Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny.I
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 Tahun
Alamat : banjar
Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil
Tanggal Masuk RS : 29 September 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 29 september 2014 pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama : Sakit pada mata sebelah kiri sejak 3 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit mata kiri yang dirasakan sejak 3
minggu yang lalu, dirasakan terus menerus. ketika sakit mata ini timbul, mata menjadi
merah, Sering disertai dengan mata berair.penglihatan merasa sedikit buram, kadang
disertai nyeri kepala, sering mengalami silau pada mata sebelah kiri, . Riwayat trauma
pada mata sebelum keluhan muncul disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Hipertensi dan Diabetes
Mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga OS yang mengeluhkan hal yang sama
Riwayat Psikososial
OS adalah Pegawai Negri Sipil yang bekerja dikantor selama 7 jam sehari,
sebagian besar perkerjaan OS mengharuskan OS berada didepan layar komputer. OS
berangkat bekerja dengan menggunakan motor, OS tidak memakai kaca mata dan tidak
menutup kaca helm saat berkendara. Diakui OS keluhan mata merah seringkali muncul
saat OS berada di kantor atau setelah pulang dari kantor, atau setelah OS berkendara
dengan sepeda motor.
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya OS tidak berobat ke dokter, hanya memberikan tetes mata yang di
jual bebas.

III. STATUS OFTALMOLOGIKUS
OD OS



Kedudukan / Gerak Bola Mata : Orthophoria ODS




Benjolan (-), udem (-),
Hiperemis (-), NT (-)
Palpebra Benjolan (-), udem (-),
Hiperemis (-), NT (+)
Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliaris (-), jaringan
fibrovaskular dengan
puncak pada limbus
kornea (-)
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliaris (+),
jaringan fibrovaskular
dengan puncak ke arah
limbus kornea (-)
Infiltrat (-), sikatriks (-) Cornea Infiltrat (-), sikatriks (-)
Kedalaman sedang,
hipopion(-), hifema (-)
C.O.A Kedalaman sedang,
hipopion(-), hifema (-)
Warna coklat, sinekia (-) Iris Warna coklat, sinekia (+)
Bulat, regular, diameter 3
mm, RC (+)
Pupil iregular, diameter mm,
RC (-)
Jernih Lensa Jernih
(tidak dapat dilihat) Vitreous Humor (tidak dapat dilihat)
Visus dan Refraksi
OD : 6/6
OS : 6/6

IV. RESUME
Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit mata kiri yang dirasakan sejak 3
minggu yang lalu, dirasakan terus menerus. ketika sakit mata ini timbul, mata menjadi
merah, Sering disertai dengan mata berair.penglihatan merasa sedikit buram, kadang
disertai nyeri kepala, sering mengalami silau pada mata sebelah kiri, . Riwayat trauma
pada mata sebelum keluhan muncul disangkal.pasien berkendara dengan sepeda motor ke
kantor tidak menggunakan helm.
Pada pemeriksaan oftalmologikus ditemukan adanya injeksi siliaris, sinekhia
posterior, refleks cahaya (-) pada OS dan visus pada ODS 6/6

V. DIAGNOSIS : Uveitis anterior

VI. DIAGNOSIS BANDING:
Konjungtivitis








VII. TERAPI:
Non Medikamentosa : Memakai pelindung mata (mis. Kaca mata, helm) dan
pengistirahatan pada iris
Medikamentosa
1. Obat
Tetes mata Midriatika : Tropikamida 1%
Tetes mata antibiotic :
Tetes mata Anti-inflamasi : Prednisolone acetate 1%

2. Operasi

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
















BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI UVEA

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri
atas iris, badan siliar, dan koroid.

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan
(anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk
mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur
besarnya pupil, yaitu :
1. Musculus dilatator yang melebarkan pupil
2. Musculus sfingter yang mengecilkan pupil
Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam
keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria.
Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea
melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid.
Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata
(tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera
okuli anterior, kemudian lewat trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya
menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung.
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan
sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan
siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak
menimpali (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan
siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.

II. KLASIFIKASI UVEITIS

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi
empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa
dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.

1. Klasifikasi Anatomis
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut
juga dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan
peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi Klinis
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi Etiologis
a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

III. UVEITIS ANTERIOR

DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Peradangan
pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang di sebut iritis atau mengenai badan siliar yang di
sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis
anterior.


KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis
yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis
anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan
kasus penyebabnya tidak diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-granulomatosa
(lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral,
biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama
timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang,
dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan
sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh
bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit,
adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk
bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
Non- Granulomatosa Granulomatosa
Onset
Nyeri
Fotofobia
Penglihatan Kabur
Merah Sirkumneal
Keratic precipitates
Pupil
Sinekia posterior
Noduli iris
Lokasi
Perjalanan penyakit
Kekambuhan
Akut
Nyata
Nyata
Sedang
Nyata
Putih halus
Kecil dan tak teratur
Kadang-kadang
Tidak ada
Uvea anterior
Akut
Sering
Tersembunyi
Tidak ada atau ringan
Ringan
Nyata
Ringan
Kelabu besar (mutton fat)
Kecil dan tak teratur
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Uvea anterior, posterior,difus
Kronik
Kadang-kadang


PATOFISIOLOGI
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang
memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar,
maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah,
sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding
pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan
mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan
glaukoma.
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris, dan
pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung
pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan
akan bergerak ke atas.
Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat
jenis cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel
radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari
depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut
kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju
ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan
mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat
sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder.
Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit (Wijana,1993)
Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema (bila
banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel
darah putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil
dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini
disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga
cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli
anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli
anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder.
Perlekatan-perlekatan iris pada lensa menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat
pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil.
Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak
seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa
terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan
kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang terdiri
dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada
kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.


GEJALA KLINIS dan PEMERIKSAAN FISIK
Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis
dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil kecil akibat peradangan otot
sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat
rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik
mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Pada uveitis non-
granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis
granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel
pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).



IV. UVEITIS INTERMEDIATE
Uveitis intermediate disebut juga siklitis, uveitis perifer atau pars planitis adalah
peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya
peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai pasien
remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala-
gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah
biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis
seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs)
atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snow-banking).
Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut
panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi
sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate
yang tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus
optikus.


V. UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang meliputi
retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara
bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma,
penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular
bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina.

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Pemeriksaan fisik tidak jauh berbeda dengan gejala yang dapat timbul pada uveitis, hasil
pemeriksaan yang didapat bervariasi tergantung dari lokasi, penyebab dan patogenesis dari
proses inflamasi yang terjadi. Pemeriksaan jaringan mata yang menyeluruh dapat memberikan
hasil yang sangat membantu dalam penentuan diagnosis.
Konjungtiva
Didapatkan injeksi siliar (injeksi perilimbal, kemerahan sirkumkorneal akibat dilatasi
pembuluh-pembuluh darah limbus, merupakan karakteristik dari uveitis anterior) atau nodul
(pada sarkoidosis).

Kornea,
Ditemukan adanya presipitat keratik, merupakan kumpulan sel-sel mediator inflamasi pada
permukaan endotel kornea. Presipitat tersebut tampak berupa deposit putih halus. Presipitat
keratik berukuran kecil umumnya ditemukan pada uveitis non-granulomatosa, sedangkan
presipitat berukuran besar biasanya ditemukan pada uveitis granulomatosa, yang dikenal dengan
mutton fat.

Presipitat Keratik
Presipitat keratik awal biasanya berwarna putih dan akan menjadi lebih berpigmen dan
mengkerut seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu, pada kornea dapat timbul gambaran
dendrit epitel, geographic ulcers atau terdapat skar pada stroma pada kasus keratouveitis pada
herpes.
Mekanisme inflamasi yang terjadi pada tingkat seluler akan menimbulkan gambaran cells
dan flare pada aqueous humor.

Cells and Flare
Pada kasus-kasus uveitis anterior yang berat, dapat terjadi penimbunan fibrin dan/atau
pembentukan hipopion.
Hipopion


Iris
Ditemukan sinekia anterior yaitu iris melekat pada kornea maupun sinekia posterior yaitu
iris melekat pada lensa. Bila proses berlanjut terus maka akan timbul pupillary block, iris
bomb dan/atau glaukoma sudut tertutup.

Iris Bomb
Terdapat nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian pupil iris (Nodul
Koeppe bila timbul pada batas pupil, dan Nodul Bussaca bila timbul pada stroma iris) atau
terdapat granuloma yang nyata.hal ini terhadi pada uveitis granulomatosa. Adanya atrofi iris
pada beberapa bagian saja merupakan ciri khas pada penyakit herpes. Pada pemeriksaan pupil,
akan didapatkan pupil yang miosis.

