Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

OFTALMIA NEONATORUM
SUSPECT KONJUNGTIVITIS GONORE ODS
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata di RSUD Kota Salatiga

Disusun Oleh:
Nama : Firdha Kumala Indriyani
NIPP : 20174011070

Pembimbing:
dr. Iman Krisnugroho, Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

OFTALMIA NEONATORUM
SUSPECT KONJUNGTIVITIS GONORE ODS

Disusun Oleh:
Nama : Firdha Kumala Indriyani
NIPP : 20174011070

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Iman Krisnugroho, Sp.M

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
LAPORAN KASUS........................................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................................. 9
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 9
I. ANATOMI KONJUNGTIVA ............................................................................................. 9
II. HISTOLOGI KONJUNGTIVA ......................................................................................... 10
III. PERDARAHAN, LIMFATIK, DAN PERSARAFAN .................................................. 11
IV. DEFINISI ....................................................................................................................... 11
V. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................................... 12
VI. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ............................................................................ 12
VII. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 15
VIII. DIAGNOSIS .................................................................................................................. 19
IX. PENATALAKSANAAN ............................................................................................... 20
X. KOMPLIKASI ................................................................................................................... 23
XI. PENCEGAHAN ............................................................................................................. 23
BAB III ......................................................................................................................................... 24
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN ...................................................................................... 24
I. PEMBAHASAN ................................................................................................................ 24
II. KESIMPULAN .................................................................................................................. 25
BAB IV ......................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 26

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : By. OR
Umur : 8 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Cinde Dalam , Candi Sari, Semarang
Tanggal masuk : Rabu, 30 Januari 2019
Tanggal pemeriksaan : Kamis, 31 Januari 2019
No RM : 19-20-412575

II. ANAMNESIS
Allo anamnesis pada Kamis, 31 Januari 2019 jam 8.30 WIB

Keluhan utama

Kedua mata keluar kotoran mata berwarna kuning yang banyak sejak 3 hari
SMRS.

Keluhan tambahan

Kedua mata merah, kelopak mata bengkak dan mata sulit membuka.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli mata RSUD Puri Asih oleh ibunya dengan keluhan kedua
mata keluar kotoran mata yang banyak sejak 3 hari SMRS lalu dirujuk oleh dokter spesialis
mata untuk di mondokkan di RSUD Salatiga. Kotoran mata berwarna kuning, kental,
lengket, tanpa disertai darah. Kotoran mata ini sering keluar terutama saat pasien
menangis, lalu oleh ibunya dibersihkan dengan kapas atau tissue, dan tidak lama kotoran

1
mata akan segera muncul kembali. Keluhan ini disertai dengan kedua mata merah dan
kelopak mata bengkak.
Awalnya saat bangun tidur pasien mengeluarkan gumpalan kotoran kering disudut
kedua mata. Lalu di periksakan ke bidan dan diberi obat antibiotik tetes pada kedua mata
tetapi keluhan tidak membaik. Dua hari SMRS, kelopak mata semakin membengkak dan
seluruh kotoran menutupi mata sehingga kelopak mata sulit untuk membuka. Pasien
menjadi rewel dan sulit tidur. Keluhan ini baru dirasakan pertama kali oleh pasien.
Pada riwayat antenatal, pasien merupakan anak pertama yang lahir saat ibu usia 27
tahun. Ibu pasien mengaku tidak pernah mengalami masalah atau penyakit selama
kehamilan hingga persalinan. Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan diri ke
dokter ataupun bidan setempat. Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat
pernah berhubungan suami istri dengan laki-laki sebelum suaminya dan tidak diketahui
apakah unya riwayat tertentu.
Pada riwayat persalinan, pasien lahir cukup bulan, dibantu oleh bidan di RSUD
Salatiga. Pasien lahir spontan dan berat badan lahir 2900 gram. Setelah lahir pasien
langsung menangis. Saat lahir, mata tidak bengkak dan tidak tampak merah. Saat lahir
pasien mendapatkan imunisasi ataupun salep mata antibiotik. Selama ini pasien
mendapatkan ASI kesklusif
Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada keluhan serupa sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluhan serupa di keluarga. Riwayat ibu tidak pernah mengalami
masalah atau penyakit selama kehamilan hingga persalinan. Riwayat ibu dulu bekerja di
perhotelan bagian administrasi. Riwayat penyakit HT, DM, asma, jantung, dan penyakit
kronik lainnya pada ibu disangkal. Riwayat berganti pasangan (+) bukan dengan suami
sebelum menikah. Riwayat kesehatan saat kehamilan baik, riwayat pemeriksaan lab
kehamilan normal.

