Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

HORDEOLUM INTERNA

Oleh

Muhammad Thoriq 01171314301

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO
SURABAYA
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1


1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................................................ 1
1.2 TUJUAN .................................................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… ................ 3


2.1 Anatomi Dan Fisiologi Palpebra ....................................................................................... 3
2.2 Hordeolum................................................................................................................... 4
2.2.1. Definisi ......................................................................................................................... 4
2.2.2. Etiologi Hordeolum ..................................................................................................... 5
2.2.3. Patofisiologi ................................................................................................................. 6
2.2.4 Diagnosa Banding ........................................................................................................ 6
2.2.5 Penatalaksanaan ........................................................................................................... 6
2.2.6 Komplikasi ................................................................................................................... 7
2.2.7 Prognosis ...................................................................................................................... 7
2.2.7 Pencegahan .................................................................................................................. 8
2.2.8 Edukasi….......... …………………………………………………………. ................. 8

BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................................................... 9


3.1 Identitas Pasien ......................................................................................................................................... 9
3.2 Anamnesis .................................................................................................................................................. 9
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................................................... 10
3.4 Foto Klinis ................................................................................................................................................. 11
3.5 Problem List .............................................................................................................................................. 12
3.6 Assesment .................................................................................................................................................. 12
3.7 Planning ...................................................................................................................................................... 12
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia melihat dengan indera penglihatannya tentu dibutuhkan

pemeliharaan agar mata, sebagai organ pengluhatan, tetap sehat dan dapat berfungsi

normal dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan indera penglihatan merupakan hal

yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia

Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin. Oleh

karena itu, mata dan bagian-bagian lain yang mendukungnya harus dijaga

kesehatannya. Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh dilupakan adalah

kelopak mata (palpebra). Kelopak mata berperan dalam memberikan proteksi fisik

untuk mata, berperan juga dalam mempertahankan film air mata serta drainase air

mata. Kasus yang banyak dan biasa ditemukan di masyarakat adalah hordeolum.

Namun belum tersedia data mengenai insidensi dan prevalensi di Indonesia.

(Menkes, 2005)

Hordeolum adalah salah satu penyakit infeksi yang terkait dengan kelopak

mata. Infeksi yang meradang, purulen, dan terlokalisir pada satu atau lebih kelenjar

sebasea (meibomian atau zeisian) kelopak mata. Bakteri Staphylococcus aureus

yang tedapat di kulit 90-95% ditemukan sebagai penyebab hordeolum. Kuman lain

yang dapat menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis,

Streptococcus, dan Eschericia coli (Dorland,1996).

1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk melakukan manajemen pada

kasus hordeulum interna dari anamnesis, pemeriksaan fisik, penegakan diagnosis

dan penatalaksanaan dengan benar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Palpebra


Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata. Palpebra
mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya
membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak mata mempunyai lapisan kulit
yang tipis pada bagian depan, sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir
tarsus yang disebut konjungtiva tarsal (Ilyas, 2010).

Gambar 2.1 Anatomi Palpebra

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan


mata sehingga terjadinya keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian-
bagian :
a. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,
kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
b. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak
atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo
palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai

3
M. Rioland. M. Orbicularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi
Nervus Fasial M. Levator palpebra, yang berorigo pada annulus foramen
orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M.
Orbicularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat
insersi M. levator palpebral terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot
ini depersarafi oleh n.III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata.
c. Didalam mata terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar
didalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
d. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan batas isi orbita dengan kelopak depan.
e. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Pembuluh darah yang
memperdarahinya adalah a. palpebra.
f. Persarafan sensorik kelopak mata atas di dapatkan dari rumus frontal n.V,
sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus
okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang
menghasilkan musin (Ilyas, 2010).

