Anda di halaman 1dari 26

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Februari 2018


Universitas Hasanuddin

OS Ulkus Kornea + Descematocele

Oleh:
Andi Asyura Alikha
C111 13 555

Pembimbing
dr. Muznida Z. Ahmad

Supervisor
Dr. dr. Habibah S. Muhidin, Sp.M(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul OS Ulkus Kornea + Descematocele, yang disusun oleh:

Nama : Andi Asyura Alikha


NIM : C111 13 555
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, 7 Maret 2018

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr. Habibah S. Muhidin, Sp.M(K) dr. Muznida Z.


Ahmad

2
BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 31-12-1963 / 54 Tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Makassar / Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : Makassar
No. Register Pasien : 086100
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2018
Pemeriksa : dr. Irna
Rumah Sakit : RS Universitas Hasanuddin

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kiri.
Anamnesis Terpimpin :
Dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, dirasakan perlahan-lahan dan makin
lama makin memberat. Nyeri dirasakan terus menerus. Keluhan ini
dirasakan sejak pasien ingin meneteskan obat pada matanya tetapi ujung
tetes matanya terkena pada mata hitam pasien. Riwayat mata merah ada
sejak 1 minggu yang lalu, dirasakan makin memberat. Air mata berlebih
ada, kotoran mata berlebih ada, silau ada, penglihatan menurun ada, rasa
mengganjal dan berpasir tidak ada. Pasien berobat ke klinik kemudian di
rujuk ke rumah sakit. Riwayat post operasi AMT dan pemasangan BSCL,
kurang lebih 3 bulan lalu karena infeksi. Riwayat hipertensi ada tetapi tidak
berobat teratur, riwayat diabetes mellitus tidak ada, riwayat penyakit sama
dalam keluarga tidak ada.
1.3 STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit Ringan/Gizi cukup/Compos Mentis

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7o C

1.4 FOTO KLINIS

Foto klinis 21/02/2018

Oculus Dextra 21/02/2018 Oculus Sinistra 21/02/2018

Tes Fluorescence OS : (+) positif Oculus Sinistra Post Operasi


23/02/2018

4
1.5 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (+)
Apparatus Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
lakrimalis
Silia Sekret (-) Sekret (+)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), mixed
injeksio
Bola Mata Normal Normal

Mekanisme
muscular

Kornea Jernih Keruh hampir di


seluruh permukaan
kornea, kornea tidak
rata, tampak
descemetocele
berukuran 2-3 mm,
berbatas tegas, teratur,
pada arah jam 3-4 di
parasentral.
Bilik mata depan Kesan normal Sulit dinilai
Iris Cokelat Sulit dinilai
Pupil Bulat, Refleks cahaya Sulit dinilai
(+)
Lensa Keruh Sulit dinilai

B. Palpasi

5
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn
Nyeri tekan (-) (+)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)

C. Tonometri
TOD : tidak di lakukan pemeriksaan
TOS : tidak di lakukan pemeriksaan

D. Visus
VOD : 20/50
VOS : 1/300

E. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

F. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+) Mixed
Injectio
Jernih Keruh hampir di seluruh
permukaan kornea,
kornea tidak rata,
tampak descemetocele
Kornea
berukuran 2-3 mm,
berbatas tegas, teratur,
pada arah jam 3-4 di
parasentral.
BMD Kesan normal Sulit dinilai
Iris Cokelat Sulit dinilai
Pupil Bundar, Refleks cahaya Sulit dinilai
(+)

6
G. Funduskopi
Tidak Dilakukan Pemeriksaan

H. Slit Lamp
SLOD : Palpebra edema (-). Silia sekret (-). Konjungtiva hiperemis
(-). Kornea jernih. BMD kesan normal, Iris coklat, Pupil bulat, sentral,
Refleks Cahaya (+), Lensa keruh.

SLOS : Palpebra edema (+). Silia secret (+) Konjungtiva


hiperemis (+), mixed injectio. Keruh hampir di seluruh permukaan
kornea, kornea tidak rata, tampak descemetocele berukuran 2-3 mm,
berbatas tegas, teratur, pada arah jam 3-4 di parasentral. Tes
Fluoresense (+), detail lain sulit dinilai.

1.6 RESUME
Seorang perempuan berusia 54 tahun dengan keluhan nyeri pada mata kiri
dialami sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu, sejak pasien ingin
meneteskan obat pada matanya tetapi ujung tetes matanya terkena bola mata
hitam pasien sekitar 1 minggu yang lalu. Riwayat mata merah ada, sejak 1
minggu yang lalu dirasakan semakin memberat, mata berair ada, kotoran
berlebih ada, silau ada. Riwayat pasien pernah di operasi sekitar 3-4 bulan
lalu karena infeksi. Riwayat berobat ada ke klinik kemudian dirujuk ke
RSWS. Riwayat hipertensi ada, berobat tidak teratur.
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 20/50, VOS = 1/300
Pada pemeriksaan oftalmologi, di mata kiri didapatkan udema pada
palpebra, konjungtiva hiperemis, mixed injectio, tampak keruh hampir di
seluruh permukaan kornea, kornea tidak rata, tampak descemetocele
berukuran 2-3 mm, berbatas tegas, teratur, pada arah jam 3-4 di parasentral.
Pemeriksaan fluorescence pada mata kiri positif.

