Anda di halaman 1dari 26

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI – BOGOR

Nama : Rasita Zahrina Tanda Tangan

NIM : 406161027 ........................................

Dokter Pembimbing/Penguji: dr. Nanda Lessi, Sp.M ..………………………..

I. IDENTITAS
Nama : An. DS
Umur : 7 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kp Pasnggrahan
Tanggal pemeriksaan : 27 Februari 2017

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 27 Februari 2017, Pkl. 11:00 WIB
Keluhan utama : Penglihatan mata kanan silau sejak 9 bulan yang lalu.
Keluhan tambahan : Mata kanan terasa perih dan gatal.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli Mata dengan keluhan Penglihatan mata kanan terasa silau sejak
9 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai dengan perih (+) dan gatal (+) dan mata merah (+).
Pasien mengatakan penglihatan mata kanan juga terasa kabur dan kadang terasa ‘sepet’.
Ibu pasien mengatakan terdapat kotoran mata terutama saat bangun tidur. Pasien
mengatakan tidak ada keluhan pada mata kiri. Ibu pasien mengatakan belum pernah
memiliki keluhan seperti ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


1. Umum
a. Asma : tidak ada
b. Alergi obat : Paracetamol dan Amoxycilin
c. DM : tidak ada
d. Hipertensi : tidak ada
e. Dislipidemia : tidak ada
1
f. Lain2 : Pasien pernah di rawat inap 10 hari karena SJS 11 bulan yang
lalu
2. Mata
a. Riwayat sakit mata sebelumnya : tidak ada
b. Riwayat penggunaan kaca mata : tidak ada
c. Riwayat operasi mata : tidak ada
d. Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Penyakit mata serupa : tidak ada
b. Penyakit mata lainnya : tidak ada
c. Hipertensi, DM, Jantung, Asma : tidak ada
d. Alergi : tidak ada

Riwayat Pengobatan
Tidak ada

III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital : HR 84 x/menit; RR 20 x/menit; T 36,8o C
d. Kepala/leher : Normocephali, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
e. Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Paru : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
g. Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen : Supel, bising usus (+), nyeri (-)
i. Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Ophtalmologi
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 20/60 PH - 20/30 PH -
- Koreksi - -

2
- Addisi - -
- Distansia pupil - -
- Persepsi warna - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis + -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar + -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva/kemosis
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
3
- Kejernihan Agak keruh Jernih
- Permukaan Tidak Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Menurun Baik
- Infiltrat + -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis - -
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Kolobama - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung + +
- Refleks Cahaya Tidak Langsung + +

12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow Tidak dilakukan Tidak dilakukan
13. BADAN KACA
- Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OCCULI : Tidak dilakukan
- Batas - -
- Warna - -
- Rasio arteri : vena - -
- C/D rasio - -
- Makula lutea - -
- Eksudat - -
- Perdarahan - -
- Sikatriks - -

4
- Ablasio - -
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli - -
- Tonometry Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tes Schirmer
Tes Fluoresein

V. RESUME
Pasien mengeluh mata kanan silau sejak 9 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan
perih (+), gatal (+), dan mata merah (+). Penglihatan mata kanan juga kabur dan terasa
‘sepet’. Terdapat kotoran mata (+). Pasien memiliki alergi Paracetamol dan Amoxycilin.
Pasien pernah di rawat inap 10 hari karena SJS.
Status Oftalmologi:
OD OS
Visus 20/60 PH - 20/30 PH -
Palpebra Tenang Tenang
Cts Hiperemis Tenang
Cti Hiperemis Tenang
Cb Hiperemis Tenang
C Agak keruh, Infiltrat (+) Jernih
CoA Cukup Cukup
P Bulat, Ø 3 mm, RC + Bulat Ø, 3 mm, RC +
I Sinekia (-) Sinekia (-)
L Jernih Jernih

VI. DIAGNOSIS KERJA


Dry Eyes + Keratitis Bakterial OD

VII. DIAGNOSIS BANDING


Dry Eyes + Keratitis virus OD
Dry Eyes + Konjungtivitis OD

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


a. Slitlamp

5
b. Uji Sensibillitas Kornea

IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
a. Cendo hyalub (Sodium Hyaluronate 1mg/ml) 6x1 tetes.
b. Cendo lyteers (Kalium Chloride 0,8 mg/ml; Sodium Chloride 4,4 mg/ml) 6x1 tetes.
c. Mycetin (Kloramfenikol 1%, Polimiksin B Sulfat 5000 iu/gram) 1x1 oles
Edukasi:
a. Menjelaskan tentang penyakit yang dideritanya.
b. Menjelaskan kepada pasien untuk memakai tetes mata dan salep mata sesuai dengan
yang disarankan dokter.
X. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam ad bonam

Tinjauan Pustaka

Dry Eyes
Anatomi
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis aksesori,
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen temporal atas
anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari muskulus
levator palpebrae. Untuk mencapai bagian ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris
kulit, muskulus orbikuaris okuli, dan septum orbitale.
2. Bagian Palpebra
Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks
konjungtivae superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara kira-kira sepuluh
lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula lakrimalis dengan
forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae dari kelenjar memutuskan
semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring) terletk di dalam
6
substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior dan inferior dan
kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus
nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus dan bermuara ke dalam meatus inferior dari
rongga nasal, lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam punktum
oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler
dan gaya berat berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya
berat dan dan kerja memompa dari otot Horner, yang merupan perluasan muskulus
orbikularis okuli ke titik di belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan
aliran air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.