Riwayat ayah bekerja di perhotelan bagian koki, riwayat berganti pasangan tidak
diketahui.

2
Riwayat Personal Sosial

Pasien dirawat oleh ibunya. Ibunya mengaku peawatan tiap harinya baik dan konsumsi ASI
baik

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital : HR 115x/menit; Suhu 36,3°C; RR 22x/menit, reguler, SpO2: 97%
Berat Badan : 3800 gram
Panjang Badan : 54 cm
Kepala/Leher : Normocephali, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Mulut : Dalam batas normal
THT : Dalam batas normal
Thorax, Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Ophtalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema Ada Ada
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret Ada, sekret Ada, sekret
purulen, banyak purulen, banyak
- Injeksi Konjungtiva Ada Ada
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan Subkonjungtiva/kemosis - -
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata

4
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas - -
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis - -
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Kolobama - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
- Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif Positif
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow - -
13. BADAN KACA
- Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai
14. FUNDUS OCCULI
- Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- C/D rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5
- Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli Normal per palpasi Normal per palpasi
- Tonometry Schiotz - -
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pewarnaan gram sekret mata


Bahan Sekret mata
Hasil pemeriksaan OS/OD: tidak ditemukan kuman
Jumlah leukosit OD: 25-30/Lpb
OS: 20-30/Lpb
Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan:
OD OS
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Palpebra Edema Edema
Cb Injeksi konjungtiva, tampak Injeksi konjungtiva, tampak
sekret purulen sekret purulen
Sklera Putih Putih
Kornea Jernih, rata Jernih, rata
COA Cukup Cukup
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat, isokor, 3mm, Bulat, isokor, 3mm,
RCL/RTCL +/+ RCL/RTCL +/+
Lensa Jernih Jernih

6
V. DOKUMENTASI

7
VI. DIAGNOSIS KERJA

Oftalmia neonatorum suspect konjungtivitis gonore ODS

VII. DIAGNOSIS BANDING

Oftalmia neonatorum suspect konjungtivitis clamidia ODS

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

 Pewarnaan Giemsa goresan konjungtiva


 Pemeriksaan kultur sekret mata
IX. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa:
 Infus D5 ¼ NS
 Cefotaxime inj 2 x 70 mg IV
 Levofloxaxin ED 1 gtt/jam ODS
Non-Medikamentosa:
 Pasien di rawat inap di ruang isolasi
 Sekret dibersihkan dengan kapas basah atau dengan cairan infus tiap 15 menit

X. PROGNOSIS

OD OS
Ad vitam : ad bonam ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

OFTALMIA NEONATORUM

I. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.1
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke
tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membukus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.1
Konjungtiva bulabris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-
kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior).
Konjungitva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di
limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3mm).1
Lipatan konjungtiba bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris)
terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata. Struktur epidermoid
kecil semacam daging (caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran
mukosa.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva


II. HISTOLOGI KONJUNGTIVA
Secara histologis konjungtiva terdiri atas tiga lapisan, yaitu:1

1. Epitel
Lapisan dari sel epitel pada konjungtiva berbeda pada tiap-tiap regionya, seperti:
 Konjungtiva marginal mempunya lima lapis sel epitel gepeng bertingkat.
 Konjungtiva tarsalis mempunyai dua lapis sel epitel. Sel silindris pada bagian superfisial
dan sel gepeng pada bagian basal.
 Konjungtiva forniks dan bulbar mempunyai tiga lapis sel epitel. Sel silindris pada
bagian superfisial, polihedral pada bagian tengah, dan sel kuboid pada bagian basal.
 Konjungtiva limbal mempunyai lima sampai enam lapis sel epitel gepeng bertingkat.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus
yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan
sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.
2. Adenoid
Disebut juga lapisan limfoid yang terdiri dari jaringan ikat, terdapat sel limfosit di
antaranya. Lapisan ini paling berkembang di forniks. Lapisan ini belum terbentuk pada saat
kelahiran sampai usia 3-4 bulan kehidupan. Oleh sebab itu peradangan konjungtiva pada bayi
tidak menghasilkan reaksi folikular.
3. Fibrosa
Terdiri dari jaringan kolagen dan serat elastin. Pada lapisan ini terdapat pembuluh darah
dan saraf. Lapisan ini lebih tebal dari adenoid, kecuali pada bagian konjungtiva tarsal dimana
lapisan ini sangat tipis.