7
1.7 DIAGNOSIS
OS Ulkus Kornea + Descematocele

1.8 DIAGNOSIS BANDING


- Ulkus kornea ec bakteri
- Ulkus kornea ec virus
- Ulkus kornea ec jamur

1.9 PENATALAKSANAAN
Terapi Non Farmakologi :
- Proteksi OS
- Edukasi terapi : pemakaian obat tetes mata yang adekuat dan teratur

Terapi Farmakologi :
Oral :
- Glaukon 250 mg / 12 jam / oral
- KSR 1 tab / 24 jam /oral
- Natrium Diklofenak 50 mg/ 12 jam / oral

Topical :
- Levofloxacin 1 gtt / 4 jam / OS
- Tropin 1% 1 gtt/ 12 jam / OS
- Vigamox 1 gtt/ 4 jam / OS
- Navitae 1 gtt / 4 jam / OS

Rencana Tindakan :
- OS Bridge Flap Konjungtiva

1.10 PROGNOSIS
 Qua ad vitam : Bonam

8
 Qua ad sanationem : Dubia ad Malam
 Qua ad fungsionam : Dubia ad Malam
 Qua ad kosmeticum : Dubia ad Malam

1.11 DISKUSI KASUS


Pasien ini didiagnosis dengan OS Ulkus Kornea Descematocele
berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisis. Dari anamnesis, pasien
datang dengan keluhan nyeri pada mata kiri yang sudah dialami sejak 1
minggu yang lalu, setelah mata hitam pasien terkena ujung dari botol tetes
mata saat ingin meneteskan ke mata pasien. Nyeri semakin lama semakin
memberat dan dirasakan terus menerus. Mata merah ada, air mata berlebih
ada, kotoran mata berlebih ada, silau ada, penglihatan menurun ada. Hal
ini sesuai dengan gejala klinis dari ulkus kornea, yaitu nyeri yang
disebabkan oleh efek mekanis dari palpebral dan tereksposnya ujung-
ujung saraf, air mata berlebih yang disebabkan oleh reflex hiperlakrimasi,
fotofobia yang disebabkan oleh stimulasi terhadap saraf-saraf, penglihatan
kabur disebabkan oleh kekeruhan kornea, dan mata merah disebabkan oleh
kongesti dari pembuluh darah sirkumkorneal.
Pada pemeriksaan visus, didapatkan VOS: 1/300. Penurunan visus
pada mata kiri ini disebabkan oleh terganggunya kejernihan kornea. Pada
pemeriksaan oftalmologi di mata kiri, didapatkan palpebral udema,
hiperlakrimasi, secret berlebih, konjungtiva hiperemis, dan kekeruhan
kornea. Hal ini disebabkan oleh proses peradangan yang terjadi pada
kornea yang terus menstimulasi struktur pada kornea.
Pada pemeriksaan slit lamp, didapatkan konjuntiva hiperemis dengan
mixed injection, tampak kekeruhan hampir di seluruh permukaan kornea,
kornea tidak rata, tampak descemetocele berukuran 2-3 mm, berbatas
tegas, teratur, pada arah jam 3-4 di parasentral. Tes fluoresen positif
memberi warna kehijauan dan menunjukkan adanya defek pada lapisan
kornea.

9
Terapi pada pasien ini selain edukasi tentang penggunaan obat,
diberikan juga proteksi pada OS untuk melindungi jaringan ulkus tersebut.
Selain itu, diberikan terapi farmakologis berupa antibiotic Levofloxacin
dan Vigamox untuk mencegah infeksi bakteri, pemberian tropin untuk
mengurangi nyeri dari spasme silier dan mencegah pembentukan sinekia
posterior. Pemberian glaukon bertujuan untuk mengurangi tekanan bola
mata, dan natrium diklofenak sebagai anti nyeri. Pasien juga dijadwalkan
untuk menjalani tindakan Bridge Flap Konjungtiva, dimana kornea akan
ditutupi dengan flap konjungtiva untuk menyokong jaringan yang lemah.
Prognosis pada pasien ini secara fungsi, visus, dan kosmetik yaitu dubia ad
malam.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Kornea adalah struktur yang kompleks, mempunyai fungsi protektif, dan juga
bertanggung jawab sebagai kekuatan optik mata. Kornea normal umumnya tidak