2.2 Hordeolum
2.2.1 Definisi
Hordeolum yakni benjolan dikelopak mata yang disebabkan oleh peradangan
di folikel atau kantong kelenjar yang sempit dan kecil yang terdapat di akar bulu
mata. Bila terjadi didaerah ini, penyebab utamanya adalah infeksi akibat bakteri.
Hordeolum secara histopatologi gambarannya seperti abses.
Hordeolum adalah infeksi supuratif akut kelenjar kelopak mata yang biasanya
disebabkan oleh stafilokokkus. Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi
2 jenis, yaitu (Vaughan, D.G, 2000) :
a. Hordeolum Eksterna

4
Hordeolum eksterna terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll. Benjolan
nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar (palpebra).

Gambar 2.2. Hordeolum Externa


b. Hordeolum Interna
Hordeolum interna terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum interna
ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata bagian dalam).

Gambar 2.3. Hordeolum Interna

2.2.2 Etiologi

Sebagian besar disebabkan oleh infeksi staphylococcus, terutama


staphylococcus aureus (90-95% kasus). Dapat juga disebabkan oleh streptococcus.
Biasanya dicetuskan oleh stress,nutrisi yang buruk, penggunaan pisau cukur yang
sama untuk mencukur rambut sekitar mata dan kumis atau tempat lain. Infeksi ini
mudah menyebar,sehingga diperlukan pencegahan terutama mengenai kebersihan

5
individual, tidak menggunakan barang yang sama dengan penderita, dan tidak
menyentuh mata yang terinfeksi (Sutphin J, et al, 2005)

2.2.3 Patofisiologi
Hordeulum adalah infeksi pada kelenjar kelopak mata. Infeksi pada
kelenjar meibom disebut hordeolum internal dan infeksi pada kelenjr zeis atau moll
disebut hordeolum eksterna. Infeksi pada kelenjar di kelopak mata menyebabkan
penebalan dan penyumbatan pada kelenjar sekresi. Penyumbatan pada kelenjar
sekresi menyebakan infeksi sekunder. Secara histologi, pada hordeolum terdapat
leukosist polimorfonuklear dan debris nekrotik seperti pada abses. Hordeolum tidak
boleh disamakan dengan chalazion, Chalazion terbentuk ketika meibomitis yang
mendasari menghasilkan stasis kelenjar sekresi, dan isi kelenjar (sebum) dilepaskan
ke tarsus dan jaringan yang berdekatan untuk memicu reaksi inflamasi yang tidak
menular. Secara histologis, chalazion muncul sebagai reaksi granulomatosa.

2.2.4 Diagnosis Banding


Diagnosis banding hordeolum interna adalah hordeolum eksterna,
chalazion, dakriosistitis dan selulitis perseptal. Pada hordeolum eksternus benjolan
ikut bergerak dengan pergerakan kulit, benjolan menonjol ke arah kulit,
dan bila mengalami supurasi benjolan memecah sendiri ke arah kulit. Sedangkan
pada hordeolum internus benjolan tidak ikut bergerak dengan pergerakan kulit,
benjolan menonjol ke arah konjungtiva dan karena letaknya dalam tarsus jarang
memecah sendiri.

2.2.5 Penatalaksanaan
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2
minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat topikal
(salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral
(diminum). Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:

1. Kompres hangat selama 10 – 15 menit, kompres hangat berguna pada fase


selulitis , sebagai counterpain, vasodilatasi dan untuk membunuh bakteri

6
2. Membersihkan kelopak mata dengan air bersih dan sampo bayi dapat
mempercepat proses penyembuhan
3. Antibiotik
a) Topikal : Salep mata Neomycin, Polimyxin B, Gentamycin,
klorampenikol, ciprofloxacin diberikan 7 – 10 hari pada masa inflamasi
b) Sistemik : dapat diberikan jika terdapat komplikasi seperti selulitis
palpebra dan abses palpebra.
4. Insisi hordeolum dilakukan jka terdapat abses yang besar.
- Berikan anestesi topical dengan pantocain 2% tetes mata
- Anestesi infiltasi dengan procain atau lidokain di daerah hordeolum
- Hordeoulum eksternum, insisi sejajar margo palpebra (horizontal), untuk
meminimalkan bekas luka parut
- Hordeolum internum,binsisi tegak lurus margo palpebra (vertical) untuk
menghindari memotong kelenjar meibom.
- Setelah inisi lakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan yang
meradang. Kemudian beri salep antibiotik.

