Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN
AUTOANAMNESA

Keluhan Utama:

Keluhan Tambahan:

Luka bacok pada dada kiri sesaat SMRS


Sesak napas, dirasakan setiba di IGD

Riwayat Penyakit Sekarang:

Sesaat sebelum dibawa ke IGD pasien mengalami pembacokan pada dada kiri.
Setiba di IGD pasien mulai berangsur-angsur merasa sesak napas. TKP :
Superindo Ciaul

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat alergi disangkal

Riwayat asma +

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 66 kali/menit

Pernapasan

: 24 kali/menit

Suhu

: 360C

STATUS GENERALIS
Kepala

Kepala

: Normocephali, deformitas (-)

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil

bulat/bulat, isokor/isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+,


eksoftalmus -/-

Thorax

Paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada asimetris, dada kiri


tertinggal saat bernapas

Palpasi

: Fremitus taktil teraba asimetris, kiri melemah

Perkusi

: Redup pada lapang paru kiri

Auskultasi : Bunyi nafas vesikular +/-, wheezing +/+, rhonki -/

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra


ICS IV

Perkusi

: Batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung reguler, murmur(-), gallop(-)


Abdomen

Inspeksi

: Datar, jejas (-), lesi(-), sikatriks(-),


pelebaran vena(-)

Auskultasi

: Bising usus (+), 6x/ menit

Perkusi

: Timpani pada seluruh kuadran

Palpasi

:Nyeri tekan (-), massa(-)

Ekstremitas

Akral teraba hangat, CRT <2 detik, edema (-)

Genitalia

Jejas (-), perdarahan (-)

PRIMARY SURVEY

A : Clear, artikulasi jelas, benda asing (-), retraksi otot intercostal / supraclavicula (-),
stridor (-)

B : 24x/menit, sianosis (-)

C : 90/60 mmHg, nadi 66x/menit (lemah, ireguler)

D : GCS 15

E : 36C

STATUS LOKALIS

L : Vulnus punctum setinggi ICS 3 mammae sinistra, ukuran 2 x 0 x 0,5 cm

F : Krepitasi (-), Nyeri tekan (+)

FOTO THORAX

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb

: 11 g/dL

Leukosit

: 31.100/ul

Ht

: 32,8 %

Trombosit

: 192.000/ul

RESUME

Pasien laki-laki, usia 17 tahun datang dengan keluhan luka tusuk akibat pembacokan
pada dada kiri. Pasien mengeluh adanya sesak napas yang muncul perlahan-lahan dan
semakin memberat setelah pasien tiba di IGD.

Dari Pemeriksaan fisik didapatkan:

Tanda-tanda vital

Keadaan Umum

Kesadaran

Tekanan Darah

Nadi

: 66 kali/menit

Pernapasan

: 24 kali/menit

Suhu

: 360C

: Tampak sakit ringan

: Compos mentis
: 90/60 mmHg

Thorax

Paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada asimetris, dada kiri tertinggal saat


bernapas

Palpasi

: Fremitus taktil teraba asimetris, kiri melemah

Perkusi

: Redup pada lapang paru kiri

Auskultasi

: Bunyi nafas vesikular +/-, wheezing +/+, rhonki -/-

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja :

Laki-laki, 17 tahun dengan trauma tajam thorax dan hemothorax sinistra

PENATALAKSANAAN

O2

IVFD Dobu 2 amp+NaCl

IVFD RL 20 tpm

Medikamentosa

Injeksi ceftriaxone 2x1

Injeksi ranitidine 2x1

Injeksi ketorolac 2x1

Injeksi tetagam 250 IV

Pro WSD

LAPORAN OPERASI

Ditemukan luka 2 x 3 cm menembus fasia, otot dan rongga pleura

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma thorax adalah luka atau cedera mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut.2
Trauma thorax dapat meliputi kerusakan pada dinding dada, vertebra
thoracalis, jantung, paru-paru, aorta thoracalis dan pembuluh darah besar, namun
jarang mengenai esofagus. 3
2.2 Anatomi
Thorax (atau dada) adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan
abdomen. Thorax rata dibagian depan dan belakang tetapi melengkung di bagian
samping. Rangka dinding thorax yang dinamakan cavea thoracis dibentuk oleh
columna vertebralis di belakang, costae dan spatium di bagian samping, serta
sternum dan cartilage costalis di depan. Di bagian atas, thorax berhubungan
dengan leher dan di bagian bawah dipisahkan dengan abdomen oleh diaphragma.
Cavea thoracis melindungi paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan
otot-otot thorax, ekstremitas superior, abdomen dan punggung.1
Cavitas thoracis (rongga thorax) dapat dibagi menjadi: bagian tengah yang
disebut mediastinum dan bagian lateral yang ditempati pleura dan paru. Paru
diliputi oleh selapis membrane tipis yang disebut pleura viceralis, yang beralih di
hilus pulmonalis (tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke
paru-paru) menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding
thorax. Dengan cara ini terbentuk dua kantong membranosa yang dinamakan
cavitas pleuralis pada setiap sisi thorax, diantara paru-paru dan dinding thorax.1
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk
kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir
di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago
dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum.
5

Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen
penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.2
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus
gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior
thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris
posterior.2
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan
yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.Pleura adalah
membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut
sampai ke hilus dan mediastinum bersama sama dengan pleura parietalis, yang
melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru
pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru paru normal,
hanya ruang potensial yang ada.2
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi
biasa / tenang sekitar 75%.2
2.3 Etiologi
1. Trauma tembus (tajam)
Pada trauma tembus terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung
akibat penyebab trauma, terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca,
peluru, dsb). Sekitar 10-30% dari trauma tembus memerlukan operasi
torakotomi.4
2. Trauma tumpul
Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Penyebabnya
antara lain kecelakaan lalu lintas, terjatuh, cedera olahraga, dsb. Kelainan
6

tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. <10% trauma jenis
ini memerlukan operasi torakotomi.4
2.4 Epidemiologi
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana
trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi
di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan
banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan
diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15
30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi.
Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur
yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus
trauma thorax.2
2.5 Patofisiologi
Pada dasarnya patofisiologi yang terjadi pada trauma thorax adalah akibat dari
kegagalan ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar dan kegagalan
sirkulasi karena perubahan hemodinamik.5
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak kuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation /
perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan
dalam tekanan intrathorax (contoh tension pneumothorax, pneumothorax terbuka).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran.

Asidosis

metabolic disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (Syok).5


2.6 Kelainan akibat trauma Thorax
Fraktur iga
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering
mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi.

Batuk yang tidak efektif untuk

mengeluarkan secret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia


meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru-paru.
7

Fraktur sternum dan scapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung,
trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada asa fraktur
sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga bagian tengah (iga
ke -4 sampai ke -9).2
Flail Chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding daad. Jika kerusakan parenkin paru di bawahnya
terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang makan akan menyebabkan
hipoksia yang serius.2
Kesulitan utama pada kelainan flail chest yatu trauma pada parenkim
paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).

Walaupun ketidak-stabilan

dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada


inspirasi dan ekspirasi, efek
hipoksia.

ini sendiri saja tidak akan menyebabkan

Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama

disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan
trauma jaringan parunya. Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya,
karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi
buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi
gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan
membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat
fraktur iga yang multiple, akan terapi terpisahnya sendi costochondral tidak
akan terlihat.2
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya

hipoksia akibat

kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis flail chest. Terapi


awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang
dilembabkan dan resusitasi cairan.

Bila tidak ditemukan syok maka ada

kerusakan parenkim paru pada flail chest, maka akan sangat sensitif terhadap
kekurangan ataupun kelebihan

resusitasi cairan.

Pengukuran yang lebih

spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi


definitive ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi
8

yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk

memperbaiki

ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator.2


Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma,
dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan

untuk waktu singkat sampai

diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan
secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen
arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi
timing / waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.2
Kontusio paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada
golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul
perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung

terjadi setelah

kejadian sehingga rencana penanganan definitive dapat berubah berdasarkan


perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna
(PaO2 <65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2<90%) harus
dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama
setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru
seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk
melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik.2
Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara
selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan
pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan
perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan

yang

optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus
dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.2
Pneumothorax
Pneumothorax diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial
antara pleura visceral dan parietal. Dislokasi fraktur veterbra juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan
normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya
9

sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua
permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah
menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang
terkena dan pada perkusi hipersonor. Fototoraks pada saat ekspirasi
membantu menegakkan diagnosis.2
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest
tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. 7 Bila
pneumotoraks adalah dengan dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka
akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungan
dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.