Lensa
Pemeriksaan yang mungkin didapat adalah adanya katarak. Katarak merupakan komplikasi
yang sering timbul dalam klinis pasien uveitis. Katarak biasanya terjadi pada uveitis yang telah
berlangsung lama atau pada uveitis dengan pemakaian kortikosteroid jangka panjang. Pada
vitreous humor, akan tampak gambaran snowball opacities, berupa infiltrasi sel-sel, yang pada
Koeppes Nodules Bussacas Nodules
umumnya terlihat pada uveitis intermediate dan sarkoidosis. Selain itu, juga tampak adanya
traksi pada retina, atau pembentukan membran siklitik dibelakang lensa.
Manifestasi uveitis posterior yang dapat ditemukan pada pemeriksaan, antara lain :
Disc eccema
Edema makula
Vaskulitis retina
Eksudat perivaskular
Retinitis atau koroiditis fokal atau difus
Eksudat pars plana (snowbanking)
Pelepasan retina
Atrofi retinokoroidal
Neovaskularisasi retina dan koroid.

DIAGNOSIS
Uveitis sering berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya, oleh sebab itu, ada baiknya
dilakukan anamnesis yang komprehensif serta pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada setiap
pasien dengan inflamasi intraokuler. Pemeriksaan yang menyeluruh tersebut dapat membantu
dalam penentuan diagnosis yang tepat sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik.
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang; meliputi onset, gejala yang timbul, perjalanan penyakit dan
gejalanya serta perawatan yang telah didapat.
Riwayat penyakit mata sebelumnya; apakah ada episode penyakit dengan gejala yang sama
sebelumnya, terapi dan respon terapi yang telah didapat, riwayat trauma atau operasi pada
mata sebelumnya.
Riwayat penyakit lain sebelumnya; riwayat penyakit-penyakit sistemik (terutama
sarkoidosis, juvenile rhematoid arthritis, AIDS, tuberkulosis, dan sifilis), riwayat
penggunaan obat-obatan (terutama obat-obatan imunosupresif).
Riwayat sosial; meliputi pola diet sehari-hari, pola seksual dan penggunaan obat-obatan
terlarang.
Data demografik; seperti: usia, ras dan jenis kelamin.
Riwayat geograf; seperti: tempat lahir, lingkungan tempat tinggal, dan apakah sehabis
melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri.
Riwayat penyakit keluarga; penyakit-penyakit sistemik yang menular dalam keluarga
(seperti: tuberkulosis), riwayat menderita uveitis dalam keluarga.
Tinjauan sistemik :
- Umum : demam, berat badan, malaise, keringat malam
- Rheumatologi : arthralgia, low back pain, joint stiffness
- Dermatologi : rash, alpecia, vitiligo, gigitan serangga
- Neurologi : tinitus, sakit kepala, meningismus, parestesia, paralisis
- Respiratori : sesak nafas, batuk, dan produksi sputum
- Gastrointstinal : diare, melena
- Genitourinaria : disuria, ulkus genitalia, balanitis

Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tanda-tanda vital, periksa ketajaman penglihatan, periksa gerakan bola mata,
periksa setiap jaringan bola mata dengan slit lamp, lakukan pemeriksaan funduskopi, dan ukur
tekanan bola mata.
DIAGNOSA BANDING
NO TANDA KONJUNGTIVITIS
AKUT
IRIDOSKLITIS
AKUT
GLAUKOMA
AKUT
KERATITIS
1. Sakit Tidak atau hanya
sedikit
Sedang, trauma
mengenai mata
dan yang diurus
oleh N.II
Hebat, diseluruh
bulbus okuli dan
yang diurus oleh
N.V, injeksi
konjungtiva dan
Sedikit
episklera
2. Injeksi Injeksi konjungtiva Terutama injeksi
perikornea
Injeksi
konjungtiva,
perikornea dan
episklera
Injeksi
perikornea
3. Pupil Normal Miosis irreguler Lebar,lonjong Normal,
miosis
4. Reflek
cahaya
Normal Berkurang Berkurang sampai
tidak ada
Kuat
5. Media
refraksi
Jernih Kornea keruh
(kreatik prespitat
dan edema),
COA:sel radang,
pupil:oklusio,
lensa:katarak,
badan kaca:sel
radang
Kornea keruh
karena oedema,
lensa:katarak
stadium lanjut,
COA dangkal
Kornea keruh
karena
adanya
infiltrat, COA
normal
6. Visus Baik Sedang Buruk Berkurang
7. Timbulnya Perlahan Perlahan Tiba-tiba Perlahan
8. Gejala
sistemik
Tidak ada Sedikit Muntah-muntah -
9. Pemeriksaan
sekret
Ditemukan kuman
penyebab
Tidak ditemukan
kuman penyebab
Tidak ditemukan
kuman penyebab
Tidak
ditemukan
kuman
penyebab
10. TIO Normal N,tinggi,turun Tinggi sekali Normal

