Anda di halaman 1dari 20

BAB I

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Jl. Naja Dg Nai No.51
Tanggal Masuk : 1 - 4 - 2018
No. RM : 172167

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri pada paha kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Luka dan nyeri pada paha kanan akibat tertimpa besi panjang yang
dialami sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Kejadian bermula ketika penderita sedang bekerja untuk menurunkan
besi dari atas mobil tiba – tiba besi lepas dari ikatan kemudian
menimpa paha pasien.
Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, riwayat nyeri kepala tidak
ada, riwayat mual dan muntah tidak ada. riwayat berobat ke tukang
urut tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


-
4. Riwayat Pengobatan
-
5. Riwayat Operasi
- Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.
6. Riwayat Keluarga
- Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. PRIMARY SURVEY
 Airway and C-spine control
Airway : clear, patent.
C-Spine control : -
 Breathing and ventilation :
Inspeksi : Pergerakan dada simetris kiri kanan, nafas spontan, tidak
ada jejas, RR : 20x/menit.
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-).
Perkusi : Sonor.
Auskultasi : Vesikuler S/D.
 Circulation : Tekanan darah 130/70 mmHg, Pernapasan 20x/menit,
Nadi 88 x/menit kuat angkat, regular.
 Disability : GCS E4V5M6 Composmentis, pupil isokor Ø
2,5mm/2,5mm.
 Environment : Suhu 36,7oC.

B. SECONDARY SURVEY
Status Lokalis : Regio femoris dekstra.
• Look : Luka robek dengan ukuran 5 cm x 1 cm x 0.5 cm pada
anterolateral aspect, hematom (+), swelling (+).
• Feel : Nyeri tekan (+).
• Move : Gerak aktif dan pasif hip dan knee joint sulit dievaluasi
karena nyeri.
• NVD : Sensibilitas baik, pulsasi A. dorsalis pedis dan A. tibialis
posterior teraba, CRT < 2 detik.

IV. FOTO KLINIS


Gambar 1.1 foto klinis.

V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (1-04-2018)

 WBC : 17,1 x103u/L


 RBC : 4,85 x 103u/L
 HGB : 15,2 gr/dl
 PLT : 236 x103 u/L
 Hemostasis
 CT : 12’00”
 BT : 2’00”
 HBsAg : Negatif (-)
 AST/SGOT : 25 u/L
 ALT/SGPT : 22 u/L
 UREA UV : 54 mg/dL
 CREATININE : 1,9 mg/dL
 GDS : 107 mg/dL

B. Pemeriksaan Radiologi
Gambar 1.2
Foto Femur
dekstra AP

Hasil pemeriksaan
- Fragmented fraktur pada 2/3 distal os.femur kanan dengan displaced
dari fragmen distal fraktur.
- Mineralisasi tulang baik
- Soft tissue swelling
Kesan : - fragmented fracture 2/3 distal os.femur dekstra

VI. RESUME
Laki-laki berumur 53 tahun datang ke UGD RS Ibnu Sina dengan
keluhan nyeri dan luka pada paha kanan yang dialami sejak kurang
lebih 3 jam SMRS, akibat tertimpa besi panjang yang langsung
mengenai paha kanan pasien. Primary survey clear. Secondary survey:
status lokalis : Regio femoralis dextra. Look: Luka robek dengan
ukuran 5 cm x 1 cm x 0.5 cm pada anterolateral aspect, hematom (+),
swelling (+). Feel: nyeri tekan (+). Move: sulit dievaluasi karena nyeri.
NVD dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang foto femur dextra:
tampak garis fraktur 1/3 distal os.femur dextra .
VII. DIAGNOSA KERJA
Fraktur terbuka 1/3 distal femur dextra fraktur komunitif grade IIIA

VIII. PLANNING DIAGNOSA

 IVFD kristaloid 28 tpm


 Inj. Antibiotik 1 gr/12 jam/iv
 Inj. ARH2 Reseptor 50mg/12 jam/iv
 Inj. NSAIDs 30 mg/8jam/iv
 Debridement dan ORIF

DISKUSI
I. DEFENISI
a. Fraktur :
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang.
b. Fraktur distal femur dextra :
Distal adalah bagian jauh dengan tubuh. Femur adalah kaki bagian
atas/paha. Dextra merupakan sisi tubuh bagian sebelah kanan.
Jadi fraktur distal femur dextra adalah terputusnya kontinuitas
tulang paha pada bagian jauh dari sumbu tubuh sebelah kanan.