Fisiologi

Sistem Sekresi Air Mata


Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak di fossa
glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk
kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar
dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktulus yang bermuara
ke forniks temporal superior. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons
melalui nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar
utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan
kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam
konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di
konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea

7
meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah
modifikasi kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air
mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal assesorius
dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk
memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet, berakibat mengeringnya korena
meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel kornea dan
konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear film dan
permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk memfokuskan refraksi sekitar
80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada kestabilan dan volume tear film akan sangat
mempengaruhi kualitas penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada kontras). “Tear
break up” menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas fokus gambaran
yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada tear film preocular
merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue dan fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150
dyne/cm yang mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film
dapat mengurangi efek yang dapat mempengaruhi epitel permukaan.
Pada keratokonjungtivitis, perubahan lapisan musin menyebabkan
epitel permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut yang
menyebabkan deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek
antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV, alergen dan
iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi paparan lingkungan tersebut.
Komponen tear film yang berfungsi untuk perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim
dan enzim peroksidase yang dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid
mengurangi penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya, tear

8
flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan lingkungan.
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea bergantung pada
growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat nutrisi dari tear film. Tear film
menyediakan elektolit dan oksigen untuk epitel kornea sedangkan glukosa yang
dibutuhkan kornea berasal dari difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL
glukosa, kira-kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu konsentrasi yang
dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada tear film juga
mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear film juga mengandung
growth factor yang penting untuk regenerasi dan penyembuhan epitel kornea.

Gambar.1. Lapisan tear film


(Sumber: http://tearscience.com/image )

Lapisan-Lapisan Tear Film


Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada dasarnya, lapisan air mata terdiri
dari 3 lapisan yang terdiri dari:
a. Lapisan tipis superfisial (0.11um) diproduksi oleh kelenjar meibomian dan fungsi utamanya
adalah menahan evaporasi air mata dan mempertahankan penyebaran air mata
b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi oleh kelenjar lakrimalis
utama ( untuk refleks menangis), seperti halnya kelenjar lakrimalis asesoris dari kelenjar
Krause dan Wolfring.
c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel goblet konjunctiva dan
epitel permukaan okuler dan berhubungan dengan permukaan okuler melalui ikatan
jaringan longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva. Adanya musin yang bersifat
hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke epitel kornea.

9
Gambar 2. Tear film layer
(Sumber: http://lasik1.com/322208 )

Disfungsi Tear Film


Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat
1. Perubahan jumlah tear film.
2. Perubahan komposisi tear film.
3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang irregular.
Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi aqueous,
difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau abnormalitas lipid
(disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan osmolaritas tear film terlhat pada
pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau pada blefaritis dan pada orang yang
menggunakan lensa kontak. Penyebaran air mata yang tidak merata dapat terjadi bersamaan
dengan permukaan kornea atau limbus yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan
distropi) atau penggunaan lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan
pada kelopak mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik, atau
disfungsi mekanisme berkedip.
Definisi

Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah penyakit mata
dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan film air mata
meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa Latin adalah "kekeringan
kornea dan konjungtiva".
Etiologi

Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder
menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel

10
goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel,
dan penambahan keratinasi.
A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
b. Infeksi Trachoma
c. Cedera
d. Medikasi
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)
B. Kondisi ditandai defisiensi musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker
C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:
1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
e. Lagophthalmus
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis
Epidemiologi

Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata, terutama pada
orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita..
Manifestasi Klinis

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir
(benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu
menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit
menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan

11
mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan
slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-
benang mukuskental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae
inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,
beredema dan hiperemik.
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada epitel
kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut keratokonjungtivitis sicca tampak
filamen-filamen dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain
bergerak bebas. Pada pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan
peningkatan jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada
sindrom sjorgen. Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan
teliti memakai cara diagnostik berikut:
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer
(kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas
sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5
menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi
dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang
aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan
setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai hasil false
positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan
tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.

Gambar 3. Test Fluoresin

12
(Sumber : http://webeye.ophth.uiowa.edu/233120#/fluoresin-test )

B. Tear film break-up time


pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk memperkirakan
kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak
mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini
yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air
mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada akhirnya
merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak
dilepaskan kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila
permukaan kornea dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras berflourescein
pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa
dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak
berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan
flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik,
namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan
menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan
defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan
defisiensi musin.