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan uveitis adalah mengobati proses inflamasi pada mata secara
efektif serta meminimalkan komplikasi yang mungkin timbul baik dari penyakitnya itu sendiri
maupun dari terapi yang diberikan. Agar tujuan pengobatan dapat dicapai, maka diperlukan
pemeriksaan yang baik, karena, beberapa kondisi memerlukan tindakan tertentu seperti
pemberian obat kortikosteroid, sedangkan pada kondisi lain tidak dianjurkan karena penggunaan
kortikosteroid jangka panjang akan menyebabkan pembentukan katarak dan meningkatkan
tekanan intraokuler.
Mydriatic dan Cycloplegic
Pengobatan topikal ini digunakan untuk mengatasi spasme siliare yang biasanya muncul
pada uveitis anterior akut dan untuk melepaskan sinekia posterior yang terbentuk dan/atau
mencegah perkembangan sinekia baru.
Obat-obatan yang bersifat long acting seperti homatropine, scopolamine atau atropine,
digunakan untuk mengatasi spasme siliare; sedangkan obat-obatan yang durasi kerjanya lebih
singkat seperti tropicamide atau cyclopentolate digunakan untuk mencegah pembentukan sinekia
posterior pada pasien yang memnderita iridocyclitis kronik serta mengurangi gejala fotofobia.
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan terapi primer pada pasien uveitis. Kortikosteroid menekan kerja
sistem imun serta memiliki efek anti-inflamasi melalui beberapa mekanisme. Kortikosteroid
dapat diberikan secara topikal, melalui injeksi periokular atau intravitreal atau diberikan secara
sistemik.
Pemberian secara topikal diutamakan pada pasien dengan uveitis anterior. Penetrasi menuju
segmen posterior pada pemberian topikal sangat buruk, kecuali bila pasien tersebut pseudofakia
atau afakia. Secara umum, kortikosteroid yang dianjurkan pada pemberian topikal adalah
prednisolon asetat.
Pemberian kortikosteroid melalui periokular paling baik digunakan untuk pasien dengan
uveitis intermediate, uveitits posterior atau terdapat edema makula, terutama bila unilateral.
Terapi ini juga dapat digunakan pada pasien dengan uveitis anterior berat yang tidak responsif
terhadap pengobatan topikal. penyuntikan biasanya dilakukan melalui kapsul sub-Tenon atau
secara trans-septal dengan anestesi lokal. Obat yang diberikan biasanya yang kerja panjang
seperti methylprednisolone asetat setiap 3-4 minggu hingga efek yang diinginkan tercapai.
Tindakan ini tidak boleh dilakukan pada uveitis akibat infeksi dan harus berhati-hati pada pasien
dengan riwayat peningkatan tekanan intraokular.
Jalur sistemik digunakan pada pasien dengan uveitis posterior berat atau panuveitis,
terutama jika bilateral, atau pada kasus-kasus uveitis anterior berat yang tidak responsif terhadap
pengibatan topikal maupun injeksi periokular. Diawali dengan dosis besar (1-2mg/kgBB/hari)
dan kemudian diturunkan secara bertahap setelah 2-3 minggu.
AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid)
AINS tidak mengambil peranan penting dalam pengobatan uveitis. AINS dalam
perjalanannya akan digunakan sebagai terapi ajuvan pada penggunaan kortikosteroid.

Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif telah secara umum digunakan pada pasien dengan uveitis berat dan
mengancam penglihatan yang tidak responsif terhadap terapi kortikosteroid yang adekuat atau
pada pasien yang mengalami efek samping berat terhadap kortikosteroid. Namun, terdapat
penelitian yang mengatakan bahwa terapi ini lebih baik serta mengurangi angka morbiditas jika
dibandingkan dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang (penggunaan kortikosteroid
lebih dari 6 bulan dengan dosis lebih dari 10 mg/hari). Indikasi awal penggunaan terapi
imunosupresif ini antara lain pada sindrome Behet, sindrome Vogt-Kayanagi-Harada, uveitis
simpatik dan nekrosis sklerouveitis.
Sediaan yang sering digunakan adalah antimetabolit, yaitu, methotrexate, azathriopine dan
mycophenolate; Alkylating agents, yaitu, cyclophosphamide dan chlorambucil; serta sel-T
inhibitor, yaitu, cyclosporine dan tacrolimus.
Antimetabolit digunakan pada uveitis non-infeksi yang kronis, seperti iridocyclitis pada
JRA, panuveitis, sarkoidosis serta scleritis. Dosis yang diberikan adalah 7,5-25mg/hari baik
secara oral, subkutan maupun intramuskular. Pada uveitis simpatika, sindrom Behet, sindrom
VKH dan uveitis intermediate, Azhatriopine biasanya diberikan sebesar 1-3mg/kgBB/hari.
Mycophenolate biasanya diberikan 2x1 gram pada pasien yang intoleran terhadap methotrexate
atau azhatriopine.
Cyclophosphamide dan chlorambucil biasanya digunakan pada uveitis simpatika,
intermediate serta sindrom Behet. Dosis cyclophosphamide adalah 1-3 mg/kgBB/hari,
sedangkan cjlorambucil adalah 0,1-0,2mh/kgBB/hari.
Efek primer dari sel-T inhibitor adalah menginhibisi aktivasi sel-T, namun, mekanisme pastinya
masih diperdebatkan. Pegobatan ini biasanya dikombinasi dengan pemberian kortikosteroid.
Terapi imunosupresif ini memiliki efek samping yang mengancam nyawa. Efek samping
paling berat adalah toksisitasnya terhadap ginjal dan hepar, supresi sumsum tulang dan efek
teratogenik. Sehingga, diperlukan pengawasan yang ketat, seperti pemeriksaan darah lengkap
serta fungsi hati selama perawatan
Terapi terbaru
Saat ini sedang dipelajari pengobatan uveitis dengan Sitokin inhibitor. Pengobatan ini
dipelajari untuk setiap tipe uveitis. Penelitian lain, yaitu penyuntikan immunoglobulin dan
interferon secara intravena menunjukkan efek yang baik terhadap beberapa pasien uveitis.
Terdapat percobaan pengobatan dengan implantasi intravitreal yang menempatkan kortikosteroid
fluocinolone asetat secara langsung ke dalam mata. Terapi ini diharapkan dapat memberikan
efek yang konsisten pada intraokular tanpa efek samping sistemik.
KOMPLIKASI
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer, yang menghalangi aqueous
humor keluar di sudut kamera anterior sehingga timbul glaukoma. Sinekia posterior dapat
menimbulkan glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya aqueous humor dibelakang iris,
sehingga menonjol iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan terus menerus dapat mengurangi
kemungkinan timbulnya sinekia posterior. Beta blocker topikal dapat digunakan pada glaukoma
akibat uveitis. Pada kasus berat, inhibitor anhidrase karbonik sistemik sangat membantu. Obat ini
juga bekerja mengurangi produksi aqueous humor.


Uveitis yang kronis dapat mengakibatkan hiposekresi dari aqueous humor, yang berakibat
menurunnya suplai nutrisi ke struktur segmen anterior, terjadu formasi membran siklitik, dan
pelepasan korpus siliaris.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak. Katarak sering timbul pada
uveitis menahun. Operasi katarak sebaiknya dilakukan 3-4 bulan setelah uveitis tenang.
Prognosis operasi katarak pada kasus demikian tergantung pada penyebab uveitis.
Ablasio retina dapat timbul akibat traksi atau tarikan pada retina oleh benang-benang
vitreus. Edema kistoid makula dan degenerasi makula dapat terjadi pada uveitis anterior yang
beepanjangan. Kortikosteroid sistemik atau periokular dapat digunakan untuk terapi edema
makular, jika tidak berhasil, maka dapat digunakan terapi imunosupresif. Berkurangnya
penglihatan hingga kebutaan juga merupakan salah satu komplikasi dari uveitis.
PROGNOSIS
Uveitis merupakan kondisi penyakit yang berpotensi dalam menimbulkan kebutaan. Uveitis
juga dapat berakhir dengan komplikasi yang serius pada mata. Dengan pengobatan yang adekuat,
Sinekia Anterior
Sinekia Posterior
serangan uveitis non-granulomatosa umumnya berlangsung beberapa hari sampai minggu,
namun, pasien akan sering mengalami kekambuhan. Uveitis granulomatosa berlangsung
berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat
menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan yang nyata walau dengan
pengobatan yang terbaik sekali.

















DAFTAR PUSTAKA

Vaughan, D. G.; Asbury, T. Oftalmologi Umum edisi 14. Widya Medika. Jakarta: 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto.
Jakarta:2002
Ilyas, Sidarta Prof.dr, Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Indonesia Edisi Ke 3
Jakarta: 2008
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15GambaranKlinisUveitis93.pdf/15GambaranKlini
sUveitis93.html
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=870&idktg=16&idobat=&
UID=20070808155304202.51.237.211
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/15PenatalaksanaanUveitis087.pdf/15Penatala
ksanaanUveitis087.html
Iritis dan Uveitis http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview


I.

Anda mungkin juga menyukai