II. ANATOMI

Di sebelah atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk


articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk
articulatio genue. Ujung atas femur memilki caput, collum, trochanter major, dan
trochanter minor. Caput membentuk kira-kira 2/3 dari bulatan dan bersendi
dengan acetabulum os coxae untuk membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, untuk tempat melekatnya
ligamentum capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari a.
Obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui
fovea capitis.
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah, ke
belakang, dan lateral serta membentuk sudut sekitar 125o (pada perempuan lebih
kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah
akibat adanya penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara
collum dan corpus. Linea intertrochanterica menghubungkan kedua trochanter ini
di bagian anterior, tempat melekatnya legamentum iliofemorale, dan di bagian
posterior oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat
tuberculum quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat sedangkan
permukaan posteriornya mempunyai rigi, disebut linea aspera. Pada linea ini
melekat otot-otot dan septa intermuscularis. Pinngir linea melebar ke atas dan
bawah. Pinggir medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis
yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medialis. Pinggir lateral
melanjutkan diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan
posterior corpus, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutea untuk
tempat melekatnya M. Gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung distalnya
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, yang disebut
facies poplitea.
Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus bersatu dengan facies articularis patella. Kedua condyli ikut serta dalam
pembentukan articulatio genu. Di atas condyli terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis.
Perdarahan ruang Fascia Anterior Paha
Arteria femoralis
Arteri femoralis sampai di tungkai atas dengan berjalan di belakang ligamentum
inguinale, sebagai lanjutan dari A. Iliaca externa. Disini, arteria terletak di
pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. A.
Femoralis merupakan pembuluh nadi utama untuk membrum inferius. Arteria ini
berjalan ke bawah hampir vertical ke arah tuberculum adductor magnus (hiatus
adductorius) dengan memasuki spatium poplitea sebagai A. Poplitea.

Batas-batas:
 Anterior: pada bagian atas perjalanannya A. Femoralis terletak superficial
dan ditutup oleh kulit dan fascia. Pada bagian bawah perjalanannya a.
Femoralis berjalan di belakang M. Sartorius
 Posterior: A. Femoralis terletak di atas M. Psoas, yang memisahkannya
dari articulatio coxae, M. Pectineus, dan M. Adductor longus. Vena
femoralis terletak diantara A. Femoralis dan M. Adductor longus
 Medial: berbatas dengan V. Femoralis pada bagian atas perjalanannya
 Lateral: N. Femoralis dan cabang-cabangnya
Cabang-cabang:
 A. Circumflexa ilium superficialis adalah sebuah cabang kecil yang
berjalan ke atas ke regio spina iliaca anterior superior
 A. Epigastrica superficialis adalah sebuah cabang kecil yang menyilang
ligamentum inguinale dan berjalan ke regio umbilicus
 A. Pudenda externa superficialis adalah sebuah cabang kecil yang berjalan
ke medial untuk mempersyarafi kulit scrotum (labium majus)
 A. Pudenda externa profunda berjalan ke medial dan mempersyarafi kulit
scrotum (labium majus)
 A. Profunda femoris adalah sebuah cabang besar dan penting yang muncul
dari sisi lateral A. Femoralis kira-kira 1,5 inchi (4 cm) di bawah
ligamentum inguinale. Arteria ini berjalan ke medial di belakang A.
Femoralis dan masuk ke dalam ruang medial fascia tungkai bawah. Arteria
ini berakhir sebagai A. Perforans IV. Pada pangkalnya, arteria ini
mempercabangkan A. Circumflexa femoris medialis dan A. Circumflexa
femoris lateralis dan dalam perjalanannya mempercabangkan 3 buah aa.
Perforantes. A. Circumflexa femoris medialis, berjalan ke belakang di
antara otot-otot yang membentuk dasar trigonum femorale dan
memberikan cabang-cabang musculares di ruang fascial medial tungkai
atas, arteri ini ikut serta membentuk anstomosis cruciatum. A. Circumflexa
femoris lateralis berjalan ke lateral di antara cabang-cabang terminal n.
Femoralis. Arteri ini bercabang-cabang untuk mendarahi otot-otot di
daerah ini dan ikut serta membentuk anstomisis cruciatum. aa. Perforantes
I, II, III berasal dari cabang a. Profundus femoris; aa perforantes IV
merupakan bagian terminal dari a. Profundus femoris. Aa. Perforantes
berjalan ke belakang, menembus berbagai lapisan otot dan berakhir
dengan anastomosis bersama a. Glutes inferior dan a. Circumflexa femoris
di atas, serta rami musculares a.poplitea di bawah.
 A. Genicularis descendens adalah cabang kecil yang dipercabangkan dari
A. Femoralis dekat ujung akhirnya. Arteria ini membantu mendarahi
articulatio genu.