Gambar 4. Indeks Perlindungan Okular


( Sumber : http://www.systane.ca )

C. Tes Ferning Mata


Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan dengan
mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi (ferning)
mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggalkan
parut (pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi
berkurang atau hilang.
D. Sitologi Impresi
13
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-nasal.
Hilangnya sel goblet ditemukan pada kasus keratokonjungtivitis sicca, trachoma,
pemphigoid mata cicatrix, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.
E. Pemulasan Flourescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflourescein adalah indikator
baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat. Flourescein
akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
Terapi

Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan pemulihan
pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea
dan konjungtiva masih reversibel. Air mata buatan adalah terapi yang kini dsering digunakan.
Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur.
Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulihan musin adalah
tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer larut air dengan
berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang
lama pelembaban permukaan.agen mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan
dari serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom
Sjorgen, agen mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.
 Topikal cyclosporine A
 Topikal corticosteroids
 Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids menghambat sintesis dari
mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-alpha. Pasien dengan
kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi spesifik untuk menghilangkan lipid
dari tepian palpebrae. Mungkin diperlukan antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A
topikal mungkin berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.
Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi sejumlah
toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang paling merusak. Pasien
yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan pengawet.
Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius dengan
timerosal.

14
Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar kemungkinan
terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus diobati dengan
memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne rosacea sering terdapat
bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada
manfaatnya.
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada punktum yang
bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon), untuk menahan sekret air
mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengn terapi themal
(panas), kauter listrik atau dengan laser.
Komplikasi

Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit terganggu. Dengan


memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu. Pada kasus lanjut, dapat timbul
ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri
sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan
penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.
Prognosis

Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata
kering baik.

Keratitis
DEFINISI
Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea, infiltrasi
seluler dan kongesti siliar.
PATOFISIOLOGI KERATITIS
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi
pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan
lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat
imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari
mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki
beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip,
fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier
terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.

15
Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, stroma yang avaskuler dan lapisan bowman
menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk
bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen kornea bakterial,
patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.Ketika patogen
telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian
tipikal akan terjadi, yaitu:
 Lesi pada kornea
 Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
 Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen
 Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan
membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea
 Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan
berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
 Patogen akan menginvasi seluruh kornea.
 Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement yang
relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran descement
yang intak.
 Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor
aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi
intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif
dan bola mata akan menjadi lunak.
KLASIFIKASI
Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:
1. Menurut penyebabnya :
a. Keratitis bakterial
Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :
 Streptokokus pneumonia
 Pseudomonas aeroginosa
 Streptokokus hemolitikus
 Moraxella liquefaciens
 Klebsiella pneumoniae
b. Keratitis viral
Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :

16
 Herpes simpleks
 Herpes zoster
 Variola (jarang)
 Vacinia (jarang)
c. Keratitis jamur
Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :
 Candida
 Aspergilin
 Nocardia
 Cephalosporum
d. Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata tidak
dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi kekeringan pada
kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya infeksi. Dapat dikarenakan
parese Nervus VII.
e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V
Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus,
sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat Herpes zoster, tumor fosa posterior
kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan anestesi kornea kehilangan daya
pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini dapat menyebabkan kornea mudah
terjadi infeksi sehingga mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea.
f. Keratokonjungtivitis sika
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini
terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:
1) Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun
2) Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal kongenital,
obat diuretik, atropin, dan usia tua.
3) Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom
Stevens Johnson.
4) Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup di
padang gurun, keratitis lagoftalmus.
5) Karena parut pada kornea.
17
2. Menurut tempatnya :
a. Keratitis superfisial
 Keratitis epitelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta
pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat
(misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat
bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan
filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada
lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting
 Keratitis subepitelial
Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial
pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19).
Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali
pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelia.
 Keratitis stromal
Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea,
pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi;
dan vaskularisasi.
b. Keratitis profunda
 Keratitis interstitial
Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, yaitu
keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Terjadi akibat
alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.
 Keratitis sklerotikans
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi, berbatas
tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis. Kadang-kadang
mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera. Diduga terjadi
karena perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
 Keratitis disiformis
Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis
memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan kornea.

18
Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap virus Herpes
simpleks.
Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis lainnya:
a. Keratitis pungtata superfisial
Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrat halus bertitik-
titik pada permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes fluorescein.
Etiologinya adalah sindrom dry eye, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan
obat topikal (neomycin, tobramycin), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan
pemakaian lensa kontak.
b. Keratitis numularis atau dimmer
Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat
yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan
gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan pada petani
sawah.
c. Keratokonjungtivitis epidemika
Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang
disebabkan oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul sebagai
suatu epidemik.
d. Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus
akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus
kornea.
e. Keratokonjungtivitis flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin. Terjadi
pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea.
f. Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva
bilateral. Penyebab belum diketahui, namun terutama terjadi pada musim panas
mengenai anak sebelum berumur 14 tahun. Mengenai kelopak atas dan
konjungtiva pada daerah limbus berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang
berbentuk Cobble stone.