10
Gambar 2. Histologi Konjungtiva

III. PERDARAHAN, LIMFATIK, DAN PERSARAFAN


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arterial cilliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan
bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.1

IV. DEFINISI
Oftalmia neonatorum adalah radang konjungtiva (konjungtivitis) purulen hiperakut yang
terjadi pada neonatus dengan onset munculnya manifestasi dalam 28 hari pertama kehidupan.
Infeksi ini umumnya diperoleh oleh neonatus selama perjalanan melalui jalan lahir yang
terinfeksi. Kondisi ini juga dikenal sebagai konjungtivitis neonatal yang dapat mengakibatkan
berbagai macam komplikasi visual.2

11
Kejadian oftalmia neonatorum dapat disebabkan oleh agen infeksius maupun non-
infeksius. Penyebab infeksius seperti bakteri, klamidia dan virus, sedangkan penyebab non-
infeksius adalah bahan kimia yang biasanya diberikan sebagai profilaksis mata pada bayi baru
lahir.2

V. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, insidensi oftalmia neonatorum tingi di daerah-daerah dengan kejadian
penyakit menular seksual yang juga tinggi. Insidens berkisar dari 0,1% di negara-negara yang
maju dengan perawatan prenatal yang efektif, sedangkan berkisar 10% di daerah seperti Afrika
Timur. Pada abad ke 19, kejadian oftalmia neonatorum telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan di bangsal bersalin tidak hanya di Eropa, tetapi juga di Kanada. Dampak
paling buruk yaitu kebutaan dari infeksi mata karena penyakit ini. Tingkat oftalmia neonatorum
bervariasi di berbagai belahan dunia. Dalam satu rumah sakit di Pakistan, kejadian oftalmia
neonatorum dilaporkan sekitar 17%. Insidens oftalmia neonatorum di Amerika berkisar antara 1-
2%, tergantung pada karakter sosial ekonominya. Oftalmia neonatorum di Amerika Serikat
paling sering disebabkan oleh Klamidia dengan persentase nya sekitar 40%.3
Kejadian oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonore yang terjadi pada neonatus
berkisar 0,3 hingga 10% kejadian tiap tahunnya. Prevalensi infeksi menular seksual
mempengaruhi kejadian konjungtivitis gonokokal neonatal. Tidak adanya profilaksis yang
memadai meningkatkan 30% hingga 40% kejadian yang berhubungan dengan persalinan
pervaginam oleh ibu yang terinfeksi.3

VI. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Infeksi dapat terjadi dalam tiga cara, yaitu sebelum kelahiran, selama proses persalinan
atau setelah lahir.4
1. Sebelum Kelahiran
Infeksi sangat jarang terjadi melalui cairan amnion pada ibu yang mengalami rupture
membran.
2. Selama Proses Persalinan
Ini adalah cara infeksi yang paling umum terjadi. Infeksi dari jalan lahir yang
terinfeksi terutama ketika anak lahir dengan presentasi wajah atau dengan bantuan
forceps.
3. Setelah Lahir
12
Infeksi dapat terjadi selama bayi baru lahir pertama kali mandi atau dari pakaian
kotor atau jari dengan lokia yang terinfeksi.