10
mempunyai pembuluh darah, nutrisi dan produk hasil metabolisme akan dibuang
melalui humor akuos dan lapisan air mata. Kornea adalah struktur dengan inervasi
terpadat pada tubuh, dengan subepitel dan anyaman stroma yang tebal, keduanya
disuplai oleh cabang pertama dari nervus trigeminus. Karena hal ini, kelainan
pada kornea dapat menyebabkan nyeri, fotofobia, dan hiperlakrimasi.1
Ulkus kornea adalah diskontuinitas dari permukaan epitel kornea yang
disertai nekrosis dari jaringan kornea sekitar. Ulkus kornea adalah penyakit yang
umum, dan merupakan salah satu penyebab tersering dari gangguan penglihatan.2
Keadaan berbahaya ini dapat muncul pada semua kalangan umur dan jenis
kelamin di seluruh dunia.3 Bahkan ketika penyebab dari ulkus tersebut telah
ditangani, penglihatan belum tentu bisa kembali sempurna, karena bekas luka
yang dapat mengaburkan penglihatan.2 Banyak pasien yang harus dirawat inap
karena mereka membutuhkan penanganan cepat, tepat, juga cara penetesan mata
yang benar. Lama tinggal pasien di rumah sakit bergantung pada respon pasien
terhadap terapi yang diberikan. Pada beberapa kasus, pasien harus dirawat selama
berbulan-bulan.3
Ulkus kornea sering kali di dapatkan pada fasilitas primer. Pasien akan
menunjukkan riwayat trauma dan sensasi benda asing, hiperlakrimasi, dan
fotofobia. Anamnesis dan pemeriksaan fisis harus mengeluarkan penyebab nyeri
mata yang lain, termasuk trauma penetrasi, keratitis bakteri, dan yang lainnya.
Dokter harus berhati-hati dalam memeriksa benda asing jika ada dan
mengeluarkannya. Tujuan terapi meliputi control nyeri, pencegahan infeksi dan
penyembuhan jaringan. Nyeri dapat diringankan dengan pemberian nonsteroid
anti-inflammatory drugs topical atau analgesic oral. Topical antibiotic juga sering
kali diberikan untuk mencegah infeksi baru. Pasien harus direevaluasi dalam 24
jam. Rujukan diindikasikan jika pasien dengan gejala tersebut tidak membaik atau
bahkan memburuk, terdapat infiltrat, penurunan visus yang signifikan, dan trauma
mata penetrasi.4

2.2 Epidemiologi

Katarak dan penyakit kornea adalah penyebab besar dari kebutaan di negara-

11
negara ekonomi berkembang. Menurut World Health Organization, penyakit
kornea adalah salah satu penyebab utama dari kehilangan penglihatan atau
kebutaan, setelah katarak dan glaucoma. Dengan penurunan trakoma dan
penyebab kebutaan lainnya, World Health Organization telah menyadari bahwa
keratitis adalah penyebab penting dari kebutaan.3
Pada penelitian yang telah dilakukan di India, insidens ulkus kornea lebih
tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, mencapai angka 66.9%. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Srinivasan dan
Bashir. Hal ini dapat dijelaskan karena laki-laki lebih sering terlibat dalam
aktifitas lapangan, sehingga lebih mudah terpapar oleh trauma, terutama pada
petani dan pekerja agrikultur.3
Mayoritas pasien dengan ulkus kornea datang dari kalangan 30 tahun hingga
60 tahun. Lapsina, yang juga melakukan penelitian yang sama juga
menyimpulkan demikian. Berdasarkan analisis mikrobiologi, 55.8% pasien
menunjukkan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, dan jamur yang paling
sering ditemui adalah Aspergillus fumigatus. Chander juga melakukan penelitian
yang sama dan bakteri yang paling sering ditemukan oleh Streptococcus
pneumoniae. Keberagaman ini dapat dijelaskan dengan kemungkinan perbedaan
iklim, standar sosio-ekonomi, budaya, dan pekerjaan yang bervariasi berdasarkan
daerah geografis.3
Keratitis akibat infeksi yang diinisiasi oleh trauma pada mata bukanlah hal
yang jarang. Orang-orang utara, trauma akibat agricultural lebih jarang, sehingga
infeksi jamur juga jarang. Tetapi di area tropis, keratitis jamur dapat melebihi
angka 80% dari kasus infeksi. Diperkirakan bahwa 1.5 juta kasus baru dari
gangguan penglihatan unilateral yang diakibatkan oleh ulkus kornea terjadi setiap
tahunnya.5

2.3 Anatomi & Fisiologi

12
Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea adalah struktur yang transparan, avascular, dan menyerupai kaca.


Kornea membentuk lapisan fibrous dari bola mata.6 Diameter rata-rata kornea
adalah 11.55 milimeter secara vertical dan 12 milimeter secara horizontal.
Ketebalan kornea sekitar 540 um, dan lebih tebal pada lapisan perifernya.
Ketebalan kornea sangat beragam dari masing-masing individu, sehingga
merupakan faktor yang paling menentukan dalam pengukuran tekanan intraokuler
secara konvensional.1
Kornea mempunyai bentuk ellips, dengan kurvatura yang lebih curam pada
bagian tengah dan lebih rata pada bagian perifer. Radius kurvatura dari sentral
kornea dari sisi anterior adalah 7.8 milimeter dan posterior adalah 6.5 milimeter.
Ketebalan kornea di tengah mencapai 0.53 milimeter, sedangkan perifer mencapai
0.71 milimeter.7
Kornea merupakan salah satu media refrakta paling utama pada mata.
Sifatnya yang transparan dan avascular mengoptimalkan transmisi cahaya.
Permukaan anterior dari kornea dilapisi oleh lapisan air mata, dan batas belakang
dari kornea adalah bilik mata belakang yang diisi oleh akuos humor. Pada bagian
perifernya, kornea bersambung dengan konjungtiva dan sklera. Dari anterior ke
posterior, lima lapisan yang membentuk kornea adalah epitel, lapisan Bowman,
stroma, membrane Descement, dan endotel.7