19
GEJALA KLINIS
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi
benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia)
serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai
media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke
mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh
kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata
namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus
kornea yang purulen.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil
pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat
penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering
kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-
penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh
pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi
bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin
terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit
ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda
yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari
struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan
sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan
kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan
dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada
kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda
yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon
terhadap pengobatan.

20
Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien
yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat
tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi
secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament
maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa
infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula
dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan
kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan
flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat
dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang
terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya
dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari
defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis keratitis dan bentuknya:
No. Jenis keratitis Bentuk keratitis
1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama sepertiga
bawah kornea
2. Keratitis herpetik Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau lonjong) dengan
edema dan degenerasi
3. Keratitis varicella-zoster Lebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang linear
(pseudosendrit)
4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus namun paling
mencolok di daerah pupil
5. Keratitis sindrom Sjorgen Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik, terpulas
fluorescein; filament epithelial dan mukosa khas; terutama
belahan bawah kornea
6. Keratitis terpapar akibat Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas fluorescein; terutama
lagoftalmus atau di belahan bawah kornea
eksoftalmus
7. Keratokonjungtuvitis Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan berbercak-bercak
vernal kelabu, paling mencolok di daerah pupil atas. Kadang-kadang
membentuk bercak epithelium opak
8. Keratitis trofik-sekuele HS, Edema epitel berbercak-bercak; difus namun terutama di
HZ dan destruksi ganglion fissure palpebrae, pukul 9-3
gaseri
9. Keratitis karena obat- Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan edema seluler
terutama antibiotika berbintik-bintik; lingkaran epitel
spectrum luas
10. Keratitis superficial Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau lonjong; menimbul
punctata (SPK) bila penyakit aktif
11. Keratokonjungtivitis limbic Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di sepertiga atas kornea;
superior filament selama eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus
21
berkeratin menebal, mikropanus
12. Keratitis rubeola, rubella Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah pupil
dan parotitis epidemika
13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein pada sepertiga atas
kornea
14. Keratitis defisiensi vitamin Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel akibat keratinisasi
A partial; berhubungan dengan bintik-bintik bitot

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan
selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal
tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit
keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit
lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi
hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan
penyakit.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan.
Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi:
rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian
besar pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.Debridement epitel kornea
selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar
epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk
mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik.
Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika
penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan
etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri
gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram
negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran
dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Namun selain terapi
berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar
22
dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi
air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung
metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas,
dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes
kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti
fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan
karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari
keratitis tersebut adalah virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan
terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang
perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma
terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat
infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan
kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti
dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat
mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya
kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan
katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat
melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada
kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan
akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat
midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya
KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan
otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin
juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin
(2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam
20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan
trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai

23
setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan
pupil pada pemeriksaan fundus okuli.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem
cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus
dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya
dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap
konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis.
Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat
terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar
matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang
biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien
tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang
mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan
etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah
transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan,
membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.
KOMPLIKASI & PROGNOSIS
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat
sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan
pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma adherens
dan stafiloma kornea.
Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat
dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.
Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa
menggunakan kaca pembesar.
Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak yang
agak jauh sekalipun.
Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea,
terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia
anterior).

24
Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka
pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang
disertai dengan sinekia anterior.
Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat
membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata
dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan
endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui
perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.

Keratitis subepitel /epitel

Sembuh tanpa Berlanjut


bekas menjadi ulkus

Sembuh Berlanjut dengan perforasi kornea Berlanjut dengan


dengan parut disertai penonjolan keluar dari terjadi
kornea kornea dan prolaps iris -endoftalmitis
Nebula Sembuh dengan parut :
-panoftalmitis
Makula Lekoma adheren
sembuh Operasi /
Lekoma Stafiloma kornea angkat bola
Phtysis
mata
bulbi
Buta kornea
Buta permanen Abulbi

Bagan 1: Perjalanan Keratitis

DAFTAR PUSTAKA
25
1. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan Tamboyang,
Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan Apparatus lakrimalis dalam
Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000. Hal 94. Widya Medika
2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit Eyelids and
Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi of Ophtalmology
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai Penerbit FKUI.
4. Plugfelder, Stephen C et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New york :
2004. Marcell Decker.
5. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007 dkk
6. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview diakses tanggal 4 Maret
2017
7. Fernando H. Bacterial Keratitis. Diunduh pada 4 Maret 2017. Tersedia dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview

26

Anda mungkin juga menyukai