Faktor risiko untuk terjadinya ophtalmia neonatorum termasuk:4


1. Vagintis pada ibu
2. Terdapatnya mekonium pada air ketuban saat bayi lahir
3. Ketuban pecah dini
4. Partus yang lama
5. Rendahnya tingkat lisozim dan imunoglobulin dalam konjungtiva neonatal
6. Kehamilan kurang dari 36 minggu
7. Tidakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril

Etiologi konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh berbagai macam agen seperti bahan
kimia atau mikroba. Meskipun beberapa agen non-infeksius maupun infeksius dapat menginfeksi
konjungtiva, penyebab paling umum konjungtivitis neonatal adalah larutan perak nitrat
(AgNO3), klamidia, gonorea, dan infeksi virus herpes.2,4

1. Gonokokal
Bentuk yang paling serius dari oftalmia neonatorum disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Ciri khas dari bakteri ini dari pewarnaan gram adalah bakteri diplokokus gram
negatif, tidak bergerak, dengan diameter kira-kira 0,8 µm. Pada keadaan tidak berpasangan
kokus bakteri berbentuk seperti ginjal, bila berpasangan bagian yang datar atau cekung saling
berdekatan.2,4
Manifestasi dari oftalmia neonatorum yang disebabkan bakteri gonokokal yaitu:2,4
 Onset penyakit biasanya terjadi dalam 3 - 4 hari pertama kelahiran tetapi mungkin
tertunda sampai 3 minggu
 Dapat terjadi unilateral maupun bilateral
 Mata penderita akan kelihatan merah dan membengkak disertai keluarnya sekret purulen

13
 Pada kasus berat ditandai dengan kemosis, sekret yang berlebihan, dan ulserasi kornea
yang progresif dan dapat berlanjut menjadi perforasi.

Gambar 3. Oftalmia Neonatorum Gonore

Oftalmia neonatorum dari Neisseria meningitidis juga telah dilaporkan. Dua organisme
Neisseria tersebut tidak dapat dibedakan dengan pewarnaan gram. Diagnosis definitif didasarkan
pada kultur dari eksudat konjungtiva. Bayi yang terinfeksi harus diperiksa untuk infeksi
bersamaan dengan HIV, Klamidia, dan Sifilis.2,4

2. Klamidia
Bakteri golongan Klamidia yang paling sering menyebabkan konjungtivitis neonatal adalah
spesies Chlamydia trachomatis, disebut juga Trachoma Inclusion Conjungtivitis (TRIC). Bakteri
ini adalah organisme intraselular obligat. Onset dari konjungtivitis pada bayi biasanya muncul
sekitar usia 1 minggu, walaupun ada kemungkinan onset bisa muncul lebih cepat terutama pada
kasus ketuban pecah dini.2,4
Karakteristik dari infeksi pada mata berupa:2,4
 Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat ringan sampai
sedang
 Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan munculnya sekret
yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.

14
Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis adalah kultur dari kerokan konjungtiva yang
terinfeksi. Karena kuman ini merupakan organism obligat intraselular, pada material yang akan
dikultur harus terdapat sel epitel didalamnya. Tes amplifikasi asam nukleat (reaksi rantai
polymerase) lebih sensitif dari pemeriksaan kultur. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
adalah tes fluoresens antibodi langsung dan enzim immunoassay.2
3. Infeksi Bakteri Lain
Bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan oftalmia neonatorum adalah spesies gram
positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
viridans, dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini merupakan penyebab 30-50% dari
seluruh kasus oftamia neonatorum.2,4
Organisme Gram negatif, seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Serratia
marcescens, Proteus, Enterobacter, dan spesies Pseudomonas, juga telah diteliti sebagai
penyebab oftalmia neonatorum.4
4. Herpes simpleks
Virus herpes merupakan virus yang memiliki morfologi besar. Semua virus herpes
mempunyai inti DNA untai-ganda yang dikelilingi oleh protein. Virus memasuki sel melalui
peleburan dengan selaput sel setelah berikatan dengan reseptor sel khusus berupa glikoprotein.
Infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks (HSV) biasanya jarang terjadi sehingga
menyebabkan konjungtivitis neonatorum. Manifestasi klinis pada infeksi HSV biasanya lebih
lama muncul dari pada infeksi gonokokal yaitu pada minggu pertama atau kedua kehidupan.4,5
5. Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis karena bahan kimia biasanya ditandai dengan iritasi ringan dan dapat
sembuh dengan sendirinya, serta munculnya kemerahan pada konjungtiva muncul pada 24 jam
pertama setelah pemberian larutan perak nitrat (AgNO3) atau antibiotik yang biasanya
digunakan sebagai profilaksis mata.2