13
2.3.1 Lapisan Histologi Kornea

Gambar 2. Lapisan Histologi Kornea

a. Epitel
Lapisan paling luar dari kornea adalah epitel berlapis dengan lapisan
sekitar lima hingga tujuh lapis sel, dan ketebalan 50 nanometer. Epitel ini
menebal pada lapisan perifer dan menyatu dengan epitel konjungtiva pada
bagian limbus.7
Permukaan dari epitel kornea sangat mulus pada permukaan depannya.
Permukaan ini berupa sel skuamos tanpa keratin, yang masing-masing
mempunyai nucleus yang datar. Membran plasma dari permukaan sel
epitel mengeluarkan glikokaliks, suatu komponen yang membentuk
lapisan mucin pada air mata.7
b. Membrana Bowman
Lapisan kedua dari kornea mempunyai ketebalan sekitar 8 hingga 14 um.
Lapisan bowman adalah lapisan yang padat, terdiri dari jaringan fibrosa
dan serabut kolagen yang tersusun secara acak pada bagian dasarnya.
Lapisan ini disebut dengan “membrane”, tetapi sebenarnya lebih tepat
merupakan suatu lapisan transisi menuju stroma daripada membrane.

14
Lapisan ini berbeda dari stroma karena bersifat aselular dan mengandung
serabut kolagen dengan diameter yang lebih kecil. Lapisan ini membentuk
kornea. Dan pola dari lapisan depannya ireguler dan mengikuti kontur
dari sel epitel pada bagian basal.7
c. Stroma
Lapisan tengah kornea berukuran sekitar 500 mikrometer dan merupakan
90% dari total keseluruhan tebal kornea. Stroma terdiri dari fibril kolagen,
keratosit, dan extraselular substrat.7
Fibril kolagen berukuran 25 hingga 35 nm dan parallel satu sama lain,
membantuk suatu bundel yang disebut sebagai lamella. 200 hingga 300
lamella terdistribusi di seluruh stroma dan parallel terhadap permukaan
kornea. Keratosit adalah sel datar yang berada di antara lamella. Sel ini
bersifat aktif dan mempunyai untuk mempertahankan lapisan stroma
dengan cara menyintesis kolagen dan komponen matriks ekstraseluler.
Sel-sel lainnya dapat ditemukan di sekitar lamella berupa sel darah putih,
limfosit, makrofag, PMN, yang dapat meningkat pada kondisi patologis.7
d. Dua’s Layer
Dua’s layer terbuat dari lima hingga delapan lapis lamella yang tipis,
terdiri dari kolagen tipe 1, tipe 6, keratosit, tidak dapat ditembus oleh
udara, dan terdiri dari sel trabecular pada bagian perifer dan berlanjut
menjadi kolagen dari trabecular meshwork.16
e. Membrana descement
Membrana descement adalah lapisan membrane basal dari endotel.
Lapisan ini terus diproduksi dan terus menebal selama hidup. Membrane
descement terdiri dari dua lapisan. Anterior lamina, dengan ketebalan
sekitar 3 mm. posterior lamina bersifat homogen.7
f. Endotel
Lapisan paling dalam kornea adalah endotel, berbatasan langsung dengan
bilik mata depan dan terdiri dari lapisan sel berbentuk datar. Ketebalan
lapisan ini sekitar 5 mikrometer.7

Kornea adalah struktur yang avascular. Pembuluh darah kecil berjalan dari
pembuluh darah siliaris anterior dan menginvasi daerah perifer sekitar 1 mm.

15
pembuluh-pembuluh ini sebenarnya tidak berada di kornea, tetapi di
subkonjungtiva yang tumpeng tindih dengan kornea.6
Kornea diinervasi oleh nervus siliaris anterior yang bercabang dari nervus
oftalmikus, cabang dari nervus kranialis 5. Setelah 2 mm di kornea, saraf ini
kehilangan lapisan myelin dan terbagi menjadi tiga plexus, yaitu stromal,
subepitel, dan intraepitel.6
Dua fungsi utama dari kornea adalah berperan sebagai media refrakta
terpenting dan untuk melindungi isi intraokuler. Kornea menjalankan peran ini
dengan cara mempertahankan transparansinya. Transparansi kornea disebabkan
oleh lamella kornea, avaskuler, dan hidrasi yang dipertahankan oleh epitel dan
endotel dan pompa bikarbonat dari endotel. Untuk proses ini, kornea mendapatkan
nutrisi dari glukosa yang masuk ke kornea dengan cara difusi atau transport aktif
dari humor akuos dan difusi dari kapiler perilimbal. Oksigen diperoleh langsung
dari lapisan air mata.6
Faktor yang memengaruhi jumlah refraksi kornea adalah (1) kurvatur dari
permukaan kornea anterior, (2) perubahan indeks bias dari udara ke kornea atau
lapisan air mata, (3) ketebalan kornea, (4) kurvatura dari permukaan kornea
posterior, dan (5) perubahan indeks bias dari kornea menuju akuos humor.5
Lapisan kornea yang paling aktif metabolismenya adalah epitel dan endotel.
Epitel 10 kali lebih tebal dari endotel dan membutuhkan suplai substrat metabolik.
Seperti jaringan lain, epitel dapat memetabolisme glukosa secara aerob dan
anaerob menjadi karbon dioksida, air, dan asam laktat. Sehingga, dalam kondisi
anaerob berakumulasi pada kornea.7
Lima lapisan dari kornea hanya mempunyai sedikit sel dan merupakan
jaringan yang avaskuler. Seperti lensa, sklera dan korpus vitreus, metabolism
kornea lambat, yang berarti bahwa proses penyembuhan dari kornea juga menjadi
lambat. Kornea mendapatkan nutrisi dari metabolit nutritive seperti asam amino
dan glukosa dari tiga sumber berikut; difusi dari kapiler pada tepi kornea, difusi
dari akuos humor, dan difusi dari lapisan air mata.8
Kornea adalah struktur mata yang vital, sehingga ia sangat sensitive. Kornea
menerima suplai senosris dari nervus trigeminal cabang oftalmika. Bahkan sensasi
taktil yang sangat ringan akan menyebabkan reflex untuk mengedipkan mata.

