien sedang
dalam pengobatan antibiotic spektrum luas dalam jangka waktu lama,
pasien menderita keganasan ataupun dalam keadaan imunitas yang
buruk. Pada pasien ini bisa diberikan anti-jamur secara intravitreal dan
terapi sistemik.
2. Steroid
a. Injeksi intravitreal : Deksametason 0.4mg
b. Terapi sistemik : Prednisolone 20mg (10-14 hari)
c. Terapi topikal : Dexametason 0.1% tetes mata
Terapi steroid sebaiknya digunakan 24 hingga 48 jam setelah
infeksi terkontrol dengan pemberian antibiotik. Terapi steroid pada
penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi yang disertai
eksudat dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini
penting untuk endoftalmitis, karena dasar dari endoftalmitis adalah
inflamasi, dimana prognosis visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang
terus berlanjut. Sampai saat ini pemberian kortikosteroid pada
endoftalmitis masih kontroversi walaupun sudah banyak penelitian
menunjukkan hasil yang memuaskan dari pemberian Deksametason
dalam menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang
dapat menimbulkan kerusakan luas pada mata. Deksametason dapat
diberikan secara intravitreal dengan dosis 400ug dan 1 mg secara
intraokular sebagai profilaksis.
3. Terapi Suportif
a. Sikloplegik.
Dapat diberikan atropin 1% atau komatropin 2% tetes mata, 3 kali
dalam sehari. Pemberian Sikloplegik dapat diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah pada mata, mencegah
dan melepas sineksia serta mengistirahatkan iris dan benda siliar yang
sedang mengalami infeksi.
b. Obat antiglaukoma.
Dapat diberikan pada pasien dengan peningkatan tekanan
intraokular, seperti acetazolamide oral (250 mg 3 kali sehari) dan
timolol 0.5% tetes mata dua kali sehari.
4. Tindakan Vitrektomi.
Pada kasus yang berat (bila pasien menunjukkan infeksi berat
dengan visus menurun hingga 1/tak terhingga), operasi harus
dilakukan bila tidak ada perbaikan setelah terapi intensif selama 48
hingga 72 jam dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana (PPV).
Vitrektomi Pars Plana adalah prosedur vitreoretina yang umum
digunakan dalam penanganan beberapa kondisi termasuk ablasi retina ,
PPV sendiri bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk
toksin dan enzim proteolitiknya yang berada dalam vitreous,
meningkatkan distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik
yang terbentuk, yang potensial menimbulkan ablasi, serta
mengembalikan kejernihan vitreous.
KESIMPULAN