Vena Femoralis
Vena femoralis masuk tungkai atas dengan berjalan melalui hiatus m. Di adductor
magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea. Vena ini berjalan ke atas melalui
tungkai atas, awalnya di sisi lateral a. Femoralis, kemudian di sebelah posterior,
dan akhirnya di sisi medialnya. Pembuluh ini meninggalkan tungkai atas pada
ruang intermedia dari vagina femoralis dan berjalan di belakang ligamentum
inguinale untuk berlanjut sebagai v. Iliaca externa.
Cabang-cabang vena femoralis adalah vena saphena magna, dan venae
yang bersesuaian cabang-cabang a. Femoralis. Vena circumflexa ilim superficialis,
vena epigastrica superficialis, dan vv. Pudendae externae bermuara ke vena
saphena magna.
Nodi lymphoidei di ruang fascia anterior tungkai atas
Nodi lymphoidei inguinales profundi jumlahnya bervariasi, tetapi biasanya
berjumlah 3 buah, terletak disepanjang sisi medial bagian terminal vena femoralis,
dan yang paling atas biasanya terletak di canalis femoralis. Kelenjar-kelenjar ini
menerima cairan limfe dari nodi inguinales superficiales melalui pembuluh-
pembuluh limfe yang berjalan melalui fascia cribriformis pada hiatus saphenus.
Nodi ini juga menerima cairan limfe dari struktur-struktur dalam dari membrum
inferius yang berjalan ke atas di dalam pembuluh limfe yang berjalan bersama
arteria, bebrapa melalui nodi poplitei. Pembuluh limfe eferen dari nodi inguinales
profundi berjalan ke atas ke dalam rongga abdomen melalui canalis femoralis dan
bermuara ke nodi iliaci externi.
Persyarafan ruang fascia anterior tungkai atas. Nervus Femoralis. n.
femoralis merupakan cabang terbesar dari plexus lumbalis (L2,3,4). Saraf ini
keluar dari pinggir lateral m. Psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah di
dalam celah antara m. Psoas dan m. Iliacus. Saraf ini terletak di belakang fascia
iliaca dan memasuki tungkai atas di lateral a. Femoralis dan vagina femoralis, di
belakang ligamentum inguinale 1,5 inchi (4cm) distal dari ligamentum inguinale,
saraf ini berakhir dengan bercabang 2 dalam divisi anterior dan divisi posterior n.
Femoralis mempersyarafi seluruh otot di ruang anterior tungkai atas. N. Femoralis
tidak berada di dalam selubung femoralis saat memasuki tungkai atas.
Cabang-cabang:
 Divisi anterior memberikan 2 cabang kulit dan 2 cabang otot. Cabang kulit
yaitu n. Cutaneus femoris medialis dan n. Cutaneus femoris intermedius
yang masing-masing mempersyarafi kulit permukaan medial dan anterior
tungkai atas. Cabang-cabang otot mempersyarafi m. Sartorius dan
m.pectineus.
 Divisi posterior memberikan 1 cabang kulit n. Saphenus dan cabang-
cabang ke otot ke m. Quadriceps femoris. N. Saphenus berjalan ke bawah
dan medial dan memnyilangi a. Femoralis dari sisi lateral ke medialnya.
Saraf ini muncul dari sisi medial lutut di antara tendo-tendo dari m.
Sartorius dan m. Gracilis. Kemudian saraf ini berjalan turun pada sisi
medial tungkai bersama dengan v. Saphena magna. N. Saphenus berjalan
di depan malleolus medialis dan sepanjang sisi medial kaki, dan saraf ini
akan berakhir pada daerah ibu jari kaki.
 Ramus muscularis ke m. Rectus femoris juga mempersyarafi articulatio
coxae; cabang-cabang untuk ketiga mm. Vasti juga mempersyarafi
articulatio genu.
Trigonum Femorale
Adalah sebuah cekungan berbentuk segitiga yang terdapat pada bagian
atas aspek medial tungkai atas tepat di bawah ligamentum inguinale. Trigonum ini
dibatasi di atas oleh ligamentum inguinale, lateral: m. Sartorius, medial: pinggir
medial m. Adductor longus. Dasarnya berbentuk alur dan dibentuk dari lateral ke
medial oleh m. Iliopsoas, m. Pectineus, m. Adductor longus. Atapnya dibentuk
oleh kulit dan fasciae dari tungkai atas. Trigonum femorale berisi bagian terminal
n. Femoralis dan cabang-cabangnya, vagina femoralis, a, femoralis, beserta
cabang-cabangnya, v. Femoralis beserta cabang-cabangnya, dan nodi lymphoidei
inguinales profundi.
Persyarafan ruang posterior tungkai atas. Nervus Ischiadicus. n. ishiadicus,
sebuah cabang dari plexus sacralis (L4,5 dan S1-3), meninggalkan regio glutea
dengan baerjalan turun di garis tengah tungkai atas. Saraf ini di posterior tertutup
oleh pinggir M.biceps femoris dan m. Semimebranosus. Saraf ini terletak pada
aspek posterior. Adductor magnus. Pada sepertiga bagian bawah tungkai atas saraf
ini berakhir dengan bercabang menjadi 2: n. Tibialis dan n. Peroneus communis.
Kadang-kadang n. Ischiadicus membagi menjadi 2 bagian terminal di tingkat yang
lebih tinggi, yaitu pada bagian atas tungkai atas, di regio glutes, atau bahkan di
dalam pelvis.