VII. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi dapat dibagi menjadi tarsal,
bulbi, dan forniks. Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non-keratin, yang kaya vaskularisasi
pada substantia propria (mengandung pembuluh limfatik dan sel, seperti limfosit, sel plasma, sel
mast, dan makrofag). konjungtiva ini juga memiliki kelenjar lakrimal dan sel goblet.6

15
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal
dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.6
Konjungtiva pada neonatus berada dalam kondisi steril saat lahir tapi mudah menjadi
tempat kolonisasi oleh berbagai mikroorganisme yang dapat berupa patogenik atau non-patogen.
Konjungtiva neonatus rentan terhadap infeksi, bukan hanya karena ada rendahnya tingkat agen
antibakteri dan protein seperti lisozim dan immunoglobulin A dan G, tetapi karena kelenjar air
mata dan salurannya yang baru mulai berkembang.6
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi dari jaringan konjungtiva pada
bayi baru lahir. Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah,
kemosis, dan sekresi berlebihan. Eksotoksin dari bakteri seperti yang dapat ditemukan pada
spesies Streptococcus dan Staphylococcus dapat menginduksi terjadi nekrosis, terutama bagi sel
epitel konjungtiva. Hasil nekrosis dari epitel tersebut akan menghasilkan sekret pada mata.6
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi, tapi beberapa spesies
dapat bertahan dari reaksi imun tersebut. Seperti pada spesies Chlamydia trachomatis yang dapat
bertahan dan hidup pada sel fagosit.6

Manifestasi Klinik

Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, sulit untuk menentukan penyebab pasti
konjungtivitis neonatal hanya berdasarkan gambaran klinis saja. Gejala klinis bisa dinilai dari:1,2
1. Berdasarkan masa inkubasi
 Konjungtivitis gonokokal, terjadi 3-5 hari setelah lahir tapi dapat terjadi di kemudian hari
 Konjungtivitis klamidia, biasanya memiliki onset lebih lama dari konjungtivitis
gonokokal, masa inkubasi 5-14 hari.
 Konjungtivitis kimia sekunder akibat aplikasi larutan perak nitrat biasanya terjadi pada
hari pertama kehidupan, menghilang secara spontan dalam waktu 2-4 hari .
 Masa inkubasi konjungtivitis lain yaitu nongonokokal, nonchlamydial lebih panjang,
menurut laporan sebelumnya. Konjungtivitis Herpetik, biasanya terjadi dalam minggu pertama
setelah lahir.

16
2. Berdasarkan penyebab
Gambaran klinis konjungtivitis gonokokal cenderung lebih parah dari penyebab lain
ophthalmia neonatorum, yaitu:1,2
 Terdapat tanda klasik berupa konjungtivitis purulen, yang biasanya bilateral.
 Keterlibatan kornea juga telah dilaporkan, termasuk edema difus epitel dan ulserasi yang
dapat berlanjut ke perforasi kornea dan endoftalmitis.
 Pasien mungkin juga memiliki manifestasi sistemik misalnya, rhinitis, stomatitis, artritis,
meningitis, infeksi anorektal, septikemia.
Karakteristik dari infeksi pada mata pada oftalmia neonatorum akibat infeksi klamidia
berupa:1,2
 Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat ringan sampai
sedang.
 Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan munculnya sekret
yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.
 Kebutaan dapat terjadi meskipun jarang dan jauh dan terjadi lebih lambat daripada
konjungtivitis gonokokal, bukan karena keterlibatan kornea seperti pada konjungtivitis
gonokokal; tetapi akibat dari bekas luka kelopak mata dan pannus (seperti pada trachoma).
Pada konjungtivitis yang disebabkan bakteri lain dapat memberikan manifestasi klinis
berupa:1,2
 Hiperemis konjungtiva
 Edema palpebral
 Adanya sekret pada mata.