16
Trauma apa pun yang terjadi pada kornea seperti erosi, benda asing, atau
keratokonjungtivitis ultraviolet akan mengekspos ujung saraf dan menyebabkan
nyeri yang sangat intens, dengan reflex lakrimasi dan penutupan mata. Sehingga,
sering kali penutupan mata involunter (blefarospasme), reflex air mata (epifora)
dan nyeri selalu menunjukkan kemungkinan untuk trauma kornea.8

2.4 Etiologi

Terdapat banyak penyebab dari ulkus kornea, salah satunya adalah infeksi.
Infeksi bakteri, virus, jamur, klamidia, protozoa dan spirochaetal dapat
menyebabkan ulkus kornea. Karena kornea adalah lapisan terdepan mata dan
terekspos langsung dengan atmosfir, kornea dapat terinfeksi dengan mudah. Pada
saat yang sama, kornea juga dilindungi dengan mekanisme pertahanan yang
disokong oleh air mata dalam bentuk lisozim, betalisin, dan protein pelindung
lainnya. Sehingga, ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri dapat terjadi
apabila mekanisme pertahanan tersebut terganggu, terdapat faktor predisposisi
seperti terganggunya sistem imun, dan organisme penyebab sangat virulen.
Bakteri yang paling sering menyebabkan ulkus kornea adalah Neisseria
gonorrhea, Corynebacterium diphteriae, Neisseria meningitides.6
Selain infeksi, alergi juga dapat menyebabkan keratitis yang dapat berujung
pada ulkus kornea. Keadaan-keadaan seperti phlyctenular keratitis, vernal
keratitis, dan atopic keratitis disebabkan oleh alergi.6
Penyebab lain dari keratitis maupun ulkus kornea dapat berupa penyakit kulit
dan membrane mukosa, kelainan vaskular kolagen sistemik, trauma yang dapat
berupa trauma mekanis, kimia, luka bakar, radiasi. Sering kali ulkus kornea juga
disebabkan oleh hal yang idiopatik, seperti pada kasus ulkus kornea Mooren’s. 6
Penyebab ulkus Mooren ini belum diketahui, tetapi diduga sebagai suatu proses
autoimun.6

2.5 Patogenesis

17
Gambar 3: Stadium Ulkus Kornea.

Apabila epitel kornea telah rusak dan diinvasi oleh agen-agen patologis, maka
perubahan-perubahan patologis akan terjadi pada pembentukan ulkus kornea dan
dapat dideskripsikan berdasarkan empat tahap, yaitu infiltrasi, ulserasi aktif,
regresi, dan pembentukan sikatriks.6
a. Infiltrasi: Ditandai dengan infiltrasi sel polimofonuklear dan/atau limfosit
ke epitel dari sirkulasi perifer yang disuplai dari sel stroma, apabila
lapisan ini juga terkena. Nekrosis dari jaringan dapat terjadi, bergantung
kepada tingkat virulensi dari agen infeksi dan kekuatan mekanisme
pertahanan dari tubuh.6
b. Ulserasi aktif: Ulserasi aktif sebagai hasil dari nekrosis epitel, membrane
Bowman dan lapisan stroma yang juga ikut rusak. Dinding ulkus akan
menonjol disebabkan oleh pembengkakan lamella akibat dari
terhambatnya aliran cairan dan massa leukosit di antara lamella. Pada

18
tahap ini, dinding dan dasar dari ulkus dapat menunjukkan warna keabuan
dan mengelupas. Selain itu, terjadi hiperremis di daerah pembuluh darah
sirkumkorneal yang disebabkan oleh akumulasi eksudat purulent pada
kornea. Terdapat pula kongesti vaskuler pada iris dan korpus siliaris.
Eksudasi pada bilik mata depan dari pembuluh darah iris dan korpus
siliaris dapat menyebabkan pembentukan hipopion. Ulserasi dapat terus
berlanjut ke tahap ulkus superfisial yang difus, atau dapat pula
berkembang lebih dalam dan membentuk descemetocele dan perforasi
kornea.6
c. Regresi: Regresi dapat diinduksi oleh pertahanan tubuh (produksi
antibody humoral dan pertahanan imun seluler) dan terapi-terapi yang
menstimulasi pertahanan tubuh. Garis batas terbentuk di sekeliling ulkus,
terdiri dari leukosit yang menetralisir dan fagosit yang menyerang
organisme dan sel-sel yang telah nekrotik. Penghancuran materi nekrotik
dapat memperbesar ulkus. Proses ini dapat juga disertai dengan
vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan
seluler. Ulkus akan mulai sebuh dan epitel akan mulai tumbuh pada
bagian tepinya.6
d. Pembentukan sikatriks: pada tahap ini, penyembuhan berlanjut dan
menutup secara permanen. Derajat bekas luka dalam masa penyembuhan
sangat ebrvariasi. Apabila ulkus sangat superfisial dan hanya melibatkan
epitel, luka dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. Ketika ulkus terjadi
pada membrane Bowman dan stroma bagian superfisial, jaringan luka
yang terbentuk disebut dengan ‘nebula’. Macula dan leukoma terbentuk
apabila ulkus mencapat sepertiga atau lebih dari lapisan stroma.6