III. KLASIFIKASI FRAKTUR PADA FEMUR :


Klasifikasi fraktur pada tulang femur tergantung pada letak frakturnya.
Pada pasien ini terjadi fraktur terbuka pada 1/3 distal femur dengan Fraktur
Komunitif Grade II
 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Terbuka (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Menurut Gustilo dan Anderson pada tahun 1990 membagi fraktur terbuka
menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena
luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat
sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang
hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,
transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan
jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang
dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak
termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi
yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan
kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
1. Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur
bersifat segmental atau komunitif yang hebat
2. Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan
kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost,
tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang
hebat.
3. Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat
kerusakan jaringan lunak.

Derajat fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson


2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan kulit.
 Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
 Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
 Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal

IV. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR DISTAL FEMUR


a. Cedera Traumatik langsung seperti benda berat yang jatuh ke kaki
biasanya menyebabkan fraktur melintang atau fraktur komunitif.
b. Fraktur ini paling sering dikaitkan dengan kecelakaan berenergi tinggi.
c. Mekanisme cedera yang paling umum adalah jatuh.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada paha kanan penderita
karena trauma langsung kejatuhan benda berat (besi) yang mengenai paha kanan
terlebih dahulu. Terdapat pula luka robek pada paha kanan.
Dalam literatur anamnesis fraktur, biasanya berkaitan dengan
adanya riwayat trauma, dimana riwayat trauma harus diperinci, besar –
ringannya truma, arah trauma dan mekanisme trauma untuk mencari
kemungkinan – kemungkinan lokasi fraktur. Selain itu adanya nyeri dapat
memperkuat dugaan adanya fraktur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kualitas kesadaran kompos mentis,
tanda vital hanya tensi yang mengalami peningkatan 130/70 mmHg. Pada
status lokalis didapatkan Regio femoris dekstra : Luka terbuka dengan ukuran 5
cm x 1 cm x 0.5 cm, tepi tidak rata, dasar tulang, bone expose (-), avulsi
jaringan (+), perdarahan aktif (-), adanya nyeri tekan dan nyeri saat digerakkan.
Menurut literatur tanda adanya fraktur yang diperoleh pada penderita
fraktur dapat dikenali melalui 3 metode, yakni Look : dilihat apakah ada
deformitas (misalnya penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan
pemendekan), adanya fungsio laesa atau hilangnya fungsi, kemudian Feel :
adanya nyeri pada penekanan dan nyeri sumbu yang menjalar, dan yang
ketiga Move : nyeri bila digerakkan, berkurangnya atau terbatasnya ROM (
Range Of Motion), dan gerakan – gerakan abnormal ( gerakan bukan pada
sendi, misalnya pertengahan femur dapat digerakkan ).
Pemeriksaan Neurovascular Distal (NVD) penting dilakukan. Arteri
dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior harus diraba untuk dievaluasi dan kita
laporkan hasilnya, khususnya pada fraktur terbuka vascular biasanya mengalami
gangguan. Nervus peroneal comunis dan tibialis harus kita lakukan