Presentasi klinis konjungtivitis neonatal karena agen kimia biasanya lebih ringan. Ditandai
dengan infeksi bilateral, iritasi, dan sekret mukosa. Herpes simpleks keratokonjungtivitis
biasanya terjadi pada bayi dengan adanya vesikel pada kornea yang dapat membentuk gambaran
dendrit. Pada herpes simpleks umum adanya keterlibatan epitel kornea disertai vesikula pada
kulit (yang mengelilingi mata).1,2

17
Tabel 1. Perbedaan Manifestasi Klinis Oftalmia Neonatorum

Penyebab Onset Temuan Klinis Hasil Laboratorium


dan Sitologi
Bahan Kimia
Dalam - Hiperemis
(perak nitrat
beberapa - sekret cair maupun Kultur negatif
sebagai
jam mukoid
profilaksis)
Gram negatif
Gonokokus 2-4 hari Akut Purulen diplokokus
setelah lahir Konjungtivitis intraselular pada agar
coklat dan agar darah
- Konjungtivitis
Giemsa-positif inklusi
Klamidia 5-14 hari mukopurulen lebih
sitoplasma sel epitel.
setelah lahir jarang dari purulen
Kultur negatif
- Mukus kental

Bakteri lain
(Pseudomonas
Kultur positif pada
aeruginosa, Konjungtivitis
4-5 hari agar darah, gram
Staphylococcus mukopurulen
setelah lahir positif maupun
aureus,
negatif.
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus)
Multinucleated Giant
- Blepharoconjunctivitis
Herpes simpleks 5-7 hari Cell, positif inklusi
- Keterlibatan kornea
setelah lahir sitoplasma, kultur
- Manifestasi sistemik
negatif.

18
VIII. DIAGNOSIS
Studi laboratorium untuk konjungtivitis neonatal sangat penting untuk penegakan diagnosis
dan pengelolaan yang baik. Pemeriksaan kultur awal pada agar coklat atau agar Thayer-Martin
untuk N. gonorrhoeae harus dilakukan serta agar darah untuk bakteri lain.7
Pada N.gonorrhoeae dalam 24 jam kultur akan didapat koloni mukoid cembung, mengkilat
dan menonjol dengan diameter 1-5 mm. Koloni dapat transaparan atau opak, tidak berpigmen
dan tidak hemolitik.7
Infeksi klamidia dapat dikesampingkan dengan mengambil goresan konjungtiva kemudian
diperiksa dengan pewarnaan Giemsa yang akan memberikan hasil ungu atau pewarnaan
Macchiavello yang menghasilkan warna merah, dimana hasil tersebut kontras dengan sel inang
yang berwarna biru. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan uji antibodi langsung
immunofluorescent.7
Pada konjungtivitis herpes, pewarnaan gram dapat menunjukkan hasil sel raksasa
multinuklear atau Pewarnaan Papanicolaou dapat menunjukkan inklusi eosinofilik intranukleat
pada sel epitel.7

Gambar 4. Hasil Kultur Sekret Gonore

19
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada kasus oftalmia nenonatorum lebih difokuskan pada pemberian
profilaksis selalu lebih baik daripada pengobatan kuratif.7
1. Profilaksis pada masa antenatal, natal dan postnatal
a. Antenatal: meliputi perawatan menyeluruh ibu dan pengobatan infeksi genital saat
dicurigai terinfeksi.
b. Natal: merupakan waktu yang sangat penting, karena sebagian besar infeksi terjadi
selama persalinan.
i. Proses melahirkan harus dilakukan dengan higienisitas tinggi dan melakukan
tindakan aseptik.
ii. Kelopak mata bayi yang tertutup harus benar-benar dibersihkan dan dikeringkan.
c. Postnatal:
i. Penggunaan tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5% atau perak nitrat 1%
(metode Crede's) ke dalam mata bayi segera setelah kelahiran.
ii. Suntikan tunggal ceftriaxone 50 mg / kg IM atau IV (tidak melebihi 125 mg) harus
diberikan kepada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diobati.
2. Pengobatan Kuratif
Pengobatan kuratif sebaiknya diberikan bila ada pemeriksaan sitologi dari epitel
konjungtiva ataupun kultur dari sekret konjungtiva sebelum memulai perawatan.
a. Oftalmia neonatorum kimiawi adalah kondisi yang dapat sembuh dengan sendirinya
dan tidak memerlukan pengobatan apapun.
b. Oftalmia neonatorum yang disebabkan gonokokus membutuhan pengobatan yang
tepat untuk mencegah komplikasi.
o Terapi topikal harus mencakup:
 Pemberian irigasi dengan larutan garam salin tiap jam sampai eksudat dari
konjungtiva bersih.
 Salep mata Bacitracin 4 kali / hari. Karena strain ini resisten terhadap
penisilin, terapi topikal dengan golongan ini tidak dapat diandalkan.
 Jika terjadi keterlibatan kornea maka salep atropin sulfat harus diberikan.
o Terapi sistemik.

