Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

Thalasemia Beta Mayor

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Salatiga

Diajukan Kepada :

dr. Wahyu Budianto Sp.A

Disusun oleh :

Tahta Rilo Mei Pambudi

20174011163

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA SALATIGA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan Presentasi Kasus dengan judul


Thalasemia Beta Mayor

Disusun oleh:
Nama: Tahta Rilo Mei Pambudi
NIPP: 20174011163

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
____________________

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Wahyu Budianto Sp.A

2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas

Pasien
Nama : An. S N I
Umur : 4 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ngaliyan, Kacandran Sidomukti
Masuk Tanggal : 12 Oktober 2018

Keluhan Utama
Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD diantar oleh orang tuanya tgl 12 oktober 2018 dengan
keluhan lemas pada seluruh tubuh. Lemas dirasakan sejak 2 hari SMRS yang
berangsur semakin lama semakin memberat. Orang tua pasien menyatakan bahwa
keluhan lemas yang dirasakan membuat pasien enggan untuk beraktifitas seperti
biasanya sehingga pasien sering istirahat berdiam dirumah agar lemas yang
dirasakan tidak semakin memberat. Orang tua pasien juga mengeluhkan bahwa
pasien nampak pucat sejak keluhan lemas dirasakan.

Pasien tidak demam, tidak nampak kuning, keluhan mual serta muntah
disangkal, nyeri atau pegal pada sendi badan (-), batuk (-) , pilek (-), BAB tidak
berdarah dan BAK tidak nampak kemerahan. Ruam kemerahan di badan dan angota
gerak (-). Mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri saat menelan (-) keluar cairan dari
telinga (-). Orang tua pasien menyatakan bahwa nafsu makan pasien baik namun
mulai menurun sejak lemas dirasakan, minum baik.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat lemas dan pucat 7 bulan yang lalu dan terdiagnosis thalasemia pada
Mei 2018 serta rutin transfusi PRC.

3
Riwayat keluarga
Riwayat keluhan serupa di keluarga tidak ada. Penyakit thalasemia dalam keluarga
disangkal.

Riwayat Pribadi
 Riwayat Makanan:
Nafsu makan pasien baik dan pasien dapat makan sayur, rutin makan buah-
buahan dan minum susu.
 Vaksinasi
Jenis Vaksinasi Dasar Ulangan
BCG 1x, umur 1 bulan -
DPT 3x, umur 2,3,4 bulan 18 bulan
Polio 4x, umur 1,2,3,4 bulan -
Hepatitis B 4x, umur 0,2,3,4 bulan 18 bulan
Campak 9 Bulan 24 bulan

B. Objektif

Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata (12 Oktober 2018)


1. Kesadaran : komposmentis
2. GCS : E4V5M6
3. Vital Sign
Nadi : 90x/menit,reguler, teratur, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 24 x/menit
Suhu : 37oC
4. Status Gizi :
Berat Badan : 15 Kg
Tinggi badan : 105 cm
Usia : 4 tahun
BB/U  -1 s/d 0 = normal
TB/U  1 s/d 2 = normal
BB/TB  -1 s/d -2 = normal

4
5. Kepala
Bentuk kepala : Simetri, normochepali, facies cooley (-)
Rambut : hitam kecoklatan, distribusi merata, allopecia (-)
6. Mata : Udem palpebra (-/-)
Pupil isokor (2mm/2mm)
Conjungtiva anemis (+/+)
Sclera ikterik (-/-) Reflex cahaya langsung (+/+)
Reflex cahaya tidak langsung (+/+)
7. Hidung : simetris, Secret (-/-), epitaksis (-/-)
8. Telinga : normotia, Otore (-/-), nyeri tekan (-/-)
9. Mulut : tonsil T2-T2, kemerahan (-) kripte tidak melebar
Bibir pucat (+)
10. Leher
 Kelenjar Tiroid: Tidak membesar
 Kelenjar Inn : Tidak membesar, nyeri (-)
11. Thorax
 Pulmo:
 Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-), deformitas (-),
retraksi (-)
 Palpasi : simetris, ketertinggalan gerak (-), vokal fremitus
normal
 Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Cor:
 Inspeksi : ictus cordis tak tampak
 Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-).
12. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : distended (-) , jejas (-), datar
 Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit.
 Perkusi : timpani
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae
lien tidak teraba
13. Extremitas
Akral hangat : (+) baik di ekstremitas atas maupun bawah
CRT : <2 detik
Tampak pucat, edema (-)

5
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Rutin (12 Oktober 2018)