2.2.6 Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik, hordeolum dapat menjadi infeksi yang
menyebar pada jaringan periorbita seperti selulitis, dapat terjadi gangguan visual
jika terdapat penekanan pada kornea, terjadi hordeolum rekuren apabila kurang
menjaga higienitas, dan deformitas palpebra atau fistula palpebra merupakan
komplikasi pada tindakan drainase atau kuretasi (Nessette, 2012).

2.2.7 Prognosis
Hordeolum biasanya sembuh spontan dalam waktu 1-2 minggu. Resolusi
lebih cepat dengan penggunaan kompres hangat dan ditutup yang bersih.
Hordeolum interna terkadan g berkembang menjadi chalazia, yang mungkin
memerlukan steroid topikal atau intralesi atau bahkan insisi dan kuretase.
Hordeolum dapat kambuh kembali (Ehrenhaus, 2017)

7
2.2.8 Pencegahan
a. Selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh kulit di sekitar mata
dan Bersihkan minyak yang berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan.
b. Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh
wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
c. Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk
membersihkan ekskresi kelenjar lemak.
d. Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi oleh
kuman.
e. Gunakan kacamata pelindung jika berpergian di daerah berdebu.

2.2.9 Edukasi
Ajuran untuk penderita hordeolum yaitu :
a. Hindari memanipulasi seperti mengucek-ucek atau menekan hordeolum.
b. Tutup mata pada saat membersihkan hordeolum.
c. Jaga kebersihan wajah dan selalu mencuci tangan saat akan menyentuh mata
d. Untuk sementara hentikan pemakaian make-up pada mata.
e. Lepaskan lensa kontak (contact lenses) selama masa pengobatan.

8
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. C

Usia : 11 tahun

Alamat : Surabaya

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 18 Februari 2020

Tempat Pemeriksaan : Poli Eksterna

No Rekam Medis : 12.78.68.95

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


3.2.1 Keluhan utama : Benjolan di kelopak mata

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Eksterna Mata dengan keluhan benjolan kemerahan

di kelopak mata kiri bawah . Benjolan ini dialami sejak 3 hari sebelum pemeriksaan,

ditemukan pasien saat bangun tidur. Keluhan disertai rasa mengganjal dan nyeri

saat ditekan. Pasien tidak merasa benjolan bertambah besar, selain itu keluhan

perdarahan dan mata kabur disangkal. Keluhan mata belekan, mata berair, gatal,

melihat tirai, kilat-kilatan cahaya, cahaya pelangi dan mata terasa cekot-cekot

disangkal. Pasien sebelumnya pernah mengalami sakit yang serupa pada November

2019 dan sudah di operasi

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki riwayat sakit seperti sekarang pada November 2019 , DM

(-) , HT (-), Trauma (-). Riwayat operasi (-) riwayat operasi mata (-) riwayat

penyakit mata (-) riwayat radiasi (-)

9
3.2.4 Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

3.2.5 Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Riwayat HT,

DM dan penyakit kardiovaskular pada keluarga (-).

3.2.6 Riwayat Psikososial :

Pasien merupakan Pelajar, tidak merokok maupun mengonsumsi alkohol.

3.2.7 Riwayat kacamata :

Pasien tidak menggunakan kacamata dan tidak pernah menggunakan lensa kontak.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

Tekanan Darah: 90/60 mmHg BB: 27 kg

Nadi : 100 kali/menit

RR : 20 kali/menit
o
Suhu : 36,4

3.3.2 Status Lokalis

Occulo Dextra Pemeriksaan Occulo Sinistra

6/6 Visus Naturalis 6/6


Normal palpasi TIO Normal palpasi
Bisa semua arah Gerak Bola Mata Bisa semua arah
Segmen Anterior
Edema (+) palpebra inferior,
Edema (-), hiperemi (-), hiperemi (+)palpebra inferior,
Palpebra spasme (-), hordeolum interna
spasme (-), hordeolum (-) (+)palpebra inferior
Hiperemi (-) Konjungtiva Hiperemi (-)
Jernih Kornea Jernih