Anestesi umum atau

ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan
peneumotoraks traumatic atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya dapat menjadi life thereatening tension pneumotorax, terutama jika
awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif diberikan.
Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi / rujuk.2
Pneumothorax terbuka (Sucking chest wound)
Pneumothorax terbuka defek atau luka yang besar pada dinding dada
yang terbuka menyebabkan pneumotorax terbuka. Tekanan di dalam rongga
pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada
dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih
kecil dibandingkan dengan trakea.2
Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dnegan kasa steril yang
diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan
akan terjadi efek flutter type valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan
menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa
penutup terbuka untuk menyingkirkan

udara keluar.

Setelah itu maka

sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka
primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di
dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali
jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat
10

dipergunakan adalah Plastic wrap atau Petrolatum Gauze, sehingga penderita


dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan
luka.2
Tension pneumorothorax
Berkembang

ketika

terjadi

one-way-valve

(fenomena

ventil),

kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk
ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat
udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka
tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke
jantung (venous return); ini yang mengakibatkan kematian serta akan menekan
paru kontralateral.6
Penyebab terseringdari tension pneumothorax adalah

komplikasi

penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif


pada penderita dengan kerusakan pada pleura visceral. Tension pneumothorax
dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotorax sederhana akibat trauma
toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau
setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis
interna.

Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat

menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara menutup defek ata luka
tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan
menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jua dapat terjadi
pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced
thoracic spine fractures).
Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
dan tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi.
Bila ada kemungkinan tension pneumothorax sebaiknya tidak menunggu foto
Rontgen.Dengan pungsi darurat rongga thorax berupa tusukan sederhana
dengan jarum di ruang antariga II, penderita dapat diselamatkan.6 Tension
pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernafasan,
takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan
distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada
kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka
sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan
11

hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terjadi tension pneumothorax


dapat membedakan keduanya.2
Tension

pneumothorax

membutuhkan

dekompresi

segera

dan

penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang emngalami
kelainan.

Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi

pneumothorax sederhana (catatan ; kemungkinan terjadi pneumotraks yang


bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi
definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (Chest tube)
pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.2
Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hemothorax. Biasanya perdarahan berhenti
spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.2
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada berukuran besar. Selang dada
tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura dan dapat dipakai dalam
memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya
rupture diafragma traumatic. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam
memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemothorax,

status

fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor
utama.2
Hemothorax kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari
15% pada foto Rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan
khusus. Hemothorax sedang, artinya tampak bayangan yang menutup 15-35%
pada foto Rontgen, dipungsi dan penderita diberi transfusi. Pada pungsi
sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata terjadi kambuhan,
perlu dipasang penyalir sekat air. Pada hemothorax besar (lebih dari 35%)
dipasang penyalir sekat air dan diberikan transfusi.6
12

Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang
dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap
jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus
menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan.2
Hemotoraks masif ( >750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah
trauma adalah indikasi untuk operasi. Sebelum operasi sebaiknya ditentukan
organ mana yang dicurigai sehingga teknik pembedahan dapat disesuaikan.
Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya tidak banyak dan dapat
berhenti sendiri. Namun harus tetap diwaspadai akan adanya perdarahan dari
arteri interkostalis yang robek. Monitoring untuk semua kasus perdarahan
dalam rongga toraks setelah pemasangan water sealed drainage (WSD) adalah
sebagai berikut:7

0-3 cc/Kg BB/ jam................................observasi


>3 - <5 cc/Kg BB/jam.....................observai ketat, bila berturut turut

dalam 3 jam.........operasi
3-5 cc/Kg BB/jam..................................operasi

Pembagian diatasa didasarkan pada pembagian syok:


Kelas

% darah hilang dari total

Volume darah dalam cc (volume

I
II
III
IV

volume darah dalam tubuh


15
30
40
>40

darah 80cc/kg BB)


