Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Ekor Kuning No 6, Penjaringan, Jakarta
Tgl / Jam Masuk : 11 Januari 2017 / 11.15 WIB
Status Pekerjaan : Pegawai swasta
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 Januari 2017 pukul 11.15 WIB

Keluhan Utama :
Gatal pada lengan kanan bawah bagian belakang sejak 2 minggu yang lalu

Keluhan Tambahan :
-

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke poli Kulit dan Kelamin RS Husada dengan keluhan gatal pada
lengan kanan bawah bagian belakang sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya pasien hanya
mengeluhkan gatal, tetapi tidak ada kelainan didaerah gatal tersebut. Gatal dirasakan muncul
tiba-tiba, gatalnya bertambah berat saat pasien berkeringat dan terkena air, kadang gatal juga
disertai rasa panas. Karena tidak tahan, pasien sering menggaruknya.
Pada awalnya di sekitar lengan bawah kanan muncul bercak merah kecil, kemudian
semakin lama bercak tersebut semakin meluas. Bercak merah tidak dirasakan perih (-). Pasien
tidak bertukar pakaian dengan anggota keluarga lain maupun dengan orang lain.

Page 1
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama

Riwayat Penyakit Keluarga:


Anak perempuan pasien pernah mengalami keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu dan
sudah sembuh

Riwayat Pengobatan:
Pasien mengaku pernah menggunakan salep dactarin dan kalpanax namun tidak ada hasilnya
dan tidak menggunakan lagi

Riwayat Alergi:
Alergi obat-obatan dan makanan disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial:


Pasien bekerja di tempat suhu yang dingin hingga mencapai minus derajat dan berangkat
kerja menggunakan motor yang sering menyebabkan pasien berkeringat.

C. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 65 kg
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Nadi : 72x / menit, reguler
Pernapasan : 20 x / menit, reguler
Suhu : 36,4oC
Mata : CA (-/-), SI (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan/kiri
Gigi dan mulut : Karies gigi (-), mukosa mulut normal dan tidak hiperemis
THT : Telinga:normotia, liang telinga lapang, serumen (-)
Hidung: bentuk normal, mukosa hidung normal, sekret(-).
Tenggorokan: faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Page 2
D. STATUS DERMATOLOGI
Regio : lengan kanan bawah bagian ekstensor
Distribusi : lokalisata, unilateral
Efloresensi Primer : makula eritem serta papul di bagian tepi
Warna : eritematosa pada daerah tepi lesi
Batas : jelas
Ukuran : plakat
Jumlah : soliter
Efloresensi Sekunder : erosi dan krusta
Konfigurasi : Polisiklik
Palpasi lesi : Suhu pada lesi normal, kulit teraba kering

Page 3
E PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, jika dilakukan yang dianjurkan untuk
menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan KOH

F. RESUME
Seorang laki-laki berusia 36 tahun datang dengan keluhan gatal pada lengan kanan
bawah bagian ekstensor sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya pasien hanya mengeluhkan gatal
tanpa ada kelainan kulit. Gatal dirasakan muncul tiba-tiba dan bertambah berat saat pasien
terkena air dan berkeringat. Awalnya timbul bercak merah kecil yang semakin lama semakin
membesar. Anak perempuan pasien mengalami keluhan yang sama satu tahun yang lalu dan
sudah sembuh. Pasien sudah memberikan salep dactarin dan kalpanax. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi. Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Status
dermatologikus:
Regio : lengan kanan bawah bagian ekstensor
Distribusi : lokalisata, unilateral
Efloresensi Primer : makula eritem serta papul di bagian tepi
Warna : eritematosa pada daerah tepi lesi
Batas : jelas
Ukuran : plakat
Jumlah : soliter

Page 4
Efloresensi Sekunder : erosi dan krusta
Konfigurasi : polisiklik
Palpasi lesi : Suhu pada lesi normal, kulit teraba kering

G. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Tinea Corporis
Diagnosis Banding : Psoriasis

H. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
1. Pasien dianjurkan untuk meningkatkan kebersihan badan dan menghindari
berkeringat berlebihan serta mengurangi kelembaban dari tubuh dengan
mengindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat (karet, nylon)
2. Edukasi kepada pasien untuk menghilangkan kebiasaan menggaruk dan
memotong kuku jika panjang, karena dengan menggaruk akan memperparah lesi
dan menimbulkan infeksi sekunder jika terdapat luka

Medikamentosa
1. Griseofulvin 1 x 500 mg
2. Mikonazol 2% + Asam salisilat 3% dalam bentuk krim

I. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad kosmetikum : Bonam
Ad sanationam : Bonam

J. PEMERIKSAAN LANJUTAN
Melakukan kontrol kembali setelah 7 hari

Page 5
PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti
muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Manifestasinya akibat infiltrasi dan
proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.
Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea
korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis
(Patel, 2006).
Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja
yang berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung
melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamr mandi, tempat
tidur hotel dan lain-lain.. Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi
dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas
hospes dan spesies dari jamur (Belson, 2004).

Page 6
2. SINONIM
Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa.

3. DEFINISI
Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai
(Siregar, 2008).

4. EPIDEMIOLOGI
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim
yang panas dan lembab, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh
dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan
dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea
kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.Prevalensi tinea korporis dapat
disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan
organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis (Rushing, 2012).

5. ETIOPATOGENESIS
Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kleas Fungi imperfecti, yang
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Ketiga genus
ini mempunyai sifat keratofilik.

Microsporum Trichophyton

Page 7
Epidermophyton

KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi lesinya, dermatofitosis dibagi menjadi:
1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
6. Tinea korporis, dermatofitosispada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di
atas.
Selain 6 bentuk tinea diatas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus yang
dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis, yaitu:
Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan Trichophyton concentricum
Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh Trichophyton
schoenleini yang secara klinis berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor)
Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan
Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti dermaotfitosis dengan
bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat
melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak
memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum
korneum dari kulit (Sobera, 2003).Pemakaian bahan yang tidak berpori akan
meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum
korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan
yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai
dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang

Page 8
mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan
epidermis dan merusak keratinosit.

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:


1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain,
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh
kelenjar sebasea bersifat fungistatik (Sobera, 2003).
2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum
pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu
oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.
Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis (Sobera, 2003).
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau DelayedType Hypersensitivity(DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan
trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama
yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa
antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh
limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat
yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi
dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh (Sobera,
2003).
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan
terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang
menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini
akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih.

Page 9
Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler
(Rushing, 2006).

6. GEJALA KLINIS
Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas, dan badan.Kelainan klinis
yang dapat dilihat dari tinea korporis adalah lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas
eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya
biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang
sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat
garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.
Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena
beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih
sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat
infeksi baru pertama kali.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak
biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-
sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau
sebaliknya tinea kruris et korporis.Kelainan kulit yang tampak pada tinea kruris pada sela
paha merupakan lesi berbatas tegas yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan, dapat
bersifat akut atau menahun.Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal lama kelamaan
meluas, dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut
bawah. Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya),
polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak vasikel kecil-kecil.Bila
penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga
digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.

7. DIAGNOSA BANDING
Tinea korporis dapat didiagnosa banding dengan dermatitis kontak, Pitiriasis rosea,
Psoriasis vulgaris, sifilis stadium II tipe makulopapular, dan dermatitis seboroik.

8. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal bertambah
apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi sehingga lesi
bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembab

Page 10
2. Gejala klinis yang khas
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur
berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksi
dermatofita. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium Agar Dekstrosa Sabouraud.