Perforasi dari ulkus kornea terjadi ketika proses ulserasi semakin dalam dan
mencapai membrane Descement. Membrane ini kuat dan akan menonjol sebagai
descemetocele. Pada tahap ini, kegiatan seperti batuk, bersin, mengejan, akan
menyebabkan perforasi pada ulkus kornea.4 Membran descement akan tetap intak,
dan akan terlihat penonjolannya pada bagian anterior mata apabila diperiksa di
bawah slit lamp.8

19
Seiring dengan berkembangnya ulkus, perforasi membrane Descement akan
terus terjadi dan lama kelamaan akuos huor akan keluar. Hal ini disebut sebagai
ulkus kornea perforasi, dan membutuhkan tindakan operasi segera. Pasien akan
mengeluhkan kehilangan penglihatan yang progresif dan mata akan lebih lunak
akibat dari penurunan tekanan intraokuler.8

2.6 Klasifikasi

Ulkus kornea dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai macam hal sebagai


berikut.4
1. Berdasarkan lokasinya:
a. Ulkus kornea sentral
b. Ulkus kornea perifer
2. Berdasarkan purulent:
a. Ulkus kornea purulent atau ulkus kornea supuratif (kebanyakan ulkus
kornea bakteri dan jamur termasuk dalam kategori supuratif).
b. Ulkus kornea non-purulen (sering kali virus, klamidia, dan ulkus
kornea alergi)
3. Berdasarkan hubungan dengan hipopion:
a. Ulkus kornea simpleks (tanpa hipopion).
b. Ulkus kornea dengan hipopion.
4. Berdasarkan kedalaman ulkus:
a. Ulkus kornea superfisial
b. Ulkus kornea dalam
c. Ulkus kornea dengan hampir perforasi
d. Ulkus kornea yang telah mengalami perforasi

2.7 Gejala Klinis

Gejala dari ulkus korena umumnya sangat beragam tergantung dari

20
penyebabnya tersendiri, tetapi gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri,
epifora, blefarospasme, konjungtivitis, udema palpebral, dan penurunan visus.
Tetapi, gejala yang didapatkan bisa saja ringan dan tidak mengganggu
penglihatan. Jika ada hifema dan peningkatan tekanan intraokuler, lapisan stroma
dari kornea akan menjadi keruh.10
Pasien dengan abrasi atau benda asing biasanya akan memberikat riwayat
trauma yang menyebabkan rasa nyerinya. Pada ulkus, dimana terjadi kehilangan
integritas dari epitel kornea dan inflamasi juga akan memberikan gambaran
hiperemis. Kornea yang normalnya bersifat jernih akan tampak keruh dan
berwarna putih pada daerah terjadinya ulkus dan menyebabkan terjadinya
gangguan penglihatan. Sekresi mucus dapat terjadi akibat dari refleks lakirmasi,
nyeri akibat dari iritasi palpebra, serta fotofobia yang disebabkan oleh intoleransi
cahaya akibat dari stimulasi ujung-ujung saraf.11
Tanda yang ditemukan saat pemeriksaan fisis berupa pembengkakan
palpebral dengan blefarospasme, konjuntiva hiperemis dengan kongesti siliar, dan
defek epitel yang menunjukkan infiltrat sirkumskrip berwarna putih keabuan.
Defek epitel dan infiltrate kemudian membesar dan stroma akan mengalami
pembengkakan.6

2.8 Diagnosis

Setiap kasus dari ulkus kornea harus diperiksa dari anamnesis yang lengkap,
mulai dari onset, durasi, dan keparahan gejala yang dialami oleh pasien. Setelah
itu, pemeriksaan fisis umum juga harus dilakukan untuk mengidentifikasi gizi,
anemia, dan penyakit imunokompromais.6
Pemeriksaan oftalmologi dengan cahaya difus untuk menilai lesi pada
kelopak mata, konjungtiva, dan kornea, juga sensitivitas dari kornea. Tes
regurgitasi juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi lakrimal.6
Pemeriksaan slit-lamp adalah pemeriksaan yang penting dalam mengevaluasi
ulkus kornea. Pertama-tama, bentuk dari kelopak mata harus diperhatikan.
Abnormalitas dari silia, palpebral, glandula meibom dan punctum harus dinilai.
Selanjutnya, yang diperiksa adalah tarsal dan konjungtiva bulbi. Jika perlu,