< 750
75-1500
2000
> 2000

Ligasi arteri interkostalis transtorakal posterior dapat mengakibatkan


neuralgia interkostalis tetapi tindakan ini cukup baik untuk menyelamatkan
jiwa sementara. Tindakan yang terbaik adalah torakotomi dan ligasi arteri
interkostalis secara a vue.7
Hemotoraks masif
Hemothoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari
1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus
yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.
Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan
hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat,
tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension
pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di
13

intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi


dari pembuluh vena leher.2
Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai
suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami
trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarus besar dan kemudian
pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga
pleura dapat dikumpulkan

dalam penampungan yang cocok untuk

autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest


tube) no. 38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis
midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita
mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi.
Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita
tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada
awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap
berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi.2
Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus
menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status
fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama
ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume
darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan
darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan
diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang
baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus
toraks di daerah anterior medial dari garis putting susu dan luka di daerah
posterior, medial dari scapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan
dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah
besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah
berpengalaman dan sudah mendapat latihan.2
Cedera trakea dan bronkus
Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis,
14

dengan hemoptisis bermakna, hemopneumothorax, krepitasi subkuntan dan


gawat nafas. Empisema mediastinal dservical dalam atau pneumothorax
dengan kebocoran udara massif. Penatalaksanaan yaitu dengan pemasangan
pipa endotrakea (melalui control endoskop) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi danmencegah aspirasi aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan
untuk hemothorax atau pneumothorax.2
Tamponade jantung
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun
demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah
baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah
perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan
walaupun relative sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat
menghambat

aktivitas

jantung

dan

mengganggu

pengisian

jantung,

mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml,


melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik. 1 Diagnosis
tamponande jantung tidak mudah.2
Diagnostik klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari
peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung
menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat
darurat dalam keadaan berisik. Distensi vena leher tidak ditemukan bila
penderita mengalami hipovolemia.

Pulsus paradoxus adalah keadaan

fisiologis dimana terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik selama


inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini
merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung.

Tetapi tanda pulsus

paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang
gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama
sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul
(peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan
paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya
temponande jantung.2
PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax
harus dicurigai adanya temponande jantung.

Pemasangan CVP dapat

membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada


15

berbagai keadaan lain.

Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan

metode non invasif yang dapat membantu penilaian pericardium, tetapi banyak
penelitan yang melaporkan angka negative yang lebih tinggi yaitu sekitar 50
% (medlinux). Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal
boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi
cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat resusitasi.
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan

indikasi bila

penderita

dengansyok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan


mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan
tidak boleh

diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik

tambahan.2
Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah
dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung
pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi,
merupakan indikasi untuk melakukan tindakan
metode subksifoid.

perikardiosintesis melalui

Tindakan alternatif lain, adalah

melakukan operasi

jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli


bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi
penderita memungkinkan.2

Walaupun

kecurigaan

besar

akan

adanya

tamponade jantung, pemberian cairan infuse awal masih dapat meningkatkan


tekanan vena dan meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil
melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid.
Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan
teknik seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih
gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard.
elektrokardiografi dapat

Monitoring

menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan

voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh


epikardium) atau terjadinya disritmia.2
Kontusio Miocard
Terjadinya karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti
memar jantung dikenal sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera
jantung mungkin bervariasi dari ptekie epikardial superfisialis sampai
kerusakan transmural.

Disritmia merupakan temuan yang sering timbul.


16

Pemeriksaan jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa


yang spesifik (atls), EKG mungkin meperlihatkan perubahan gelombang T
ST yang non spesifik atau disritmia. Adapun penalaksanaan berupa suportif.2
Trauma tumpul jantung
Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, rupture atrium atau
ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan
tamponade jantung yang harus diwaspadai saat primary suvery. Kadang
tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium.
Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada
dada tetapi keluhan tersebut juga bias disebabkan kontusio dinding dada atau
fraktur sternum dan / atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan
dengan inspeksi dari miokard yang mengalami trauma. Gejala klinis yang
penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas ada
EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada pemeriksaan
ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang
menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel premature
yang multiple, sinus takikardi yang tak bias diterangkan, fibrilasi atrium, l
bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah
perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari
tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari
disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting
untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dapat disebabkan adanya
serangan infak miokard akut. Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis
karena adanya konduksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya distimia
akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval tersebut
resika disritmia akan menurun secara bermakna.2
Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma thoraks biasanya disebabkan oleh
trauma tumpul pada daerah thoraks inferior atau abdomen atas yang tersering
oleh

kecelakaan.