9. PENATALAKSANAAN
1. Umum
o Meningkatkan kebersihan badan
o Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian yang
panas dan tidak menyerap keringat
o Menghindari sumber penularan
o Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang
lain, leukemia, harus dikontrol.
2. Khusus
Topikal
Menurut Kuswadji dan Widaty (2001) obat antijamur topikal yang ideal adalah
obat yang aktif pada konsentrasi sangat rendah, mempunyai formula yang beragam,
efek samping minimal atau bahkan tidak ada, dengan formula yang spesifik (misalnya
untuk kuku dan mukosa) dan mempunyai manfaat tambahan untuk kelainan yang
biasa menyertai infeksi jamur (misalnya antiinflamasi, keratolitik dan antibakteri).
Obat topikal yang diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan
mekanisme kerjanya meliputi :
1. Bahan kimia antiseptik
Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat mengeringkan,
misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk kasus tinea
kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan untuk tinea
unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis.
2. Bahan keratolitik
Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya salep
Whitefield mengandung asam salisilat 3 %, asam benzoat 6 % dalam petrolatum,
dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 %. Asam
salisilat pada konsentrasi rendah (1 2 %) berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi (3
20 %) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang hiperkeratotik
dan pada konsentrasi sangat tinggi (40 %) dipakai untuk kelainan-kelainan yang
dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3 6

Page 11
% dalam salep, selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak dapat
dikombinasikan dengan seng oksida karena akan terbentuk garam sengsalisilat yang
tidak aktif. Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Salep
Whitefield dapat juga berguna untuk pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea
unguium dan tinea korporis. Asam undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan
pada tinea unguium.
3. Golongan allilamin
Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen pada
proses pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki efektivitas
klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Naftitin merupakan
obat antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang sintetis. Dapat
menurunkan ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel jamur. Pada konsentrasi 1
% memiliki daya antiinflamasi. Tersedia dalam bentuk krim, gel atau solusio 1 %.
Penderita tinea korporis dewasa maupun anak-anak cukup dioleskan 4 kali sehari
pada sekitar lesi selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea kruris 4 kali sehari
selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea pedis dioleskan 4 kali sehari dalam
bentuk krim 1 % atau 2 kali sehari dalam bentuk gel 1 %. Terbinafin merupakan
derivat allilamin yang sintetis yang menghambat epoksidase skualen, sebuah enzim
penting dalam biosintesis sterol pada jamur yang menghasilkan defisiensi ergosterol,
penyebab kematian sel jamur. Penelitian menemukan bahwa obat ini efektif dan
tertoleransi dengan baik oleh anak-anak. Terbinafin dioleskan 4 kali sehari pada
penderita tinea kruris dan tinea korporis baik dewasa maupun anak-anak dalam waktu
1 4 minggu. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (>12 tahun) diberikan olesan
sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim
4. Golongan benzilamin
Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan benzilamin
yang bersifat fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan infeksi-infeksi
tinea. Butenafin bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur metabolisme
sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel jamur. Sifat
fungisidik butenafin menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan angka
kesembuhan yang tinggi dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita tinea
korporis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama
2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak (> 12
tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.

Page 12
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 2 kali
sehari selama 1 minggu atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.
5. Golongan imidazol
Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi
bekerja fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang
tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Mekanisme kerjanya dengan
menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas membran sel.
Golongan imidazol meliputi :
a. Mikonazol
Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar
sekali. Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada
fungistatika lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah
kuman Gram positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam vagina.
Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama
4 minggu dalam bentuk krim 2 %, bedak kocok ataupun bedak. Penderita tinea pedis
dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam
bentuk krim 2 % atau bedak kocok. Jika menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan
2 kali sehari selama 2 4 minggu
b. Klotrimazol
Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit
daripada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis
terhadap kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa
diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 1 % atau
solusio, sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %,
solusio ataupun bedak kocok
c. Ketokonazol
Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral
(1981). Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi
patogen. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4
kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa
dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam
bentuk krim 2 %. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak
4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 %
d. Ekonazol
Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti
oleh atom H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap

Page 13
Aspergillus. Obat ini efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya berhubungan
dengan metabolisme sintesis RNA dan protein, mengganggu permeabilitas dinding sel
jamur sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan
anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk
krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau
4 kali sehari dalam bentuk krim 1 %.
e. Oksikonazol
Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kematian
sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali
sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1
% atau bedak kocok.
f. Sulkonazol
Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran
komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea kruris
dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4
minggu dalam bentuk krim 1 % atau solusio.
g. Sertakonazol
Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif melawan
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum.
Diindikasikan untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik dewasa maupun
anak-anak (> 12 tahun).
h. Bifonazol
Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa
jenis jamur dan ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman
Gram positif. Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam bentuk
losio atau krim yang dikombinasikan bersama urea 40%.
6. Golongan lainnya
a. Siklopiroks
Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat
fungisid terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadap
Malassezia furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun struktur
kimianya berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya diperkirakan
sama, yaitu terhadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga mekanisme kerjanya
berdasarkan perintah transpor dari asam-asam amino dan ion-ion melalui membran

Page 14
sel. Daya kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin. Siklopiroks khusus digunakan
secara dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 10 tahun) dioleskan
sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim 1 %, jika tidak ada perbaikan setelah 4
minggu maka perlu dievaluasi lagi. Hal tersebut juga berlaku pada penderita tinea
kruris dan tinea kapitis. Solusio siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi
melalui semua lapisan kuku pada kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang
rendah sehingga perlu kombinasi dengan obat antijamur oral.
b. Tolnaftat
Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat
efektif terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbiculare tetapi tidak
terhadap Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi
skualen pada membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 4
minggu dan dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea kruris
dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1
%, solusio dan bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada pengobatan topikal untuk
tinea korporis dan tinea unguium. Contoh nama merk dagang obat tolnaftat adalah
tinactin.
c. Haloprogin
Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap Epidermophyton, Pityrosporum,
Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya gatal-
gatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak
dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 % dan solusio.
Biasanya digunakan dalam waktu 2 4 minggu.
Pengobatan pada tinea unguium sangat memerlukan kombinasi dengan obat
antijamur oral terutama generasi baru seperti itrakonazol dan terbinafin, karena jika
hanya mengandalkan obat topikal saja maka daya penetrasi terhadap kuku sangat
terbatas sehingga tidak efektif. Pengobatan tinea manus pada prinsipnya sama dengan
pengobatan yang dilakukan pada tinea pedis.
Sistemik
- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan.
- Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat azol
yang juga fungistatik seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-4 minggu
pada pagi hari setelah makan, atauitrakonazol 100-200 mg/hari selama 2-4

Page 15
minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150 mg 1x/mgg selama
2-4 minggu, terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.
- Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
greosulfin selama 2-3 minggu dosisnya 62,5 mg 250 mg sehari bergantung
pada berat badan.
- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Dan low-potency
kortikosteroid jangka pendek hanya pada keadaan tertentu (masih dalam
penelitian).

10. PROGNOSIS
Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan
kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.

KESIMPULAN

1. Tinea corporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan
tungkai. Kelainan kulit biasanya berupa lesi bulat berbatas tegas terdiri atas eritema,
skuama, dan kadang-kadang papul atau vesikel di bagian tepi. Dapat terlihat erosi dan
krusta akibat garukan.
2. Penatalaksanaan tinea corporis yang utama adalah menghindarkan pasien dari berkeringat
berlebihan dan menjaga kelembaban kulit tubuh serta menghindari kebiasaan
menggaruk. Terapi farmakologis yang diberikan berupa anti jamur dan antihistamin serta
obat topikal.

Page 16
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
p. 89-105.
2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Tinea korporis. Cetakan I. Hipokrates. Jakarta;2000
3. Lesher, Jack L. 2009. Tinea Corporis. (Online)
(http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview )
4. Verma S and Heffernan MP. Superficialis Fungal Infection: Dermatophyta.In:Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitspatrickss
Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.;
2008. p. 1808-18.
5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p.316-
319.

Page 17

Anda mungkin juga menyukai