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Lekosit 16,52 4,5 – 11 rb/ul
Eritrosit 3,67 4 – 5 jt/ul
Hemoglobin 8,4 14 – 18 g/dl
Hematokrit 26,1 38.00 - 47.0 vol%
MCV 71,0 86 – 108 fl
MCH 22,9 28 – 31 pg
MCHC 32,2 30 – 35 g/dl
Trombosit 384 150 – 450 rb/ul
Golongan Darah B
HITUNG JENIS
Eosinofil 2,5 1-6 %
Basofil 0,7 0,0-1,0 %
Limfosit 48,4 20-45 %
Monosit 2,0 2-8 %
Neutrofil 46,4 40-75 %

D. Differential Diagnosis
Thalasemia
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Aplastik

E. Diagnosis
Thalasemia

F. Penatalaksanaan
Transfusi PRC 1 Kolf
Dexamethasone ½ ampul
Furosemide ½ ampul
Nacl 0,9 %

G. Edukasi
 Memberikan informasi kepada orangtua pasien bahwa thalasemia umumya
mempunyai prognosis yang tergantung dari jenis thalasemia itu sendiri.

6
 Memberikan informasi mengenai rutinnya untuk transfusi ulang dan kapan
membawa anaknya untuk dilakukan transfusi serta resiko bila tidak
dilakukannya transfusi.

H. Prognosis
Ad Vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : dubia

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Thalasemia
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari
berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau
lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional.
Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-
kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia;
banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada
umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural
adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin
hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin
mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan
perubahan hemotologi mirip thalassemia.

Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-
daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-
benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali
atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-
β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu
atau lebih gen thalassemia.

Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.
Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir
seluruh negara di dunia.

8
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia.
Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti
Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus,
Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang tinggi secara
signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur
Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering ditemukan di
Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

Mortalitas dan Morbiditas

Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua


janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat.
Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α
mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini
membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah
teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat
juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α
mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.
Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional
embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.

Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan


morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan.
Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal
jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab tersering kematian
pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang
dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab
mortalitas dan morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.

Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang


tidak diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap
berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron
overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi

9
dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang
potensial.

Usia

Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia


saat timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis
pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada
pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan
mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah
ini, sangat mendukung diagnosis.

Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai


paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ
dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.

Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada


berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas
(yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa
kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang
signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut

10
dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika
pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.

Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin
tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan
ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.

Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama
lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi
produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai
tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan
terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada
semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia
kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe thalassemia
tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena
defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.

Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.


Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama
sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit
diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan
tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi
sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan
berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb
menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran
klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir
pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari
salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi
pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah
berada dalam batas normal.

11
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2)
biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ
oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai
β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui
memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai
δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi Hb A2
(kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan
untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam
sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak
sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat
toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe
dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih
nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α).

Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley,
berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang
berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan
menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang
(eritropoesis inefektif).

Produksi Rantai Globin

Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu


mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang
sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk
membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua
pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer dengan
Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau
mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk,
tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb
memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya

12
berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang
berbeda dalam kehidupan manusia.

Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi


dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk
membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).

Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2,


berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa
primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari
rantai α2δ2.

Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-rantai non-α
untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Patofisiologi seluler

Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan


sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin
yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai
α yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam
prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua
gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi
pada thalassemia-α.

13
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada
tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-
rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang,
meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat
memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar
pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan
tingkat keparahan dari penyakit ini.

Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat


tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel
(mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi
ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah.
Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer
dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami
hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis inefektif
menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.

Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi


dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang
berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan
dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari
penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk
membawa oksigen.

Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia


berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada
penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan
afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan
anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi
luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan
deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat,
berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari

14
penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa,
yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang
tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan
menimbulkan terjadinya hipersplenisme.

Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah


secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif
dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi
tambahan secara teori hanya akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah
masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama
: eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan.
Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena
adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang
dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi
oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.

Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat


diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan
besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi.

Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi


besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi
pada penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan
mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi
besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.

Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain
bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag
menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin
diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga
menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi
yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka
mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-

15
β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang
lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.

Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan
protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada
thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi
ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal
dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar
endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut
(organ damage).

Hipotesa Malaria

Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif


untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik
malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada
thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif
pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi genetik ini pada populas
tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada penderita
homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot.

Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia


belum jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan
parasit malaria, dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan
trait thalassemia-β, malaria serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan
kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita
Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit.
Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α.