21
tampakan dari tarsus di bawah palpebra superior, dilakukan dengan cara melipat
palpebral dengan benda tumpul. Adanya inflamasi, perdarahan atau pun massa
yang menonjol dari konjungtiva harus dicatat.12
Berfokus kepada konjungtiva bulbi, sklera juga dapat diobservasi. Apakah
ada penipisan atau inflamasi? Apakah inflamasi terlokalisir? Kondisi lapisan air
mata juga harus diperiksa.12
Kornea diperiksa dan abnormalitas bentuk atau ketebalan dicatat. Lapisan
kornea diperiksa dari epitel menuju endotel dengan teknik iluminasi. Pewarnaan
dapat diberikan pada kornea untuk melihat apakah adanya defek pada epitel.
Fluoresens topical diaplikasikan kepada mata dan filter kobalt biru digunakan
untuk melihat hasilnya. Pewarnaan fluoresen akan mewarnai defek seluler dan
ruang interseluler, bukan sel epitel dari kornea. Pewarnaan ini akan menunjukkan
abrasi kornea.12 Area yang kehilangan epitel akan menunjukkan warna hijau
terang dengan fluoresens dan biru terang kobalt.13
Selain itu, pemeriksaan darah rutin seperti hemoglobin, laju endap darah, gula
darah, urinalisa juga dapat diperiksa. Pemeriksaan mikrobiologi perlu dilakukan
untuk mengidentifikasi organisme penyebab, memastikan diagnosis dan menuntun
tatalaksana yang tepat untk pasien. Bahan untuk pemeriksaan ini diambil dengan
cara mengerok dasar dan batas ulkus dengan spatula, kemudian diperiksakan
dengan pewarnaan Gram dan giemsa, KOH, kultur dalam medium blood agar
untuk bakteri aerob, dan sabouraud dextrose agar untuk fungi.6

2.9 Tatalaksana

a. Tatalaksana Untuk Ulkus Kornea Tanpa Komplikasi


Ulkus kornea adalah keadaan berbahaya yang dapat mengancam
penglihatan, dan memerlukan pengobatan segera dengan cara identifikasi
dan eradikasi bakteri penyebab. Terapi ulkus kornea dapat dibagi menjadi
tiga:
1. Terapi spesifik berdasarkan kausa, yaitu antibiotic topical. Untuk
terapi awal sebelum hasil kultur dan sensitivitas keluar, sebaiknya
digunakan antibiotik kombinasi untuk bakteri gram negative dan gram

22
positif. Terapi yang dianjurkan adalah gentamisin (14 mg/ml) dengan
cephazoline (50mg/ml) setiap setengah hingga satu jam untuk
beberapa hari, kemudian diturunkan menjadi per dua jam. Ketika hasil
sudah keluar, antibiotic dapat diganti menjadi obat-obat yang lebih
umum seperti Ciprofloxacin (0.3%), Ofloxacin (0.3%), dan
Gatifloxacin (0.3%). Antibiotik sistemik biasanya tidak diperlukan,
tetapi, penggunaan cephalosporin dan aminoglikosida atau oral
ciprofloxacin (750 mg dua kali sehari) dapat diberikan jika ada
perforasi dan sklera juga ikut terlibat.6
2. Terapi suportif. Beberapa terapi suportif yang dapat diberikan seperti
obat sikloplegik, khususnya 1% atropine tetes untuk menurunkan
nyeri dari spasme silier dan untuk mencegah pembentukan sinekia
posterior dari iridosiklitis sekunder. Anti nyeri yang dapat diberikan
seperti analgesic sistemik dan obat anti inflamasi lainnya seperti
parasetamol, ibuprofen, juga dapat mengurangi nyeri dan mengurangi
edema.6
3. Terapi fisik. Kompres hangat dapat memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri dan menyebabkan vasodilatasi. Kacamata juga
dapat digunakan untuk mencegah fotofobia. Istirahat, diet yang baik,
dan udara segar juga sebaiknya dianjurkan kepada pasien.6
b. Tatalaksana untuk Ulkus Kornea Non-Healing
1. Pembersihan penyebab dari ulkus. Pencarian kausa yang sebelumnya
tidak didapatkan sebaiknya tetap dilakukan, dan ketika hasilnya
ditemukan, faktor tersebut harus segera dielaminasi. Penyebab ini
seperti tekanan intraokuler yang meningkat, diabetes mellitus, anemia,
dan lain-lain.6
2. Debridement, untuk membersihkan jaringan nekrosis dengan cara
mengorek dasar ulkus dengan spatula dan bantuan anestesi.6
3. Kauterisasi ulkus juga dapat dipertimbangkan dalam kasus-kasus yang
tidak berrespon dengan pengobatan.6
4. Bandage soft contact lens juga dapat membantu proses
penyembuhan.6

23
5. Peritomy.6
c. Tatalaksana untuk Impending Perforation
1. Pasien harus diedukasi untuk tidak boleh bersin, batuk, dan
mengejan.6
2. Menurunkan tekanan intraokuler dengan acetazolamide 250 mg oral,
intravenous mannitol 20%, 0,5% timolol.6
3. Perekat jaringan seperti cyanoacrylate.6
4. Flap konjungtiva, kornea dapat ditutup setengah atau seluruhnya
dengan flap konjungtiva untuk menyokong jaringan yang lemah.6
5. Bandage soft contact lens juga dapat digunakan.6
6. Penetrating therapeutic keratoplasty dapat dilakukan untuk kasus-
kasus tertentu.6
d. Tatalaksana untuk Ulkus Kornea Perforasi
Sebaiknya kita mencegah perforasi. Tetapi, jika perforasi telah terjadi, kita
harus mengembalikan integritas dari kornea. Bergantung dari ukuran
perforasi, tatalaksana seperti penggunaan perekat jaringan, flap
konjungtiva, dan pemakaian bandage soft contact lens atau keratoplasti
terapeutik sebaiknya dilakukan. Yang paling dianjurkan adalah
keratoplasti terapeutik.6