20
Neonatus dengan gonokokal ophthalmia harus dirawat selama 7 hari dengan satu
rezim berikut:
 Ceftriaxone 75-100 mg / kg / hari IV atau IM, dibagi dalam 4 dosis
 Cefotaxime 100-150 mg / kg / hari IV atau IM, per 12 jam.
 Ciprofloxacin 10-20 mg / kg / hari atau Norfloxacin 10 mg / kg / hari.
 Jika isolat gonokokal yang terbukti rentan terhadap penisilin, kristal benzyl
penisilin G 50.000 unit untuk bayi cukup bulan dengan berat badan normal
dan 20.000 unit untuk bayi prematur atau bayi berat badan rendah harus
diberikan secara intramuskuler dua kali sehari selama 3 hari.
c. Oftalmia neonatorum oleh bakteri lain
Diberikan pengobatan dengan tetes antibiotik spektrum luas dan salep selama 2
minggu.
d. Oftalmia neonatorum yang disebabkan klamidia memberikan respon yang baik
terhadap tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5% sebanyak 4 kali sehari
selama 3 minggu. Namun, eritromisin sistemik 125 mg oral, 4 kali sehari selama 3
minggu juga harus diberikan pada infeksi yang disebabkan klamidia di konjungtiva
dimana menyiratkan kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan bagian atas juga.
Kedua orang tua juga harus diobati dengan eritromisin sistemik.
e. Oftalmia neonatorum yang disebabkan virus herpes simpleks biasanya merupakan
penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, obat antivirus topikal dapat
mengendalikan infeksi lebih efektif dan dapat mencegah kekambuhan. Biasanya
diberikan asiklovir 20mg/kg setiap 8 jam selama 14 hari (21 hari jika keterlibatan SSP)
bersama-sama dengan terapi topikal asiklovir salep mata 3% 5 kali sehari.

21
Bagan 1. Alur Terapi Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum)8

22
X. KOMPLIKASI
Kasus yang tidak diobati, khususnya dari oftalmia neonatorum gonokokal, dapat
berkembang menjadi ulkus kornea, yang dapat menyebabkan perforasi kornea.
Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat menyebabkan
endoftalmitis dan menyebabkan kematian. Pneumonia telah dilaporkan pada 10-20% kasus pada
bayi dengan konjungtivitis klamidia. HSV keratokonjungtivitis dapat menyebabkan jaringan
parut kornea dan ulserasi. Selain itu, infeksi HSV yang menyebar luas sering menyebabkan
keterlibatan sistem saraf pusat.6

XI. PENCEGAHAN
Ibu hamil yang mengetahui dirinya menderita klamidia, gonorrhea, ataupun herpes genital
perlu berkonsultasi kepada dokter mengenai perlunya pengobatan tambahan sebelum melahirkan.
Umumnya oftalmia neonatorum dapat dicegah dengan mengobati atau menghambat penularan
penyakit melalui seksual ibu. Pada akhirnya dokter kebidanan perlu mempertimbangkan
kelahiran melalui seksiosesaria bila ibu menderita infeksi vagina berat saat menjelang kelahiran
bayinya. Cara yang lebih aman jika curiga terkena oftlamia neonatorum akibat gonore ialah
membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan larutan borisi dan memberikan salep
kloramfenikol.2