16
Klasifikasi thalasemia dan presentasi klinisnya
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk
bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang
paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau
sintesis rantai α maupun β.

Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-


α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar
Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat
empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang
berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen
ini

Tabel 1. Thalassemia-α

Genotip Jumlah gen α Presentasi Hemoglobin Elektroforesis

Klinis Saat Lahir > 6 bulan

αα/αα 4 Normal N N

-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb N

Barts

--/αα atau 2 Trait thal-α 2-10% Hb N

–α/-α Barts

--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H

Bart

--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

17
• Silent carrier thalassemia-α

o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya


ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik
Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen
α yang terletak pada kromosom 16.

o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16


menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat
secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel
darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.

o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan


elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih
canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada
anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis.
Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang
menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab
yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis
thalasemia.

• Trait thalassemia-α

o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α
pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing
kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara,
subbenua India, dan Timur Tengah.

o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts
tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

18
Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

• Penyakit Hb H

o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan


thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat,
splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada
sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan
tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H)
yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

19
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H
yang menunjukkan Heinz-Bodies

• Thalassemia-α mayor

o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.

o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka


tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi
yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka
bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung
sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.

o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang
lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat
hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang
dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat
bergantung dengan transfusi.

20
Thalassemia-β

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari


thalassemia-β; antara lain :

• Silent carrier thalassemia-β

o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai


eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-β+.

o Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan


yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk
keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk
thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

21
Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

• Trait thalassemia-β

o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan


elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F, atau keduanya

22
o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat
dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90%
individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2
yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai
sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang
benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar
dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

• Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β

o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga


seberat thalassemia-β mayor

o Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip


anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia).
Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini,
tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa
transfusi.

o Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia


ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal
menurut umur.

o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,


ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin
juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk
thalassemia.

o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg).
Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat
diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi
serum normal atau meningkat.

• Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

23
o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada
penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita
meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.

o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-
tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi
masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk
wajah yang khas.

Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua,
limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

24
o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat
atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes
mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi.
Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan
kejadian terminal.

o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot


yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan
mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi,
aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti
ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga
terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5
gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran
biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi
dalam eritrosit.

25
Diagnosis
Diagnosis thalasemia dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh
untuk menegakkan diagnosis ini.

1. Anamnesis

 Pucat yang lama (kronis)


 Terlihat kuning
 Mudah infeksi
 Organomegali :Perut yang semakin membesar akibat hepatosplenomegali
maupun spleenomegali
 Pertumbuhan terhambat/pubertas terlambat
 Riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnya)
 Riwayat keluarga yang menderita talasemia
2. Pemeriksaan fisik
 Anemia/pucat
 Ikterus
 Facies cooley
 Hepatospenomegali
 Gizi kurang/buruk
 Perawakan pendek
 Hiperpigmentasi kulit
 Pubertas terlambat

1. Pemeriksaan laboratorium

 Darah perifer lengkap


Anemia mikrositik ringan, anemia mikrositik dapat disebabkan oleh
defisiensi besi, thalasemia, keracunan timbal, anemia siderobastik atau
anemia penyakit kronis. MCV biasanya kurang dari 75fL pada thalasemia

26
dan jarang kurang dari 80 pada anemia defisiensi besi sampai hematokrit
kurang dari 30%.
 Indeks mentzer (MCV/eritrosit). Pada thalasemia indeks mentzer <13
sedangkan pada anemia defisiensi besi, indeks mentzer >13. Rasio bernilai
13 dianggap meragukan.
 Nilai RDW (red blood cell distribution width) meningkat. RDW dapat
membantu membedakan defisiensi besi dan anemia sideroblastik dengan
thalasemia. Semakin tinggi RDW berarti semakin anisositosis.
 Trombositopenia akibat hiperspleenisme
 Analisis hemoglobin pada thalasemia
 Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,
poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

Pemeriksaan roentgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan
dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi
tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya.
Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak

27
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Stadium
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat
gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk
memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia.
Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
• Stadium I
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit
Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada
echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding
ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
• Stadium II
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC
dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan
dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan
ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
• Stadium III
o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif,
menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan
pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.