pemeriksaan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan laboratorium hematologi rutin, kimia darah. Pemeriksaan darah
pada kasus ini menjukkan hasil yang normal.
Menurut literatur pemeriksaan kimia darah dan fungsi ginjal pada
crush injury memegang peranan penting, hal ini karena efek sistemik yang
dihasilkan oleh trauma rhabdomyolisis (pemecahan otot) sehingga memicu
pelepasan komponen sel otot yang berbahaya dan elektrolit kedalam sistem
pembuluh darah yang dapat menyebabkan crush syndrome termasuk kelainan
metabolik, asidosis, hipekalemia, hipokalsemia, dan gagal ginjal melalui
mekanisme pelepasan mioglobin otot dimana mioglobin ini akan
menyebabkan nekrosis tubular ginjal.
Pemeriksaan X-rays ( AP/Lateral ) pada kasus dilakukan ini sebagai
diagnosis pasti adanya fraktur pada distal os.femur dekstra.
Dalam literatur diagnosis pada fraktur dapat dilakukan dengan tanda -
tanda klasik, sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan
untuk fraktur yang tidak memberikan tanda klasik memang diagnosisnya
harus dibantu dengan pemeriksaan radiologi, baik rontgen biasa ataupun
MRI. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu Antero-Posterior (AP)
dan Lateral.

V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan pada kasus sesuai dengan penatalaksaan fraktur terbuka
dimana diberikan ATS profilaktis, antibiotik ceftriaxone dan gentamisin,
analgesik ketorolak, sedangkan tindakan yang dilakukan yaitu debridement dan
open reduksi dengan fiksasi internal.
Dalam literatur sendiri tatalaksana untuk fraktur terbuka diawali dengan
pemberian ATS, kemudian antibiotik spektrum luas untuk kuman gram postif
dan negatif, kemudian dilakukan narkose untuk tindakan debridement dimana
sebelum luka dibersihkan dengan Nacl, dilakukan kultur pada dasar luka fraktur
terbuka. Pengobatan fraktur itu sendiri. Fraktur dengan luka yang hebat
memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang
dilakukan di ruangan emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin.
Biasanya dipakai sefalosforin golongan pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape
III, diberikan tambahan berupa golongan aminoglikosida, seperti tobramicin atau
gentamicin. Golongan sefalosforin golongan ketiga dipertimbangkan di sini.
Sedangkan pada fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman clostridia, diberikan
penicillin.

Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine,


lalu drapping area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan
melakukan pengamatan terhadap perdarahan jaringan. Debridement dilakukan
pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan
melakuan koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot
dinilai dengan 4C, “Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan
pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage
canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal.
Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10
liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi.
Bisa digunakan ekternal fiksasi pada fraktur grade III.

Terapi Definitif Fraktur Terbuka


Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur
terbuka biasanya digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini
memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke
posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan
melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat
diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui
ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk
kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan
waktu sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman. 13
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini
digunakan untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi
eksternal, pin atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan
di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau
sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini
merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi
yang tepat.13,14
Komplikasi Fraktur Terbuka
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat
terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari
kemudian akan terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan
katabolisme. Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi Lokal Dini
Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai
komplikasi lokal dini dan bila lebih dari 1 minggu pasca trauma disebut
komplikasi lokal lanjut. Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai
tulang, otot, jaringan lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ viseral
maupun timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis avaskuler.
3. Komplikasi Lokal Lanjut
Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi, degenerasi
sendi, maupun nekrosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat
juga terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang
kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion,
delayed union, dan malunion.

DAFTAR PUSTAKA
1. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.
2. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.Handbook of Fractures, 4th Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins. 2010.p. 464-75.
3. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy 12th edition. New York: Lippincott
William Wilkins. 2009. p. 422-5.
4. Thompson, John C. Leg and Knee in: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy. 2th
Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 294, 316-9.
5. Snell RS. The Lower Limb. Clinically Anatomy by Regions. 8th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; p. 595-6.
6. Mostofi SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London: Springer. 2010. 59-60.
7. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition. Philadelphia;
Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.

Anda mungkin juga menyukai