10
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Radier Iris Radier
Bulat, 3mm, RC (+) Pupil Bulat, 3mm, RC (+)
Jernih Lensa Jernih
Dalam batas normal Funduskopi Dalam batas normal

Pemeriksaan Segmen Posterior dengan Funduskopi

Occulo Dextra Pemeriksaan Occulo Sinistra


+ Fundus Refleks +
Batas tegas, warna Papil N. II Batas tegas, warna
normal normal
Perdarahan (-), Eksudat Retina Perdarahan (-), Eksudat
(-) (-)
+ Macular Refleks +

3.4 Foto Klinis

Gambar 3.1 kiri Oculi Sinistra 17 Feb 2020, kanan Oculi Sinistra 17 Feb 2020pada pasien
hordeolum interna

3.5 Problem List

11
1. Benjolan di kelopak mata kiri bawah bagian dalam

2. Nyeri bila ditekan

3. Palpebra inferior sinistra Hordeolum interna (+)

3.6 Assesment

OS Hordeolum Internum Palpebra Inferior

3.7 PLANNING

3.7.1 Diagnosis : -

3.7.2 Terapi

! Eye Hiegiene
! Kompres hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari

! Antibiotik topikal : Gentamycin, dioleskan pada mata kanan setiap 6

jam

! Asam mefenamat 4x250 mg bila nyeri

! Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif, atau sudah

fase abses, dianjurkan insisi dan drainage

3.7.3 Monitoring

! Visus Naturalis

! Gejala-gejela penyakit serta gejala penyerta

! Kontrol berkala untuk pemeriksaan segmen anterior mata

3.7.4 Edukasi

! Edukasi ke pasien mengenai penyakit hordeolum, perjalanan penyakit

! Edukasi ke pasien untuk menggunakan salep mata secara teratur

! Edukasi ke pasien untuk menjaga kebersihan agar dapat mencegah

terjadinya kekambuhan

12
! Edukasi ke pasien supaya datang kontrol ke poli mata untuk melihat

progresifitas dari penyakit dan apabila tumbuh secara cepat dan

meninggi

13
BAB IV

PENUTUP

Laporan kasus ini membahas pasien perempuan berusia 11 tahun dengan

keluhan utama benjolan di kelopak mata kiri bawah. Didapatkan rasa mengganjal

dan nyeri saat ditekan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan palpebra inferior oculi

sinsitra didapatkan edema dan hiperemi. Pemeriksaan lain-lain dalam batas normal.

Berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis banding

secara perlahan dapat disingkirkan satu per satu dan ditemukan data yang

mendukung tegaknya OS Hordeolum Internum. Rencana terapi untuk pasien ini

adalah dengan kompres hangat dan pemberian obat yaitu Gentamycin topikal dan

asam mefenamat per oral. Adapun monitoring yang perlu dilakukan pada pasien ini

pasca terapi definitif adalah mengukur ketajaman penglihatan / visus, gejala-gejala

penyakit pasien dan gejala penyertanya, serta pemeriksaan segmen anterior okuli

untuk menilai adanya progresifitas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B., Taim, H., Saman, R.R., Simarmata, M., Widodo,
P.S., 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran
Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Kanski, J. J., Bowling, B., Nischal, K., & Pearson, A. (2016). Clinical
Ophthalmology. Edinburg: Elsevier
th
Khurana AK. 2007, Comprehensive Ophthalmology 4 ed. India, New Age
International Limited Publishers

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No 1473/MENKES/SK/X/2005. c2005. Available from:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/KMK%20No.
%201473%20ttg%20Rencana%20Strategi%20Nasional%20Penanggulangan

%20Gangguan%20Penglihatan%20Untuk%20Mencapai%20Vis.pdf.

Sutphin J, et al. External Disease and Cornea Section 8. USA: American Academy
of Ophtalmology; 2005.

Tim Editor EGC. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 1996.

Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta,
2000: Hal 17-20
15

Anda mungkin juga menyukai