28
Terapi
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut
setelah diagnosis awal dibuat. Pada thalasemia simptomatis dibutuhkan transfusi
darah untuk mempertahankan kadar Hb 9 md/dL dan mendukung pertumbuhan
yang normal. Untuk penderita thalasemia beta intermedia, kebutuhan transfusi
disesuaikan dengan penilaian klinis. Thalasemia alfa intermedia atau penyakit HbH
menyebabkan hemolisis ringan dan sedang. Hemosiderosis tranfusional dapat
dicegah dengan penggunaaan obat kelasi besi.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi
darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah
periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai
Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
Tranfusi
Panduan Transfusi Packed Red Cell (PRC) bagi penderita thalassemia
o Hb <7 g/dL
o Hb >7 g/dL disertai gejala klinis:
Perubahan muka/facies Cooley
Gangguan tumbuh kembang
Fraktur tulang
Curiga adanya hematopoietik ekstrameduler, antara lain massa
mediastinum
Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 g/dL
sampai kadar Hb 10-11 g/dL.
Bila tersedia, transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC rendah
leukosit (leucodepleted).
o Bila Hb > 5 g/dL berikan 10-15 ml/kg/kali dalam 2 jam atau 20
ml/kg/kali dalam 3-4 jam
o Bila Hb < 5 g/dL berikan 5 ml/kg/kali dengan kecepatan 2
ml/kg/jam. Beri oksigen.

29
Medikamentosa
- Asam folat: 2 x 1 mg/ hari
- Vitamin E: 2 x 200 IU / hari
- Vitamin C: 2-3 mg/kg/hari (maksimal 50 mg pada anak < 10 tahun dan 100 mg
pada anak ≥ 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya diberikan saat
pemakaian deferioksamin (DFO), TIDAK dipakai pada pasien dengan gangguan
fungsi jantung.
- Kelasi besi
Dimulai bila :
- Feritin ≥ 1000 ng/mL
- Bila pemeriksaan feritin tidak tersedia, dapat digantikan dengan pemeriksaan
saturasi transferin ≥ 55%
- Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium, maka
digunakan kriteria sudah menerima 3-5 liter atau 10-20 kali transfusi.
Kelasi besi pertama kali dimulai dengan Deferioksamin/DFO:
- Dewasa dan anak ≥ 3 tahun: 30-50 mg/kgBB/hari, 5-7 x seminggu subkutan (sk)
selama 8-12 jam dengan syringe pump
.- Anak usia <3 tahun: 15-25 mg/kg BB/hari dengan monitoring ketat (efek
samping: gangguan pertumbuhan panjang dan tulang belakang/vertebra).
- Pasien dengan gangguan fungsi jantung: 60-100 mg/kg BB/hari IV kontinu selama
24 jam.
- Pemakaian deferioksamin dihentikan pada pasien-pasien yang sedang hamil,
kecuali pasien menderita gangguan jantung yang berat dan diberikan kembali
pada trimester akhir deferioksamin 20-30 mg/kg BB/hari.
- Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini.
- Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan bersama NaCl 0,9% 500 ml melalui
infus (selama 8-12 jam).
- Jika kesediaan deferoksamin terbatas: dosis dapat diturunkan tanpa mengubah
frekuensi pemberian.
Pemberian kelasi besi dapat berupa dalam bentuk parenteral (desferioksamin)
atau oral (deferiprone/ deferasirox) ataupun kombinasi

30
Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang
saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum
transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga
karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki
ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi
untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai
pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca
transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi
standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker
setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel
darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan
sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai
penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi
tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif,
menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian
meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi
besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari
200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL
karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan

31
sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik
harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur.
Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi
lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.
Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut
: asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi
tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh
diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

Pemantauan
Selain pemantauan efek samping pengobatan, pasien talasemia memerlukan
pemantauan rutin:
- Sebelum transfusi: darah perifer lengkap, fungsi hati
- Setiap 3 bulan: pertumbuhan (berat badan, tinggi badan)
- Setiap 6 bulan: feritin
- Setiap tahun: pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi jantung,
fungsi endokrin, visual, pendengaran, serologis virus

Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari
ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

32
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India
sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai
globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-
β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat
mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia diturunkan
berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa
gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari
thalassemia α dan β. Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi
pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-
masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu
dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat
diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini,
penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai
usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

33
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak,
volume 2, edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712

2. Berhman, RE; Kliegman, RM and Jensen, HB: Nelson Text Book of


Pediatrics, 16th edition. WB Saunders company, Philadelphia: 2000, page 1630-
1634

3. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria;


IDG Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga. Penerbit
Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84

4. A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan : Kapita
Selekta Haematologi, edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1996,
hal 66-85

5. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. “What is


Thalassemia and Treating Thalassemia”.

6. Markum : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI, Jakarta : 1991,
hal 331

7. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal


Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page
134-138

34

Anda mungkin juga menyukai