Trauma

tumpul

di

daerah

thoraks

inferior

akan

mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang


diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan
tekanan tersebut, herniasi organ intrathoraks dan strangulasi organ abdomen
dapat terjadi. Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada
daerah thoraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai
17

organ-organ lain (intra thoraks atau intra abdominal). Ruptur umumnya terjadi
di puncak kubah diafragma, ataupun kita bisa curigai bila terdapat luka
tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6
lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian ruptur diafragma lebih sering terjadi
di sebelah kiri daripada sebelah kanan. Kematian dapat terjadi dengan cepat
setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum
pleura kiri.
2.7 Penanganan Trauma Toraks
Torakosentesis Jarum
Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumothorax. Jika
tindakan ini dilakukan pada penderita bukan tension pneumothorax, dapat terjadi
pneumothorax dan/atau kerusakan pada parenkim paru.
1.

Identifikasi thorax penderita dan status respirasi

2.

Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan

3.

Identifikasi sela iga, di linea midklavikula di sisi tension pneumothorax

4.

Asepsis dan antisepsis dada

5.

Anestesi local jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan

6.

Penderita dalam keadaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah


disingkirkan

7.

Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter


(panjang 3-6 cm) ke kulit secara langsung tepat di atas iga ke dalam sela
iga

8.

Tusuk pleura parietal

9.

Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum
memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumothorax telah diatasi

10.

Pindahkan jarum dang anti Luer-Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan


kateter plastic di tempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.8

Potensi morbiditas yang berhubungan dengan torakosentesis jarum termasuk


pneumothorax(dan potensi menjadi tension pneumothorax), tamponade jantung,
perdarahan (yang dapat mengancam jiwa), loculated intrapleural hematom,
atelektasis, pneumonia, emboli udara arteri (ketika torakosentesis jarum dilakukan
dan tidak ada tension pneumothorax), dan rasa sakit kepada pasien. 8

18

B.Chest Tube
1.

2.
3.
4.

5.

Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi putting (sela iga V) anterior


linea midaksilaris pada area yang terkena
Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain
Anestesi lokal kulit dan periosteum iga
Insisi transversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan
dan diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga
Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam
tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan

6.

perlekatan, bekuan darah, dll


Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam rongga
pleura sesuai panjang yang diinginkan hingga lubang terakhir berada di

7.

8.
9.
10.

rongga pleura
Cari adanya fogging pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar
aliran udara
Sambung ujung tube torakostomi ke WSD
Jahit tube di tempatnya
Tutup dengan kain/kasa dan plester.8

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell R.S. Dinding Thorax. Dalam Anatomi Klinik Bagian ke Satu. Jakarta: EGC,
1998.
2. Trauma Thorax. Available from: http://medlinux.blogspot.com/2008/06/traumathorax.html. tertanggal 7 Agustus 2010.
3. Brunicardi F.C. Schwartzs Principles Of Surgery. Edisi ke Delapan. McGrawHills, 2004
4. Trauma Thorax. Website Bedah Toraks Kardiovaskular Indonesia.2009. Diakses
dari:www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-IUmum.html.p:1tertanggal 7 Agustus 2009
5. Trauma Thorax. Website Bedah Toraks Kardiovaskular Indonesia.2009. Diakses
dari:www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-IIKelainan- spesifik.html. tertanggal 7 Agustus 2009.
6. Sjamsuhidajat R., de Jong W. Dinding Toraks dan Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC, 2005
7. Rachmad K.B. Penanganan Trauma Toraks. Jakarta: Subbagian Bedah Toraks
Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSUPNCM, 2002.
8. American College of Surgeons. Trauma Toraks. Dalam: Advanced Trauma Life
Support.Chicago:American College of Surgeons,2004; p. 111-27.
19

20

Anda mungkin juga menyukai