23
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

I. PEMBAHASAN
By. OR, By. OR, perempuan dibawa ibunya d ke poli mata RSUD Puri Asih dengan
keluhan kedua mata keluar kotoran mata yang banyak sejak 3 hari SMRS lalu dirujuk oleh
dokter spesialis mata untuk di mondokkan di RSUD Salatiga. Kotoran mata berwarna
kuning, kental, lengket, tanpa disertai darah sehingga kelopak mata sulit untuk membuka.
Kotoran mata ini sering keluar terutama saat pasien menangis, setelah dibersihkan kotoran
mata akan segera muncul kembali disertai mata merah dan kelopak mata bengkak.
Pada pemeriksaan status lokalis mata ditemukan ODS tampak injeksi konjungtiva
sekret purulen dan edem palpebral. Dari gejala dan tanda yang dijabarkan diatas
menunjukkan bahwa terjadi infeksi pada lapisan konjungtiva, kemungkinan keratitis
ataupun penyakit mata yang lebih profundus dapat disingkirkan sebab pada kasus ini tidak
ada penurunan tajam penglihatan. Penyebab dari konjungtivitis yang dialami pasien
kemungkinan adalah gonorrhea ditunjukkan dengan keluhan adanya kotoran mata yang
banyak dan lengket, sekret purulent, kemosis, edem palpebral.

Pengobatan pada kasus konjungtivitis yang disebabkan oleh gonnorhea adalah


antibiotik tetes mata yang berpedoman pada bakteri empiris penyebab konjungtivitis.
Antibiotika tetes mata yang diberikan adalah Levofloxaxin ED 1 gtt/jam ODS dan
antibiotik sistemik yaitu Cefotaxime inj 2 x 70 mg IV serta membersihkan sekret dengan
kapas basah atau dengan cairan infus tiap 15 menit.

Dari hasil pewarnaan gram sekret mata tidak ditemukan kuman diplokokuc tetapi
didapatkan hasil leukosit yang tinggi yang dimungkinkan disebabkan oleh bakteri. Tetapi
pada anamnesis gejala dan pemeriksaan fisik ditemukan gejala dan tanda mirim dengan
oftalmia neonatorum suspect konjungtivitis gonore ODS.

24
II. KESIMPULAN
Oftalmia neonatorum merupakan penyakit infeksi pada bayi baru lahir yang
insidensinya tinggi terutama pada daerah dengan insidensi penyakit menular seksual yang
tinggi pula.
Oftalmia neonatorum adalah suatu infeksi pada konjungtiva yang melapisi kelopak
mata pada neonatus dibawah usia 1 bulan. Sementara itu agen penyebab yang paling sering
menyebabkan timbulnya infeksi pada konjungtiva bayi baru lahir ini adalah diantaranya,
kuman gonokokal, klamidia, virus herpes simpleks, serta bahan kimia seperti perak nitrat,
Gejala dan perjalanan penyakit yang dapat ditimbulkan bervariasi berdasarkan agen
penyebab masing-masing.
Proses transmisi dari penyakit ini biasanya terjadi pada saat proses kelahiran bayi
dari ibu yang sudah terinfeksi sebelumnya. Maka dari itu, pencegahan penyakit ini apat
dilakukan dengan menjaga higienisitas jalan lahir pada saat proses persalinan dan
penggunaan aseptik atau pemilihan persalinan melalui operasi seksiosesaria.
Namun pencegahan merupakan cara paling efektif untuk mengurangi insidensi
penyakit ini. Yaitu pada ibu yang sudah mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit
genital sebaiknya segera mengkonsultasikan pada dokter kebidanan mengenai terapi
lanjutan yang akan dilakukan serta metode persalinan yang akan dipilih guna mencegah
terjadinya penulara infeksi pada bayi yang akan dilahirkan.

25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2016,
h.5-6, 100-2, 120-1.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2014, h.124-
30.
3. McCourt EA. Neonatal conjunctitivits (opthalmia neonatorum). USA; 2017. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview
4. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6.
San Fransisco: AAO; 2011, p.186-7.
5. Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ed 4. India: New Age International (P) Limited;
2007, p.52, 71-3.
6. Rini AS, Yusran M. Oftalmia neonatorum et cause infeksi gonokokal. Majority Unila 2017;
6(3): 58-62.
7. The College of Optometrist. Clinical management guidelines opthalmia neonatorum; 2012.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanganan infeksi menular
seksual 2015. Jakarta: Kemenkes RI; 2015, h.47-9.

26

Anda mungkin juga menyukai