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan ulkus kornea cukup
beragam. Jika yang terjadi adalah ulkus kornea purulent akibat penyeraoan dari
bilik mata depan, maka iridosiklitis toksik dapat terjadi.6
Glaucoma sekunder juga merupakan salah satu komplikasi yang bisa ada
pada ulkus kornea. Hal ini terjadi akibat eksudat fibrin yang menutup sudut dari
bilik mata depan (glaucoma inflamasi).6
Beberapa ulkus tertentu yang disebabkan oleh organisme yang virulen dengan
cepat menembus kornea hingga membrane Descement, , tetapi karena tekanan
intraokuler, maka membrana ini akan berherniasi dan membentuk vesikel
transparan yang kita sebut descemetocele atau keratocele.6

24
Tegangan tiba-tiba seperti batuk, bersin, spasme dari muskulus orbicularis
dapat menyebabkan perforasi. Jika terjadi hal ini, pasien akan merasa tidak nyeri
lagi dan akan merasakan cairan hangat keluar dari matanya.6
Setiap ulkus kornea akan berujung pada pembentukan sikatriks. Dan ini akan
menyebabkan hilangnya bisus secara permanen, mulai dari kekaburan penglihatan
hingga kebutaan total. Bergantung pada tampakan klinis dari ulkus kornea,
sikatriks ini akan membentuk nebula, macula, leukoma, sikatriks ektatik atau
kerectasia, dan anterior staphyloma.6

2.11 Prognosis

Prognosis ulkus kornea bergantung pada etiologi dan ukuran ulkus, lokasi,
dan respon terhadap pengobatan. Pada kasus-kasus infeksi, prognosis beragam
dengan komplikasi mulai dari asimtomatik sikatriks hingga peforasi kornea yang
membutuhkan tindakan cepat. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh jamur dan
Acanthamoeba, prognosis buruk. Pada kasus herpetik, infeksi rekuren dapat
terjadi disertai kerusakan struktur okuler lainnya. Komplikasi yang bisa terjadi
pada hal ini seperti uveitis, glaucoma, episkleritis, dan lain-lain. Sedangkan pada
kasus-kasus noninfeksi, prognosis buruk dan sangat berisiko untuk perforasi. 14
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah infeksi sekunder, sikatriks, bahkan
sampai membutuhkan transplantasi kornea.15

DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski, Jack J. 2011. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systemic


Approach. 7th Edition. Edinburgh: Elsevier Saunders.
2. Kampitak, Kosol et al. 2013. Cost Evaluation of Corneal Ulcer Treatment.
J Med Assoc Thai 2013; 96 (4). Nakhonnayok: Srinakharinwirot
University.

25
3. Kewaliya, Rashmi et al. 2017. A prospective study of clinical profile,
epidemiology and etiological diagnosis of corneal ulcer in North-West
Rajasthan. Int J Community Med Public Health. 2017 Dec;4(12):4544-
4547. Rajasjhtan: S.P. Medical College.
4. Wipperman, Jennifer L et al. 2013. Evaluation and Management of
Corneal Abrasions. Vol. 87 Issue 2, p114-120. 7p. Boston: Ebsco
Industries.
5. James, Bruces. 2017. Ophthalmology: Lecture notes. Oxford: John Wiley
& Sons.
6. Khurana, A. K. 2007. Comprehensive Ophthalmology: 4th Edition. New
Delhi: New Age International.
7. Remington, Lee Ann. 2012. Clinical Anatomy and Physiology of the
Visual System. 3rd Edition. Missouri: Elsevier Inc.
8. Lang, G. 2006. Opthalmology: A Pocket Textbook Altas. 2nd Edition.
Stuttgart: Thieme.
9. Eva-Riordan, Paul & Emmett T. Cunningjam Jr. Vaughan & Asbury’s
General Ophtalmology. 18th Edition. Stanford: McGraw Hill Medical.
10. Schlote, T & J. Rohrbach. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. Stuttgart:
Thieme.
11. Allen, Richard C et al. 2016. Basic Ophthalmology: Essentials for Medical
Students. 10th Edition. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology.
12. James, Bruces & Larry Benjamin. 2007. Ophthalmology Investigation &
Examination Techniques. Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier.
13. Leitman, Mark W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis. 7 th
Edition. Massachusetts: Blackwell Publishing.
14. Friedman, Neil J. 2007. Essentials of Ophthalmology. China: Saunders
Elsevier.
15. Frazler, Margaret Schell. 2016. Essentials of Human Diseases and
Conditions. 6th Edition. Missouri: Elsevier.
16. Dua, H. S., & Said, D. G. 2016. Clinical evidence of the pre-Descemets
layer (Dua’s layer) in corneal pathology. Eye, 30(8), 1144–1145.
http://doi.org/10.1038/eye.2016.62

26

Anda mungkin juga menyukai